EVALUASI GEOMETRI JALAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BENTLEY MX ROAD Rizky Rhamanda NRP:

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

DIKTAT MATA KULIAH KONSTRUKSI JALAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Klasifikasi Jalan

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

BAB II DASAR TEORI D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Debi Oktaviani Nofita Milla Ana Farida

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

NOTASI ISTILAH DEFINISI

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III LANDASAN TEORI

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual.

TATA CARA PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

BAB IV METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman*

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori

TUGAS AKHIR TINJAUAN GEOMETRIK JALAN RAYA PADA TITIK-TITIK RAWAN KECELAKAAN (BLACKSPOTS) DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Jalan Prof Hamka,

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK.

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

TINJAUAN GEOMETRIK JALAN PADA RUAS JALAN AIRMADIDI-TONDANO MENGGUNAKAN ALAT BANTU GPS

STUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU

HADIRANTI 1, SOFYAN TRIANA 2

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

BAB II LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK KENDARAAN

SNI T Standar Nasional Indonesia. Geometri Jalan Perkotaan BSN. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN. TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LINGKAR SELATAN SEMARANG ( Design of Semarang Southern Ringroad )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

BAB II LANDASAN TEORI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

BAB IV. PERENCANAAN ALIGNAMENT HORIZONTAL B.4.1. LENGKUNG PERALIHAN Secara teoritis perubahan jurusan yang dilakukan pengemudi dari jalan lurus (R =

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEOMETRIK TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KARTASURA SUKOHARJO

BAB II LANDASAN TEORI

xxi DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN PEMBANGUNAN JALAN RUAS ONGGORAWE MRANGGEN PROPINSI JAWA - TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

Transkripsi:

EVALUASI GEOMETRI JALAN STUDI KASUS PADA RUAS JALAN LINGKAR SELATAN KECAMATAN BANYUURIP, KABUPATEN PURWOREJO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : Nur Cahyanto NIM. 102510033 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2016 i

PERSETUJUAN PEMBIMBING EVALUASI GEOMETRI JALAN (Studi Kasus Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo) Oleh Nur Cahyanto NIM 102510033 Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II Ir. H. Ibnu Sholeh, M.T. Agung Setiawan, M.T. NIDN 0601106401 NIDN 0020066805 Mengetahui Ketua Progam Studi Teknik Sipil Agung Setiawan, M.T. NIDN 0020066805 ii

EVALUASI GEOMETRI JALAN Studi kasus (Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan) Kecamatan Banyuurip, Kabupatenn Purworejo Oleh Nur Cahyanto NIM 102510033 Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo Pada Tanggal :... TIM PENGUJI Nurmansyah Alami, M.T.... NIDN 0604027302 (Penguji Utama) Ir. H. Ibnu Sholeh, M.T.... NIDN 0601106401 (Penguji I/Pembimbing I) Agung Setiawan, M.T.... NIDN 0020066805 (Penguji II/Pembimbing II) Purworejo,... Mengetahui Dekan Fakultas Teknik H. Muhamad Taufik, M.T. NIDN 0618087002 iii

PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama mahasiswa : Nur Cahyanto NIM : 102510033 Progam studi : Teknik Sipil Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila terbukti/dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat, saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas Muhammadiyah Purworejo. Purworejo, Yang membuat pernyataan, Nur Cahyanto iv

PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya skripsi yang berjudul Evaluasi Geometri Jalan (Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo) ini dapat penulis selesaikan. Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo 2. H. Muhamad Taufik M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Purworejo, yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini. 3. Agung Setiawan, M.T. selaku Ketua Progam Studi Teknik Sipil, telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ir. H. Ibnu Sholeh, M.T. selaku pembimbing I, Agung Setiawan, M.T. selaku pembimbing II, Serta Nurmansyah Alami, M.T selaku Penguji Utama, yang telah banyak membimbing, mengarahkan, memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Berbagai pihak yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Progam Studi Teknik Sipil ini. Penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas budi baik yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan dinas terkait untuk perkembangan pembangunan simpang dengan sinyal di Kabupaten Purworejo Purworejo, Penulis Nur Cahyanto v

ABSTRAK Nur Cahyanto. Evaluasi Geometri Jalan Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. Skripsi. Teknik Sipil. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2016. Penelitian ini dilakukan pada ruas jalan lingkar selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, karena kondisi geometri dan tingginya aktifitas kehidupan masyarakat yang beraneka ragam. Sehubungan dengan hal itu maka perlu di lakukan penelitian khususnya pada kondisi geometri jalan tersebut dengan Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota 1997. Peneltian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah kondisi Geomerti pada jalan tersebut memenuhi standar pada pedoman yang ada. Perhitungan analisis dan simulasi yang diterapkan dalam penelitian ini berpedoman pada metode Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997). Data primer yang diambil dalam penelitian berupa geometrik jalan, kondisi lingkungan, kondisi arus lalu lintas. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah data data website dari internet. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan, dan dapat dijadikan pertimbangan perencanaan di masa yang akan datang. Hasil perhitungan data dapat diketahui bahwa, jari- jari tikungan yang ada di ruas jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo, bila dilihat dari rencana kecepatan Vr 80 km/jam maka, data jari- jari yang diperoleh pada tikungan I terlalu kecil (114,591 m), Demikian juga pada tikungan ke-2 jari jari pada data lapangan terlalu kecil (13,557 m). Dibandingkan pada jari jari minimum yang disyaratkan sebesar (210 m) maka Tikungan I dan Tikungan II cukup berbahaya bagi pengendara baik pengendara mobil, sepeda motor dan pengendara lainya yang melintasi jalan tersebut untuk melakukan manover berbelok. Pada ruas jalan lingkar selatan didapatkan presentase kelandaian, sesuai yang ada di lapangan, yaitu sebesar 0,186 %, dengan kelandaian tersebut maka termasuk medan datar, dan dari pedoman Bina Marga dengan kelandaian untuk Jari- jari minimal yang disyaratkan Rmin = 210m, Kecepatan Rencana Vr = 80 km/jam, Pada Tikungan I Panjang busur lingkaran Lc = 50m, sedangkan pada Tikungan II Lc = 50 m. maka dari hasil evaluasi yang dilakukan Seharusnya Panjang busur lingkar Lc pada Tikungan I Lc = 91,629m sedangkan untuk Tikungan II Lc = 773,355m menunjukkan ruas jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo, cukup berbahaya karena banyak Geometri tikungan yang tidak sesuai dengan pedoman dari Bina Marga. Kata kunci : Geometri Jalan, vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR NOTASI...... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Batasan Masalah... 3 D. Tujuan Penelitian... 3 E. Manfaat Penelitian... 4 BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 5 A. Kajian Teori... 5 1. Umum... 5 2. Klasifikasi Jalan... 6 3. Kriteria Perencanaan... 13 4. Satuan Mobil Penumpang... 19 5. Volume Lalu Lintas Rencana... 19 6. Kecepatan Rencana... 20 7. Jarak Pandang... 21 8. Perencanaan Geometri Jalan Raya... 30 9. Trase Jalan... 37 10. Jari- Jari Tikungan... 38 11. Tikungan Gabungan... 39 12. Panjang Bagian Lurus... 19 13. Superelevasi... 42 14. Pelebaran Jalur Lalu lintas di Tikungan... 44 15. Alinyemen Vertikal... 49 16. Landai Maksimum... 52 17. Koordinasi Alinyemen... 54 18. Jalur Pendakian... 56 B. Tinjauan Pustaka... 58 C. Hipotesis... 62 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 64 A. Tempat Penelitian... 64 vii

B. Waktu Penelitian... 65 C. Data yang dibutuhkan... 66 D. Bagan Alir Peelitian... 70 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 71 A. Deskripsi Data... 71 B. Data Lapangan... 71 1. Kontur Jalan... 71 2. Denah Trase Jalan... 74 3. Perhitungan Kelandaian, dan Elevasi Existing... 75 4. Penetapan Kelas Medan... 82 C. Perhitungan Lapangan Existing... 83 1. Pada Tikungan 1... 83 2. Pada Tikungan II... 85 D. Perhitungan Pada Teori... 87 5. Pada Tikungan 1... 87 6. Pada Tikungan II... 90 E. Hasil Evaluasi... 92 BAB V PENUTUP... 93 A. Kesimpulan... 93 B. Saran... 94 DAFTAR PUSTAKA... 95 LAMPIRAN... 96 viii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan... 11 Tabel 2. Klasifikasi Menurut Medan Jalan... 12 Tabel 3. Dimensi Kendaraan Rencana... 14 Tabel 4. Ekivalen Mobil Penumpang... 19 Tabel 5. Penentuan faktor K dan Faktor F, berdasarkan volume lalulintas harian... 20 Tabel 6. Kecepatan Rencana, VR Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Klasifikasi Medan Jalan... 21 Tabel 7. Jarak Pandang Henti (Jh) minimum... 23 Tabel 8. Panjang Jarak Pandang Mendahului... 25 Tabel 9. E(m) untuk Jh< Lt, Vr (km/jam) dan Jh(m)... 27 Tabel 10. E(m) untuk Jh > Lt, Vr (km/jam) dan Jh(m) dimana Jh Lt =25m... 28 Tabel 11. E(m) untuk Jh > Lt, Vr (km/jam) dan Jh(m) dimana Jh Lt =50m... 29 Tabel 12. Batas Kecepatan Rencana (VR) dengan Jari- Jari Lengkung Minimal... 31 Tabel 13. Panjang Jari- Jari Minimum (dibulatkan)... 39 Tabel 14. Panjang Bagian Lurus Maksimum... 42 Tabel 15. Pelebaran Tikungan... 46 Tabel 16. Pelebran di tikungan per Lajur (m)... 48 Tabel 17. Penentuan Faktor penampilan kenyamanan Y... 51 Tabel 18. Panjang Minimum Lengkung Vertikal... 51 ix

Tabel 19. Kelandaina maksimum yang diizinkan... 53 Tabel 20. Panjang Kritis (m)... 53 Tabel 21. Jadwal Rencana kegiatan penyusunan skripsi... 66 Tabel 22. Data Hasil Pengukuran pada Lapangan... 70 Tabel 23. Perhitungan Elevasi dan titik detail... 77 Tabel 24. Perhitungan Kelas Medan... 82 Tabel 25. Data- data Hasil Evaluasi... 92 x

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Hubungan Antara Rumaja, Rumija, dan Ruwasja... 10 Gambar 2. Dimensi Kendaraan Kecil... 14 Gambar 3. Dimensi Kendaraan Sedang... 15 Gambar 4. Dimensi Kendaraan Besar... 15 Gambar 5. Jari- Jari manuver kendaraan kecil... 16 Gambar 6. Jari- Jari manuver kendaraan sedang... 17 Gambar 7. Jari- Jari manuver kendaraan besar... 18 Gambar 9. Lingkar Penuh (Full Circle)... 31 Gambar 10. Lengkung Spiral Lingkaran Sipiral Simetris... 33 Gambar 11. Lengkung Spiral- spiral... 36 Gambar 12. Tikungan Gabungan Searah... 40 Gambar 13. Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lurus minimum sepanjang 20 meter... 40 Gambar 14. Tikungan Gabungan Gambar Balik... 41 Gambar 15. Tikungan Gabungan Gambar Balik dengan Sisipan Bagian Lurus minimum sepanjang 20 meter... 41 Gambar 16. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan Fc... 43 Gambar 17. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan SCS... 44 Gambar 18. Lengkung Vertikal Cembung... 52 Gambar 19. Lengkung Vertikal Cekung... 52 Gambar 20. Koordinasi yang Ideal antara alinemen horizontal dan Vertikal yang berhimpit... 55 xi

Gambar 21. Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertikal menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama... 55 Gambar 22. Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana pada bagian lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertikal sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut... 56 Gambar 23. Lanjur pendakian Tipikal... 57 Gambar 24. Jarak antara dua lajur pendakian... 58 Gambar 25. Lokasi Penelitian, peta Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah... 64 Gambar 26. Denah Lokasi Penetelian ( gambar di dapat dari Tracking GPS dan Google Earth)... 65 Gambar 27. Gambar Trase Jalan... 75 xii

DAFTAR NOTASI K F = (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk = (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam dalam satu jam. V R = kecepatan rencana (km/jam) T g = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2 f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55. β O = sudut tikungan = titik pusat lingkaran Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PH atau PH ke CT Rc = jari-jari lingkaran Lc = panjang busur lingkaran Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung peralihan) Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC pada lengkung Ls = panjang lengkung peralihan ( panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST) Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS) Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST TS = titik dari tangen ke spiral SC = titik dari spiral ke lingkaran Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran θs = sudut lengkung spiral xii

Rc = jari-jari lingkaran p k Rmin = pergeseran tangen terhadap spiral = absis dari p pada garis tangen spiral = Jari jari tikungan minimum (m), emax = Superelevasi maximum (%), xiii

DAFTAR LAMPIRAN Data Lapangan. Survei Penelitian Tanggal 24 Juli 2016. Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo Lampiran 01. Foto Survei Pengukuran Pada Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo adalah Ruas Jalan yang menghubungkan jalan antara Kota Yogyakarta Purworejo Kebumen, dimana kondisi jalan tersebut, jalan lurus dan terdapat beberapa tikungan yang tajam dimana disalah satu tiitik tersebut tikungan sangat tajam sehingga sangat tidak nyaman bila dilalui pengguna jalan yang melintasinya, Perancangan geometri jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang dititik beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sedemikian, sehingga dapat menghasilkan bentuk jalan yang dapat dimanfaatkan untuk operasi lalu lintas dengan cepat, lancar, aman, nyaman, dan efisien. Dasar perancangan geometri adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan (dimensi dan berat), sifat pengemudi, dan karakteristik arus (kecepatan, kerapatan dan volume) lalu lintas. Dalam Perencanaan geometri ada tiga elemen penting yaitu alinyemen horizontal (trase jalan), terutama dititik beratkan pada perancangan sumbu jalan; alinyemen vertikal (penampang memanjang jalan); dan penampang melintang jalan. Dalam perancangan alinyemen vertikal, pengambilan atau penentuan kelandaian memberi pengaruh pada gerakan kendaraan terutama kendaraan berat (seperti truk dan bus). Pengaruh dari kelandaian ini dapat dilihat dari berkurangnya kecepatan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Dalam perancangan alinyemen vertikal dikenal istilah kelandaian maksimum dan panjang kritis terutama dalam perancangan jalan dua lajur dua arah (tanpa median). Bina Marga sebagai institusi yang berwenang dalam pembinaan jalan sudah mengeluarkan pedoman atau standar dalam menentukan landai maksimum dan panjang kritis. Standar-standar tersebut banyak mengacu 1

2 pada hasil- hasil penelitian yang dipublikasikan oleh American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) dalam bentuk buku pedoman A Policy on Geometric Design of Highway and Street. sedangkan oleh Bina Marga diterbitkan beberapa buku pedoman seperti Spesifikasi Standar Untuk Perancangan Geometri Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir) Tahun 1990 dan Tata Cara Perancangan Geometri Jalan Antar Kota 1997. Berkaitan masalah tersebut, apakah Ruas Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo sudah memenuhi standar geometri melihat beberapa titik tikungan dirasa cukup berbahaya, karena dalam menentukan besaran landai maksimum dan panjang kritis, jenis kendaraan yang dipakai Bina Marga tidak sama dengan kondisi kendaraan berat yang beroperasi di Indonesia sekarang, dimana kondisi sekarang kekuatan (horse power) kendaraan berat keluaran baru mempunyai daya angkut yang lebih berat, dilain pihak barang yang diangkut kebanyakan sudah melebihi beban standar yang ditentukan (over load). Disamping itu masih banyak juga kendaraan lama yang dioperasikan. Suatu ruas jalan diperuntukkan hanya bagi kendaraan yang turun. Dalam kasus tersebut perencana mengabaikan batasan panjang kritis dengan asumsi bahwa panjang kritis yang ditentukan itu hanya berlaku untuk jalur pendakian saja. Bila panjang kritis diabaikan, maka problem yang timbul adalah seringnya pengemudi tidak bisa menguasai kendaraannya dikarenakan adanya kerusakan pada sistem rem. Tetapi batasan panjang kritis untuk jalur turunan memang tidak ditentukan, Bila suatu panjang kritis telah terlampaui (tanjakan terlalu panjang), maka perencana harus membuat landai antara atau landai peralihan (bisa berupa turunan atau datar). Landai peralihan ini diperlukan agar kecepatan kendaraan kembali normal sebelum memasuki tanjakan lagi. Panjang Landai Peralihan ini belum ada ketentuannya. Sehingga dengan melihat fenomena tersebut perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap penentuan landai maksimum dan panjang kritis yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang (Bina Marga) serta perlu ditetapkan panjang landai peralihan ideal.

3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masalah yang akan diteliti adalah : 1. Apakah ketentuan mengenai (komponen geometri) jalan lingkar selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, sudah sesuai dengan hasil perhitungan dengan berdasar pada standar Tata Cara Perancangan Geometri Jalan Antar Kota 1997. 2. Berapa panjang landai peralihan yang ideal, agar kecepatan kendaraan berat kembali normal. C. Batasan Masalah Untuk membatasi masalah agar penelitian ini dapat terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka ruang lingkup atau batasan meliputi : 1. Ruas jalan yang ditinjau adalah Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. 2. Mengevaluasi Geometri Alinyemen Horisontal, pada Ruas Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. 3. Standar mengenai nilai data merujuk pada Tata Cara Perancangan Geometri Jalan Antar Kota 1997 yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa maksud dan tujuan yaitu : 1. Mengkaji dan mengevaluasi besarnya Alinyemen Horizontal pada Ruas Jalan Lingkar Selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, apakah sudah sesuai dengan Standar Perancangan Geometri Jalan Antar Kota 1997.

4 2. Menentukan panjang landai peralihan yang ideal, E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh instansi yang berwenang terhadap pembinaan jalan dan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian berikutnya, dan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan dan bahan revisi terhadap pedoman yang telah ada.

BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSAKA, DAN HIPOTESIS A. KAJIAN TEORI 1. Umum Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan sebagai akses ke rumah-rumah. Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastrukur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan. Geometrik jalan yang didesain dengan mempertimbangkan masalah keselamatan dan mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena itu kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan tidak saja menyangkut 5

6 mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki. Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui dalam tata cara Perencanaan jalan antar kota, tahun 1997 adalah sebagai berikut : a. Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan. b. Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan. c. Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya ditinggikan dengan batu tepi jalan. d. Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan. e. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan,salurantepi jalan dan ambang pengaman. f. Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaatjalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan. g. Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi. h. Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang

7 diperkirakan akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian. i. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) adalah faktor dari berbagai kendaraan dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran. j. Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas perjam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harianrata - rata tahunan. k. Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam,ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi. l. Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpulsimpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan. m. Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi. n. Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.

8 o. Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa. p. Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh. q. Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan bermotor(beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan. r. Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih). s. KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia. t. Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam. u. Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan. v. Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan. w. Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan rendah terutama kendaraan berat.

9 x. Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6. y. Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas danpengawasan yang berlaku. z. Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang bebas samping pada jalur. aa. Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam. bb. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalian VLHR dengan faktor K. cc. Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun. dd. Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu.

10 Gambar 1. Hubungan Antara Rumaja, Rumija dan Ruwasja Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 2. Klasifikasi Jalan a. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut: 1) Jalan Arteri Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, 2) Jalan Kolektor Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciriciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

11 3) Jalan Lokal Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. b. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut : 1) Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. 2) Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 1 Fungsi Arteri Kolektor Tabel 1 Klasifikasi menurut kelas jalan Muatan Sumbu Terberat Kelas MST (ton) I > 10 II 10 IIIA 8 IIIA 8 IIIB Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

12 c. Klasifikasi Menurut Medan Jalan terbagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut: 1) Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. 2) Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometri dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi menurut medan jalan. No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%) 1. 2. 3. Datar Perbukitan Pegunungan D B G < 3 3 25 > 25 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 3) Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut. d. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.34/2006 adalah terbagi menjadi lima bagian yaitu sebagai berikut: 1) Jalan Nasional. 2) Jalan Provinsi.

13 3) Jalan Kabupaten. 4) Jalan Kota. 5) Jalan Desa. 3. Kriteria Perencanaan a. Kendaraan Rencana Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometri. 1) Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu sebagai berikut: a) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang; b) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as; c) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer. 2) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan dalam Tabel 3 Gambar 2 s.d. Gambar 4. menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.

14 KATEGORI KENDARAAN RENCANA Kendaraaan Kecil Kendaraan Sedang Kendaraan Besar Tabel 3 Dimensi kendaraan rencana DIMENSI RADIUS TONJOLAN RADIUS KENDARAAN PUTAR (cm) TONJOLAN (cm) (cm) Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Mak 130 210 580 90 150 420 730 780 410 260 1.210 210 240 740 1.280 1.410 410 260 2.100 120 90 290 1.400 1.370 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) Gambar 2. Dimensi kendaraan kecil Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997)

15 Gambar 3. Dimensi kendaraan sedang (berat) Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan antar kota (1997) Gambar 4. Dimensi kendaraan besar Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997)

16 Gambar 5. Jari- Jari Manuver Kendaraan Kecil Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997)

17 Gambar 6. Jari- Jari Manuver Kendaraan Sedang Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan antar kota (1997)

18 Gambar 7. Jari- Jari Manuver Kendaraan Besar Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997)

19 4. Satuan Mobil Penumpang a. SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP. b. SMP untuk jenis- jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam Tabel 4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.036/TBM/1997. Tabel 4 Ekivalen Mobil Penumpang (emp) No. Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan 1. 2. 3. Sedan, Jeep, Station Wagon Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil Bus dan Truck Besar 1,0 1,2 2,4 1,2 5,0 1,0 1,9 3,5 2,2 6,0 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI No.036 /TBM (1997) 5. Volume Lalu Lintas Rencana a. Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. b. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus: VJR VLRH K F..... (1) di mana : K = (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan

20 F = (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam dalam satu jam. c. VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan. d. Tabel 5 menyajikan faktor-k dan faktor-f yang sesuai dengan VLHRnya. Tabel. 5 Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalulintas harian VLHR >50.000 30.000 50.000 10.000 30.000 5.000 10.000 1.000 5.000 <1.000 FAKTOR K (%) 4 6 6 8 6 8 8 10 10 12 12-16 FAKTOR F (%) 0,9 1 0,8 1 0,8 1 0,6 0,8 0,6 0,8 <0,6 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 6. Kecepatan Rencana a. Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometri jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. b. VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 6.

21 c. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. Tabel. 6 Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi danklasifikasi medan jalan Kecepatan Rencana, VR Km/Jam Fungsi Datar Bukit Pegunungan Arteri 70 120 60 80 40 70 Kolektor 60 90 50 60 30 50 Lokal 40-70 30-50 20 30 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 7. Jarak Pandang Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd). a. Jarak Pandang Henti 1) Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh. 2) Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.

22 3) Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu: 4) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan 5) Jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. 6) Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus: J h Vr 2 ( ) VR 3,6 T..... (2) 3,6 2 g f di mana : VR = kecepatan rencana (km/jam) T g f = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2 = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55. disederhanakan menjadi: JB hb V 2 0,649 VB 0,004 R RB..... (3) F 7) Tabel 7 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (2.3) dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

23 Tabel. 7 Jarak Pandang Henti (Jh) minimum VR, Km/Jam 120 100 80 60 50 40 30 20 Jhminimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) b. Jarak Pandang Mendahului 1) Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat Gambar 8.). 2) Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm). Jarak pandang Jd dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut: J d..... (4) d1 d2 d3 d4 dimana : d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak mendahului dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan at1 d1 = ( 0,278. t1) (V - m ).....(5) 2 d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada lajur sebelah kanan d2 = ( 0,278V. t2)..... (6)

24 d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraanyang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan,diambil 30-100 m d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada lajursebelah kanan atau sama dengan 2/3.d2 t1 = Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan dengan korelasi t1 = 2,12 0,026 V... (7) m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap yaitu 15 km/ jam V a = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungandapat dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi α = 2,052 0,0036 V..... (8) t2 = Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2 = 6,56 0,048 V.....(9)

25 Gambar 8. Jarak Pandang Mendahului Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997) 3) Maka Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan pada Tabel 8 dibawah ini Tabel. 8 Panjang Jarak Pandang Mendahului VR, Km/Jam 120 100 80 60 50 40 30 20 Jhminimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997) 4) Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30% dari panjang total ruas jalan tersebut. c. Daerah Bebas Samping di Tikungan 1) Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh dipenuhi.

26 2) Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan obyekobyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi. 3) Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumusrumus sebagai berikut: (1) Jika Jh < Lt : 0 90 Jh E R(1.Cos ( ))... (10) R (2) Jika Jh >Lt : 0 0 90 J h 1 90 J h E R(1.Cos ( )). (J h Lt ) sin ( ))...(11) R 2 R di mana: R = Jari jari tikungan (m) Jh = Jarak pandang henti (m) Lt = Panjang tikungan (m) Tabel 9 berisi nilai E, dalam satuan meter, yang dihitung menggunakan persamaan (2.9) dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh<Lt. Tabel tersebut dapat dipakai untuk menetapkan E.

27 Tabel. 9 E (m) untuk Jh <Lt, VR(km/jam) dan Jh(m). Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

28 Tabel. 10 E (m) untuk Jh>Lt VR(km/jam) dan Jh(m), di mana Jh-Lt =25 m. Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

29 Tabel. 11 E (m) untuk Jh>Lt, VR(km/jam) dan Jh(m), di mana Jh -Lt=50 m Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

30 8. Perencanaan Geometri Jalan Raya Dalam perencanaan jalan raya harus direncanakan sedemikian rupa sehingga jalan raya itu dapat memberikan pelayanan optimum kepada pemakai jalan sesuai dengan fungsinya. Untuk mencapai hal tersebut harus memperhatikan perencanaan Alinyemen Horizontal ( trase jalan ) dan Alinyemen Vertikal ( Profil Memanjang ). a. Alinyemen Horisontal Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan. b. Bentuk bagian lengkung Bentuk bagian lengkung dapat berupa : 1) Lingkaran Penuh (Full Circle) Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dengan sudut tangent yang relative kecil.

31 Gambar 9. Lingkaran Penuh (Full Circle) Batasan yang biasanya dipakai di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel. 12 Batasan Kecepatan Rencana (VR) dengan Jari-jari Lengkung Minimal Kecepatan Rencana (Km/Jam) Jari-jari Lengkungan Minimal (m) 200 1500 100 1000 80 700 60 300 40 130 Sumber : Buku dasar-dasar perencanaan Geometri jalan, Silvia Tahun 1994 oleh : Silvia Sukirman Keterangan : β O = sudut tikungan = titik pusat lingkaran Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PH atau PH ke CT

32 Rc = jari-jari lingkaran Lc = panjang busur lingkaran Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran Rumus yang biasa digunakan: Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat diketahui : 1 Tc = Rc. tg.. β..... (12) 2 1 Ec = Tc. tg.(. ).....(13) 4 Lc =. 2.. Rc 360 dengan β dalam derajat..... (14) Lc =. Rc dengan β dalam radian.....(15) Syarat pemakaian : Tergantung dari harga v yang ada (design speed) Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam R > 110 a) R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out. b) R dan V dapat dilihat pada Tabel 13 c) Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur dengan menggunakan busur. d) Ac > 0 e) Lc > 20 cm

33 Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian lengkung. 2) Spiral-Circle-Spiral (SCS) atau Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan Gambar 10. Lengkung spiral Lingkaran Spiral Simetris Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle- Spiral simetris dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama dengan dari CS ke ST Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral yang menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal spiral (kiri TS)dan bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran.

34 Keterangan : Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung peralihan) Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC pada lengkung Ls = Lc = Ts = TS = SC = Es = θs = Rc = panjang lengkung peralihan ( panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST) panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS) panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST titik dari tangen ke spiral titik dari spiral ke lingkaran jarak dari P1 ke busur lingkaran sudut lengkung spiral jari-jari lingkaran p = pergeseran tangen terhadap spiral k = absis dari p pada garis tangen spiral Rumus yang umum digunakan adalah : Derajat Kelengkungan Adalah sudut yang dibemtuk oleh ujung lingkarang dengan jari-jari R (m) yang menghasilkan panjang busur sebesar 25 m. 25. 360 D 25. r ( D Berlaku untuk semua tipe kurva )

35 Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa Rumus yang dipergunakan, Besarnya sudut spiral pada titik SC 2 Ls Xs Ls [1- ]...(16) 40 Rc 2 Ls Ys 6 Rc...(17) θs Ls 2 Rc (dalam radial) atau 90 Ls θs.....(18) π Rc Ls 2 p - Rc (1- cosθs )....(19) 6 Rc k Ls Ls 2 Rc.sin θs 40 Rc 2....(20) Sudut pusat busur lingkaran = dan sudut spiral =, jika besarnya sudut perpotongan kedua tangen adalah maka : θc β - 2. θs...... (21) 1 Es ( Rc p ) sec β - Rc....(22) 2 1 Ts ( Rc p ) tg β k...(23) 2 2. Rc. π θc Lc....(24) 360 Syarat pemakaian :

36 Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung spiral. 3) Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0 dan θs = 1/2 β Gambar 11. Lengkung Spiral Spiral Rumus umum yang digunakan : θs. R Ls... ( 25 ) 28,648 1 Ls = ( R + P ) tan β + k... ( 26 ) 2 ( R + P ) - R Es =... ( 27 ) 1 cos β 2 L 2 Ls... ( 28)

37 Syarat pemakaian : a) Harga dihitung secara analitis, namun dalam hal ini harga dihitung atau diukur langsung dengan mengunakan busur b) 1 θs β 2 9. Trase Jalan a. Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua buah titik yang harus dihubungkan. b. Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik. c. Trase adalah seri dari garis garis lurus yang merupakan rencana dari sumbu jalan. Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan : 1) Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study) Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi syarat. 2) Pemilihan koridor terbaik dari beberapa alternative koridor yang memenuhi syarat Tujuan : menentukan koridor terbaik Faktor-Faktor Yang Menentukan Route Location Suatu Jalan a) Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan b) Perpotongan dengan sungai c) Daerah lahan kritis

38 d) Daerah aliran sungai e) Meterial konstruksi jalan f) Galian dan Timbunan g) Pembebasan tanah h) Lingkungan i) Sosial / budaya setempat 10. Jari-Jari Tikungan a. Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut: R min 2 VR......(29) 127 ( e f ) max di mana : Rmin = Jari jari tikungan minimum (m), VR = Kecepatan Rencana (km/j), emax = Superelevasi maximum (%), f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal (f=0,14-0,24) b. Tabel 13 dibawah ini dapat dipakai untuk menetapkan nilai Rmin

39 Tabel. 13 Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan). VR (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 Jari-jari minimum, Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 11. Tikungan Gabungan Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut: a. Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan arahputaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat Gambar 12); b. Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah putaranyang berbeda (lihat Gambar 13). Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2: R 1 2 tikungan gabungan searah harus dihindarkan,......(30) R 3 2 R 1 2 tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau R 3 2 clothoide sepanjang paling tidak 20 meter (lihat Gambar 14).....(31)

40 c. Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30m (Lihat Gambar 15) Gambar 12. Tikungan Gabungan Searah Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) Gambar 13. Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lurus minimum sepanjang 20 meter Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

41 Gambar 14. Tikungan Gabungan Gambar Balik Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antarkota (1997) Gambar 15. Tikungan Gabungan Gambar Balik Dengan Sisipan Bagian Lurus MinimumSepanjang 20 meter Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antarkota (1997)

42 12. Panjang Bagian Lurus Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). a. Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 14. Tabel. 14 Panjang Bagian Lurus Maksimum Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum Datar Perbukitan Pegunungan Arteri 3000 2500 2000 Kolektor 2000 1750 1500 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 13. Superelevasi Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%. Pencapaian superelevasi : a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagianjalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.

43 b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat Gambar 3.9), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkungperalihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC). c. Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat Gambar 3.8), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS. d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral. Gambar 16. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe Fc Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

44 Gambar 17. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota(1997) 14. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi Geometri jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan: 1) Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya. 2) Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada lajumya. 3) Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana (lihat Gambar 2.2 s.d. Gambar 2.7), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel 15.

45 4) Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan. 5) Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 15 harus dikalikan 1,5. 6) Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 15 harus dikalikan 2. Rumus umum : β n(b' c) (n 1)Td z dimana: b' 2,40 ( R 2 - R 2-2p 2 ) Td R 2 - (2 P ) - R 0,105 z R dimana: β = Lebar perkerasan jalan tikungan (m) η = Jumlah jalur b = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m) c = Kebebasan samping a) Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8 b) Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0 c) Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25 Td = Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m)

46 z = Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m) R = Jari-jari tikungan Δ = Tonjolan kedepan (1,2 m) P = Jarak standar (6,1 m) Catatan: Rumus dapat digunakan apabila 1000/ R > 6 a) Jika 6, maka b, Td dan z ditentukan dengan menggunakan grafik. b) Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan di tikungan. Tabel. 15 Pelebaran di Tikungan Lebar Jalur 20.50 m, 2 arah atau 1 arah R (m) Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam) 50 60 70 80 90 100 110 120 1500 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 1000 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 750 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.3 0.3 500 0.2 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 400 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 300 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 250 0.4 0.5 0.5 0.6

47 Lanjutan, Pelebaran di Tikungan Tabel 15 200 0.6 0.7 0.8 150 0.7 0.8 140 0.7 0.8 130 0.7 0.8 120 0.7 0.8 110 0.7 100 0.8 90 0.8 80 1.0 70 1.0 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

48 Tabel. 16 (Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m) Lebar Jalur 2x3,00 m, 2 arah atau 1 arah R (m) Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam) 50 60 70 80 90 100 110 1500 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.6 1000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5 0.6 750 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 500 0.8 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 0.1 400 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 1.1 300 0.9 1.0 1.0 1.1 250 1.0 1.1 1.1 1.2 200 1.2 1.3 1.3 1.4 150 1.3 1.4 140 1.3 1.4 130 1.3 1.4 120 1.3 1.4 110 1.3 100 1.4 90 1.4 80 1.6 70 1.7 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

49 15. Alinyemen Vertikal Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan. Penarikan Alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih memungkinkan. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) dan landai nol (datar). Sedangkan untuk bagian lengkung vertikal, dapat berupa : a. Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Panjang lengkung vertikal cekung harus ditentukan dengan memperhatikan : 1) Bentuk parabola sederhana 2) Jarak penyinaran lampu kendaraan 3) Jarak pandangan bebas di bawah bangunan 4) Kenyamanan pengemudi 5) Keluwesan bentuk b. Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedaka atas 2 keadaan, yaitu sebagai berikut: 1) Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L)

50 2) Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L) Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan : 1) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan 2) menyediakan jarak pandang henti. Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana, a) jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung,panjangnya ditetapkan dengan rumus: 2 AS L...(32) 405 b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,panjangnya ditetapkan dengan rumus: 2S- 405 L.....(33) A c) Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus: L A.Y..... (34) 2 S L..... (35) 405 di mana : L = Panjang lengkung vertikal (m), A = Perbedaan grade (m),

51 Jh = Jarak pandangan henti (m), Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cmdantinggi mata 120 cm. Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel 17. Tabel. 17 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y Kecepatan Rencana (Km/Jam) <40 40 60 >60 Faktor Penampilan Kenyamanan, Y 1,5 3 8 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 18 vang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya lihat Gambar 18 dan Gambar 19. Tabel. 18 Panjang Minimum Lengkung Vertikal Kecepatan Rencana (Km/Jam) Perbedaan Kelandaian Memanjang (%) Panjang Lengkung (m) <40 40 60 >60 1 0,6 0,4 20 30 40 80 80-150 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

52 Gambar 18. Lengkung vertikal cembung Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997) Gambar 19. Lengkung vertikal cekung Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalanantar kota (1997) 16. Landai Maksimum a) Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. b) Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yangmampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatansemula tanpa harus menggunakan gigi rendah.

53 c) Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 19. Tabel. 19 Kelandaian maksimum yang diizinkan VR (Km/Jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40 Kelandaian Maksimal (%) 3 3 4 5 8 9 10 10 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) d) Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satumenit. e) Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 20 Kecepatan pada awal tanjakan km/jam Tabel 20 Panjang Kritis (m) Kelandaian 4 5 6 7 8 9 10 80 630 460 360 270 230 230 200 60 320 210 160 120 110 90 80 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

54 17. Koordinasi alinyemen Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah elemen - elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal. Koordinasi Alinyemen vertikal dan Alinyemen horizontal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut ini. a) alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan Alinyemen vertikal, dan secaraideal Alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi Alinyemen vertikal; b) tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau padabagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan; c) lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harusdihindarkan; d) dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harusdihindarkan; dan e) tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan. Sebagai ilustrasi, Gambar 20 s.d. Gambar 22 menampilkan contohcontoh koordinasi Alinyemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

55 Gambar 20. Koordinasi yang ideal antara Alinyemen horizontal dan vertikal yang Berimpit Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) Gambar 21. Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana Alinyemen vertikal menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

56 Gambar 22. Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak Alinyemen vertikal sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut. Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) 18. Lajur Pendakian Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan. a) Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian yang besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat. b) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut ini. (1) disediakan pada jalan arteri atau kolektor, (2) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari, dan persentase truk > 15 %. c) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.

57 d) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian denganserongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaiandengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar 22). e) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar 23). Gambar 23. Lajur pendakian Tipikal Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997)

58 Gambar 24. Jarak antara dua lajur pendakian Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri jalan antar kota (1997) B. TINJAUAN PUSAKA 1. Eka Prasetyaningrum Budi Utami ( Surakarta Tahun 2010 ) Penelitian Eka Prasetyaningrum Budi Utami ( Teknik Sipil Transportasi Fakultas Teknik) Universitas Sebelas Maret, yang berjudul Perencanaan Geometrik Jalan Dan Rencana Anggaran Biaya Ruas Jalan Drono Nganom Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Wonogiri Dalam perencanaan pembuatan jalan ini ada tujuan yang hendak dicapai yaitu : a. Merencanakan bentuk geometrik jalan sesuai kelas dan fungsinya yaitu jalan kelas II arteri. b. Merencanakan tebal perkerasan pada jalan tersebut. c. Merencanakan anggaran biaya dan Time Schedule yang dibutuhkan untuk pembuatan jalan tersebut.

59 Dalam kesimpulan tersebut disimpulkan bahwa Jenis jalan dari Drono Nganom merupakan jalan arteri dengan spesifikasi jalan kelas II, lebar perkerasan 2 x 3,5 m dengan kecepatan rencana 80 Km/ jam dan direncanakan 4 tikungan (1 tikungan Circle Circle dan 3 tikungan Spiral Circle Spiral). a. Pada 1 PI dengan jari-jari lengkung rencana 950 m, sudut 1 PI sebesar 70 o 56 32.78 b. Pada 2 PI dengan jari-jari lengkung rencana 400 m, sudut 2 PI sebesar 320 o 32 56.35 c. Pada 3 PI dengan jari-jari lengkung rencana 350 m, sudut 3 PI sebesar 45 o 28 7.89 d. Pada 3 PI dengan jari-jari lengkung rencana 350 m, sudut 4 PI sebesar 52 o 40 28.13 e. Pada Alinyemen vertikal ruas jalan Drono Nganom terdapat 7 PVI. f. Perkerasan jalan Drono Nganom menggunakan jenis perkerasan lentur berdasarkan volume LHR yang ada dengan : g. Jenis bahan yag dipakai adalah : 1) Surface Course : LASTON ( MS 744 ) : 5 cm 2) Base Course : Batu Pecah Kelas A ( CBR 100% ) : 20 cm 3) Sub Base Course : Sirtu / Pitrun Kelas A ( CBR 70% ) : 14 cm Dengan perhitungan didapatkan dimensi dengan tebal dari masingmasing lapisan : 1) Surface Course : 5 cm

60 2) Base Course : 20 cm 3) Sub Base Course : 14 cm Perencanaan jalan Drono Nganom dengan panjang 3320 m memerlukan biaya untuk pembangunan sebesar Rp. 13.353.972.925,00 dan dikerjakan selama 6 bulan. 2. Sri Widyastuti (Surakarta 28 Juli Tahun 2010) Penelitian Sri Widyastuti (Teknik Sipil Transportasi Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret), yang berjudul Perencanaan Geometrik, Tebal Perkerasan Dan Rencana Anggaran Biaya ( Ruas Jalan Blumbang Kidul - Bulakrejo) Kabupaten Karanganyar Dalam perencanaan pembuatan jalan ini ada tujuan yang hendak dicapai yaitu : a. merencanakan bentuk geometrik dari jalan kelas fungsi kolektor b. merencanakan tebal perkerasan pada jalan tersebut, dan c. merencanakan anggaran biaya dan Time Schedule yang dibutuhkan untuk pembuatan jalan tersebut. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa : a. jalan Blumbang Kidul Bulakrejo merupakan jalan kolektor dengan spesifikasi jalan kelas III, lebar perkerasan 2x 3,5 m,dengan kecepatan rencana 40 Km/ Jam b. pada 1 PI direncanakan jenis tikungan Spiral-Circle-Spiral dengan jarijari lengkung rencana 50 m, sudut 1 PI sebesar 107 056'16,1". c. pada 2 PI direncanakan jenis tikungan Spiral Spiral dengan jari-jari lengkung rencana 200 m, sudut 2 PI sebesar 14 047'6,81".

61 d. pada 3 PI direncanakan jenis tikungan Spiral-Circle-Spiral dengan jarijari lengkung rencana 50 m, sudut 3 PI sebesar 81 05'58,93". e. pada 4 PI direncanakan jenis tikungan Spiral-Circle-Spiral dengan jarijari lengkung rencana 150 m, sudut 4 PI sebesar 32022'35,39". f. pada Alinyemen vertikal jalan Blumbang Kidul Bulakrejo terdapat 7 PVI. Untuk mendapatkan keseimbangan antara galian dan timbunan. g. perkerasan jalan Blumbang Kidul Bulakrejo menggunakan jenis perkerasan lentur berdasarkan volume LHR yang ada dengan : Jenis bahan yag dipakai adalah : 1) Surface Course : LASTON MS 744 2) Base Course : Batu pecah Kelas A ( CBR 100% ) 3) Sub Base Course : Sirtu Kelas A ( CBR 70% ) Dengan perhitungan didapatkan dimensi dengan tebal dari masingmasing lapisan : 1) Surface Course : 7,5 cm 2) Base Course : 20 cm 3) Sub Base Course : 12 cm h. perencanaan Jalan Blumbang Kidul Bulakrejo dengan Panjang 3450 meter Memerlukan Biaya untuk Pembangunan Sebesar Rp.23.519.389.944,00 (Dua Puluh Tiga Milyar Lima Ratus Sembilan Belas Juta Tiga Ratus Delapan Puluh Sembilan Ribu Sembilan Ratus Empat Puluh Empat Rupiah ), dan Dikerjakan Selama 12 Bulan.

62 3. Heru Budi Santoso (Surakarta Tahun 2011) Penelitian Heru Budi Santoso Teknik sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, dengan judul Analisis Hubungan Geometrik Jalan Raya Dengan Tingkat Kecelakaan (Studi Kasus Ruas Jalan Ir. Sutami Surakarta) adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut ini : a. Mengetahui lokasi dimana daerah rawan kecelakaan (black spot) di ruas jalan Ir. Sutami Surakarta b. Mengetahui adakah hubungan antaraa kondisi geometrik jalan dengan terjadinya kecelakaan di lihat dari : 1) Analisis jari- jari tikungan 2) Hubungan antara nilai EAN dengan jari- jari tikungan, derajad kelengkungan, jarak pandang. 3) Mengetahui hubungan derajat kejenuhan dengan Angka Kecelakaan Dalam penelitian tersebut di dapat kesimpulan bahwa hubungan V/C dengan angka kecelakaan sangat rendah, dengan kata lain tidak ada pengaruh yang sinifikan antara nilai V/C rasio dengan tingkat kecelakaan yang terjadi. C. HIPOTESIS Pada ruas jalan lingkar selatan, kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo terdapat beberapa titik tikungan yang sangat tajam yang tidak memperhatikan sisi geometrik jalan, sehingga dapat membahayakan pengguna jalan, apalagi ditambah dengan jenis kendaraan yang ada sekarang ini, terkadang kendaraan

63 tersebut melebihi muatan (over load). Maka perhitungan dalam menentukan geomerti jalan sangatlah penting, dalam merencanakan geometri jalan raya harus mempertimbangkan dan memperhitungkan besarnya Alinyemen geometri yang akan dipergunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Dalam penelitian ini dilaksanakan pada ruas jalan nasional lingkar selatan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. Sedangkan titik lokasi yang ditinjau tertera pada Gambar 24. dan Gambar 25 Gambar 25. Lokasi Penelitian, Peta Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah 64

65 Gambar 26. Denah Lokasi Penelitian ( Gambar di dapat dari alat Tracking GPS Dan Google Earth ) 2. Waktu Penelitian Prosedur penelitian diawali dari tahap persiapan, mulai dari konsultasi awal hingga survey lapangan, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data, pengolahan data hingga penyusunan laporan penelitian dan seminar hasil penelitian. Tabel rencana kegiatan penyusunan skripsi ini dapat dilihat pada tabel 4.1

66 Tabel. 21 ( Jadwal rencana kegiatan penyusunan skripsi ) B. Data Yang Dibutuhkan Sebagai bahan perhitungan dalam penelitian ini, diperlukan data- data dari hasil pengamatan dilapangan. Data yang diperlukan untuk melakukan analisa meliputi data primer dan data sekunder. 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap untuk menentukan penyelesaian suatu masalah secara ilmiah. Hal ini tentunya didasari dengan dasar teori dan peranan instansi yang terkait. Ada beberapa metode pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Metode Literatur Metode literatur adalah mengumpulkan, mengidentifikasi serta mengolah data tertulis dan metode kerja yang digunakan

67 b. Metode Observasi Dengan survey langsung ke lapangan, agar dapat diketahui kondisi riil di lapangan sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai pertimbangan dalam Evaluasi c. Metode Wawancara Metode wawancara yaitu dengan mewawancarai narasumber yang dapat dipercaya untuk memperoleh data yang diperlukan. Untuk mempermudah dalam proses perencanaan suatu jalan, maka terlebih dahulu ditentukan kebutuhan data yang tentunya berdasarkan pada dasar teori / studi pustaka. Penentuan kebutuhan data ini dilakukan dengan cara mencatat data yang diperlukan untuk evaluasi jalan. 2. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari peninjauan dan pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan dengan beberapa pengamatan. Pengamatan langsung tersebut menghasilkan data-data antara sebagai berikut ini : a. Data Umum Data umum meliputi penentuan segmen, dan data identifikasi segmen. Yang dimaksud segmen itu sendiri adalah panjang jalan yang mempunyai karekteristik yang hampir sama.. Sedangkan yang dimaksud dengan data identifikasi segmen adalah data-data umum yang meliputi tanggal, propinsi, nama kota, jumlah penduduk, nama jalan, tipe daerah, panjang segmen, dan tipe jalan.

68 b. Data Lalu Lintas Data ini berupa data jenis kendaraan dan volume kendaraan. Data ini diperlukan untuk menghitung volume lalu lintas harian rata-rata sehingga dapat diketahui kelas jalan rencana, lebar efektif jalan. c. Kondisi Geometri Eksisting Kondisi geometrik meliputi keadaan situasi dan penampang melintang jalan. Untuk keadaan situasi berupa sketsa segmen jalan yang diamati, d. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan menggambarkan kondisi visual lingkungan sekitar pada jalan lingkar selatan pada saat ini, apakah jalan sudah ada atau belum dan bagaimana kondisi fisik saat ini. Hal perlu ditinjau yaitu keadaan medan sekitar apakah jalan rencana melewati hutan, sawah, sungai, lahan kosong, dan sebagainya. e. Peta topografi Peta topografi menggambarkan kontur di daerah sekitar lokasi studi sehingga nantinya didapatkan evaluasi jalan yang paling tepat dan efisien. 3. Data Sekunder Data Sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir. Data sekunder ini didapat bukan melalui pengamatan langsung di lapangan. Yang termasuk data sekunder antara lain :

69 a. Data dari website. ( Internet ) Data ini berupa data yang didapat dari website- website, Seperti Google Earth, dan site- site untuk mendownload dan mendapatkan SNI ( standar nasional indonesia ) tentang pedoman Geometri jalan. Dari rincian data yang diperlukan diatas, ada juga data Sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Data sekunder ini sangat membantu dalam mengevaluasi Jalan.

70 C. Bagan Alir Penelitian Mulai Penentuan Lokasi Survay Data Primer Data Sekunder Data di dapat dari Survei Lapangan 1. Alinyemen Horizontal a. Elevasi Exsisting b. Bentuk Bagian Lengkung c. Trase d. Jari- Jari Tikungan Data di dapat Dari 1. Dari Website 2. Pedoman Geometri Jalan Perkotaan 1997 3. MKJI 1997 4. Silvia Sukirman Tentang Dasar- Dasar Perencanaan Geometrik 5. RSNI Geometri Jalan Perkotaan Analisis Data 1. Data Lapangan 2. Standar Geometri 3. Mengevaluasi Geometri Jalan - Geometri jalan pada tikungan - Mengevaluasi data lapangan dengan pedoman atau standar geometri jalan Kesimpulan Dan Saran Selesai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data. Deskripsi data yang akan disajikan dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai data yang diperoleh di lapangan. Berdasarkan survei yang dilakukan,maka diperoleh beberapa data yang ada dilapangan, Hasilnya dijelaskan sebagaimana di bawah ini : B. Data Lapangan 1. Kontur Jalan. Dari kontur jalan yang didapat dari Survay Lapangan dan perhitungan beda tinggi. Maka dapat hasil dapat digambar dengan (skala 1: 1000 ) maka sudut tikungan dan jarak dapat dilihat pada (Gambar 26) dan pada tabel (Tabel 22) Tabel 22 Data Hasil pengukuran pada Lapangan Pembacaan Nomor Tinggi Titik yang BA Sudut H Sudut V Titik Alat diamati BT o ' " Total o ' " Total STA (m) BB o o 1 1.170 STA 0+000 1.470 BAHU 342 7 36 0 9 8 KIRI 0.600 2 1.110 JALAN 340 20 43 0 9 12 KIRI 0.540 3 1.115 CL 336 22 47 0 9 11 0.540 4 1.120 JALAN 333 25 51 0 9 10 KANAN 0.540 5 1.150 BAHU 331 38 33 0 9 12 KANAN 0.550 71

Lanjutan Tabel 22 72

73 Lanjutan Tabel 22 KANAN 1 1.910 STA 0+100 BAHU 182 46 38 0 14 2 KIRI 1.500 2 1.850 JALAN 184 35 34 0 14 3 KIRI 1.440 3 1.825 CL 188 46 27 0 13 56 1.400 4 1.800 JALAN 192 58 20 0 13 50 KANAN 1.360 5 1.970 BAHU 195 15 3 0 13 45 KANAN 1.520 1 1.980 STA 0+125 BAHU 182 40 46 0 14 2 KIRI 1.330 2 1.850 JALAN 183 42 20 0 14 1 KIRI 1.190 3 1.825 CL 186 28 36 0 13 57 1.145 4 1.800 JALAN 189 14 52 0 13 54 KANAN 1.100 5 1.960 BAHU 190 24 50 0 13 50 KANAN 1.290 2 1.840 STA 0+125 1.470 JALAN 138 47 18 0 14 5 KIRI 1.540 1 1.510 STA 0+150 1.470 BAHU 139 7 17 0 14 10 KIRI 1.440 2 1.400 JALAN 124 37 47 0 14 39 KIRI 1.330 3 1.415 CL 105 35 36 0 14 40 1.325 4 1.430 JALAN 87 33 25 0 14 42 KANAN 1.320 5 1.710 BAHU 83 17 15 0 14 38 KANAN 1.590 1 1.490

74 Lanjutan Tabel 22 BAHU 83 17 15 0 14 38 KANAN 1.590 1 1.490 STA 0+175 BAHU 316 41 51 0 7 18 KIRI 1.310 2 1.310 JALAN 323 26 41 0 7 42 KIRI 1.130 3 1.345 CL 331 37 9 0 8 9 1.160 4 1.380 JALAN 340 47 38 0 8 37 KANAN 1.190 5 1.550 BAHU 342 53 8 0 8 39 KANAN 1.350 1 1.440 STA 0+200 BAHU 316 8 46 0 7 19 KIRI 1.020 2 1.310 JALAN 317 44 30 0 7 23 KIRI 0.880 3 1.365 CL 321 24 13 0 7 29 0.920 4 1.420 JALAN 326 3 57 0 7 46 KANAN 0.960 5 1.630 BAHU 327 56 21 0 7 50 KANAN 1.180 2. Denah Trase Jalan Dari hasil Survei Lapangan, pada Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. Maka di dapat gambar denah trase jalan (Gambar 27)

75 Gambar 27. Trase Jalan 3. Perhitungan Kelandaian, Dan Elevasi Existing Perhitungan STA 0+000 ( Bahu Kiri ) Benang Atas : 1170 Benang Bawah : 600 Sudut Vertikal : 00 0 09 08 Tinggi Alat : 1,47 m Perhitungan Sudut = 00 0 09 08 (00 0,9) 0,83 ( ) = 60 360 = 0,152 Benang Tengah = 1170 600 x 0,001 2 = 0,8850 Sudut Y = 1170 600 = 570

76 Cos H = Cos( sudut. ) 180 = Cos( 0,152. ) 180 = 1 Cos 2 H = CosH 2 Jarak = = 1 2 = 1 = 100.sudut Y.Cos 2 H 1000 100.570.1 1000 = 57 Meter Tangen H = Tan. (sudut Y. ) 180 = Tan.(570. ) 180 = 0,003 Beda Tinggi = (Tinggi Alat ( jarak x Tan H)) - Benang Tengah = (1,47 + (57x 0,003)) 0,885 = 0,736 Meter Elevasi = 50,000 + Beda Tinggi = 50,736 Meter

77 Perhitungan tinggi patok, kelandaian melintang, dan kelandaian memanjang patok tanah asli selanjutnya ditabelkan pada Tabel 23.

78 Tabel 23 Perhitungan Elevasi Dan Titik Detail STA Titik SUDUT COS JARAK H Elevasi STA ba bb bt.hit Y COS 2 H TAN H (m) Detail ( 0 ) H (m) (m) (m) 50,00 A 0+000 1 1170 600 0,152 0,885 570 1 1,00 57,00 0,003 0,736 50,736 1,47 2 1110 540 0,153 0,825 570 1 1,00 57,00 0,003 0,798 50,798 3 1115 540 0,153 0,828 575 1 1,00 57,50 0,003 0,796 50,796 4 1120 540 0,153 0,830 580 1 1,00 58,00 0,003 0,795 50,795 5 1150 550 0,153 0,850 600 1 1,00 60,00 0,003 0,781 50,781 0+025 1 1250 910 0,154 1,080 340 1 1,00 34,00 0,003 0,481 50,481 2 1230 890 0,154 1,060 340 1 1,00 34,00 0,003 0,501 50,501 3 1250 905 0,154 1,078 345 1 1,00 34,50 0,003 0,485 50,485 4 1270 920 0,154 1,095 350 1 1,00 35,00 0,003 0,469 50,469 5 1370 1010 0,154 1,190 360 1 1,00 36,00 0,003 0,377 50,377

79 Lanjutan Tabel 25 0+050 1 1350 1260 0,154 1,305 90 1 1,00 9,00 0,003 0,189 50,189 2 1270 1150 0,154 1,210 120 1 1,00 12,00 0,003 0,292 50,292 3 1360 1245 0,159 1,303 115 1 1,00 11,50 0,003 0,200 50,200 4 1450 1340 0,162 1,395 110 1 1,00 11,00 0,003 0,106 50,106 5 1470 1320 0,167 1,395 150 1 1,00 15,00 0,003 0,119 50,119 0+075 1 1940 1780 0,235 1,860 160 1 1,00 16,00 0,004-0,324 49,676 2 1780 1620 0,234 1,700 160 1 1,00 16,00 0,004-0,165 49,835 3 1825 1650 0,228 1,738 175 1 1,00 17,50 0,004-0,198 49,802 4 1870 1680 0,223 1,775 190 1 1,00 19,00 0,004-0,231 49,769 5 2020 1820 0,221 1,920 200 1 1,00 20,00 0,004-0,373 49,627 0+100 1 1910 1500 0,234 1,705 410 1 1,00 41,00 0,004-0,068 49,932 2 1850 1440 0,234 1,645 410 1 1,00 41,00 0,004-0,007 49,993 3 1825 1400 0,232 1,613 425 1 1,00 42,50 0,004 0,030 50,030 4 1800 1360 0,231 1,580 440 1 1,00 44,00 0,004 0,067 50,067

80 Lanjutan Tabel 25 5 1970 1520 0,229 1,745 450 1 1,00 45,00 0,004-0,095 49,905 0+125 1 1980 1330 0,234 1,655 650 1 1,00 65,00 0,004 0,080 50,080 2 1850 1190 0,234 1,520 660 1 1,00 66,00 0,004 0,219 50,219 3 1825 1145 0,233 1,485 680 1 1,00 68,00 0,004 0,261 50,261 4 1800 1100 0,232 1,450 700 1 1,00 70,00 0,004 0,303 50,303 5 1960 1290 0,231 1,625 670 1 1,00 67,00 0,004 0,115 50,115 B 0+125 2 1840 1540 0,235 1,690 300 1 1,00 30,00 0,004 50,219 1,47 0+150 1 1510 1440 0,236 1,475 70 1 1,00 7,00 0,004 0,024 50,340 2 1400 1330 0,244 1,365 70 1 1,00 7,00 0,004 0,135 50,451 3 1415 1325 0,244 1,370 90 1 1,00 9,00 0,004 0,138 50,455 4 1430 1320 0,245 1,375 110 1 1,00 11,00 0,004 0,142 50,458 5 1710 1590 0,244 1,650 120 1 1,00 12,00 0,004-0,129 50,187

81 Lanjutan Tabel 25 0+175 1 1490 1310 0,122 1,400 180 1 1,00 18,00 0,002 0,108 50,424 2 1310 1130 0,128 1,220 180 1 1,00 18,00 0,002 0,290 50,607 3 1345 1160 0,136 1,253 185 1 1,00 18,50 0,002 0,261 50,578 4 1380 1190 0,144 1,285 190 1 1,00 19,00 0,003 0,233 50,549 5 1550 1350 0,144 1,450 200 1 1,00 20,00 0,003 0,070 50,387 0+200 1 1440 1020 0,122 1,230 420 1 1,00 42,00 0,002 0,329 50,646 2 1310 880 0,123 1,095 430 1 1,00 43,00 0,002 0,467 50,784 3 1365 920 0,125 1,143 445 1 1,00 44,50 0,002 0,424 50,741 4 1420 960 0,129 1,190 460 1 1,00 46,00 0,002 0,384 50,700 5 1630 1180 0,131 1,405 450 1 1,00 45,00 0,002 0,168 50,484

82 4. Penetapan Kelas Medan Dari perhitungan kelandaian melintang tiap patok, didapatkan kelandaian medan, Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan 1997 (TPGJAK No.038/TBM/1997) maka pada tabel 24 dibawah : Tabel 24 Perhitungan Kelas Medan No STA Pembacaan BEDA TINGGI JARAK LURUS TOTAL JARAK Beda Tinggi Jarak Patok x 100% Keterangan 1 0+000 0,796 0,012 0+025 0,485 25,000 25 1,244 2 0+025 0,485 0,006 0+050 0,200 25,000 50 1,143 3 0+050 0,200 0,005 0+075-0,198 25,000 75 1,589 4 0+075-0,198-0,002 0+100 0,030 25,000 100-0,910 5 0+100 0,030-0,002 0+125 0,261 25,000 125-0,925 6 0+125 0,261 0,001 0+150 0,138 25,000 150 0,490 7 0+150 0,138-0,001 0+175 0,261 25,000 175-0,492 8 0+175 0,261-0,001 0+200 0,424 25,000 200-0,652 JUMLAH 8,000 1,487 DATAR JUMLAH RATA- RATA 0,186 Dari perhitungan kelandaian melintang tiap patok, didapatkan kelandaian medan, Jumlah Rata- Rata = 0,186 % > 3%. Maka untuk kelandaian medan kurang dari 3% dikategorikan sebagai Medan Datar.

83 C. Perhitungan Lapangan Existing 1. Pada Tikungan I a. Untuk kecepatan yang dilalui kendaraan dipergunakan kecepatan Vr = 70 km/jam. b. Jari-jari lingkaran pada kondisi di lapangan dapat kita hitung Rc = 360 x Lc β 2 π = 360 x 50 25 x 2 x π = 114,591 m c. Panjang (Tc) dapat dihutung dengan 1 Tc = Rc x tg β 2 1 = 114,591 x tg 25 2 = 114,591 x 0,222 = 25,462 m

84 d. Penghitungan lengkung peralihan (Ls) Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Ls = Vr 3,6 x T = 70 3,6 x 3 = 58,334 m e. Jarak luar dari PI ke busur lingkaran Ec = Tc x tg 0,25 β = 25,462. tg. 0,25. 25 = 25,462. 0,1090 = 2,777 m

85 2. Pada Tikungan II a. Penetapan Kecepatan Rencana (Vr) Berdasarkan untuk kecepatan yang dilalui kendaraan kecepatan Vr = 70 km/jam. b. Jari-jari lingkaran pada kondisi di lapangan dapat kita hitung Rc = = 360 x Lc 2 360 x 50 211 x 2 x π = 13,577 m c. Panjang (Tc) dapat dihutung dengan 1 Tc = Rc x tg β 2 1 = 13,577 x tg 211 2 = 13,577 x 3,606

86 = 48,957 m d. Penghitungan lengkung peralihan (Ls) Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Ls = Vr 3,6 x T = 70 3,6 x 3 = 58,334 m e. Jarak luar dari PI ke busur lingkaran Ec = Tc x tg 0,25 β = 48,957. tg. 0,25. 211 = 48,957. 0,920 = 45,040 m

87 D. Perhitungan Pada Teori 1. Pada Tikungan I a) Penetapan Kecepatan Rencana (Vr) Diketahui : Kelas Fungsi Jalan : Arteri Kelas Medan Jalan : Datar Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan 1997 (TPGJAK No.038/TBM/1997), untuk kelas fungsi jalan arteri dan kelas medan jalan datar ditetapkan VR = 70 sampai dengan 120 km/jam, di ambil nilai Vr adalah 80 km/jam. b) Penetapan Jari- Jari Minimum. Penetapan Jari jari Minimum Tikungan (Rmin) Diketahui : Kelas Fungsi Jalan : Arteri Kelas Medan Jalan : Datar (Asumsi Awal) Kecepatan Rencana : 80 km/jam Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan 1997 (TPGJAK No.038/TBM/1997), untuk kecepatan rencana (VR) 80 km/jam, besar jari jari minimum tikungan (Rc) adalah 210 m. c) Pemilihan Jenis Tikungan dan Perhitungan Komponennya. Diketahui : Vr = 80 km/jam

88 emaks = 10 % (Jalan Arteri) Rc = 210 m fmax = 0,14 Dicoba Jenis Tikungan = FC 181913,53.(e max f Dmax = 2 Vr max ) = 181913,53.(0,1+ 0,14) 80 2 = 6,822 0 d) Penghitungan lengkung peralihan (Ls) Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Ls = Vr 3,6 x T = 80 3,6 x 3 = 66,67 m e) Peritungan Panjang Lintas Tikungan (Lc) Rc = 210 m β = 25 0 Lc = β 360 x 2 x π x Rc

89 = 25 360 x 2 x π x 210 = 91,629 m f) Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT ( Tc ) Tc = 1 Rc.Tan. 2 = 1 210.Tan. 25 2 = 210. 0,222 = 46,620 m g) Jarak luar dari PI ke busur lingkaran ( Ec ) Ec = 1 Tc.Tan. 4 = 1 Tc.Tan. 25 4 = 46,620. 0,109 = 5,081 m

90 2. Pada Tikungan II a) Pemilihan Jenis Tikungan dan Perhitungan Komponennya. Diketahui : Vr = 80 km/jam emaks = 10 % (Jalan Arteri) Rc = 210 m fmax = 0,14 Dicoba Jenis Tikungan = FC 181913,53.(e max f Dmax = 2 Vr 181913,53.(0,1 = 2 Vr = 6,822 0 max 0,14) b) Penghitungan lengkung peralihan (Ls) ) Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung: Vr Ls = x T 3,6 80 = x 3 3,6 = 66,67 m

91 c) Peritungan Panjang Lintas Tikungan (Lc) Rc = 210 m β = 211 0 Lc = β 360 x 2 x π x Rc = 211 360 x 2 x π x 210 = 773,355 m d) Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT ( Tc ) Tc = 1 Rc.Tan. 2 = 1 210.Tan 211 2 = 210. 1.841 = 386.690 m e) Jarak luar dari PI ke busur lingkaran ( Ec ) Ec = 1 Tc.Tan. 4 = 1 757,235.Tan. 211 4 = 757,235. 0,920 = 696,656 m

92 5. Hasil Evaluasi Berdasarkan keseluruhan hasil Evaluasi yang telah dilakukan dalam penyusunan, data yang di dapat adalah sebagai berikut : Tabel 25 Data Data Hasil Evaluasi JENIS Satuan DATA LAPANGAN DATA TEORI TIKUNGAN TIKUNGAN I II I II Vr Km/jam 70,00 70,00 80,000 80,000 Jari Jari (Rc) Meter 114,591 13,577 210,000 210,000 Ls Meter 58,334 58,334 66,670 66,670 Lc Meter 50,00 50,00 91,629 773,355 Ec Meter 2,777 45,040 5,081 696,656 Tc Meter 25,462 48,957 46,620 386,690

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan hasil Evaluasi yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Jari- jari tikungan yang ada di ruas jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo, bila dilihat dari rencana kecepatan Vr 80 km/jam maka, data jari- jari yang diperoleh pada tikungan I terlalu kecil (114,591 m), Demikian juga pada tikungan ke-2 jari jari pada data lapangan terlalu kecil (13,557 m). Dibandingkan pada jari jari minimum yang disyaratkan sebesar (210 m) maka Tikungan I dan Tikungan II cukup berbahaya bagi pengendara baik pengendara mobil, sepeda motor dan pengendara lainya yang melintasi jalan tersebut untuk melakukan manover berbelok. 2. Pada ruas jalan lingkar selatan didapatkan presentase kelandaian, sesuai yang ada di lapangan, yaitu sebesar 0,186 %, dengan kelandaian tersebut maka termasuk medan datar, dan dari pedoman Bina Marga dengan kelandaian untuk Jari- jari minimal yang disyaratkan Rmin = 210m, Kecepatan Rencana Vr = 80 km/jam, Pada Tikungan I Panjang busur lingkaran Lc = 50m, sedangkan pada Tikungan II Lc = 50 m. maka dari hasil evaluasi yang dilakukan Seharusnya Panjang busur lingkar Lc pada Tikungan I Lc = 91,629m sedangkan untuk Tikungan II Lc = 773,355m menunjukkan ruas jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo, cukup berbahaya karena banyak Geometri tikungan yang tidak sesuai dengan pedoman dari Bina Marga. 93

94 B. SARAN Dari semua kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran-saran dalam perencanaan jalan khusus nya pada perencanaan geometri jalan, antara lain sebagai berikut : 1. Perlu perbaikan Alinyemen jalan dengan masalah jari- jari tikungan yang tidak memenuhi persyaratan. Pada tikungan I jari- jari tikungannya sebesar 114,591 m yang pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota sebesar 210 m dan pada tikungan II sebesar 13,577 m yang pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota sebesar 210 m, 2. Perlu adanya rambu- rambu lalu lintas, seperi rambu kecepatan, rambu dilarang mendahului 3. Sebaiknya pada perencanaan Trase jalan hal pertama yang harus kita perhatikan yaitu memperhatikan perhitungan Geometrinya, 4. Pada perencanaan Trase jalan sebaiknya dalam mendesain tikungannya jangan terlalu melengkung dan terlalu pendek, karena selain jarak pandangnya akan semakin pendek, maka akan membuat pengguna jalan merasa tidak nyaman dalam berkendara.

95 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2015. Pedoman Penyusunan Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Dirjen Bina Marga. Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Jakarta: Dirjen Bina Marga. Sukirman Silvia. 1994. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: Nova. Budi Utami Eka Prasetyaningrum. 2010. Perencanaan Geometrik Jalan Dan Rencana Anggaran Biaya Ruas Jalan Drono Nganom Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Widyastuti Sri. 2010. Perencanaan Geometrik, Tebal Perkerasan Dan Rencana Anggaran Biaya ( Ruas Jalan Blumbang Kidul - Bulakrejo) Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Teknik Sipil Transportasi Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta Budi Santoso Heru. 2011. Analisis Hubungan Geometrik Jalan Raya Dengan Tingkat Kecelakaan (Studi Kasus Ruas Jalan Ir. Sutami Surakarta). Skripsi. Teknik sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

DATA UKUR LAPANGAN Pembacaan Nomor Tinggi Titik yang BA Sudut H Sudut V Titik Alat diamati BT o ' " o ' " STA (m) BB 1 1,170 STA 0+000 1,470 BAHU 342 7 36 0 9 8 KIRI 0,600 2 1,110 JALAN 340 20 43 0 9 12 KIRI 0,540 xiv

3 1,115 CL 336 22 47 0 9 11 0,540 4 1,120 JALAN 333 25 51 0 9 10 KANAN 0,540 5 1,150 BAHU 331 38 33 0 9 12 KANAN 0,550 1 1,250 STA 0+025 BAHU 342 12 17 0 9 14 KIRI 0,910 2 1,230 JALAN 338 3 52 0 9 14 KIRI 0,890 xv

3 1,250 CL 332 22 27 0 9 14 0,905 4 1,270 JALAN 327 41 2 0 9 15 KANAN 0,920 5 1,370 BAHU 324 0 26 0 9 16 KANAN 1,010 1 1,350 STA 0+050 BAHU 346 39 21 0 9 13 KIRI 1,260 2 1,270 JALAN 336 8 55 0 9 13 KIRI 1,150 xvi

3 1,360 CL 317 20 31 0 9 34 1,245 4 1,450 JALAN 298 32 7 0 9 43 KANAN 1,340 5 1,470 BAHU 290 38 37 0 10 2 KANAN 1,320 1 1,940 STA 0+075 BAHU 176 50 15 0 14 6 KIRI 1,780 2 1,780 JALAN 181 49 47 0 14 2 KIRI 1,620 xvii

3 1,825 CL 194 25 24 0 13 42 1,650 4 1,870 JALAN 207 1 1 0 13 23 KANAN 1,680 5 2,020 BAHU 211 24 42 0 13 16 KANAN 1,820 1 1,910 STA 0+100 BAHU 182 46 38 0 14 2 KIRI 1,500 2 1,850 JALAN 184 35 34 0 14 3 KIRI 1,440 xviii

3 1,825 CL 188 46 27 0 13 56 1,400 4 1,800 JALAN 192 58 20 0 13 50 KANAN 1,360 5 1,970 BAHU 195 15 3 0 13 45 KANAN 1,520 1 1,980 STA 0+125 BAHU 182 40 46 0 14 2 KIRI 1,330 2 1,850 JALAN 183 42 20 0 14 1 KIRI 1,190 xix

3 1,825 CL 186 28 36 0 13 57 1,145 4 1,800 JALAN 189 14 52 0 13 54 KANAN 1,100 5 1,960 BAHU 190 24 50 0 13 50 KANAN 1,290 2 1,840 STA 0+125 JALAN 138 47 18 0 14 5 KIRI 1,540 1 1,510 STA 0+150 1,470 BAHU 139 7 17 0 14 10 KIRI 1,440 xx

2 1,400 JALAN 124 37 47 0 14 39 KIRI 1,330 3 1,415 CL 105 35 36 0 14 40 1,325 4 1,430 JALAN 87 33 25 0 14 42 KANAN 1,320 5 1,710 BAHU 83 17 15 0 14 38 KANAN 1,590 1 1,490 STA 0+175 BAHU 316 41 51 0 7 18 KIRI 1,310 xxi

2 1,310 JALAN 323 26 41 0 7 42 KIRI 1,130 3 1,345 CL 331 37 9 0 8 9 1,160 4 1,380 JALAN 340 47 38 0 8 37 KANAN 1,190 5 1,550 BAHU 342 53 8 0 8 39 KANAN 1,350 1 1,440 STA 0+200 BAHU 316 8 46 0 7 19 KIRI 1,020 xxii

2 1,310 JALAN 317 44 30 0 7 23 KIRI 0,880 3 1,365 CL 321 24 13 0 7 29 0,920 4 1,420 JALAN 326 3 57 0 7 46 KANAN 0,960 5 1,630 BAHU 327 56 21 0 7 50 KANAN 1,180 xxiii

STA 0+00 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo STA 0+025 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xxiv

STA 0+050 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo STA 0+075 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xxv

STA 0+100 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo STA 0+125 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xxvi

STA 0+150 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo STA 0+175 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xxvii

STA 0+200 Pada Ruas Jalan Lingkar Selatan Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo Pengukuran dengan mempergunakan alat Teodolit Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xxviii

Pengukuran dengan mempergunakan alat Teodolit Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo xxix