I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging selalu negatif, yang artinya jumlah permintaan lebih tinggi dari peningkatan produksi daging. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dalam Nuryati, dkk., (2015), konsumsi daging merah di Indonesia tahun 2015 sebesar 2,40 kg/kapita/tahun, angka ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara maju. Untuk itu, pembangunan peternakan dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing, baik dalam keunggulan kompetitif maupun komparatif. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai pertumbuhan tahun 2016 terhadap tahun 2015, populasi domba meningkat sebesar 6,11%, dan produksi daging meningkat sebesar 7,97%. Salah satu komoditas unggulan yang perlu dikembangkan adalah domba Garut, sebagai sumber daya genetik (plasma nutfah) potensial Indonesia karena memiliki prospek yang baik dari segi perkembangbiakannya yang relatif cepat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Domba Garut memiliki sifat prolifik dengan kualitas daging dan performans yang baik. Performans domba yang baik dapat dicapai dengan pemberian pakan yang berkualitas baik dengan jumlahnya yang mencukupi. Ransum merupakan faktor yang
menentukan produksi karena mengandung energi dan zat makanan yang diperlukan untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Ransum yang digunakan harus mengandung zat makanan yang baik dan lengkap (protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral), bersifat mudah dicerna, ekonomis dan mudah didapat. Sehingga, pembuatan ransum komplit sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sesedikit mungkin menggunakan komponen impor. Penggunaan bahan pakan lokal merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidak-kontinyuan penyediaan bahan pakan untuk ruminansia. Perbaikan pemberian ransum dapat memberikan hasil yang berarti terhadap performans ternak, salah satunya dengan pengaturan tingkat protein dan energi ransum. Imbangan protein dan energi yang tepat diperlukan untuk merangsang pertumbuhan mikroba dan menunjang aktivitas fermentasi terhadap serat di dalam rumen. Imbangan protein dan energi yang tepat akan menghasilkan produksi ternak yang optimal. Keseimbangan penggunaan protein dan energi yang dikonsumsi oleh ternak diharapkan dapat mencukupi kebutuhan hidup pokok dan menghasilkan pertumbuhan domba yang optimal. Ransum yang berkualitas baik akan menghasilkan kecernan yang baik. Kecernaan zat makanan adalah salah satu cara untuk menentukan besar kecilnya manfaat bahan pakan yang dikonsumsi. Salah satu kecernaan yang diperhitungkan
adalah kecernaan serat kasar dan kecernaan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Serat kasar dan BETN ini merupakan fraksi dari karbohidrat. Serat kasar ini akan dicerna di dalam rumen dengan bantuan mikroba rumen dan menghasilkan volatile fatty acids (VFA) yang kemudian menjadi sumber energi bagi ternak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah imbangan protein dan energi yang tepat untuk penggemukan Domba Garut belum diketahui. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitiaan mengenai pengaruh imbangan protein dan energi dalam ransum komplit berbasis bahan pakan lokal terhadap kecernaan serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) pada domba Garut. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Sampai berapa jauh imbangan protein dan TDN ransum komplit berbasis bahan pakan lokal berpengaruh terhadap kecernaan serat kasar dan BETN pada domba Garut Jantan. 2. Berapa imbangan protein kasar dan TDN ransum yang menghasilkan kecernaan serat kasar dan BETN tertinggi pada domba Garut Jantan. 1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sampai berapa jauh imbangan protein kasar dan TDN ransum komplit berbasis bahan pakan lokal berpengaruh terhadap kecernaan serat kasar dan BETN pada domba Garut Jantan. 2. Mengetahui imbangan protein kasar dan TDN yang menghasilkan kecernaan serat kasar dan BETN tertinggi pada domba Garut Jantan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi peternak dan praktisi peternakan mengenai kebutuhan protein dan energi domba Garut Jantan dengan menggunakan ransum yang berbasis bahan pakan lokal. Selain itu, menambah informasi mengenai kecernaan ransum terutama kecernaan serat kasar dan BETN yang berbasis bahan pakan lokal. 1.5 Kerangka Pemikiran Ransum komplit yang diberikan pada ternak dengan imbangan protein dan energi yang tepat akan mendukung perkembangan mikroba rumen yang optimal bagi kebutuhan ternak. Pemanfaatan protein selain terkait dengan level pemberian pakan juga terkait dengan bobot badan ternak. Energi yang cukup sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Kekurangan energi pada ternak, khususnya ternak dalam masa pertumbuhan akan menghambat pertumbuhan ternak tersebut. Kebutuhan imbangan protein dan energi ransum akan lebih besar pada ternak ruminansia muda yang sedang tumbuh cepat, karena kebutuhan volatile fatty acids
(VFA) dan ammonia (NH 3 ) tinggi bagi pertumbuhannya. Imbangan protein dan energi yang tepat akan menghasilkan (VFA) dan (NH 3 ) yang optimal. VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia. Konsentrasi VFA ditentukan oleh tingkat energi pakan yang dikonsumsi. Sedangkan NH 3 dihasilkan dari hasil hidrolisis protein menjadi asam-asam amino. Konsentrasi NH 3 ditentukan oleh tingkat protein pakan yang dikonsumsi. Imbangan protein dan energi yang tepat dalam ransum diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan domba. Kecernaan dapat dihitung dengan cara mengetahui kandungan nutrisi bahan pakan dan jumlah pakan yang diberikan, sisa pakan, dan feses maupun urine yang dikeluarkan setiap ekor ternak, maka akan didapat nilai kecernaan dari masingmasing komponen (Suparjo, 2008). Selisih antara konsumsi zat makanan bahan pakan dengan ekskresi zat makanan feses menunjukkan jumlah zat makanan bahan pakan yang dapat dicerna. Kecernaan bahan makanan dapat dipengaruhi oleh umur ternak, level pemberian pakan, cara pengolahan dan pemberian pakan, komposisi pakan, dan kadar zat makanan yang dikandungnya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kecernaan pakan adalah populasi mikroba, di mana populasi mikroba ditentukan oleh sumber energi pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Meningkatnya serat dan BETN dalam ransum membutuhkan jumlah mikroba pencerna serat dan BETN yang lebih banyak di dalam rumen. Imbangan protein dan
energi yang tepat akan menyediakan NH 3 dan VFA yang tepat bagi kebutuhan mikroba rumen dan induk semang. Tercukupinya NH 3 dan VFA bagi mikroba rumen akan menyebabkan meningkatnya populasi mikroba rumen, sehingga meningkatkan aktifitas mikroba rumen yang pada akhirnya meningkatkan kecernaan. Dengan demikian, imbangan protein dan energi yang tepat dapat meningkatkan kecernaan ransum termasuk kecernaan serat kasar dan BETN. Imbangan protein dan energi ransum yang tepat akan mempengaruhi ketersediaan NH 3 dan VFA terutama bagi mikroba rumen untuk meningkatkan aktifitasnya dalam mencerna pakan. Imbangan yang dibutuhkan setiap ekor ternak tidak sama tergantung umur ternak, bobot badan ternak, dan tujuan pemeliharaan. Imbangan protein dan energi pada ransum domba harus sesuai dengan umur domba, bobot badan domba, dan tujuan pemeliharaan. Imbangan yang tepat untuk ransum domba Garut jantan perlu diketahui untuk mendapatkan produktifitas ternak yang optimal. Kebutuhan protein dalam ransum ternak domba berkisar 7-12% (Kearl, 1982 dalam Budiman, dkk., 2006). Pertumbuhan bagi hewan yang masih muda dibutuhkan ransum dengan kandungan protein yang tinggi terutama untuk pembentukan jaringan (Cahyono, 1998). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Umberger (1997) dalam Purbowati, dkk., (2007) ransum penggemukan untuk domba muda dengan berat 20-35 kg diusahakan mengandung 78% TDN dan 16% protein kasar, sedangkan untuk
bobot badan >35 kg dapat diturunkan taraf protein kasarnya sampai dengan 14%. Kebutuhan protein kasar dan total digestible nutrients (TDN) untuk domba yang digemukkan adalah 10,90 12,70% dan 55 60%, dan untuk domba dengan bobot badan 15 kg adalah 12,50% protein kasar dan 55% TDN (Ranjhan, 1981 dalam Purbowati, dkk., 2007). Selain itu, Umberger (1997) dalam Purbowati, dkk., (2007) menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba yang digemukkan adalah 15% (untuk bobot badan 13,50 31,50 kg) dan 13% (untuk bobot badan lebih dari 31,50 kg), sedangkan TDN 70 75% (untuk bobot badan 22,50 33,75 kg) dan TDN 65 70% untuk campuran pakan komplit. Stanton dan Levalley (2004) dalam Purbowati, dkk., (2007) merekomendasikan protein kasar untuk domba yang digemukkan dengan bobot badan 31,50 kg sebesar 12 14%. Imbangan protein dan energi dalam ransum yaitu 12,9-15,47% dan TDN 59,22-64,81% memberikan kondisi yang cukup baik bagi ternak domba Berdasarkan penelitian Rochana (2004), hal tersebut sesuai dengan pendapat Kearl (1982) yang menyatakan bahwa pakan yang baik untuk ternak domba harus mengandung protein 12% dengan TDN 60%. Imbangan hijauan dan konsentrat pakan komplit domba priangan dan domba lokal jantan muda pada umur 8 bulan dengan perlakuan 10% PK 59,7% TDN, 12% PK 63% TDN, dan 14% PK 66,2% TDN, menunjukkan bahwa domba yang diberi
ransum dengan imbangan 12% PK dan 63% TDN memberikan pengaruh terbaik terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian domba (Supratman dkk., 2016). Pemberian ransum domba dengan perlakuan imbangan 12,97% PK dan 64,82 TDN, 13,31% PK dan 65,12% TDN, dan 13,53% PK dan 66,22% TDN, menunjukan bahwa domba yang diberi ransum dengan imbangan 12,97% PK dan 64,82 TDN memberikan pengaruh terbaik terhadap efisiensi dan kecernaan ransum domba (Ekawati dkk., 2014). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil hipotesis bahwa imbangan PK 12% dan TDN 65% dalam ransum domba dapat menghasilkan kecernaan serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) paling tinggi. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan secara in vivo yang terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan pengumpulan data. Penelitian dilakukan selama satu bulan pada tanggal 16 Januari 16 Februari 2017 di kandang domba UPTD - Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Margawati, Dinas Ketahanan Pangan yang berlokasi di Kelurahan Sukanegla, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Analisis kimia proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi
Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.