BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagan Penelitian BI CI CII DIII

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

BAB I PENDAHULUAN. yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

3. METODE DAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Bagan Penelitian I II III. 14 m. 120 cm V5 120 cm. 4,8 m. Universitas Sumatera Utara

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

3. METODE DAN PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

I. PENDAHULUAN. Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi,

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch) R. lignosus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB 3 METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJICOBA TEKNIK REHABILITASI LAHAN KRITIS DI GUNUNG BATUR, BANGLI (HASIL AWAL) Oleh: Gunardjo Tjakrawarsa Budi Hadi Narendra

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

PENGARUH PEMUPUKAN PETROBIO GR TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN JAGUNG DI DAERAH ENDEMIS PENYAKIT BULAI

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan utama. Seluruh data dalam pengamatan utama dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang digunakan sebagai data pendukung dari hasil pengamatan utama, yang hasilnya tidak diuji secara statistik, Pengamatan selintas meliputi kondisi cuaca dan kecocokan kondisi lingkungan saat penelitian dengan kondisi yang dikendaki oleh bibit tanaman karet, jamur akar putih (JAP) dan Trichoderma spp. Pada Tabel 4.1, menunjukkan data cuaca yang diperoleh pada saat penelitian berlangsung adalah suhu udara, kelembaban udara relatif, jumlah curah hujan dan hari hujan. Tabel 4.1. Kondisi cuaca Bulan Suhu ( o C) Maksimum Minimum Juli Agustus September Oktober November Desember Januari (2017) Kelembaban Udara Relatif (%) Jumlah Curah Hujan (mm/bulan) Jumlah Hari Hujan 31 22 84 149 12 31 21 81 199 6 30 22 81 225 7 31 22 88 567 19 31 22 87 364 12 32 23 95 278 21 30 23 95 351 18 Sumber : Data didapat dari stasiun MPK BALIT GETAS SALATIGA dari bulan Juli 2016 Januari 2017.

Menurut Damanik dkk. (2010), tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 400 m di atas permukaan laut (dpl), suhu udara harian antara 25 o C 30 o C. Dari Tabel 4.1. tampak bahwa rata - rata suhu udara selama penelitian berlangsung antara 26 o C - 28 o C, sedangkan penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Karet Getas dengan ketinggian tempat ± 300 meter di atas permukaan laut (m dpl) maka kondisi ini sangat mendukung tumbuh baiknya tanaman karet. Pertumbuhan patogen penyebab penyakit JAP membutuhkan kondisi suhu udara lebih dari 20 o C dan ph media netral antara 6 7 (Semangun, 1996., Berlian dkk., 2013., Pulungan dkk., 2014). Dari data pada Tabel 4.1. menunjukkan bahwa kondisi suhu memenuhi syarat yang diperlukan untuk pertumbuhan patogen JAP, sedangkan ph media pada saat penelitian adalah 6,05, sehingga ph media sesuai untuk pertumbuhan patogen JAP. Jamur antagonis Trichoderma spp. membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum untuk pertumbuhannya. Trichoderma spp. akan tumbuh baik pada suhu 7 o C - 41 o C dengan ph optimum 3-7. Oleh sebab itu data pengamatan pada Tabel 4.1. menunjukan bahwa kondisi di lokasi penelitian mendukung pertumbuhan Trichoderma spp. (Retnosari, 2011). 4.2. Pengamatan Utama Data hasil pengamatan utama dianalisis dengan menggunakan metode sidik ragam dan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan digunakan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%. Pengamatan utama meliputi pertumbuhan tinggi tanaman dan intensitas penyakit jamur akar putih (JAP). Dalam menentukan persentase intensitas serangan penyakit JAP didasarkan metode skoring dari skor 1 4. 4.2.1. Tinggi Tanaman Data pengamatan tinggi tanaman yang diamati pada umur empat bulan (30 hari setelah aplikasi), lima bulan (60 hari setelah aplikasi), enam bulan (90 hari setelah aplikasi) dan tujuh bulan bulan (120 hari setelah aplikasi) disajikan pada Tabel 4.2. Sedangkan pertambahan tinggi tanaman disajikan dalam bentuk kurva maupun tabel yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.3. 18

Tabel 4.2. Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Perlakuan 4 Bulan (30 HSA) 5 Bulan (60 HSA) 6 Bulan (90 HSA) 7 Bulan (120 HSA) P1 Trichoderma spp. 69,60 ab 74,73 ab 78,47 ab 82,93 ab (Isolat Lokal) P2 Trichoderma koningii, T. viride, T. harzianum dan Trichoderma spp. (TrikoCombiG) 79,07 a 79,13 a 86,87 a 94,53 a P3 Trichoderma spp. (Tricho-G) 68,93 bc 73,13 b 76,33 bc 79,27 bc P4 Triadimefon (Bayleton 250EC) 57,13 c 60,73 c 64,33 c 67,33 c P5 Kontrol 60,13 bc 65,87 bc 70,40 bc 73,47 bc Keterangan: - Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji BNJ dengan taraf kepercayaan 95%. - HSA merupakan hari setelah aplikasi. Tinggi Tanaman (cm) 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 TINGGI TANAMAN 30 HSA 60 HSA 90 HSA 120 HSA Pengamatan P1 Trichoderma spp. isolat lokal P2 TrikoCombi P3 Tricho-G P4 Triadimefon (Bayleton250EC) P5 Kontrol Gambar 4.1. Grafik Tinggi Tanaman 19

Tabel 4.3. Pengamatan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Setiap Bulan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Setiap Perlakuan Bulan 30 HSA - 60 60 HSA - 90 90 HSA - 120 HSA HSA HSA Trichoderma spp. P1 (Isolat Lokal) 5,13 3,73 4,46 Trichoderma koningii, T. viride, T. harzianum dan Trichoderma spp. 0,06 7,74 7,66 P2 (TrikoCombiG) P3 Trichoderma spp. (Tricho-G) 4,2 3,2 2,94 Triadimefon P4 (Bayleton 250EC) 3,6 3,6 3 P5 Kontrol 5,74 4,53 3,07 Pada tanaman karet berumur empat bulan (30 hari setelah aplikasi atau HSA), lima bulan (60 HSA), enam bulan (90 HSA) dan tujuh bulan (120 HSA), tingggi tanaman yang diberikan perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3 dan P5 tetapi lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan P4. Pada tanaman karet berumur empat bulan, lima bulan, enam bulan dan tujuh bulan perlakuan P2 memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman karet dibandingkan dengan kontrol. Pada tanaman berumur empat bulan, enam bulan dan tujuh bulan tinggi tanaman yang diberikan perlakuan P3 tidak berbeda nyata dibandingkan tinggi tanaman yang diberi perlakuan P4 dan P5 (kontrol), sedangkan pada tanaman berumur lima bulan tinggi tanaman yang diberi perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan yang diberi perlakuan P4 tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada tanaman karet berumur empat bulan, lima bulan, enam bulan dan tujuh bulan tinggi tanaman yang diberi perlakuan P4 tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (Tabel 4.2.). Dari penelitian Buchenauer dan Röhner (1981) menunjukkan bahwa triadimefon dan triadimenol juga menghambat pemanjangan tunas tanaman tomat dan kapas. Pada Gambar 4.1., memperlihatkan bahwa berbagai jenis biofungisida berbahan aktif Trichoderma spp. yang diaplikasikan seperti TrichoCombi-G, Tricho- G dan Trichoderma spp. isolat lokal relatif memberikan pengaruh meningkatkan 20

tinggi tanaman. Tanaman yang diberikan perlakuan berupa biofungisida berbahan aktif Trichoderma spp. (P1, P2 dan P3) menunjukan pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan fungisida kimia (P4) dan kontrol (P5). Selain kemampuannya mengendalikan penyakit tanaman melalui mekanisme mikoparasit, Trichoderma spp. mampu merangsang peningkatan hormon pertumbuhan tanaman. Asosiasi antara isolat Trichoderma spp. dengan akar tanaman memungkinkan akar tanaman terhindar dari serangan patogen JAP sehingga akar tanaman relatif mampu mengabsorbsi air dan mineral dari media tumbuhnya, yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan tanaman yang lebih cepat (Widyastuti, 2007). Dari Tabel 4.3. menunjukkan rata rata pertumbuhan tinggi tanaman per bulan yang terus meningkat pada pengamatan tanaman dari umur empat bulan (30 HSA) sampai tanaman berumur tujuh bulan (120 HSA), tetapi peningkatannya bervariasi antar perlakuan. Perlakuan P2 menghasilkan rata rata pertumbuhan tinggi tanaman per bulan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dengan rata rata pertumbuhan tinggi tanaman per bulan sebesar 5,15 cm untuk P2, 4,45 cm untuk P5, 4,44 cm untuk P1, 3,45 cm untuk P3, dan 3,40 cm untuk P4. Pada perlakuan P4 fungisida berbahan aktif triadimefon yang termasuk kedalam golongan triazol memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman terendah. Hal ini diduga karena fungisida golongan triazol juga memiliki dampak buruk yaitu penghambatan pertumbuhan akar dan penghambatan pertumbuhan tunas. Menurut Buchenauer dan Röhner (1981) triadimefon dan triadimenol mengganggu biosintesis gibberelin dan sterol pada bibit barley dengan menghambat reaksi demetilasi oksidatif. 4.2.2. Intensitas Serangan Jamur Akar Putih Data pengamatan intensitas penyakit tanaman yang diamati pada tanaman karet berumur empat, lima, enam dan tujuh bulan disajikan pada Tabel 4.4. Adapun grafik intensitas penyakit tanaman disajikan pada Gambar 4.2. 21

Tabel 4.4. Pengamatan Intensitas Serangan Jamur Akar Putih (%) Intensitas Serangan Penyakit JAP (%) pada Umur Perlakuan 4 Bulan (30 HSA) 5 Bulan (60 HSA) 6 Bulan (90 HSA) 7 Bulan (120 HSA) P1 Trichoderma spp. 21,67 a 11,67 ab 5,00 b 5,00 b (Isolat Lokal) P2 Trichoderma koningii, T. viride, T. harzianum 20,00 a 13,33 ab 3,33 b 3,33 b dan Trichoderma spp. (TrikoCombiG) P3 Trichoderma spp. 20,00 a 16,67 ab 5,00 b 3,33 b (Tricho-G) P4 Triadimefon 16,67 a 6,67 b 3,33 b 1,67 b (Bayleton250EC) P5 Kontrol 23,33 a 23,33 a 20,00 a 15,00 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata antar perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar perlakuan menurut uji BNJ dengan taraf kepercayaan 95%. Intensitas Penyakit (%) 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 INTENSITAS SERANGAN JAP Pre aplikasi 30 HSA 60 HSA 90 HSA 120 HSA Pengamatan P1 Trichoderma spp. isolat lokal P2 TrikoCombiG P3 Trico-G P4 Triadimefon (Bayleton 250EC) P5 Kontrol Gambar 4.2. Grafik Intensitas Serangan JAP Intensitas penyakit JAP pada tanaman karet berumur empat bulan (30 HSA), berbagai perlakuan yang dicobakan belum menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Dari berbagai perlakuan yang dicobakan perbedaan intensitas penyakit tanaman baru tampak pada saat tanaman karet berumur lima bulan (60 HSA). 22

Pada pengamatan tanaman berumur lima bulan (60 HSA) perlakuan P1 (Isolat Lokal Trichoderma spp.) mempunyai intensitas serangan penyakit sebesar 11,67% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (TrikoCombiG) sebesar 13,33%, P3 (Trico-G) sebesar 16,67% dan P4 (fungisida Triadimefon) sebesar 6,67%, namun intensitas penyakit tanaman yang diberikan perlakuan P4 (fungisida Triadimefon) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P5 (tanpa perlakuan) sebesar 23,33%. Pada pengamatan berikutnya saat tanaman berumur enam bulan (90 HSA) dan tujuh bulan (120 HSA) intensitas serangan penyakit JAP nampak cenderung menurun pada berbagai perlakuan yang di cobakan dan tidak saling berbeda nyata antara P1 (5% dan 5%), P2 (3,33% dan 3,33%), P3 (5% dan 3,3%) dan P4 (3,33% dan 1,67%), tetapi pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan intensitas serangan penyakit JAP yang lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan atau P5 (20% dan 15%) (Tabel 4.3). Penurunan intensitas serangan JAP pada pengamatan 90 HSA dan 120 HSA menunjukan perlakuan biofungisida berbahan aktif Trichoderma spp. (P1,P2 dan P3) dan fungisida berbahan aktif triadimefon (P4) mampu menekan intensitas penyakit JAP dibandingkan dengan kontrol. Secara alami intensitas penyakit akan mengalami peningkatan pada kondisi lingkungan yang mendukung, namun pada penelitian ini intensitas penyakit pada perlakuan kontrol mengalami penurunan. Agrios (2005) mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan yang cocok bagi tanaman memungkinkan menghasilkan mekanisme pertahanan diri untuk menekan intensitas penyakit yang menyerang tanaman. Dari keseluruhan data yang tertera pada Tabel 4.4., menunjukkan bahwa perlakuan biofungisida yang mengandung bahan aktif Trichoderma spp. seperti pada perlakuan isolat lokal Trichoderma spp., TrikoCombiG dan Trico-G memberikan pengaruh nyata dalam pengendalian JAP. Trichoderma spp. merupakan jamur yang memiliki daya antagonis terhadap jamur patogen dengan mekanisme parasitisme, antibiosis dan kompetisi terhadap tempat tumbuh dan nutrisi (Berlian dkk, 2013). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sujatno dan Pawirosoemardjo (2001), bahwa jamur Trichoderma spp. yang diformulasi ke dalam bentuk biofungisida mampu melindungi tanaman karet dari gangguan penyakit JAP pada pembibitan di lapangan 23

atau pembibitan di polibag, baik pada tanaman belum menghasilkan maupun tanaman menghasilkan karet, dengan aplikasi yang dilakukan secara periodik. Pulungan dkk (2014), menyatakan bahwa Trichoderma spp. tidak langsung mematikan spora patogen tetapi menghambat pertumbuhannya dari sekitar tempat tumbuhnya, sehingga membutuhkan waktu yang lama bagi Trichoderma spp. untuk mengendalikan JAP. Dari Gambar 4.2. dan Tabel 4.4 terlihat adanya kecenderungan penurunan intensitas serangan penyakit JAP untuk semua perlakuan. Pada perlakuan P1, P2 dan P3 terjadi kecenderungan penurunan intensitas penyakit JAP yang drastis dari 60 HSA sampai 90 HSA sedangkan pada perlakuan P4 penurunan intensitas penyakit JAP yang dratis terjadi pada 30 HSA sampai 120 HSA. Penurunan intensitas penyakit JAP yang diberikan Perlakuan P1, P2 dan P3 tampak melandai pada pengamatan 90 HSA sampai 120 HSA, Hal ini di mungkinkan karena Trichoderma spp. belum memusnahkan seluruh patogen JAP tetapi hanya mengendalikan patogen JAP (Pulungan dkk, 2014). 4.2.3. Korelasi antara Tinggi Tanaman dengan Intensitas Serangan Jamur Akar Putih Hasil analisis keeratan hubungan antara tinggi tanaman karet dengan intensitas penyakit JAP tertera pada Tabel 4.4. Adapun pengukuran nilai korelasi menggunakan rumus Pearson. Tabel 4.5. Nilai Korelasi antara Tinggi Tanaman dengan Intensitas Serangan JAP Perlakuan Nilai Korelasi (r) Tinggi Tanaman dengan Intensitas Serangan JAP P1 Trichoderma spp. Isolat Lokal -0,93 P2 Trichoderma koningii, T. viride, T. -0,96 harzianum dan Trichoderma spp. (TrikoCombiG) P3 Trichoderma spp. (Tricho-G) -0,95 P4 Triadimefon (Bayleton 250EC) -0,94 P5 Kontrol -0,94 24

Korelasi merupakan ukuran dari seberapa dekat dua peubah (variabel) dalam hubungan satu sama lain, semakin dekat nilai korelasi dengan -1 atau +1 semakin kuat korelasi antara kedua peubah. Dari Tabel 4.4. menunjukan nilai korelasi yang mendekati -1. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman dengan intensitas penyakit JAP memiliki hubungan yang sangat erat, tetapi berbanding terbalik atau berkorelasi negatif. Semakin tinggi intensitas penyakit JAP semakin menurunkan tinggi tanaman. Dengan kata lain, karena adanya berbagai macam perlakuan yang diberikan membuat intensitas serangan penyakit JAP menurun, sehingga intensitas penyakit JAP yang menurun membuat pertumbuhan tinggi tanaman semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 4.2. dan Tabel 4.4., menunjukkan bahwa berbagai perlakuan yang dicobakan seperti pada perlakuan P1 (isolat lokal) Trichoderma spp., P2 (TrikoCombiG), P3 (Tricho-G) dan P4 (Triadimefon) berpengaruh menurunkan intensitas penyakit JAP. Namun dari setiap perlakuan yang dicobakan dapat diketahui bahwa perlakuan biofungisida yang memiliki bahan aktif Trichoderma spp. lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, karena selain mampu menekan intensitas serangan penyakit JAP juga mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman karet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herlina (2009) bahwa Trichoderma spp. merupakan salah satu mikroorganisme fungsional yang dapat digunakan sebagai pupuk biologis tanah, karena Trichoderma spp. selain sebagai organisme antagonis, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Amaria dkk (2013), menyatakan bahwa fungi T. harzianum, T. viridae, dan P. lilacinus merupakan fungi antagonis potensial untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih pada tanaman karet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyastuti (2007) bahwa dari beberapa spesies Trichoderma spp. yang diuji secara in vitro, Trichoderma harzianum memiliki daya hambat tertinggi terhadap jamur akar putih dibandingkan jenis Trichoderma spp. yang lain. Karena hasil yang tidak berbeda nyata antara pemberian isolat lokal Trichoderma spp, TrikoCombiG maupun Trico- G, maka isolat lokal Trichoderma spp. dan Trico-G diduga keduanya mengandung bahan aktif isolat Trichoderma harzianum. 25