BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan kritis merupakan salah satu masalah lingkungan yang saat ini harus ditangani. Lahan kritis di Indonesia terutama disebabkan oleh proses erosi karena tingginya jumlah dan intensitas curah hujan (Abdurachman dan Sutono, 2002). Lahan kritis adalah lahan yang keaadaan vegetasinya kurang dari 25%, dengan kemiringan lereng 15% atau lebih, dan ditandai dengan gejala erosi seperti erosi lembar (sheet eosion), erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion) dan erosi saluran yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungannya (Departemen Kehutanan, 1998; Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1992). Erosi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, tidak terbatas pada wilayah on site tetapi dapat juga meluas hingga wilayah off site. Seringkali erosi berdampak meluas di dalam suatu kawasan daerah aliran sungai (DAS). Dampak langsung, misalnya menurunnya tingkat kesuburan tanah, menyempitnya lahan pertanian dan kehutanan produktif serta meluasnya lahan kritis. Dampak tidak langsung dapat berupa polusi kimia dari pupuk dan pestisida, serta sedimentasi yang dapat menurunkan kualitas perariran sebagai sumber air permukaan maupun sebagai suatu ekosistem (Nugroho, 2002). Identifikasi dalam konteks konservasi, upaya perbaikan kondisi lingkungan DAS (Daerah Aliran Sungai), melalui progam konservasi dan rehabilitasi lahan kritis pada suatu DAS dapat terlaksana dengan baik apabila informasi secara akurat dapat terdistribusi diperoleh secara tepat dan disajikan dalam bentuk peta (spasial) zonasi daerah yang mengalami degradasi lahan/ lahan kritis. 1
Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Jragung yang secara administratif melewati Kabupaten Semarang sebagai hulu DAS dan Kabupaten Demak sebagai hilir DAS, selain itu Daerah Aliran Sungai Jragung dipilih karena dilihat dari identifikasi fungsi penggunaan lahannya. Menurut data Balai Besar Sungai Pamalijuana persentase tingkat penutupan lahan DAS Jragung didominasi oleh areal dengan tingkat penutupan yang sangat buruk yaitu seluas 25.493,402 Ha atau 47,63 % dari luas DAS, areal dengan tingkat penutupan lahan buruk seluas 11.547,27 Ha dan areal dengan tingkat penutupan baik adalah seluas 16.481,69 Ha. Secara keseluruhan DAS Jragung di dominasi oleh lahan pertanian yaitu seluas 27.768,16 Ha dengan luas lahan sawah di wilayah ini adalah seluas 11.545,96 Ha, hutan tanaman seluas 16.222,2 Ha. Identifikasi peralihan fungsi lahan ini secara tidak langsung akan menyebabkan perubahan sifat biofisik tanah. Hal ini juga akan mempengaruhi pergerakan air dalam tanah atau biasa disebut dengan konduktivitas hidrolik jenuh. Air hujan yang turun dan tidak dapat diserap lagi oleh tanah akan menyebabkan adanya aliran permukaan. Aliran permukaan yang besar dan tidak adanya vegetasi yang mengurangi laju aliran permukaan akan menyebabkan terjadinya erosi yang membawa partikel-partikel tanah yang dihancurkan oleh air hujan yang dibawa dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Nilai erosi yang diidentifikasi dalam penelitian ini merupakan nilai total dari semua proses erosi yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Nilai tersebut merupakan akumulasi dari nilai erosi alur, erosi lembar, erosi parit dan erosi saluran. Erosi alur dan lembar diidentifikasi menggunakan metode RUSLE (Vadari et al., 2004) sedangkan erosi parit dapat dihitung berdasarkan penelitian Piest et al. (1975) yang menyimpulkan bahwa seperlima dari total sedimen yang terjadi merupakan erosi parit. Sementara itu, erosi saluran dapat dihitung berdasarkan kesimpulan dari beberapa pustaka oleh Seyhan (1976) yang menyatakan bahwa pada umumnya dapat diterima nilai kehilangan tanah 2
yang disebabkan oleh erosi saluran mempunyai nilai sebesar 10% dari nilai erosi yang disebabkan oleh erosi alur, erosi lembar dan erosi parit secara bersama-sama. Pengembangan teknologi penginderaan jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografi (SIG) yang berkembang pesat dijadikan sebagai informasi dan pemrosesan dalam membangun pemodelan nilai besarnya kehilangan tanah (erosi). Teknologi Penginderaan Jauh digunakan untuk penyadapan informasi parameter RUSLE seperti penggunaan lahan dan kondisi topografi. Sistem Informasi Geografi merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan hardware, software dan brainware untuk pengumpulan, pengolahan dan penyajian data yang bereferensi keruangan (spasial), sehingga dalam penelitian ini teknologi SIG digunakan untuk analisis spasial dalam mengidentifikasi perameter yang mempengaruhi proses erosi. Citra penginderaan jauh yang digunakan merupakan Citra Landsat 8 OLI untuk identifikasi parameter vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman. Data Landsat 8 yang bisa digunakan dalam mengidentifikasi parameter erosi yaitu transformasi indeks vegetasi. Transformasi indeks vegetasi pada umumnya digunakan dalam memperoleh suatu informasi baru dengan cara mempertajam sekaligus menghilangkan informasi yang lain ataupun dengan cara mengurangi dimensionalitas datanya. Informasinya merupakan pengembangan transformasi yang didasarkan pada feature space, yaitu melihat kecenderungan nilai spektral yang akan mengidentifikasi suatu kelompok obyek yang terpisah satu sama lain ataupun membentuk suatu fenomena tertentu (Danoedoro, 1996). Sebenarnya perlu penelitian lebih lanjut dalam pemilihan jenis transformasi ideks vegetasi dalam mengidentifikasi parameter pemodelan erosi, tetapi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Sulistyo (2011) yang berjudul Pemodelan Erosi Berbasis Raster di DAS Merawu Kabupaten Banjarnegara, terdapat transformasi yang 3
mempunyai korelasi paling tinggi dengan nilai faktor C yaitu MSAVI, dengan dasaran penelitian tersebut peneliti memilih transformasi yang mempunyai nilai korelasi paling tinggi dalam mengidentifikasi parameter pengelolaan tanaman (Faktor C). Transformasi yang mempunyai nilai paling tinggi akan digunakan sebagai dasaran dalam membuat model parameter peutup lahan dan pengelolaan tanaman sebagai salah satu input dalam pemodelan erosi RUSLE. 1.2 Rumusan Masalah Erosi merupakan salah satu indikasi dalam menentukan baik buruknya ekosistem suatu Daerah Aliran Sungai. Fenomena erosi ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung oleh tingginya intensitas dan jumlah curah hujan. Suatu DAS dikatakan dalam kondisi kritis apabila terdapat lahan-lahan terbuka yang kemudian memicu terjadinya erosi dan menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi DAS. Proses erosi yang terjadi di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) pada dasarnya dipengaruhi oleh empat faktor: iklim, sifat tanah, topografi, dan vegetasi penutup lahan (Blanco dan Lal, 2008). Perkembangan teknologi ilmu penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, selama ini menjadi sumber data dan sarana penting dalam melakukan analisis fenomena ekologis, salah satunya erosi. Berbagai jenis data penginderaan jauh dan berbagai jenis pemodelan telah banyak dikembangkan untuk pengukuran laju erosi. Peran penginderaan jauh dalam pengukuran pendugaan laju erosi berupa ekstraksi parameter pembangun erosi, misalkan transformasi indeks vegetasi, klasifikasi penutup lahan, dan turunan data DEM. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dirumuskan masalah seperti berikut: 4
1. Transformasi indeks vegetasi citra Landsat sudah sering digunakan untuk ekstraksi parameter pengelolaan tanaman atau faktor C dalam pemodelan erosi. Banyaknya jenis transformasi indeks vegetasi menjadi salah satu kendala untuk memetakan faktor pengelolaan tanaman terkait keakuratannya. Jika dikaitkan dengan perhitungan faktor C di lapangan yang mengidentifikasi tutupan tanah dan tutupan vegetasi, jenis transformasi yang cocok digunakan yaitu transformasi yang menekan gangguan latar belakang tanah. Penelitian ini menggunakan jenis transformasi indeks vegetasi MSAVI. 2. Teknologi Penginderaan jauh dan sistem informasi geografis merupakan teknologi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam memetakan parameter dalam pengukuran laju erosi, dan sudah sering dimanfaatkan dalam banyak penelitian. Meskipun begitu, pemanfaatan data penginderaan jauh, terutama citra Landsat 8, dan sistem informasi geografis perlu dilakukan validasi dengan data kenampakan di lapangan untuk mengetahui nilai ketelitian hasil ekstraksi parameter sehingga dan dapat dihubungkan dengan keakuratan hasil pemodelan erosi yang dilakukan. 3. Identifikasi baik buruknya suatu DAS dapat ditentukan dari tingkat erosi yang terjadi dalam DAS tersebut.. Terlalu tinggi tingkat erosi yang terjadi akan mengakibatkan terbentuknya lahan kritis yang berpengaruh pada pemanfaatan lahan dalam area DAS. Secara garis besar, tinggi rendahnya proses erosi dalam suatu DAS dapat dilihat dari material tanah yang ter-erosi keluar outlet DAS kemudian tersedimentasi, sehingga identifikasi nilai erosi tidak hanya pada proses erosi yang terjadi di permukaan saja tetapi juga diakumulasikan dengan erosi parit dan erosi saluran. 5
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kemampuan transformasi MSAVI citra Landsat 8 OLI untuk ekstraksi parameter pengelolaan tanaman (Faktor C) dalam identifikasi nilai total erosi DAS Jragung. 2. Memetakan paremeter pendugaan erosi di DAS Jragung dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh. 3. Mengestimasi nilai total erosi yang terjadi di DAS Jragung dengan memanfaatkan sistem informasi geografi. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rencana pengelolaan dan konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Jragung. 2. Memberi wawasan baru dalam ilmu geografi mengenai estimasi total erosi yang terjadi di DAS Jragung menggunakan pendekatan penginderaan jauh dan SIG untuk pengukuran nilai total erosi yang keluar outlet dan di dalam DAS. 3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan penelitian selanjutnya yang lebih baik. 6