HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari pengawetan telur adalah menghambat perubahan fisik dan kimiawi pada telur serta mencegah masuknya mikroba pembusuk. Telur asin telah dikenal oleh bangsa Cina dengan sebutan Hulidan yang pembuatannya berupa pemeraman telur dengan tanah liat atau abu yang dicampur dengan garam. Terdapat beberapa macam metode pembuatan telur asin di Indonesia antara lain perendaman dengan larutan garam jenuh, pemeraman dengan serbuk batu bata merah, dan pemeraman dengan abu gosok (Ginting 2007). Garam dapur (NaCl) diketahui dapat menjadi bahan pengawet telur utuh (Romanoff dan Romanoff 1963). Telur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan telur minggu kedua setelah vaksinasi terakhir yang telah dinyatakan positif dengan uji AGPT pada telur segar (Manggung 2010) dan metode pembuatan yang dipilih adalah perendaman dengan larutan garam jenuh. Lama pemeraman/ perendaman telur asin bervariasi. Menurut Ginting (2007), perendaman dilakukan selama 7 hari. Muharfiza (2010) menyatakan lamanya pemeraman telur asin adalah 15 20 hari. Telur yang telah direndam larutan garam jenuh dicuci bersih, kemudian dilap hingga kering. Kuning telur asin segar diambil untuk deteksi keberadaan antibodi spesifik E. coli, S. Enteritidis, dan H5N1. Tekstur kuning telur yang dihasilkan berupa gel dan dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), sebagian besar kuning telur asin akan mengeras dan memberikan rasa asin. Sesuai dengan pernyataan Zayas (1997), gelasi pada kuning telur dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti temperatur lemari pendingin, kecepatan pembekuan (freezing) dan pencairan (thawing), serta penambahan garam atau gula. Garam yang berdifusi ke dalam kerabang akan terperangkap oleh albumin. Tingginya kadar garam pada albumin akan menarik air pada kuning telur sehingga menyebabkan kuning telur semakin mengental (Kaewmanee et al. 2008).
21 Gambar 6 Kuning telur asin yang berbentuk gel Hasil deteksi keberadaan anti EPEC ditunjukkan pada Tabel 1 dan anti S. Enteritidis ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 1 Data hasil uji AGPT terhadap EPEC Hasil AGPT Hari Perendaman ke- Telur Asin 10 15 20 1 + + - 2 + + - 3 + + - Ket: (+) : terdapat garis presipitasi pada AGPT (-) : tidak terdapat garis presipitasi pada AGPT Gambar 7 berikut menunjukkan uji AGPT terhadap EPEC adanya garis presipitasi (garis putih buram) pada sampel perendaman hari ke-10 dan ke-15 sedangkan pada perendaman hari ke-20 tidak terlihat keberadaan garis presipitasi. a b c Gambar 7 Hasil uji AGPT antibodi spesifik terhadap antigen EPEC (E.C) dalam kuning telur asin (a) hari ke-10 (b) hari ke-15 (c) hari ke-20. Garis presipitasi (tanda panah)
22 Tabel 2 Data hasil uji AGPT terhadap S. Enteritidis Telur Asin Hasil AGPT Hari Perendaman ke- 10 15 20 1 + + - 2 + + - 3 + + - Ket: (+) : terdapat garis presipitasi pada AGPT (-) : tidak terdapat garis presipitasi pada AGPT Gambar 8 menunjukkan hasil uji AGPT terhadap S. Enteritidis yang sama dengan hasil uji AGPT pada EPEC yaitu terdapat garis prsipitasi pada perendaman hari ke-10 dan ke-15 sedangkan pada perendaman hari ke-20 tidak terdapat garis presipitasi. a b c Gambar 8 Hasil uji AGPT antibodi spesifik terhadap antigen S. Enteritidis (sal) dalam kuning telur asin (a) hari ke-10 (b) hari ke-15 (c) hari ke-20. Garis presipitasi (tanda panah) Hasil yang diperoleh menunjukkan keberadaan garis presipitasi pada AGPT yang berarti adanya antibodi spesifik terhadap E. coli dan S. Enteritidis pada telur asin hari perendaman ke-10 dan ke-15. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), Natrium bikarbonat berfungsi sebagai sistem penyangga dalam telur dimana akan menurun fungsinya apabila semakin lama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh keluarnya CO 2 melalui kerabang sehingga menurunkan konsentrasi ion bikarbonat. Dimungkinkan NaCl yang berdifusi melalui kerabang dapat menambah konsentrasi Na, yang mampu mengikat ion bikarbonat lebih banyak di dalam telur, sehingga menjaga keawetan IgY.
23 Berbeda halnya dengan perendaman hari ke-20 yaitu tidak terdapat garis presipitasi pada AGPT. Hal ini berarti tidak terdeteksi keberadaan antibodi spesifik terhadap kedua antigen, EPEC dan S. Enteritidis. Hasil demikian dimungkinkan terjadi akibat beberapa faktor misalnya IgY terdenaturasi/ rusak atau gelasi kuning telur semakin kental sehingga IgY terperangkap dan tidak dapat berdifusi menuju antigen. Berbeda dengan IgG pada mamalia, IgY memiliki struktur yang lebih kaku sehingga fleksibilitas IgY terbatas. Hal ini mempengaruhi kemampuan antibodi untuk memperesipitasi atau mengaglutinasi antigen. Hanya sebagian IgY yang terpresipitasi pada larutan saline fisiologis dan kurang lebih 25% antibodi yang terdapat dalam supernatan pada pengendapan maksimal (Carlander 2002). Sampel supernatan kuning telur diuji secara duplo pada HI test dan hasilnya disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Data hasil uji HI terhadap Virus Avian Influenza H5N1 Telur 1 2 3 Hasil HI Test (duplo) Hari Perendaman ke- (log 2) 10 15 20 5 6 5 5 5 5 6 5 5 6 5 5 4 6 6 4 7 6 Kontrol positif (kuning telur segar) 4 6 Tidak seperti pada hasil AGPT, yaitu tidak terdeteksinya antibodi pada perendaman garam hari ke-20, hasil uji HI menunjukkan keberadaan antibodi spesifik terhadap virus AI H5N1 di setiap waktu perendaman. Secara umum keberadaan antibodi spesifik terhadap virus AI H5N1 menunjukkan hasil positif sebab menurut standar OIE, titer HI dinyatakan positif apabila terjadi hambatan pada pengenceran 1/16 (2 4 ) (OIE dalam Nurade et al. 2008). Menurut Wibawan et al. (2009), IgY anti-virus AI H5N1 dengan titer HI 2 4 mampu menetralisasi virus AI H5N1.
24 Data HI test menunjukkan bahwa pada perendaman hari ke-10, rata-rata titer antibodi kuning telur asin adalah 2 5, 2 5,6 pada perendaman hari ke-15 dan rataan titer pada perendaman hari ke-20 adalah 2 5,3. Rataan titer tersebut menunjukkan bahwa pada perendaman hari ke-15 merupakan titer tertinggi diantara kedua waktu perendaman yang lain. Menurut Carlander (2002), jumlah absolut antibodi spesifik dapat bervariasi tergantung pada faktor individual hewan tersebut, prosedur imunisasi, dan imunogenitas terhadap antigen. Rataan titer kuning telur segar positif IgY spesifik AI, yaitu 2 5, tidak jauh berbeda dengan rataan titer IgY spesifik AI pada telur asin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kawmanee et al. (2008) bahwa pengasinan pada telur hanya mengubah komposisi protein dan lemak dengan cara menarik air keluar dari telur namun tidak merusak protein dan lemak tersebut.