BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Secara rinci struktur telur terbagi atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), membran vitelin, kuning telur (yolk) dan bakalan anak unggas (germ spot) (Winarno dan Koswara, 2002). Cangkang telur merupakan bagian yang paling keras dan kaku, fungsi utamanya sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme. Komponen dasar cangkang telur terdiri dari 98,2% kalsium, 0,9 magnesium, dan 0,9% fosfor (Sirait, 1986 dalam Sukma et al., 2012). Menurut Winarno dan Koswara (2002) bahwa bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori yang berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di dalamnya. Jumlah pori-pori bervariasi antara buah per cm 2. Biasanya bagian telur yang tumpul memiliki jumlah pori-pori yang banyak. Secara umum, telur terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang 11% dari berat total telur, putih 57% dari berat total telur dan kuning telur 32% dari berat total telur (Suprapti, 2002). Komposisi Kimia Telur Komposisi kimia telur itik tidak berbeda dengan telur lainnya, telur secara umum mengandung bahan utama yang terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral, diketahui bahwa komposisi dalam satu butir telur itik segar terkandung protein 13,10%, lemak 14,30%, karbohidrat 0,8%, dan abu 1% (Winarno dan Koswara, 2002). Telur mengandung komponen utama yang terdiri 5

2 6 dari air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, kadar air telur masih terlalu tinggi yaitu 87 % pada putih telur, dan 59 % pada kuning telur (Soewedo, 1983 dalam Handayani, 2010). Perbedaan komposisi kimia terutama terletak pada jumlah dan proporsi zatzat yang dikandungnya yang dipengaruhi oleh keturunan, makanan, dan lingkungan. Komposisi kimia telur itik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan kimia telur itik Komposisi telur (%) Telur utuh Putih telur Kuning telur Air 69,7 86,8 44,8 Protein 13,7 11,3 17,7 Lemak 14,4 0,08 35,2 Karbohidrat 1,2 1,0 1,1 Bahan kering 30,3 13,2 55,2 Sumber: Anonim (2005). Telur itik mengandung protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti: besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B kompleks. Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 30%-32% protein 16% dan glukosa 1%-2% (Yuwanta, 2010). Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari sebutir telur men gandung vitamin A, vitamin B, yaitu vitamin B2, niasin, tiamin, riboflavin, vitamin E dan vitamin D dan sedikit karbonhidrat (Widyantoro et al., 2013). Murtidjo (2000) menyatakan bahwa suhu penyangraian dapat berpengaruh terhadap kadar air, kadar protein, total bakteri, umur simpan dan nilai organoleptik telur asin yang dihasilkan. 6

3 7 Kadar air Air merupakan kandungan yang penting dalam bahan pangan. Semua bahan pangan memiliki kandungan air dalam jumlah yang berbeda-beda baik itu bahan pangan hewani maupun nabati. Sedangkan kadar air merupakan persen air yang terkandung dalam bahan pangan. Menurut Dwijosepputro (1994), kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting dalam telur, karena air dapat mempengaruhi kenampakan tekstur dan cita rasa pada telur asin itik. Kadar air dalam telur asin ikut menentukan kesegaran dan daya awet telur asin tersebut. Kadar air yang tinggi menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada telur asin. Menurut Nurhidayat et al. (2013) penguapan air dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemasakan, ph, tekanan udara, suhu selama penyimpanan. Murtidjo (2000), menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu penyangraian penurunan kadar air semakin cepat sehingga kadar air telur asin yang dihasilkan semakin rendah. Protein Protein merupakan salah satu unsur makro yang terdapat pada telur selain lemak dan karbohidrat. Protein dapat mengalami perubahan-perubahan yang di sebabkan beberapa hal seperti denaturasi karena pemanasan, terkoagulasi karena pengasaman, dan menimbulkan warna coklat kerana beraksi dengan gula reduksi (Winarno dan Koswara, 2002). Menurut Gaman dan Sherington (1992) dalam Nurhidayat et al. (2013) telur yang dipanaskan, protein putih maupun kuning telur akan terkoagulasi. Putih telur yang mengandung protein terkoagolasi lebih dulu 7

4 8 pada suhu 60 C sehingga berubah dari jernih menjadi putih dan membentuk gel. Protein kuning telur terkoagulasi antara suhu 65 C sampai 68 C sehingga mengental, semakin tinggi suhu dan lama waktu pemasakan, maka protein telur terkoagulasi semakin cepat berubah bentuk menjadi gel dan lama kelamaan berubah menjadi padat. Semakin lama waktu perebusan terjadi penurunan kadar protein, hal ini disebabkan karena pengaruh suhu dan masuknya air kedalam pori- pori, semakin tinggi suhu perebusan maka akan terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan perubahan struktur protein oleh suhu air rebus (Murtidjo, 2000). Sedangkan pada telur asin yang disangrai tingginya kadar protein pada telur yang disangrai disebabkan karena kadar air telur asin yang rendah sehingga menyebabkan peningkatan total solid yaitu salah satunya kadar protein, dengan susutnya air pada bahan pangan akan meningkatkan kadar protein bahan tersebut (Budiman et al., 2012). Lemak Lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter, kloroform, benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, juga merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung lemak esensial. Komponen lemak memegang peranan penting yang menentukan karakteristik fisik makanan seperti aroma, tekstur, rasa, dan penampilan. Jika lemak dihilangkan maka salah satu karakteristik fisik menjadi hilang (Sudarmadji et al., 1997). 8

5 9 Garam (NaCl) Menurut Winarno (2002), garam merupakan salah satu bahan pembantu bahan pangan yang penting dalam pengawetan pangan. Peningkatan cita rasa dari telur asin didapat dari proses penambahan garam. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim dan menurunkan aktivitas air atau kandungan air bebas dalam bahan pangan (Winarno dan Koswara, 2002). Pengawetan Telur Pengawetan menggunakan kulit kayu bakau Salah satu alternatif dalam teknologi pengawetan telur yang mudah dan murah adalah dengan menggunakan kulit kayu bakau. Bahan yang dimanfaatkan untuk pengawetan telur dari kulit kayu bakau tersebut adalah zat tannin. Tanin berfungsi sebagai penutup/penyumbat lubang pada pori-pori kerabang telur sehingga tidak terjadi penguapan. Rasa dari tanin adalah pahit menyebabkan beberapa mikroba tidak mampu menerobos lapisan tanin tersebut. Pengawetan telur itik konsumsi dengan menggunakan ekstrak kulit bakau mampu mempertahankan kualitas telur sampai 2 bulan (Budisutiya dan Arisandi, 2006). Pengawetan dengan Perendaman larutan teh Perendaman telur dengan larutan teh dengan konsentrrasi 6% selama 2 hari dapat mempertahankan kualitas telur sampai penyimpanan 21 hari. Teh mengandung tanin yang disebut catechin, dengan adanya catechin masuk kedalam telur akan terjadi penggumpalan protein pada selaput kerabang yang mengandung protein, sehingga akan menutup pori-pori kerabang telur (Silondae dan Ulpah, 2015). 9

6 10 Pengawetan dengan penambahan garam ( pengasinan telur ) Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi garam (Margono, 2000 dalam Oktaviani et al., 2012). Telur merupakan salah satu produk pangan yang berasal dari unggas yang mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu untuk mencegah kerusakan pada produk hasil ternak tersebut adalah dengan cara mengolahnya menjadi produk lain yang lebih awet, pada umumnya telur itik diolah menjadi telur asin, metode pengasinan dapat mengawetkan telur itik, mengurangi bau amis dan menciptakan rasa khas. Proses pengasinan dilakukan dengan menggunakan garam sebagai bahan pengawetnya (Sukma et al., 2012). Telur asin berkualitas baik memiliki ciri-ciri antara lain memiliki rasa asin yang cukup dengan lama pemeraman selama 7-10 hari (Suprapti, 2002). Pengasinan telur merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan telur segar (memperpanjang masa simpan), membuang bau amis telur (terutama telur bebek) serta menciptakan rasa yang khas (Astawan dan Astawan, 1989 dalam Budiman et al., 2012). Pengasinan telur itik umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan garam dan pemeraman dalam adonan campuran garam dengan tanah liat, abu gosok atau bubuk bata merah (Sahroni, 2003 dalam Kastaman et al., 2005). Pengawetan telur dengan penambahan garam adalah salah satu cara pengawetan telur utuh yang secara tradisional dilalukan oleh rakyat. Cara ini menghasilkan telur asin bercita rasa khas dan umumnya disukai. Pengasinan telur itik umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan garam 10

7 11 dan pemeraman dalam adonan campuran garam dengan tanah liat, abu gosok atau bubuk bata merah (Sahroni, 2003 dalam Kastaman et al., 2005). Membuat telur dengan adonan garam dan bata merah atau abu yaitu, buat adonan garam dan abu atau bata merah dengan perbandingan 1:2, telur itik yang dipilih kemudian dicuci hingga bersih kemudian telur dibalut dengan adonan garam setelah itu telur disusun didalam ember atau wadah, simpan telur selama 10 hari setelah itu telur dibersihkan dan dicuci (Anonim, 2005). Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan air dari telur tersebut dengan cara membenamkan telur didalam suatu larutan berkosentrasi tinggi larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi (Saputra, 2000 dalam Kastaman et al., 2005). Telur asin itik yang masih mentah dapat dillakukan proses lanjutan yaitu proses pemasakan seperti penyangraian dan perebusan lama pemasakan adalah 30 menit. Pengawetan dengan daun Melinjo Kandungan kimia daun melinjo berupa tanin dapat mengawetkan telur. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat dalam kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur dan kulit telur tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas, udara dan penguapan air serta hilangnya karbondioksida pada kulit telur dapat dicegah sekecil mungkin. Pengawetan telur dengan memanfaatkan ekstrak daun melinjo mutu telur bertahan kurang lebih 42 hari (Lestari et al., 2012). 11

8 12 Pemasakan Telur Asin Penyangraian Cara pemasakan telur asin yang telah umum dilakukan adalah dengan pengukusan atau perebusan, tetapi cara pemasakan tersebut akan menghasilkan telur asin yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Inovasi cara pemasakan telur asin dengan cara disangrai diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur asin (Budiman et al., 2012). Proses penyangraian menyebabkan terjadinya pengeluaran air karena adanya tekanan osmosis. Bersamaan dengan keluarnya air dari telur juga akan terjadi pengeluaran NaCl yang terbawa bersamaan dengan keluarnya air sehingga akan berpengaruh terhadap rasa asin. Sangrai adalah memasak tanpa memakai minyak dan air (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 dalam Budiman, 2012). Proses pemasakan telur dilakukan dengan disangrai menggunakan pasir selama 30 menit. Telur asin sangrai merupakan diversifikasi produk telur asin yang mempunyai keistimewaan lebih tahan lama tanpa ditambahkan bahan pengawet, lebih mempunyai cita rasa yang khas, bau amis kurang terasa dan lainnya. Adanya produk telur asin sangrai ini, menjadikan produk pengolahan hasil peternakan khususnya telur asin menjadi lebih beraneka ragam. Proses penyangraian menyebabkan pengurangan kadar air yang cukup banyak, sehingga produk yang dihasilkan lebih awet (Subandiyah, 2006 dalam Sukma et al., 2012). Proses pemasakan dapat juga dilakukan secara kontak langsung melalui proses pencelupan dengan pengadukan produk di dalam bahan butiran atau partikel seperti, garam, pasir halus, pasir kwarsa, zeolit, atau bahan butiran lainnya panas 12

9 13 yang dikenal sebagai proses penyangraian. Beberapa kelebihan dapat diperoleh dari proses pengeringan ini, diantaranya adalah efisensi termal yang relatif tinggi (lebih dari 60%) dengan waktu pengeringan yang relatif singkat (Sugiarto et al., 2007 dalam Dewi et al., 2012). Penyangraian telur menggunakan garam, pasir halus, pasir kwarsa, zeolit, atau bahan butiran lainnya selama 30 menit sehingga telur tersebut masak (Khin et al., 2005 dalam Dewi et al., 2012). Semakin tinggi suhu dan lama waktu pemasakan penurunan kadar air semakin cepat sehingga kadar air telur asin yang dihasilkan semakin rendah (Nurhidayat et al., 2013). Perebusan Telur asin umumnya dimasak dengan cara perebusan, karena perebusan telur asin sangat muda dan praktis untuk dilakukan. Telur yang sudah bersih, kemudian dimasukan kedalam panci yang telah diisi air, perebusan telur dilakukan pada suhu 100 C selama 30 menit. Murtidjo (2000) menyatakan pengolahan telur yang baik adalah direbus selama 30 menit agar telur masak secara merata. Ketika merebus telur perhatikan ketinggian permukaan air, air harus di atas telur-telur hal ini bertujuan agar tingkat kematangan telur tersebut merata. Ketika merebus sebaiknya panci ditutup agar proses perebusan menjadi lebih cepat dan merata (Anonim, 2005). Menurut Sukma et al. (2012) Masa simpan telur asin yang direbus, kurang lebih hanya 1-2 minggu. Landasan Teori Larutan garam dapat menerobos pori-pori kulit telur dengan tekanan. Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat 13

10 14 mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim perusak protein dan menyerap air dari dalam telur. Berkurangnya kadar air meyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara menerobos/ menembus melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirmya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion khlor (Cl-). Ion khlor berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Semakin lama telur dibungkus dengan adonan pengasinan, makin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi semakin awet dan asin. Lamanya telur dibungkus adonan ini harus disesuaikan dengan selera masyarakat yang akan mengkonsumsinya. Pemasakan telur menggunakan pemanasan kering, proses ini dilakukan secara kontak langsung melalui proses pemeraman telur di dalam bahan butiran atau partikel yang dikenal sebagai proses penyangraian. Beberapa kelebihan dari metode penyangraian dapat diperoleh dari proses pengeringan ini, diantaranya adalah efisensi termal yang relatif tinggi lebih dari 60%, dengan waktu pengeringan yang relatif singkat. Selain itu untuk media penyangraiannya dapat digunakan butiran garam, pasir halus, pasir kwarsa, zeolit atau dari bahan butiran halus lainnya dalam berbagai ukuran. Penyangraian dapat meminimalisir pemakaian air sehingga dapat lebih menurunkan kadar air dalam telur asin tersebut sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan daya simpan telur asin tersebut. 14

11 15 Hipotesis 1. Terdapat interaksi antara metode dan lama pemasakan terhadap kualitas kimia 2. Pemasakan dengan metode sangrai akan meningkatkan kulitas kimia dari telur asin dan organoleptik, daripada pemasakan dengan menggunakan metode rebus. 3. Semakin lama pemasakan maka kualitas kimia dari telur asin akan semakin meningkat, serta meningkatkan kualitas organoleptik telur asin. 15