BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dari penelitian tindakan kelas ini yang terdiri dari : Hasil Belajar, Belajar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SDN KALINANAS 01

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

PENINGKTAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS V SD KARTIKA XX-1 KOTA MAKASSAR

BAB II PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

II TINJAUAN PUSTAKA. menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, dalam proses belajarmengajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI GAYA MAGNET MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS V SD NEGERI 3 KRAJAN JATINOM KLATEN TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

PENERAPAN PENDEKATAN QUANTUM TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SDN 2 JOGOMERTAN

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian IPA Menurut Sagala (2004:68) Sains atau IPA dapat diartikan ilmu yang mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus yang dikutip sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebenarn dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Kemudian menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah suatu pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam dan ilmu yang mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam. 2.1.1 Hakikat IPA di SD Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung 5

6 hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa untuk belajardari berbagai sumber belajar yang ada. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannyadalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitifilmuwan. Siswa perlu diberi kesempatan untuk mendapatkanketerampilan-keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secarailmiah. Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakanpengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, mengujibahwa ramalan-ramalan itu benar. Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 7), pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segiproses, produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di SekolahDasar sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik denganasumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskanyang tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas tetapi melaluiproses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuanpenemuanbaru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam dengan didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas tetapi melaluiproses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional.pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari segi proses, produk dan pemupukan sikap.

7 1) IPA Sebagai Pemupukan Sikap Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1993:7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah dasar, yaitu: a. Sikap ingin tahu (curiousity) Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan. b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi, jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada suatu tembok ketidaktahuan. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek yang terdapat di lingkungan sekolah. c. Sikap kerja sama (cooperation) Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini dapat juga bersifat berkesinambungan. Anak usia Sekolah Dasar perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi. d. Sikap tidak putus asa (perseverance)

8 Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus asa. e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness) IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu. f. Sikap mawas diri (self criticism) Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri. g. Sikap bertanggung jawab (responsibility) Sikap bertanggung jawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujur-jujurnya. h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking) Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas dari siswa (dan bukan sebaliknya untuk mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks). Jadi, mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat-saat yang penting bagi anak dalam mengembangkan sikap berpikir bebas. i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline) Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1993: 8) kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menngontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk

9 pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat diatur sendiri oleh siswa. 2) IPA sebagai Proses Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Yang dimaksud dengan proses disini adalah proses mendapatkan IPA. Untuk anak usia SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi. 2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD Ruang lingkup mata pelajaran sains (IPA) di sekolah dasar (Mulyasa,2010: 127) meliputi dua dimensi: a) kerja ilmiah dan b) pemahaman konsep dan penerapannya. Dalam kegiatan pembelajaran kedua dimensi ini dilaksanakan secara sinergi dan terintegrasi. Kerja ilmiah sains dalam kurikulum sekolah dasar terdiri dari penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah. Menurut Sri Sulistyorini (2007: 40), ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:

10 a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya; b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa keterampilan proses atau metode ilmiah yang sederhana; c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya danmemecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaranpenciptanya; d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkanpendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik adalah mampu memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkaan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsepkonsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan

11 karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. 2.2 Model Pembelajaran Project Based Learning (PBL) Arends (2007: 43) menyatakan bahwa esensinya Problem Based Learning (PBL) menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik danbermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batuloncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. Model inimenyediakan sebuah alternatif yang menarik bagi guru yang menginginkan maju melebihi pendekatan-pendekatan yang lebih berpusat pada guru untuk menantang siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari model itu. PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang autentik, relevan dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa PBL merupakan sebuah model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh para pendidik. Guru perlu mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan pertukaran ide secara terbuka sehingga pembelajaran ini menekankan siswa dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya maupun dengan lingkungan belajar siswa, sehingga membantu siswa menjadi lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fakta. Fokus pembelajaran ada pada konsep yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah yang dijadikan fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam padasiswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Keadaan tersebut menunjukan bahwa

12 model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. 2.2.1 Karakteristik Model Problem Based Learning Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing untuk membedakan model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang diungkapkan Trianto (2010: 93) bahwa karakteristik model PBL yaitu: (a) adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, (b) berfokus pada keterkaitan antar disiplin, (c) penyelidikan autentik, (d) menghasilkan produk atau karya dan mempresentasikannya, dan (e) kerja sama. Sedangkan karakteristik model PBL menurut Rusman (2010: 232) adalah sebagai berikut: a) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar. b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). d) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam Problem based learning. g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif. h) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan. i) sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar. j) Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. 2.2.2 Tujuan Model ProblemBased Learning Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seperti yang diungkapkan Rusman (2010: 238) bahwa tujuan model PBL adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik model PBL yaitu belajar

13 tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi, kolaboratif, dan belajar tim, serta kemampuan berpikir reflektif dan evaluatif. Trianto (2010: 94-95) menyatakan bahwa tujuan PBL yaitu membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, belajar peranan orang dewasayang autentik dan menjadi pembelajar yang mandiri. Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010: 242) mengemukakan tujuan model PBL secara lebih rinci yaitu: (a) membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah; (b) belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan; (c) menjadi para siswa yang otonom atau mandiri. 2.2.3 Tahap-Tahap Problem Based Learning Sintaks dalam pemelajaran berisi langkah-langkah praktis yang dilakukandalam suatu kegiatan pembelajaran. menurut Sugiyanto (2009: 159) dalammodel PBL terdapat lima langkah utama, yang mencangkup perilaku gurudan siswa dalam setiap langkah. Setiap langkah akan dijelaskan dalam tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1 Sintaks untuk PBL Fase Perilaku guru Fase 1. Orientasi mengenai masalah kepadasiswa Fase 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Fase 3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok Fase 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Fase 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses memecahkan masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi mengenai cerita yang memunculkan masalah dan memotivasi siswa alam memecahkan masalah Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan mencari solusi Guru membantu siswa dalam menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, rakaman, video dan membantu siswa dalam menyampaikan hasil dari karyanya Guru membantu siswa dalam melakukan refleksi dan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan prosesproses yang digunakan

14 (sumber: Arends, 2007: 56-60) Untuk lebih lanjut, Arends (2007: 56-60) menjabarkan masing-masing sintaks pembelajaran PBL tersebut: Fase 1. Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa Seperti pada awal model pembelajaran lainya, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, membangun sikap positif mengenai pembelajaran, dan menjelaskan mengenai indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran. Untuk siswa yang belum pernah terlibat dalammodel PBL, guru harus menjelaskan mengenai prosedur model PBL secara rinci. Hal-hal yang perlu dijelaskan antara lain: 1) Tujuan utama pelajaran. 2) Permasalahan atau pertanyaan tidak memiliki jawaban yang mutlak. 3) Dalam tahap penyelidikan siswa didorong untuk melontarkan pendapat dan mencari informasi. 4) Dalam tahap analisis dan penjelasan siswa didorong untuk mengekspresikan idenya secara terbuka dan bebas. Dalam tahap ini guru diharapkan mampu menyajikan permasalahan semenarik mungkin. Masalah yang disajikan diharapkan mampu membangkitkan ketertarikan danmotivasi siswa untuk memecahkanya. Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti. PBL mengharuskan guru dalam mengembangkan kerjasama diantarasiswa dan membantu siswa dalam menginvestigasi masalah secara bersamasama. Dalam tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok belajar. Kelompok siswa dapat dibuat secara heterogen. Kelompok juga bisa berdasarkan atas minat yang sama mengenai suatu permasalahan atau berdasarkan pola pertemanan yang sudah ada. Intinya tim investigasi dapat dibentuk guru atau berdasarkan rasa sukarela diantara para siswa

15 Fase 3. Perencanaan Kooperatif. Setelah siswa menerima orientasi mengenai masalah yang dimaksud dan mereka telah membentuk kelompok penyelidikan, guru dan siswaharus meluangkan waktu yang cukup untuk menetapkan tugasinvestigatif dan jadwal yang spesifik. Untuk sebagian proyek, tugasperencanaanya dapat membagi situasi bermasalah yang bersifat umum menjadi sub tropik. Fase 4. Investigasi, pengumpulkan data dan eksperimentasi Investigasi dapat dilakukan secara mandiri, berpasangan dan melalui kelompok-kelompok belajar. Meskipun sebagian masalah mempunyai teknik penyelidikan yang berbeda, namun kebanyakan melibatkan proses mengumpulkan data, eksperimen, pembuatan hipotesis, penjelasan dan memberikan solusi. Aspek investigatif ini sangat penting. Dalam tahap inilah guru mendorong siswa dalam mengumpulkan data. Siswa perlu diajarkan oleh guru mengenai cara menjadi penyelidik yang aktif dan cara menggunakan metode-metode seperti observasi, wawancara dan membuat laporan. Fase 5. Mengembangkan hipotesis, menjelaskan dan memberi solusi Setelah siswa melakukan pengumpulan data dan informasi yang cukup serta melakukan eksperimen (bila perlu). Mereka akan memberikan hipotesis dan penjelasan mengenai sebuah solusi. Dalam tahap ini gurumendorong berbagai macam ide-ide dari siswa. Dalam fase ini guru juga bertugas untuk memberikan pertanyaan mengenai hipotesis yang diberikan oleh siswa, supaya siswa memikirkan mengenai apakah hipotesis mereka sudah tepat atau belum. Dalam fase ini guru bertugas memberikan bantuan yang siswa butuhkan. Untuk kondisi tertentuguru perlu untuk membantu menemukan bahan dan mengingatkan mereka tentang tugas yang harus mereka selesaikan. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sintaks atau langkah-langkah praktis model PBL yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan pendapat dari Sugiyanto, yaitu: orientasi mengenaimasalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing siswa dalam melakukan

16 penyelidikan mandiri dan kelompok, membimbing siswa dalam mengembangkan dan menyajikan karya yang berupa laporan, menganalisis dan mengevaluasi proses memecahkan masalah. Langkah-langkah tersebut dimunculkan dalam proses pembelajaran menggunakan model PBL yang tertuang di dalam RPP. 2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan tidak terkecuali model PBL. Kelemahan dan kelebihan model PBL menurut Trianto (2010: 96) diantaranya: a) Kelebihan model PBL 1) Sesuai dengan kehidupan nyata siswa 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa 3) Memupuk sifat inkuiri siswa 4) Retensi konsep yang kuat 5) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah b) Kelemahan model PBL 1) Persiapan pembelajaran yang kompleks, yang meliputi persiapanmasalah, alat dan konsep. 2) Sulitnya mencari masalah yang relevan bagi siswa 3) Sering terjadi miss konsepsi 4) Konsumsi waktu yang banyak 2.3 Hasil Belajar 2.3.1 Pengertian Belajar Belajar telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Belajar terjadi seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagi seorang pelajar, belajar merupakan sebuah kewajiban. Beberapa ahli mengemukakan pengertian belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Reber (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang

17 diperkuat. Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar secara lebih rinci, dimana belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Abin Syamsudin (Conny R. Semiawan, 1999: 245) mendefinisikan bahwa belajar adalah perbuatan yang menghasilkan perubahan perilaku dan pribadi. Dan pendapat tersebut diperkuat oleh Garry & Kingsley (Sunaryo Kartadinata, 1998: 57) yang mendefinisikan belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan. Secara umum belajar juga dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar. Artinya seorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya (Asra dan Sumiati, 2007:38). Menurut Gagne (dalam Sugihartono 2007: 81) mengartikan pembelajaran sebagai pengetahuan peristiwa yang berada diluar dari pengetahuan siswa, sedangkan menurut Sugandi (2000:16) Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Morgan (Heri, 2012:5) berpendapat belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Belajar dalam hal ini merupakan proses yang bisa mengubah tingkah laku seseorang disebabkan adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi dalam diri seseorang. Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya ada beberapa kata kunci di balik definisi kata belajar, yaitu perubahan, pengetahuan, perilaku, pribadi, permanen dan pengalaman. Jika dirumuskan maka belajar merupakan aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen, belajar juga pada dasarnya adalah

18 pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman. Sedang yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya. 2.3.2 Prinsip-Prinsip Belajar Belajar menurut Wingo (Asra dan Sumiati, 2007:41-43) didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep, kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respon yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu kegiatan tertentu. b. Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui pengalaman melakukan suatu kegiatan. Dalam khasanah peristilahan pendidikan, hal ini dikenal dengan learning by doing-yaitu belajar dengan jalan melakukansuatu kegiatan. Pemahaman itu bersifat abstrak. Sesuatu yang abstrak akan mudah diperoleh dengan jalan melakukan kegiatankegiatan yang nyata atau konkrit, sehingga orang yang bersangkutan memperoleh pengalaman yang menuntun pada pemahaman yang abstrak. c. Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan Dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan dimiliki oleh setiap siswa. Prinsip belajar pada aktivitas Siswa. Prinsip belajar yang menekankan pada aktivitas siswa antara lain: 1) Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami 2) Belajar merupakan transaksi aktif

19 3) Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat fital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya 4) Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga mencapai pemecahan atau tujuan 5) Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkanya motivasi dan upaya, sehingga siswa berpengalaman dengan kegiatan yang bertujuan 6) Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar siswa 2.3.3 Pengertian Hasil Belajar Setelah mengetahui pengertian belajar, maka akan dikemukakan apa itu hasil belajar. Menurut Sudjana (2005: 5) hasil belajar siswa pada hakikatnyaadalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upayamemperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalampengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Eko Putro Widoyoko (2009:1), mengemukakan bahwa hasil belajarterkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan menujuevaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Pengukuran, penilaian danevaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2010: 22-31) mengemukakan secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranahkognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. a. Ranah kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yangterdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitiftingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitiftingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah: 1) Pengetahuan 2) Pemahaman 3) Aplikasi 4) Analisis 5) Sintesis 6) 6) Evaluasi

20 b. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri darilima aspek.kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhanasampai tingkat yang kompleks sebagai berikut. 1) Reciving/ attending (penerimaan) 2) Responding (jawaban) 3) Valuing (penilaian) 4) Organisasi 5) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai c. Ranah Psikomotor Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatanketerampilan, yakni: 1) gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidaksadar; 2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; 3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakanvisual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain; 4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisandan ketepatan; 5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampaipada keterampilan yang kompleks; 6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi nondecursiveseperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Tohirin (2006:155) mengungkapkan seseorang yang berubah tingkat kognitifnya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap danperilakunya. Suharsimi Arikunto (2007: 121) mengungkapkan ranah kognitif pada siswa SD yang cocok diterapkan adalah ingatan, pemahaman dan aplikasi, sedangkan untuk analisis, sintesis, baru dapat dilatih di SLTP dan SMU dan Perguruan Tinggi secara bertahap sesuai urutan yang ada. Pengetahuan atauingatan merupakan proses berfikir yang paling rendah, misalnya mengingat rumus, istilah, nama-nama tokoh atau nama-nama kota. Kemudian pemahaman adalah tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan, misalnya memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Sedangkan aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Menerapkan abstraksi yaitu ide, teoriatau petunjuk teknis ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Tujuan aspekkognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup

21 kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, model atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan dinilai dalam periode tertentu. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 23). Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3), dimana hasilnya di ukur melalui pemberian tes setelah diberikan tindakan tiap siklus. 2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Masnur Muslich (2008:207) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa adalah: a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu kondisi/keadaan jasmani dan rohani siswa b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Menurut Suryabrata (Slameto 2003:17) ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Adapun papaparannya sebagai berikut: a. Faktor Psikis

22 1) Kecerdasan Kecerdasan seseorang biasanya diukur dengan menggunakan alat tertentu, salah satunya dengan menggunakan test. Hasil dari pengukuran kecerdasan umumnya dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan sebutan Intelligence Quiotient (IQ). Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Secara kasar para ahli menetapkan bahwa orang normal memiliki IQ sekitar 90-110, lebih dari itu termasuk katagori sangat cerdas dan kurang dari 90 maka dianggap kurang atau tidak normal. Dengan demikian, guru diharapkan dapat memahami tingkat kecerdasan tiap siswa agar dapat memperkirakan tindakan yang tepat dalam memperlakukan siswa khususnya dalam proses belajar. 2) Motivasi belajar Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Tinggi atau lemahnya motivasi belajar pada tiap siswa dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrensik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Salah satu contoh motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal dari guru yang dapat berupa penghargaan ataupun pengarahan terhadapnya. 3) Disiplin diri Siswa yang memiliki disiplin dalam belajar memiliki hasil belajar yang baik dibandingkan dengan siswa yang tidak mendisiplinkan dirinya dalam belajar. 4) Konsentrasi

23 Siswa yang memiliki konsetrasi yang baik memiliki hasil tinggi, dibandingkan siswa yang tidak memiliki konsentrasi yang baik. 5) Bakat Manusia telah dibekali dengan bakat yang beragam dari semenjak lahir, ada yang berbakat dalam bidang sosial, eksak, maupun kesenian. Hampir tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Apabila bakat itu mendapat latihan dan pendidikan yang baik, maka bakat akan berkembang menjadi suatu kecakapan nyata dan apabila tidak, maka bakat yang terdapat pada diri seseorang tidak akan berkembang sebagaimana mestinya. 6) Minat Minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan dengan obyek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu. Minat yang ada pada seseorang mempunyai hubungan yang menentukan terhadap proses belajar dan hasil yang dicapai, dan minat siswa biasanya berubah-ubah sesuai dengan tujuan pengajaran yang diterimanya, dan banyak siswa yang berminat mengikuti pelajaran yang tujuannya mendorong siswa untuk berimanjinasi, menyempurnakan keterampilan atau membangkitkan kreativitas. 7) Percaya diri Siswa yang percaya diri akan kemampuan dirinya memiliki hasil yang baik, dibandingkan dengan siswa yang tidak percaya diri. b. Faktor Fisik 1) Panca Indera yang baik Panca indera yang baik terutama mata dan telinga merupakan gerbang masuknya pengaruh dalam individu. 2) Kesehatan Siswa yang kesehatannya baik dapat menangkap pelajaran dengan baik pula, dibandingkan siswa yang mengalami tidak enak badan. c. Faktor Lingkungan

24 1) Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di dalam lingkungan keluarga umumnya yang paling besar peranannya adalah orang tua. Siswa yang mempunyai beban untuk mencari tambahan biaya penghidupan keluarga umumnya hasil belajar yang diraih tergolong rendah karena tidak mempunyai cukup waktu belajar. Begitu juga sebaliknya, biasanya siswa dapat meraih hasil belajar yang lebih baik jika mempunyai waktu penuh untuk belajar dirumahnya. Siswa yang keluarganya mengalami kesulitan ekonomi juga kesulitan mengadakan sarana belajar sehingga menjadi pengambat bagi siswa dalam belajar. 2) Guru dan Metode Mengajar Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga tergantung pada beberapa faktor yang terdapat dalam diri pengajar tersebut seperti watak, pengalaman, tingkat penguasaan materi pelajaran, serta kemampuannya dalam menyajikan materi pelajaran kepada siswa. Selain itu, metode mengajar yang digunakan guru sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila ia tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Dengan demikian, seorang guru hendaknya menguasai lebih dari satu metode mengajar agar dapat mengantarkan siswa kepada tujuan pembelajaran secara optimal. 3) Sarana dan Prasarana Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, media dan lain-lain. Sedangkan prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, perpustakaan dan lain-lain. Apabila sarana dan prasarana tidak menunjang akan dapat menyebabkan proses belajar mengajar terganggu atau tidak optimal. Untuk memperoleh hasil yang baik dari suatu kegiatan belajar perlu didukung oleh alat-alat yang lengkap. Alat-alat yang lengkap ini berfungsi

25 untuk membantu kelancaran bahan pelajaran yang disajikan, sehingga siswa lebih mudah dalam menguasai suatu materi pelajaran. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi tingkat hasil belajar siswa, salah satu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa kondisi siswa itu sendiri, dan faktorfaktor eksternal berupa kondisi-kondisi di luar diri siswa tersebut. 2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan Anisa Septiana Mulyasari. 2012. Telah melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Metode Problem Based Learning (PBL) Materi Gaya Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas IV SDN Begalon I Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata-rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas 67,33% dengan persentase ketuntasan sebesar 53,33%, siklus II nilai rata-rata kelas 73,33% dengan presentase ketuntasan sebesar 82,22%. Laporan penelitian lain mengenai penerapan model PBL adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Loly Mellisa (2013) dengan judul Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) di Kelas IV SDN 16 Sintoga Padang Pariaman. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siklus I 45,5% dan pada siklus II meningkat menjadi 83%. Berdasarkan hasil dan temuan peneliti, disarankan kepada guru kelas IV SD. Dalam pembelajaran IPA hendaklah menggunakan model PBL. Fritza Wahyu Pety Perida. 2013. Telah melakukan penelitian dengan judul Upaya Peningkatan Hasil belajar IPA tentang Sumber Daya Alam Melalui Penggunaan Model PBL Siswa Kelas IV SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya

26 peningkatan dari awal yakni dari 29.17% meningkat menjadi 66.7% pada siklus I kemudian meningkat lagi menjadi 91.7% pada siklus II. Meninjau hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) telah terbukti meningkatkkan hasil belajar siswa, oleh karena itu peneliti memilih model pembelajaran PBL untuk mengatasi permasalahan di kelas V SDN Dukuh 3 yakni rendahnya hasil belajar. Namun terdapat perbedaan dengan penelitian yang terdahulu yakni, pada fokus mata pelajaran yang akan di teliti, yakni penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran IPA. Kemudia perbedaan subyek, tempat dan waktu penelitian. Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas V dan tempat serta waktu penelitiannya adalah di kelas V SD Negeri Dukuh 3 pada Semester II tahun pelajaran 2015/2016. 2.5 Kerangka Pikir Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran IPA dikelas V yang masih menggunakan metode ceramah yang konvensional, guru belum memberikan kegiatan yang bisa membuat siswa berinteraksi aktif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan masih ada siswa yang belum bisa mendapat hasil belajar yang memuaskan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan 8 siswa dari total 14 siswa hasil belajarnya masih dibawah KKM khususnya untuk mata pelajaran IPA. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada pra siklus diduga kuat rata-rata nilai kelas yang rendah karena pembelajaran yang masih konvesional, guru masih mendominasi kelas dengan menggunakan metode ceramah, sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan perbaikan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning). Penggunaan model PBL (Problem Based Learning) akan dilakukan atau diterapkan oleh guru pada siklus I, dan bilamana pada siklus I hasil belajar siswa belum maksimal atau meningkat secara signifikan, maka akan dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan pada siklus I dan melakukan pembelajaran PBL (Problem Based Learning) pada

27 siklus ke II. Diharapkan setelah menerapkan pembelajaran dengan model PBL (Problem Based Learning) tersebut maka siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran juga dapat meningkat. Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan melalui gambar bagan berikut ini. Kegiatan Awal Guru menggunakan metode ceramah,tanya jawab Siswa : hasil belajar rendah. Tindaka n Kondisi Akhir Guru menggunakan model pembelajaran PBL pada mata pelajaran IPA Melalui model PBL dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas V SD Negeri Dukuh 3 Semester II tahun pelajaran 2015/2016 Siklus I :menggunakan model PBL. Hasil Belajar IPA Siswa mengalami peningkatan. Siklus II :menggunakan model PB. HasilBelajar IPA Siswa mengalami peningkatan secara menyeluruh Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir 2.6 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V semester II SD Negeri Dukuh 03 Salatiga Tahun 2015/2016.