4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI- EKSKRETORI/SEKRETORI (E/S) Fasciola gigantica ISOLAT ASAL DOMBA DAN KERBAU PADA KELINCI RETNO SETYANINGSIH

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci 2.2 Cacing Fasciola gigantica

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Taksonomi Fasciola gigantica Morfologi dan Siklus Hidup

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI IMUNOGLOBULIN Y (Ig Y) ANTI- EKSKRETORI/SEKRETORI (E/S) Fasciola gigantica PADA AYAM PETELUR JOKO UTOMO

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

MATURASI SEL LIMFOSIT

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon imun adaptif : Respon humoral

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Perbedaan bentuk F. hepatica (A) dan F. gigantica (B) (http//

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

MAKALAH SEROLOGI DAN IMUNOLOGI

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

ABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

PROTEIN IMUNOGENIK PENYUSUN KELENJAR SALIVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. SKRIPSI. Oleh Rofiatul Laila NIM

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

Ascaris suum pada babi berperan sebagai molekul biologi aktif untuk penetasan telur, molting, pemecah jaringan inang, invasi dan migrasi larva ke

METODELOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

ANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN. Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

secara sporadik atau endemik yang terdapat pada sapi sapi bali, sapi madura dan kerbau sedangkan jenis sapi

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. Maternal and Neonatal Tetanus (MNT) merupakan masalah penyebab

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN..i. DAFTAR ISI...iii. DAFTAR TABEL...iv. DAFTAR GAMBAR.v. DAFTAR LAMPIRAN.vi. ABSTRAK.vii. RINGKASAN...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Immunoglobulin Y (IgY)

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

KARAKTERISASI ANTIGEN PROTEIN DARI FASCIOLA GIGANTICA PADA BERBAGAI UMUR

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemeriksaan konsentrasi antigen E/S Fasciola gigantica asal domba dan kerbau masing-masing sebesar 6755 µg /ml dan 6420 µg/ml. Dosis protein antigen untuk dapat menginduksi antibodi pada kelinci adalah 50 1000 µg antigen (IACUC 2010). Dengan demikian, dosis yang digunakan dalam penelitian ini (5x 150 µg/ekor) merupakan dosis yang cukup untuk menginduksi antibodi. Berdasarkan pemeriksaan AGPT, kelinci yang diimunisasi dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba sudah menunjukkan adanya pembentukkan antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal domba pada minggu ke-4. Berbeda dengan kelinci yang disuntik antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau, antibodi yang terbentuk terhadap E/S Fasciola gigantica asal kerbau, baru dapat dideteksi pada minggu ke-12 (Tabel 3). Tabel 3 Data hasil AGPT dilihat dari penebalan presipitasi Antigen Hasil AGPT (Minggu ke-) 0 1 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 E/S FG Domba - - + ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ E/S FG Kerbau - - - - - - - - - - + ++ +++ Keterangan: + = Presipitasi tipis ++ = Presipitasi sedang +++ = Presipitasi tebal = Tidak terbentuk presipitasi Garis presipitasi yang tebal mulai tampak dari serum yang mengandung antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba pada minggu ke-6. Perbandingan antara garis presipitasi awal yang terbentuk dan penebalan presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba,dapat dilihat pada Gambar 2. Serum yang mengandung antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau nampak tebal pada minggu ke-14. Perbandingan antara garis presipitasi awal yang terbentuk dan penebalan presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau, dapat dilihat pada Gambar 3. Namun, deteksi garis presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau yang terbentuk tidak setebal presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba.

Ag. E/S FG Domba Ag. E/S FG Domba KP 1 KH 1 KH4 KP 2 KH 2 KP 3 KH 3 Gambar 2 Hasil AGPT; presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba (KP) pada minggu ke-4 (dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba ditengah sumur); presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba (KP) pada minggu ke-6 (dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba ditengah sumur). Gambar 3 Hasil AGPT; presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau (KH) pada minggu ke-12 (dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau ditengah sumur) terbentuk samar; presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau (KH) pada minggu ke-14 (dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau ditengah sumur). Pemeriksaan terhadap adanya antibodi anti E/S Fasciola gigantica pada masing-masing kelinci setelah dua kali penyuntikkan yaitu penyuntikkan pertama (minggu ke-0) maupun kedua (minggu ke-1) belum menunjukkan adanya presipitasi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya antibodi yang terbentuk atau antibodi belum dibentuk pada saat itu. Pengujian keberadaan antibodi dengan uji AGPT memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi. Antibodi minimal dalam serum yang dapat dideteksi oleh uji AGPT yaitu 30 µg/ml (Tizzard 2004).

Penelitian lain menunjukkan respon pembentukkan antibodi pada kelinci yang diinfeksi 20 metaserkaria Fasciola gigantica muncul setelah 2 minggu pasca infeksi. Peningkatan level antibodi terjadi setelah 8-10 minggu pasca infeksi dan menurun hingga mencapai level yang stabil setelah 12-14 minggu pasca infeksi (Mahmoud et al. 2008). Antibodi yang berperan dalam presipitasi antigen merupakan imunoglobulin G (). merupakan imunoglobulin yang memiliki fungsi untuk netralisasi toksin, antigen virus, serta presipitasi antigen terlarut (Allan 1980). Mekanisme produksi diinisiasi oleh limfokin yang disekresikan oleh sel T helper. Limfokin akan menggertak proliferasi sel plasma dari limfosit B untuk memproduksi ketika terdapat paparan antigen untuk pertama kalinya. Sel plasma akan membentuk imunoglobulin M (Ig M) sebelum membentuk. Ig M merupakan antibodi yang pertama kali dibentuk oleh sel plasma pada respon primer setelah paparan antigen pertama. Produksi Ig M akan menurun dan produksi meningkat (Black 2005). Paparan antigen baru yang sama untuk kedua kalinya (booster), akan mengaktivasi sel memori dan menimbulkan respon antibodi kedua kali yang jauh lebih cepat dan kuat dalam respon sekunder (Guyton dan Hall 2007). Hal ini disebabkan sel memori berproliferasi dengan cepat membentuk sel plasma yang menghasilkan antibodi dalam jumlah besar. Pada respon sekunder, Ig M diproduksi dalam jumlah kecil dan dengan waktu yang singkat untuk kemudian Ig G diproduksi dalam jumlah besar (Black 2005). merupakan antibodi dominan yang jumlahnya mencapai 75% dari total serum darah normal (Guyton dan Hall 2007). mencapai konsentrasi yang signifikan pada vaskular dan ruang ekstravaskular, dan memiliki masa hidup yang cukup panjang yaitu 23 hari (Jackson 1978). juga berkontribusi dalam aktivitas antibodi di jaringan tubuh. Pemaparan berulang antigen dilakukan untuk mempertahankan keberadaan antibodi spesifik berupa dalam darah (Barriga 1981). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba terbentuk lebih cepat dibandingkan antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal kerbau. Perbedaan waktu untuk menimbulkan respon pembentukkan antibodi pada inang (hewan yang diinjeksi imunogen) dapat

bervariasi dan tergantung pada imunogenisitas, bentuk dan stabilitas stimulant, spesies hewan, rute injeksi, serta sensitivitas uji yang digunakan untuk mendeteksi antibodi pertama yang terbentuk (Herscowitz 1978). Respon inang terhadap imunogen yang diberikan tidak hanya ditentukan oleh sifat fisikokimia imunogen, namun juga ditentukan oleh beberapa faktor terkait inang, termasuk kedalamnya yaitu genetik, umur, status nutrisi, dan efek sekunder yang diturunkan dari suatu proses penyakit (Jackson 1978). Kelinci yang digunakan pada penelitian ini memiliki rataan umur, bobot badan, jenis kelamin, dosis injeksi, nutrisi, serta rute injeksi yang sama, sehingga perbedaan waktu pembentukkan antibodi antara kedua kelinci dapat disebabkan karena adanya perbedaan karakter antigen protein E/S Fasciola gigantica. Perbedaan antara karakter E/S Fasciola gigantica dapat memengaruhi respon pembentukkan antibodi. Kedua jenis antigen tersebut merupakan protein yang berasal dari spesies cacing yang sama, namun E/S Fasciola gigantica yang dihasilkan dapat memiliki karakter protein yang berbeda. Morfologi inang asal Fasciola yang berbeda akan memengaruhi profil protein E/S yang dihasilkan. Perbedaan morfologi Fasciola tergantung pada inang definitifnya (Ashour et al. 1999). Berdasarkan elektroforesis menggunakan SDS-PAGE, antigen E/S Fasciola gigantica dari isolat asal kerbau memiliki sembilan pita protein dengan berat molekul berkisar antara 14-80 kda (14, 25, 40, 43, 47, 56, 69, 73, dan 80 kda) pada penelitian Satrija (2009), sedangkan E/S Fasciola gigantica dari isolat asal sapi memiliki 6 pita protein dengan berat molekul berkisar antara 15-42 kda (15, 16, 20, 24, 33, dan 42 kda) pada penelitian Meshgi et al. (2008b). Profil protein whole worm dan produk E/S Fasciola yang dihasilkan akan berbeda antara isolat Fasciola yang berasal dari domba dan isolat Fasciola yang berasal dari sapi (Meshgi et al. 2008a). Antigen somatik Fasciola gigantica dan E/S Fasciola hepatica dari isolat asal sapi memiliki jumlah pita protein yang berbeda. Antigen somatik Fasciola hepatica memiliki delapan pita protein dengan berat molekul berkisar antara 18-62 kda (18, 22, 24, 33, 36, 42, 46, dan 62 kda), sedangkan antigen somatik F. gigantica memiliki 11 pita protein dengan berat molekul berkisar antara 18-68 kda (18, 22, 24, 33, 36, 42, 46, 57, 60, 62, dan 68 kda) (Meshgi et al. 2008b).

Perbedaan karakter protein Fasciola disebabkan oleh spesies cacing yang sama dari inang yang berbeda, spesies cacing yang berbeda dari inang yang sama, ataupun karena variasi geografis (Ashour et al. 1999; Karimi 2008; Meshgi et al. 2008a). Pembentukan antibodi kelinci dipengaruhi oleh antigenisitas protein E/S Fasciola gigantica yang disuntikkan. Ciri pokok antigenisitas suatu bahan atau senyawa ditentukan dari limitasi fisikokimiawi serta derajat keasingan (Tizard 2004). Limitasi fisikokimiawi suatu bahan atau senyawa yaitu ukuran molekul antigen harus besar, kaku dan memiliki struktur kimia kompleks (Kuby 2007). Struktur kimia protein E/S Fasciola gigantica yang besar dan kompleks, akan menghasilkan antibodi yang semakin cepat. Sifat antigenik atau imunogenik E/S dari cacing golongan nematoda dan trematoda berasal dari kutikula dan tegumen (Lightowlers dan Rickard 1988). Hasil AGPT menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk juga dapat mendeteksi antigen lain dari jenis cacing yang sama namun berasal dari hewan yang berbeda. Antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal domba dapat membentuk presipitasi terhadap antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau. Demikian juga dengan antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal kerbau yang membentuk presipitasi terhadap antigen E/S Fasciola gigantica asal domba. Presipitasi hasil reaksi antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal domba dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau terbentuk pada minggu ke-4 (Gambar 4a). Presipitasi hasil reaksi antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica kerbau dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba terbentuk secara samar-samar pada minggu ke-12 (Gambar 4b). Masing-masing presipitasi mengalami penebalan pada minggu ke-6 dan minggu ke-14 (Gambar 5a & b).

Ag E/S FG Domba KP 2 KP 1 KH 1 KP 3 KH 2 KH 3 Gambar 4 Hasil AGPT; serum kelinci yang dinjeksi E/S Fasciola gigantica asal domba membentuk presipitasi terhadap antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau; presipitasi terbentuk terhadap antigen E/S Fasciola gigantica asal domba terhadap serum kelinci yang diinjeksi E/S Fasciola gigantica asal kerbau. Ag E/S FG Domba Gambar 5 Hasil AGPT; Serum kelinci yang dinjeksi E/S Fasciola gigantica asal domba membentuk penebalan presipitasi terhadap antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau pada minggu ke-6; Presipitasi mengalami penebalan terhadap antigen E/S Fasciola gigantica asal domba terhadap serum kelinci yang diinjeksi E/S Fasciola gigantica asal kerbau pada minggu ke-14. Antibodi poliklonal yang terdapat dalam serum kelinci menyebabkan reaksi silang dengan pembentukan presipitasi terhadap antigen yang berbeda. Antibodi poliklonal merupakan antibodi yang memiliki campuran kompleks antibodi dengan spesifitas, afinitas, dan isotipe yang berbeda (Smith 1995). Antibodi poliklonal memiliki fungsi untuk mengikat berbagai epitop pada permukaan molekul antigen penginduksi (Frank 2002). Antibodi poliklonal bereaksi dengan sejumlah epitop (antigen determinan) berbeda pada antigen sehingga menimbulkan multireaktivitas yang menyebabkan reaksi silang. Reaksi silang dapat terjadi karena epitop yang sama dimiliki oleh

antigen berbeda atau epitop yang secara struktur mirip atau memiliki keserupaan dengan epitop pembuat peka (priming epitop), dikenali oleh antibodi (Smith 1995; Kuby 2007). Prinsip tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan derajat hubungan diantara molekul antigen (Tizzard 2004). Antigen somatik F. gigantica asal kerbau, sapi dan domba memiliki karakter protein dengan berat molekul yang sama yaitu 34 dan 28 kda (Yocananth et al. 2005). Tiga pita protein dengan berat molekul yang sama juga ditemukan pada E/S dan antigen somatik dari F. hepatica and F. gigantica yaitu 24, 33, dan 42 kda (Meshgi et al. 2008b). Hal tersebut dapat menjelaskan respon pembentukkan antibodi silang terhadap antigen yang berbeda. Reaksi silang juga terjadi diantara protein whole worm F. gigantica, Toxocara vitulorum dan Moneizia expansa. Reaksi silang yang terjadi disebabkan polipeptida yang berasal dari protein whole worm F. gigantica, Toxocara vitulorum dan Moneizia expansa memiliki kesamaan struktur (Eman dan Kadria 2000). Antibodi poliklonal () anti Fasciola gigantica hasil pemurnian dengan filtrasi kolom diuji kembali dengan AGPT menggunakan antigen E/S Fasciola gigantica. Presipitasi pada hasil AGPT menunjukkan bahwa yang dihasilkan mampu mengikat antigen E/S Fasciola gigantica (Gambar 6). Presipitasi yang terbentuk ada uji AGPT menunjukkan bahwa yang dihasilkan dari serum kelinci pada penelitian ini, dapat menjadi sumber bahan diagnostik untuk menguji antigen E/S Fasciola gigantica baik pada kerbau maupun domba. Ag E/S FG Domba Gambar 6 Hasil AGPT; Presipitasi dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau (antigen E/S terletak ditengah sumur); Presipitasi dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba (antigen E/S terletak ditengah sumur).