HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

RESPON PERTUMBUHAN KOLESOM TERHADAP PEMUPUKAN P. Oleh: Steve Mualim A

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House, Lab.Tanah dan Lab.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN METODE PENELITIAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bulan Februari 230 Sumber : Balai Dinas Pertanian, Kota Salatiga, Prov. Jawa Tengah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah (Lampiran 2), lahan penelitian tergolong masam dengan ph H₂O sebesar 5.1 dengan rasio C/N rendah yaitu 10 dan konsentrasi P₂O₅ dalam tanah tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 61.4 ppm. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2010. Penanaman setek kolesom dilakukan pada awal bulan Februari dengan jumlah curah hujan yang tinggi dan termasuk bulan basah berdasarkan klasifikasi Oldeman yaitu 460.7 mm/bulan dan rata-rata lama penyinaran matahari yaitu 5.3 jam/hari (Lampiran 3). Setek kolesom ditanam langsung ke dalam polybag tanpa dilakukan pembibitan awal karena pada saat penanaman frekuensi hujan cukup tinggi, sehingga ketersediaan air untuk setek kolesom dapat tercukupi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan beberapa patogen mulai timbul saat kolesom berumur 2 MST. Penyakit yang dominan menyerang pertanaman yaitu busuk batang dengan ciri-ciri bagian batang membusuk dan lembek, serta berwarna kecoklatan. Pengamatan adanya penyakit ini mendukung penelitian Mualim et al. (2009) yang menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas spp. menyerang kolesom selama penelitian berlangsung. Gambar 3. Gejala Serangan Patogen Pseudomonas spp. pada Kolesom

13 Kolesom yang berumur 4 MST menunjukkan gejala terserang belalang dan ulat pengerek batang sebesar ± 5 %. Serangan belalang menimbulkan kerusakan dengan adanya bekas gigitan pada pinggir daun kolesom, sedangkan serangan ulat pengerek batang menimbulkan bekas kerekan pada bagian batang kolesom. Pemberian nematisida dan baktersida dilakukan sebelum penanaman setek. Nematisida berupa Furadan ditaburkan di sekeliling polybag sedangkan bakterisida diaplikasi dengan cara mencelupkan bahan setek ke dalam bakterisida yang telah dilarutkan sebelumnya. Adapun usaha pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara membuang tanaman yang terkena terserang patogen penyakit tersebut agar tidak menyebar ke tanaman lain. Gulma yang tumbuh selama pertumbuhan kolesom pada polybag didominasi oleh rumput teki dan alang-alang, penyiangan gulma dilakukan secara manual setiap satu minggu sekali. Panen pada penelitian ini dilakukan sebanyak empat kali yaitu 2, 4, 6, dan 8 MST. Panen pertama (2 MST) dilakukan pada akhir bulan Februari 2010 dimana merupakan jumlah curah hujan tertinggi selama penelitian yaitu sebesar 460.7 mm/bulan. Panen kedua dan seterusnya (4, 6, dan 8 MST) berlangsung mulai pertengahan bulan Maret 2010 sampai dengan awal bulan April dimana jumlah curah hujan terus menurun sampai 42.7 mm/bulan diakhir percobaan. Kolesom mulai berbunga pada umur 3 MST dan membentuk umbi pada 4 MST. Kolesom yang lebih awal berbunga adalah kolesom yang mendapatkan perlakuan dosis 800 kg SP-18/ha. Rekapitulasi Sidik Ragam dan Regresi Rekapitulasi hasil sidik ragam peubah pertumbuhan dan produksi dapat dilihat pada Tabel 1. Dosis pemupukan SP-18 berpengaruh nyata terhadap komponen bobot daun layak jual pada 2 MST, bobot kering batang dan cabang pada 6 MST, laju tumbuh relatif (LTR) pada 6-8 MST, serta laju asimilasi bersih (LAB) pada 2-4 MST dan 6-8 MST. Komponen peubah pengamatan yang lain yaitu bobot basah daun, bobot basah batang dan cabang, bobot basah akar, bobot basah umbi, bobot kering daun, bobot kering akar, bobot kering umbi, dan luas daun tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dosis pemupukan SP-18.

14 Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi Komponen Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kolesom Peubah pengamatan Umur Uji F Uji regresi linier sederhana (MST) Pemupukan KK (%) Uji kontras Persamaan garis R² polinomial Bobot basah (g/tanaman) Daun 2 tn 16.40 y₂= 0.002x + 43.80 0.005 tn 4 tn 27.65 y₄= -0.01x + 80.12 0.000 tn 6 tn 17.68 y₆= -0.011x + 107.5 0.023 tn 8 tn 26.46 y₈= 0.034x +97.85 0.122 tn Batang dan cabang 2 tn 24.76 y₂=0.001x + 39.87 0.003 tn 4 tn 28.75 y₄=-0.000x + 85.78 0.020 tn 6 tn 18.89 y₆= 0.016x + 173.58 0.015 tn 8 tn 25.99 y₈ = 0.103x + 204 0.201 tn Akar 2 tn 30.78 y₂ = 0.000x + 2.07 0.089 tn 4 tn 28.97 y₄ = 0.000x + 3.60 0.020 tn 6 tn 34.30 y₆= 0.000x + 4.72 0.001 tn 8 tn 17.09 y₈ = 5E- 05x+4.7 0.000 tn Umbi 2 4 tn 49.15 y₄ = -0.000x + 4.74 0.003 tn 6 tn 45.35 y₆ = -0.002x + 16.07 0.008 tn 8 tn 41.07 y₈ = 0.001x + 19.89 0.001 tn Pucuk layak jual 2 ** 18.34 y₂ = -0.002x + 2.58 0.003 C** 4 tn 29.43 y₄ = 0.007x + 7.31 0.009 tn 6 tn 23.66 y₆ = 0.165x + 91.96 0.022 tn 8 tn 26.61 y₈ = 0.021x + 96.97 0.055 tn Bobot kering (g/tanaman) Daun 2 tn 18.07 y₂ = -4E-05x + 2.36 0.000 tn 4 tn 22.58 y₄ = -0.000x + 5.04 0.013 tn 6 tn 21.82 y₆ = 0.001x + 8.02 0.046 tn 8 tn 29.81 y₈ = 0.004x + 8.04 0.195 tn Batang dan cabang 2 tn 39.16 y₂ = 0.000x + 2.53 0.011 tn 4 tn 24.89 y₄ = -0.001x + 6.94 0.062 tn 6 * 16.50 y₆ = -0.001x +16.36 0.012 K* 8 tn 26.37 y₈ = 0.008x + 21.29 0.144 tn Akar 2 tn 34.62 y₂ = 9E-05x + 0.32 0.049 tn 4 tn 25.23 y₄ = -7E-05x + 0.72 0.015 tn 6 tn 30.99 y₆ = -3E-05x+1.01 0.001 tn 8 tn 30.24 y₈ = 0.000x +1.02 0.067 tn Umbi 2 4 tn 43.36 y₄ = -6E-05x +0.57 0.006 tn 6 tn 14.10¹) y₆ = -0.000x +2.68 0.002 tn 8 tn 43.65 y₈ = -0.001x + 4.04 0.043 tn

15 Tabel 1. Lanjutan Peubah pengamatan Umur Uji F Uji regresi linier sederhana Uji kontras (MST) Pemupukan KK (%) Persamaan garis R² polinomial Luas daun 2 * 29.75 y₂ = -0.041x +764.1 0.003 tn 4 tn 25.49 y₄ = -0.006x + 1782 0.001 tn 6 tn 28.42 y₆ = 0.165x + 2258 0.005 tn 8 tn 33.33 y₈ = 1.668x + 1976 0.272 tn Rasio bobot kering 2 tn 46.61 y₂ = 0.008x+19.25 0.105 tn tajuk/akar 4 tn 18.80 y₄ = -0.001x +17.10 0.022 tn 6 tn 25.73 y₆ = 0.001x + 25.20 0.003 tn 8 tn 35.00 y₈ = 0.008x + 28.84 0.050 tn Laju tumbuh relatif 2-4 tn 30.79 y = -0.001x + 0.31 0.073 tn (g/hari) 4-6 tn 29.75 y = 0.001x + 4.90 0.169 tn 6-8 * 25.35 y = 0.001x + 2.473 0.28 L* Laju asimilasi bersih 2-4 * 21.67 y = -0.001x + 4.18 0.106 L* (g/cm²/hari) 4-6 tn 29.40 y = 0.001x + 4.17 0.196 tn 6-8 * 27.35 y = 0.001x + 3.11 0.259 L* Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5 %, ** = berbeda nyata pada taraf 1 %, ¹) = hasil transformasi x, tn = tidak nyata, K = kuadratik, C = kubik, L = linier Komponen Produksi Bobot Pucuk Layak Jual Menurut Susanti et al. (2008) dan Mualim et al. (2009) kriteria pucuk segar kolesom yang layak dipasarkan yaitu pucuk yang dipanen ± 15 cm dari ujung daun yang ditegakkan. Pemanenan dilakukan dengan cara menimbang bobot basah hasil pangkasan berupa tajuk beserta tangkainya. Pengamatan bobot pucuk layak jual mulai dilakukan pada saat panen minggu kedua karena tanaman telah memiliki bobot yang cukup maksimal. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pemupukan P berpengaruh linier positif terhadap bobot pucuk layak jual kolesom. Bobot pucuk layak jual kolesom mulai meningkat dari umur 4, 6, dan 8 MST, kecuali pada umur 2 MST. Pemberian dosis 200 800 kg SP-18/ha dapat meningkatkan produksi bobot pucuk layak jual kolesom pada 4-8 MST dibandingkan tanpa pemberian pupuk SP-18 (kontrol). Uchida et al. (2007) menambahkan bahwa peningkatan dosis pemupukan P cenderung meningkatkan bobot daun konsumsi pada tanaman selada.

16 Gambar 4. Bobot Pucuk Layak Jual Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Bobot pucuk layak jual tanaman kolesom yang berumur 2 MST memiliki respon kubik. Hal ini dapat dilihat pada kurva dengan dosis 200 kg SP-18/ha memiliki bobot daun layak jual yang tinggi dan mengalami penurunan bobot saat dosis SP-18 mulai ditingkatkan sampai dengan taraf 600 kg SP-18/ha (Gambar 4). Bobot Basah dan Bobot Kering Daun Bobot basah daun merupakan salah satu komponen dari produksi daun segar kolesom. Bobot daun yang semakin besar biasanya akan meningkatkan produksi biomassa. Biomassa merupakan semua bahan kasar yang diperoleh dari semua proses yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Regresi menunjukkan bahwa pemupukan SP-18 berpengaruh linier positif terhadap bobot basah daun pada umur 2, 6, dan 8 MST, sedangkan pada umur 4 MST dengan persamaan regresi y = -0.011x + 80.12, pemupukan SP-18 berpengaruh linier negatif terhadap bobot basah daun (Gambar 5). Hal ini berarti bobot basah daun kolesom terus meningkat pada dosis 0-800 kg SP-18/ ha ketika tanaman kolesom berumur 2, 6, dan 8 MST, sedangkan peningkatan dosis pupuk SP-18 pada umur 4 MST menyebabkan bobot basah daun kolesom cenderung menurun.

17 Gambar 5. Bobot Basah Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Faktor lain yang menyebabkan bobot basah daun kolesom pada 4 MST menurun adalah jumlah curah hujan yang rendah sehingga daun kolesom rontok. Hal ini diperkuat pernyataan Herrera dan Taisma (1998) yang menyatakan bahwa dalam kondisi ketersediaan air yang terbatas kolesom mengalami perubahan metobolisme dari C3 menjadi CAM dan menggugurkan daun karena mekanisme adaptasi kekeringan. Uji lanjut kontras poliomial dan uji F menunjukkan bobot basah dan bobot kering daun kolesom tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk SP-18 pada berbagai dosis. Komponen bahan kering daun adalah polisakarida, lignin, dan komponen sitoplasma seperti protein, lipid, asam amino, asam organik serta unsur tertentu seperti K (Salisbury dan Ross, 1995). Produksi biomassa suatu tanaman dipengaruhi oleh bobot kering daun yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Bobot kering daun yang tinggi dapat diperoleh apabila bobot basah daun yang dihasilkan tanaman juga tinggi.

18 Bobot kering daun (g/tanaman 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2 4 6 8 Umur (minggu setelah tanam) Dosis SP-18 0 kg/ha Dosis SP-18 200 kg/ha Dosis SP-18 400 kg/ha Dosis SP-18 600 kg/ha Dosis SP-18 800 kg/ha Gambar 6. Pertambahan Bobot Kering Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Peningkatan bobot kering daun kolesom dapat dilihat pada Gambar 6. Secara keseluruhan tanaman kolesom yang diberi dosis pupuk SP-18 yang semakin meningkat menghasilkan bobot kering daun yang cenderung meningkat pada umur 4, 6, dan 8 MST. Bobot kering daun kolesom tertinggi pada umur 2, 4, 6, dan 8 MST berturut-turut pada dosis pemupukan 400, 200, 400, dan 600 kg SP- 18/ ha. Bobot Basah Batang dan Cabang Bobot basah batang dan cabang kolesom pada berbagai dosis pemupukan SP-18 menunjukkan peningkatan mulai dari umur 2-8 MST, sedangkan dosis SP- 18 0 kg/ha (kontrol) menghasilkan bobot basah batang yang paling rendah dibandingkan perlakuan dosis pemupukan yang lain. Bobot basah batang tertinggi dihasilkan oleh dosis pemupukan 600 kg SP-18/ha saat kolesom berumur 8 MST sedangkan bobot basah batang yang paling rendah dihasilkan oleh kontrol pada umur 2 MST.

19 400 Bobot basah batang dan caban (g/tanaman) 300 200 100 0 2 4 6 8 Umur (minggu setelah tanam) Dosis SP-18 0 kg/ha Dosis SP-18 200 kg/ha Dosis SP-18 400 kg/ha Dosis SP-18 600 kg/ha Dosis SP-18 Gambar 7. Pertambahan Bobot Basah Batang Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Pertambahan bobot basah batang dan cabang pada umur 6 dan 8 MST meningkat dengan cepat bila dibandingkan dengan pertambahan bobot basah pada 2 dan 4 MST (Gambar 7). Meskipun hasil uji F tidak nyata untuk peubah bobot basah batang dan cabang kolesom pada 2, 4, 6, dan 8 MST tetapi pada 6 dan 8 MST peningkatan bobot basah batang dan cabang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ketersediaan P di tanah mulai meningkat sehingga kebutuhan kolesom untuk unsur P dapat terpenuhi. Palada et al. (2008) menambahkan bahwa bobot basah batang cabang pada bayam dan kangkung meningkat secara linier dengan bertambahnya dosis pemupukan P.. Bobot Kering Batang dan Cabang Pemupukan SP-18 dapat mempengaruhi pertumbuhan batang dan cabang kolesom. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 yang menunjukkan bahwa bobot kering batang dan cabang cenderung meningkat pada taraf 200, 400, 600, dan 800 kg SP-18/ha. Bobot kering batang dan cabang tertinggi saat tanaman kolesom berumur 2, 4, 6, dan 8 MST masing-masing diperoleh pada dosis 200, 200, 400, dan 600 kg SP-18/ha.

20 Gambar 8. Kurva Bobot Kering Batang dan Cabang Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Penyerapan unsur P pada tanaman sangat dipengaruhi oleh kecepatan tanaman dalam menyerap unsur P yang tersedia dalam tanah setelah pupuk diaplikasikan. Hal ini terlihat dari Gambar 8 yang menunjukkan bahwa dosis SP- 18 yang semakin tinggi dapat tersedia bagi tanaman apabila umur tanaman kolesom semakin meningkat sampai umur 8 MST. Pengaruh SP-18 nyata pada 6 MST dengan pola respon kuadratik yang mempunyai nilai R² = 0.772.. Bobot Basah dan Bobot Kering Akar Kurva regresi bobot basah akar menunjukkan bahwa pemupukan SP-18 berpengaruh linier positif terhadap pertambahan bobot basah akar kolesom pada 2-8 MST (Gambar 9). Bobot basah akar kolesom akan semakin meningkat dengan bertambahnya dosis pemupukan dan umur tanaman. Bobot basah akar kolesom tertinggi dihasilkan oleh kolesom berumur 6 MST dengan dosis pemupukan 800 kg SP-18/ha. Secara keseluruhan peubah bobot basah akar menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap dosis pemupukan SP-18 yang diaplikasikan.

21 Gambar 9.Kurva Bobot Basah Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Regresi bobot kering akar juga menunjukkan bahwa kecenderungan pemupukan SP-18 berpengaruh linier positif terhadap pertambahan bobot kering akar kolesom, kecuali pada kolesom yang berumur 4 dan 6 MST dengan respon linier negatif. Peubah bobot kering akar juga menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya dosis pemupukan SP-18 dan bertambahnya umur tanaman maka bobot kering akar yang dihasilkan juga semakin meningkat (Gambar 10) Gambar 10. Kurva Bobot Kering Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST

22 Bobot Basah dan Bobot Kering Umbi Gambar 11 memperlihatkan bahwa produksi bobot basah umbi tertinggi diperoleh dari perlakuan pemupukan 800 kg SP-18/ha pada 8 MST sedangkan untuk bobot basah umbi terendah ditunjukkan oleh perlakuan berbagai dosis pemupukan SP-18 pada 4 MST. Produksi bobot kering umbi kolesom pada 4-8 MST cenderung mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis pemupukan sampai pada taraf 800 kg SP-18/ha (Gambar 12). Secara keseluruhan terlihat bahwa bobot basah dan bobot kering umbi kolesom mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis pemupukan. Bahan tanam kolesom berupa setek menghasilkan produksi biomassa tertinggi (Susanti et al. 2008). Penggunaan setek ini akan menghasilkan pertubuhan vegetatif yang lebih dominan sehingga pembentukkan umbi pada kolesom menjadi terhambat. Hal ini diperkuat pernyataan Mualim et al. (2009) yang menyatakan bahwa kolesom yang telah memasuki masa puncak pertumbuhan vegetatif akan mengalami kompetisi penggunaan hara oleh tajuk dan umbi sehingga pembentukan umbi terhambat.. Gambar 11.Kurva Bobot Basah Umbi Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST

23 Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa tanaman kolesom pada saat memasuki fase generatif daun yang dihasilkan semakin berkurang. Pada keadaan ini hasil fotosintesis akan menurun dan tidak mendukung pembentukan umbi sehingga produksi akar dan umbi yang dihasilkan kurang maksimal. Gambar 12.Kurva Bobot Kering Umbi Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Komponen Pertumbuhan Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar Rasio bobot kering tajuk/akar kolesom secara umum mengalami penurunan pada 2-4 MST dan mengalami peningkatan mulai dari 6-8 MST (Gambar 13). Rasio bobot kering tajuk/akar yang meningkat menunjukkan bahwa pada 6-8 MST perlakuan pemupukan lebih menunjang pertumbuhan tajuk tanaman kolesom. Hal ini mungkin dikarenakan pada 6-8 MST alokasi asimilat lebih ditujukan untuk pembentukan bagian tajuk kolesom yaitu batang, cabang, dan daun. Pada saat 8 MST dosis pemupukan 800 kg SP-18/ha memberikan nilai rasio bobot kering tajuk/akar tertinggi jika dibandingkan dengan rasio bobot kering tajuk/akar tanaman kolesom yang lain pada umur yang berbeda. Hasil penelitian Mualim et al. (2009) menunjukkan bahwa unsur P berperan dalam pertumbuhan tajuk kolesom. Hal ini merupakan alasan dengan meningkatnya dosis pemupukan sampai pada taraf 800 kg SP-18/ha pada 6-8

24 MST rasio bobot kering tajuk/akar kolesom cenderung meningkat. Dengan bertambahnya umur tanaman kolesom sampai 8 MST ketersediaan unsur P dalam tanah juga meningkat sehingga kolesom dapat lebih banyak menyerap P yang diberikan. Gambar 13. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar Kolesom pada Umur 2, 4, 6, Dan 8 MST Luas Daun Pengaruh dari pupuk SP-18 tidak nyata terhadap luas daun tanaman kolesom. Gambar 14 menunjukkan bahwa luas daun tanaman kolesom meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Kolesom yang berumur 4, 6, dan 8 MST memiliki nilai luas daun yang tinggi karena pertumbuhan vegetatif tanaman kolesom berkembang pesat, sehingga pertumbuhan tajuk kolesom meningkat dengan cepat dibandingkan tanaman kolesom pada saat umur 2 MST. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Ukpong dan Moses (2001) yang menyatakan bahwa luas daun tanaman kolesom di Nigeria dipengaruhi oleh ketersediaan P dan bahan organik dalam tanah. Secara keseluruhan terlihat juga bahwa dengan meningkatnya dosis pupuk SP-18 dan umur tanaman maka luas daun kolesom akan meningkat juga. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa pertumbuhan luas daun kolesom cenderung meningkat sampai puncaknya pada 8 MST.

25 Gambar 14. Luas Daun Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Laju Tumbuh Relatif Laju tumbuh relatif menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu rentang waktu dalam hubungannya dengan bobot asal suatu tanaman. Nilai laju tumbuh relatif berbeda nyata pada 6-8 MST dengan pola respon linier dengan perlakuan berbagai dosis SP-18, meskipun demikian pemupukan dengan dosis 400 kg SP-18/ha menghasilkan nilai LTR yang paling tinggi pada minggu 2-8 MST (Gambar 15). Nilai LTR terendah diperoleh dengan dosis 200 kg SP-18/ ha pada 2-8 MST. Menurut Mualim et al. (2009) secara umum nilai LTR yang tinggi diperoleh dari perlakuan pemupukan NK tanpa P, hal ini menunjukkan bahwa kolesom dalam menghasilkan bahan kering kurang memerlukan unsur P. Perlakuan dosis pupuk SP-18 juga menghasilkan nilai LTR yang berbeda-beda. Hal ini memperkuat pernyataan Susanti et al. (2008) yang menyatakan perbedaan nilai LTR disebabkan oleh perbedaan kandungan hara yang diberikan pada kolesom.

26 2 4 4 6 6 8 Gambar 15. Laju Tumbuh Relatif Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Laju Asimilasi Bersih Laju asimilasi bersih tidak berbeda nyata pada minggu 4-6 MST dan nyata pada 2-4 dan 6-8 MST dengan pola respon linier. Nilai LAB tertinggi ditunjukkan oleh dosis 400 kg SP-18/ha dengan respon kuadratik sedangkan LAB terendah diperoleh dengan dosis 200 kg SP-18/ha. Pada dosis 0 dan 200 kg SP-18/ha nilai LAB menurun tetapi pada dosis 600-800 kg SP-18/ha nilai LAB meningkat (Gambar 16). Hal ini diduga karena ukuran daun pada perlakuan 600-800 kg SP- 18/ha lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya sehingga penangkapan energi matahari oleh daun lebih banyak dan laju fotosintesis akan meningkat. LAB berkaitan dengan hasil bersih dari fotosintesis per satuan luas daun dan waktu. Nilai LAB cenderung menurun pada akhir masa penelitian yaitu 6-8 MST. Hal ini disebabkan umur kolesom yang semakin tua dan daun tua yang mengalami klorosis sehingga efisiensi fotosintesis daun menurun.

27 2 4 4 6 6 8 Gambar 16. Laju Asimilasi Bersih Kolesom pada Umur 2, 4, 6, dan 8 MST Pembahasan Umum Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran yang tidak dapat balik, sedangkan perkembangan mencakup diferensiasi, yaitu suatu perubahan dalam tingkat lebih tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan fisiologi (Respatie, 2007). Pupuk SP-18 diperlukan dalam pertumbuhan kolesom dalam jumlah yang terbatas karena unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman tidak hanya unsur P, tetapi juga unsur hara lain seperti N dan K yang merupakan unsur hara makro yang menunjang pertumbuhan. Analisis tanah awal (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kandungan P tersedia dalam tanah tergolong sangat tinggi dengan ph tanah masam, hal ini berpengaruh terhadap penyerapan P oleh tanaman. Soepardi (1983) menyatakan bahwa dalam kondisi ph tanah yang masam sejumlah besi, aluminium, dan mangan akan larut dan mengakibatkan unsur fosfor menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman..

28 Secara keseluruhan pertumbuhan dan produksi kolesom berlangsung lebih baik dengan adanya perlakuan pemupukan sampai dengan taraf 800 kg SP-18/ha. Hal ini terlihat dari kecenderungan kurva produksi tanaman kolesom yang mengalami peningkatan dengan meningkatnya dosis pemupukan SP-18 dan pertambahan umur tanaman Produksi pucuk layak jual dipengaruhi oleh pembentukan cabang yang baik. Hal ini berkaitan dengan fungsi cabang sebagai tempat menghasilkan daun untuk organ fotosintesis pada kolesom. Susanti (2006) menyatakan bahwa jumlah cabang yang meningkat akan meningkatkan jumlah daun sehingga laju asimilasi meningkat. Pembungaan pada kolesom terjadi pada 3 MST dan pembentukan umbi pada 4 MST. Hal ini berpengaruh terhadap peubah bobot pucuk layak jual dan bobot kering batang dan cabang kolesom. Proses pembungaan dan pembentukan umbi mengakibatkan alokasi fotosintat kolesom pada masa vegetatif menjadi terhambat. Sugiarto (2006) menyatakan bahwa pembentukan akar dan umbi kolesom yang kurang maksimal bisa disebabkan oleh pengaruh dominasi apikal dan umur tanaman yang telah berada pada fase generatif sehingga daun yang terbentuk juga semakin sedikit.