16 Penggunaan Antipsikotik Pada Skizofrenia Rio J Pamungkas Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh Abstrak Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang banyak dijumpai. Perjalanan skizofrenia yang kronis dan cenderung kambuh memberi beban baik bagi pasien, keluarga dan masyarakat. Obat antipsikotik merupakan unsur utama pada pengobatan farmakoterapi gangguan skizofrenia. Perkembangan obat antipsikotik yang ada pada saat ini memberi banyak harapan untuk mencapai kesembuhan/ recovery. Perlu panduan pemberian antipsikotik yang tepat agar didapatkan hasil terapi yang maksimal. Keyword : skizofrenia, antipsikotik, panduan antipsikotik Pendahuluan Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang memiliki gejala psikosis seperti waham dan halusinasi. 1 Gangguan ini dimasukan ke dalam gangguan jiwa berat dalam Riset Kesehatan Dasar Nasional 2013, dimana Aceh dan DI Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi di Indonesia yaitu 2.7 per mil. Angka ini di atas angka gangguan jiwa berat nasional yaitu 1.7 per mil. Gangguan ini menimbulkan beban baik bagi keluarga, masyarakat maupun negara. 2 182
Pengobatan pasien skizofrenia saat ini sudah mengalami banyak kemajuan. Hal ini didukung dengan adanya perkembangan dalam terapi psikofarmaka dan psikososial. Target terapipun sudah berpindah, dari hanya mengendalikan gejala psikosis menjadi perbaikan fungsi dan sosial serta pekerjaan. 3 Pemberian terapi psikofarmaka pada skizofrenia biasa diberikan antipsikotik, baik golongan pertama maupun kedua. 4,5 Pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia diberikan dalam jangka panjang, terutama pasien yang membutuhkannya untuk dapat berfungsi sehari-hari dengan baik. 4 Antipsikotik memegang peranan penting dalam mengendalikan gejala skizofrenia di fase akut, maupun untuk mencegah kekambuhan pada fase maintenance. 6 Pada kepustakaan ini akan dibahas terutama mengenai pemberian antipsikotik pada skizofrenia. ANTIPSIKOTIK PADA SKIZOFRENIA Antipsikotik dikelompokan sebagai golongan pertama dan kedua berdasarkan mekanisme utamanya sebagai antagonis reseptor dopamin (D2). Efek antipsikotik juga memiliki efek pada reseptor lain, namun tidak mempengaruhi efek antipsikotik, yaitu reseptor histamine, reseptor kolinergik dan reseptop alfa 1. Akibat dari efeknya terhadap reseptor reseptor tersebut antipsikotik juga memiliki efek samping, seperti sedasi, mulut kering, konstipasi dan lainnya. 7 Antipsikotik Golongan Pertama Antipsikotik golongan pertama biasa dibagi berdasarkan struktur kimia menjadi golongan fenotiazin dan non fenotizine (thioxanthenes, butyrophenones, dibenzoxapines, dihydroindoles, diphenyl butyl piperidines). Selain itu ada digolongkan menjadi berpotensi rendah (golongan fenotiazine) dan berpotensi tinggi (golongan nonfetiazine), 183
karena hanya membutuhkan dosis kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan golongan rendah (chlorpromazine 100mg). Penggolongan yang kedua lebih banyak digunakan terutama pada praktek sehari-hari untuk kepentingan klinis. Antipsikotik golongan pertama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine di otak, terutama pada sistem nigrostriatal, mesolimbokortikal dan tuberoinfundibuler. 8,9 Tabel 1. Obat antipsikotik golongan pertama 8 184
Antipsikotik Golongan Kedua Obat antipsikotik golongan kedua berkerja dengan berikatan pada reseptor serotonin 2A (5-HT 2A) dan dopamine (D2). Mekanisme kerja di jalur dopamine mesolimbic dan nigrostriatal yang cenderung lemah membuat efek samping pyramidal yang ditimbulkan lebih rendah dibanding antipsikotik golongan pertama. 10 Namun penelitian yang dilakukan menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan efektifitas antara antipsikotik golongan pertama dan kedua, kecuali klozapine sehingga ia dijadikan pilihan pada kasus skizofrenia yang resisten. 5 Tabel 2. Obat antipsikotik golongan kedua 9 Panduan pemberian antipsikotik pada skizofrenia 9,11 Penggunaan antipsikotik pada skizofrenia mengikuti perjalanan dari gangguan skizofrenia, yang terdiri dari : - Fase akut Pada fase ini penggunaan obat antipsikotik perlu ditetapkan tujuannya, seperti untuk mengurangi gejala positif, negatif, ide atau perilaku bunuh diri, perilaku kekerasan atau agitasi. Sebelum pemberian antipsikotik sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium. 185
Obat yang biasa diberikan berupa injeksi, yang tersedia baik dari golongan antipsikotik pertama atau kedua. Obat injeksi antipsikotik pertama yang sering tersedia yaitu haloperidol dan chlorpromazine. Pemberian antipsikotik golongan pertama sering digunakan untuk mengatasi agitasi akut dengan kerja obat yang cepat. Namun penggunaan obat golongan pertama sering timbul efek samping, misalnya dystonia akut dan pemanjangan QTc. Pada obat injeksi antipsikotik golongan kedua efek samping akut yang mungkin timbul lebih ringan dibanding golongan pertama. Obat injeksi antipsikotik kedua yang tersedia adalah sediaan olanzapine dan aripriprazole. Pemberian injeksi yang dilakukan umumnya diberikan secara intra muscular. Untuk penggunaan obat antipsikotik oral dapat diberikan baik golongan pertama maupun kedua. Pemberian dosis dimulai dengan dosis rendah yang kemudian ditingkatkan untuk mendapat dosis terapetik yang sesuai. Pemantauan efek samping obat juga perlu diperhatikan, evaluasi sekitar 2-4 minggu, agar tidak menimbulkan efek tidak nyaman. - Fase Stabilisasi Pada fase ini bertujuan untuk mempertahankan remisi gejala, meminimalisasi resiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Pemberian obat antipsikotik, baik golongan pertama atau kedua, diberikan dengan dosis efektif minimal. Hal ini ditujukan untuk tetap dapat mengendalikan gejala namun tidak menimbulkan efek samping sehingga kepatuhan pasien untuk minum obat dapat dipertahankan. 186
Untuk kasus yang pertama konsensus menyatakan obat antipsikotik pada fase stabilisasi sebaiknya diberikan selama 2 tahun. Sedangkan pada kasus yang berulang diberikan hingga 5 tahun. Obat antipsikotik juga terdapat dalam sediaan injeksi jangka panjang (long acting). Pemberian obat dalam sediaan ini membantu untuk memastikan bahwa kepatuhan untuk berobat lebih dapat diawasi dibanding dengan sediaan oral. Saat ini tersedia dari golongan pertama (fluphenazin dan haloperidol) dan golongan kedua (risperidone dan paliperidone). 187
Tabel 3. Panduan penggunaan antipsikotik pada skizofrenia9 Kesimpulan - Antipsikotik merupakan obat yang sangat berperan pada gangguan skizofrenia, yang perlu dikombinasikan dengan terapi non obat/ psikoterapi. - Antipsikotik memiliki efektifitas yang sama antara golongan pertama dan kedua untuk gangguan skizofrenia - Terdapat perbedaan profil efek samping antara obat antipsikotik yang perlu diperhatikan dalam pemberiannya. 188
- Antipsikotik perlu dievaluasi dalam pemberiannya yang disesuaikan dengan fase dan gejala gangguan skizofrenia. Daftar Pustaka 1. World Health Organization. The ICD-10 classification of mental and behavioural disorders: clinical descriptions and diagnostic guidelines. Geneva: World Health Organization; 1992. 2. Departemen Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jkt Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013; 3. Nasrallah HA, Targum SD, Tandon R, McCombs JS, Ross R. Defining and measuring clinical effectiveness in the treatment of schizophrenia. Psychiatr Serv. 2014; 4. Lang K, Meyers JL, Korn JR, Lee S, Sikirica M, Crivera C, et al. Medication adherence and hospitalization among patients with schizophrenia treated with antipsychotics. Psychiatr Serv. 2010;61(12):1239 47. 5. Bruijnzeel D, Suryadevara U, Tandon R. Antipsychotic treatment of schizophrenia: An update. Asian J Psychiatry. 2014;11:3 7. 6. Takeuchi H, Suzuki T, Uchida H, Watanabe K, Mimura M. Antipsychotic treatment for schizophrenia in the maintenance phase: a systematic review of the guidelines and algorithms. Schizophr Res. 2012;134(2):219 25. 7. Parker C. Antipsychotics in the treatment of schizophrenia. Prog Neurol Psychiatry. 2009;13(2):22 9. 8. Kammen DP, Hurford I, Marder SR. First Generation Antipsychotic. Kaplan and Sadock s Comprehensive Textbook of Psychiatry. nine edition. Lippincott Williams and Wilkins; 2009. 9. Dharmono S. Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia; 2011. 10. Bridler R, Umbricht D. Atypical antipsychotics in the treatment of schizophrenia. Swiss Med Wkly. 2003;133(5/6):63 76. 11. Kane JM, Marder SR. Schizophrenia : Pharmacological Treatment. Kaplan and Sadock s Comprehensive Textbook of Psychiatry. nine edition. Lippincott Williams and Wilkins; 2009. p. 1548 56. 189