PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan daging selalu negatif, yang artinya jumlah permintaan lebih

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

PENGANTAR. Latar Belakang. kegiatan produksi antara lain manajemen pemeliharaan dan pakan. Pakan dalam

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

Lampiran 3. Anova Kecernaan Bahan Kering Konsentrat (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

ILMU NUTRISI RUMINANSIA DAN NON RUMINANSIA

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging selalu negatif, yang artinya jumlah permintaan lebih tinggi dari peningkatan produksi daging. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dalam Nuryati, dkk., (2015), konsumsi daging merah di Indonesia tahun 2015 sebesar 2,40 kg/kapita/tahun, angka ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara maju. Untuk itu, pembangunan peternakan dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing, baik dalam keunggulan kompetitif maupun komparatif. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai pertumbuhan tahun 2016 terhadap tahun 2015, populasi domba meningkat sebesar 6,11%, dan produksi daging meningkat sebesar 7,97%. Salah satu komoditas unggulan yang perlu dikembangkan adalah domba Garut, sebagai sumber daya genetik (plasma nutfah) potensial Indonesia karena memiliki prospek yang baik dari segi perkembangbiakannya yang relatif cepat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Domba Garut memiliki sifat prolifik dengan kualitas daging dan performans yang baik. Performans domba yang baik dapat dicapai dengan pemberian pakan yang berkualitas baik dengan jumlahnya yang mencukupi. Ransum merupakan faktor yang

menentukan produksi karena mengandung energi dan zat makanan yang diperlukan untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Ransum yang digunakan harus mengandung zat makanan yang baik dan lengkap (protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral), bersifat mudah dicerna, ekonomis dan mudah didapat. Sehingga, pembuatan ransum komplit sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sesedikit mungkin menggunakan komponen impor. Penggunaan bahan pakan lokal merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidak-kontinyuan penyediaan bahan pakan untuk ruminansia. Perbaikan pemberian ransum dapat memberikan hasil yang berarti terhadap performans ternak, salah satunya dengan pengaturan tingkat protein dan energi ransum. Imbangan protein dan energi yang tepat diperlukan untuk merangsang pertumbuhan mikroba dan menunjang aktivitas fermentasi terhadap serat di dalam rumen. Imbangan protein dan energi yang tepat akan menghasilkan produksi ternak yang optimal. Keseimbangan penggunaan protein dan energi yang dikonsumsi oleh ternak diharapkan dapat mencukupi kebutuhan hidup pokok dan menghasilkan pertumbuhan domba yang optimal. Ransum yang berkualitas baik akan menghasilkan kecernan yang baik. Kecernaan zat makanan adalah salah satu cara untuk menentukan besar kecilnya manfaat bahan pakan yang dikonsumsi. Salah satu kecernaan yang diperhitungkan

adalah kecernaan serat kasar dan kecernaan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Serat kasar dan BETN ini merupakan fraksi dari karbohidrat. Serat kasar ini akan dicerna di dalam rumen dengan bantuan mikroba rumen dan menghasilkan volatile fatty acids (VFA) yang kemudian menjadi sumber energi bagi ternak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah imbangan protein dan energi yang tepat untuk penggemukan Domba Garut belum diketahui. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitiaan mengenai pengaruh imbangan protein dan energi dalam ransum komplit berbasis bahan pakan lokal terhadap kecernaan serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) pada domba Garut. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Sampai berapa jauh imbangan protein dan TDN ransum komplit berbasis bahan pakan lokal berpengaruh terhadap kecernaan serat kasar dan BETN pada domba Garut Jantan. 2. Berapa imbangan protein kasar dan TDN ransum yang menghasilkan kecernaan serat kasar dan BETN tertinggi pada domba Garut Jantan. 1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sampai berapa jauh imbangan protein kasar dan TDN ransum komplit berbasis bahan pakan lokal berpengaruh terhadap kecernaan serat kasar dan BETN pada domba Garut Jantan. 2. Mengetahui imbangan protein kasar dan TDN yang menghasilkan kecernaan serat kasar dan BETN tertinggi pada domba Garut Jantan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi peternak dan praktisi peternakan mengenai kebutuhan protein dan energi domba Garut Jantan dengan menggunakan ransum yang berbasis bahan pakan lokal. Selain itu, menambah informasi mengenai kecernaan ransum terutama kecernaan serat kasar dan BETN yang berbasis bahan pakan lokal. 1.5 Kerangka Pemikiran Ransum komplit yang diberikan pada ternak dengan imbangan protein dan energi yang tepat akan mendukung perkembangan mikroba rumen yang optimal bagi kebutuhan ternak. Pemanfaatan protein selain terkait dengan level pemberian pakan juga terkait dengan bobot badan ternak. Energi yang cukup sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Kekurangan energi pada ternak, khususnya ternak dalam masa pertumbuhan akan menghambat pertumbuhan ternak tersebut. Kebutuhan imbangan protein dan energi ransum akan lebih besar pada ternak ruminansia muda yang sedang tumbuh cepat, karena kebutuhan volatile fatty acids

(VFA) dan ammonia (NH 3 ) tinggi bagi pertumbuhannya. Imbangan protein dan energi yang tepat akan menghasilkan (VFA) dan (NH 3 ) yang optimal. VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia. Konsentrasi VFA ditentukan oleh tingkat energi pakan yang dikonsumsi. Sedangkan NH 3 dihasilkan dari hasil hidrolisis protein menjadi asam-asam amino. Konsentrasi NH 3 ditentukan oleh tingkat protein pakan yang dikonsumsi. Imbangan protein dan energi yang tepat dalam ransum diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan domba. Kecernaan dapat dihitung dengan cara mengetahui kandungan nutrisi bahan pakan dan jumlah pakan yang diberikan, sisa pakan, dan feses maupun urine yang dikeluarkan setiap ekor ternak, maka akan didapat nilai kecernaan dari masingmasing komponen (Suparjo, 2008). Selisih antara konsumsi zat makanan bahan pakan dengan ekskresi zat makanan feses menunjukkan jumlah zat makanan bahan pakan yang dapat dicerna. Kecernaan bahan makanan dapat dipengaruhi oleh umur ternak, level pemberian pakan, cara pengolahan dan pemberian pakan, komposisi pakan, dan kadar zat makanan yang dikandungnya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kecernaan pakan adalah populasi mikroba, di mana populasi mikroba ditentukan oleh sumber energi pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Meningkatnya serat dan BETN dalam ransum membutuhkan jumlah mikroba pencerna serat dan BETN yang lebih banyak di dalam rumen. Imbangan protein dan

energi yang tepat akan menyediakan NH 3 dan VFA yang tepat bagi kebutuhan mikroba rumen dan induk semang. Tercukupinya NH 3 dan VFA bagi mikroba rumen akan menyebabkan meningkatnya populasi mikroba rumen, sehingga meningkatkan aktifitas mikroba rumen yang pada akhirnya meningkatkan kecernaan. Dengan demikian, imbangan protein dan energi yang tepat dapat meningkatkan kecernaan ransum termasuk kecernaan serat kasar dan BETN. Imbangan protein dan energi ransum yang tepat akan mempengaruhi ketersediaan NH 3 dan VFA terutama bagi mikroba rumen untuk meningkatkan aktifitasnya dalam mencerna pakan. Imbangan yang dibutuhkan setiap ekor ternak tidak sama tergantung umur ternak, bobot badan ternak, dan tujuan pemeliharaan. Imbangan protein dan energi pada ransum domba harus sesuai dengan umur domba, bobot badan domba, dan tujuan pemeliharaan. Imbangan yang tepat untuk ransum domba Garut jantan perlu diketahui untuk mendapatkan produktifitas ternak yang optimal. Kebutuhan protein dalam ransum ternak domba berkisar 7-12% (Kearl, 1982 dalam Budiman, dkk., 2006). Pertumbuhan bagi hewan yang masih muda dibutuhkan ransum dengan kandungan protein yang tinggi terutama untuk pembentukan jaringan (Cahyono, 1998). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Umberger (1997) dalam Purbowati, dkk., (2007) ransum penggemukan untuk domba muda dengan berat 20-35 kg diusahakan mengandung 78% TDN dan 16% protein kasar, sedangkan untuk

bobot badan >35 kg dapat diturunkan taraf protein kasarnya sampai dengan 14%. Kebutuhan protein kasar dan total digestible nutrients (TDN) untuk domba yang digemukkan adalah 10,90 12,70% dan 55 60%, dan untuk domba dengan bobot badan 15 kg adalah 12,50% protein kasar dan 55% TDN (Ranjhan, 1981 dalam Purbowati, dkk., 2007). Selain itu, Umberger (1997) dalam Purbowati, dkk., (2007) menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba yang digemukkan adalah 15% (untuk bobot badan 13,50 31,50 kg) dan 13% (untuk bobot badan lebih dari 31,50 kg), sedangkan TDN 70 75% (untuk bobot badan 22,50 33,75 kg) dan TDN 65 70% untuk campuran pakan komplit. Stanton dan Levalley (2004) dalam Purbowati, dkk., (2007) merekomendasikan protein kasar untuk domba yang digemukkan dengan bobot badan 31,50 kg sebesar 12 14%. Imbangan protein dan energi dalam ransum yaitu 12,9-15,47% dan TDN 59,22-64,81% memberikan kondisi yang cukup baik bagi ternak domba Berdasarkan penelitian Rochana (2004), hal tersebut sesuai dengan pendapat Kearl (1982) yang menyatakan bahwa pakan yang baik untuk ternak domba harus mengandung protein 12% dengan TDN 60%. Imbangan hijauan dan konsentrat pakan komplit domba priangan dan domba lokal jantan muda pada umur 8 bulan dengan perlakuan 10% PK 59,7% TDN, 12% PK 63% TDN, dan 14% PK 66,2% TDN, menunjukkan bahwa domba yang diberi

ransum dengan imbangan 12% PK dan 63% TDN memberikan pengaruh terbaik terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian domba (Supratman dkk., 2016). Pemberian ransum domba dengan perlakuan imbangan 12,97% PK dan 64,82 TDN, 13,31% PK dan 65,12% TDN, dan 13,53% PK dan 66,22% TDN, menunjukan bahwa domba yang diberi ransum dengan imbangan 12,97% PK dan 64,82 TDN memberikan pengaruh terbaik terhadap efisiensi dan kecernaan ransum domba (Ekawati dkk., 2014). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil hipotesis bahwa imbangan PK 12% dan TDN 65% dalam ransum domba dapat menghasilkan kecernaan serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) paling tinggi. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan secara in vivo yang terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan pengumpulan data. Penelitian dilakukan selama satu bulan pada tanggal 16 Januari 16 Februari 2017 di kandang domba UPTD - Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Margawati, Dinas Ketahanan Pangan yang berlokasi di Kelurahan Sukanegla, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Analisis kimia proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi

Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.