4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN 4.1.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu bangunan yang menghubungkan ruas jalan karena melintasi ngarai, bukit, sungai dan saluran air,atau memasuki persilangan jalan, memiliki duga bangunan tidak sama tinggi permukaanya. Secara umum bentuk dan bagian-bagian suatu struktur jembatan dapat dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu: a) struktur atas, b) struktur bawah, c) bangunan pelengkap dan, d) pengaman jembatan, serta trotoar. Jembatan beton adalah bagian dari jalan yang merupakan bangunan layanan lalu lintas (untuk melewatkan lalu lintas), dan keberadaannya sangat diperlukan untuk menghubungkan ruas jalan yang terputus oleh suatu rintangan seperti sungai, lembah, gorong-gorong, saluran-saluran (air, pipa, kabel, dll.), jalan atau lalu lintas lainnya. 4.1.2 Fungsi Jembatan Konstruksi jembatan yang dibangun sangat berkaitan dengan rancangan fungi dan kegunaan sehingg memberikan keamanan, kenyaman dan keelokan bagi penguna jalan Berdasarkan kegunaan dan fungsi jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, sebagai berikut : 1) Jembatan untuk pejalan kaki atau penyeberangan bagi pejalan kaki disebut pedestrian bridge. 2) Jembatan untuk jalan kereta api, jembatan ini dipergunakan sebagai jalur lalu lintas kereta api yang melewatinya. biasanya jembatan ini dibangun untuk melewati sungai, ngarai dan cukup sulit dilalui penguna jalan jembatan kereta api (railway bridge) pilihan bagi angkutan masal dalam satu jalur. Gambar 4. 1 Jembatan Jalan Kereta Api 3) Jembatan untuk jalan raya, jembatan berfungsi menghubungkan kedua lokasi adanya hambatan sungai, ngarai dan tranportasi di perkotaan untuk menghindari kemacetan yang sering terjadi dalam kota (highway bridge)
Gambar 4. 2 Jembatan Jalan Raya 4) Jembatan darurat adalah jembatan yang direncanakan dan dibuat untuk kepentingan darurat dan dibuat hanya sementara bila terjadi kerusakan jalur lalu lintas atau perbaikan konstruksi. Umumnya jembatan darurat dibuat pada saat pembuatan jembatan baru dimana jembatan lama harus dilakukan pembongkaran, dan jembatan darurat dapat dibongkar setelah jembatan baru dapat berfungsi. Gambar 4. 3 Jembatan Darurat 5) Jembatan air yang digunakan untuk penyeberangan lalu lintas angkutan air permukaan melintasi sungai atau jalan raya yang beda duga elevasi. Fungsi dari jembatan ini untuk memberikan distribusi pengaturan lalu lintas air bagi masyarakat, pertanian dan industry. Gambar 4. 4 Jembatan Air
4.1.3 Jenis Jembatan Berdasarkan bentuk Konstruksi Bentuk konstruksi jembatan dapat memberikan nilai estetika dan statika rangka yang akan dipilihnya, bentuk dapat memberikan kemampuan berdasarkan bentang dan rancangan pembebanan yang efektif dan efisien. 1) Beam Bridges (Jembatan balok) Jembatan balok berupa balok yg didukung pd ujung2 nya oleh abutment (pangkal jembatan). Jika bentangnya panjang sering dibuat dalam beberapa bentang, dengan pilar (pier) sbg penyangga di antaranya. konstruksi dari jembatan ini mempunyai gelegar utama sebagai pemikul beban yang terdiri dari profil I dibuat pabrikan atau di konstruksi dari komponen baja profil, jenis ini termasuk jembatan dengan bentang pendek: 0 20 meter. Gambar 4. 5 Jembatan Balok 2) cantilever bridges (Jembatan kantilever) Jembatan kantilever dibangun menggunakan balok kantilever (balok terjepit) pada satu ujungnya. Biasanya jembatan kantilever berupa sepasang balok kantilever yg bertemu di tengah2 rintangan yg dilintasi. Gambar 4. 6 Jembatan Kantilever 3) Arch bridges (Jembatan lengkung/ busur) Jembatan lengkung/ busur merupakan jembatan dengan bentuk lengkung/ busur, dengan pangkal jembatan pada ujung2 nya. Berat sendiri dan beban jembatan akan diteruskan pada abutment.
Gambar 4. 7 Jembatan Lengkung 4) Suspension bridges (Jembatan gantung) Jembatan gantung merupakan jembatan yg digantung menggunakan kabel. Pada awalnya jembatan gantung hanya dibuat dr tali / rotan dan kayu/ bambu. Pada jembatan modern kabel digantungkan dari menara yg berdiri di atas fondasi dalam/ caisson. Gambar 4. 8 Jembatan Gantung 5) Cable-stayed bridges (Jembatan kabel) Jembatan cable stayed serupa dengan jembatan gantung, tetapi kabel penggantungnya langsung diikatkan pada menara jembatan. konstruksi jembatan ini terbuat dari material kabel baja sebagai struktur utamanya, baja tegangan tinggi (High Strength Steel) merupakan pemikul utama, dan dibantu dengan kabel penarik konstruksi pada elemen lantai jembatan dan bagian lainnya. Jembatan ini umumnya mempunyai bentang yang panjang sekali.
Gambar 4. 9 Jembatan Kabel 6) Truss bridges (jembatan rangka) Jembatan rangka merupakan jembatan dengan struktur atas berupa rangka, yg biasanya dibuat dari baja. konstruksi jembatan ini terbuat dari gelegar utama berupa konstruksi rangka batang, dari bentuk profil siku besar, profil I WF, atau C chanal, termasuk jembatan dengan bentang panjang: 25 50 meter. Gambar 4. 10 Jembatan Rangka 7) Posisi Tumpuan Gelegar Utama a) Simple Span Bridge : Gelegar utama jembatan sebagai pemikul diletakan pada posisi mempunyai bentang 2 posisi perletakan dengan sifat sendi-sendi, sendi dan rool, analisa balok masuk kategori statis tertentu. b) Continuous Bridge : posisi balok pemikul Jembatan ini mempunyai tumpuan lebih 2 bh dan lebih satu bentang gelegar utamanya, atau disebut menerus diantara beberapa perletakan jembatan, analisis dari statika termasuk statis tak tertentu., konstruksi ini terdapat momen lapangan dan momen tumpuan pada setiap bentang, dan lendutan terhadap penurunan balok yang tidak sama. Gambar 4.10a Balok menerus c) Cantilever Bridge : posisi balok jembatan ini terputus pada bagian bentangnya yang berdekatan dengan tiang jembatan membentuk kantilever. Dan diteruskan dengan balok yang menghubungakan bentang berikutnya dengan kondisi yang sama. Analisis statika termasuk statis tertentu. konstruksi kurang kaku bila dibandingkan dengan Continunous Bridge
Gambar 4.10b Balok Tumpuan di Tengah 4.1.4 Struktur Bagian Jembatan Struktur jembatan adalah kesatuan di antara elemen-elemen konstruksi yang dirancang dari bahan-bahan konstruksi yang bertujuan serta mempunyai fungsi menerima beban-beban diatasnya baik berupa beban primer, sekunder, khusus dll. dan diteruskan / dilimpahkan hingga ke tanah dasar. Secara umum konstruksi jembatan dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu : 1. Struktur Atas 2. truktur Bawah 3. Jalan Pendekat 4. Bangunan Pengaman Gambar 4. 11 Komponen pada Jembatan 1. Struktur Atas Struktur Atas jembatan adalah bagian dari elemen-elemen konstruksi parapet, plat lantai jembatan (bridge deck), balok melintang balok memanjang, balok utama (girder), oprit landasan memasuki jembatan ( approach slab) yang dirancang untuk memindahkan beban-beban yang diterima oleh lantai jembatan hingga ke perletakan, sedangkan lantai jembatan adalah bagian jembatan yang langsung menerima beban lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki. Jenis bangunan atas jembatan pada umumnya ditentukan berdasarkan: 1) Bentang yang sesuai dengan perlintasan jalan, sungai atau keadaan lokasi jembatan. 2) Panjang bentang optimum untuk menekan biaya konstruksi total.
3) Pertimbangan yang terkait pada pelaksanaan bangunan-bangunan bawah dan pemasangan bangunan atas untuk mencapai nilai yang ekonomis. 4) Pertimbangan segi pandang estetika. Struktur atas terdiri atas komponen konstruksi antara lain: 1) Gelagar-gelagar induk 2) Struktur gelegar memanjang, melintang. 3) Struktur lantai jembatan 4) Pertambatan arah melintang dan memanjang, parapet dan trotoar 2. Struktur Bawah Struktur Bawah sebuah jembatan adalah bagian dari elemen-elemen struktur yang dirancang untuk menerima beban konstruksi diatasnya dan dilimpahkan langsung (berdiri langsung) pada tanah dasar atau bagian-bagian konstruksi jembatan yang menyangga jenis-jenis yang sama dan memberikan jenis reaksi yang sama pula. Struktur bawah terdiri atas : 1) Pondasi yaitu bagian-bagian dari sebuah jembatan terdiri pile, footing, pile cup yang meneruskan beban-beban langsung ke tanah dasar / lapisan tanah keras. 2) Bangunan bawah (pangkul jembatan / abutmen, pilar, bent cap), retainwall, swing wall, yaitu bagian-bagian dari sebuah jembatan yang memindahkan beban-beban dari perletakan ke pondasi dan biasanya juga difungsikan sebagai bangunan penahan tanah. Analisa struktur bawah ini harus dipertimbangkan mampu menahan semua gayagaya yang bekerja, begitu pula tinjauan terhadap stabilitas sehingga aman terhadap penggulingan dan penggeseran dengan angka keamanan yang cukup serta daya dukung tanahnya masih dalam batas yang diijinkan. Pemilihan jenis pondasi pada struktur jembatan, umumnya tergantung letak kedalaman lapisan tanah keras sebagai dasar perkiraan sebagai berikut : a)pondasi langsung digunakan bila kedalaman tanah keras < 5 m, b) Pondasi sumuran digunakan bila kedalaman tanah keras antara 5 12 m, dan c)pondasi tiang digunakan bila kedalaman tanah keras > 12 m
3. Jalan Pendekat (Oprit) (Aproach bridge) Komponen yang berada sebelum memasuki ruang jembatan bagian menghubungkan antara ruas jalan dengan struktur jembatan, atau bagian jalan yang akan masuk ke jembatan. 4. Bangunan Pengaman Komponen pendukung berupa bangunan yang diperlukan untuk mengamankan jembatan terhadap lalu lintas darat, lalu lintas air, penggerusan aliran sungai, sloping protector. 4.1.5 Jembatan Berdasarkan Bahan Kontruksi Jembatan berdasarkan bahan konstruksi yang digunakan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain : 1. Jembatan kayu (log bridge) Jembatan kayu merupakan jembatan sederhana yang mempunyai panjang relatif pendek < 6 m dengan beban yang diterima relatif ringan. 2. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge), jembatan untuk jenis ini biasanya dibangun dengan kemampuan panjang jembatan 30 m. Gambar 4. 12 Jembatan Beton Pra Tegang 3. Jembatan baja (steel bridge), jembatan baja biasanya dibangun dengan bentang yang panjang antara 40-60 m, selain itu beban yang diterima juga besar. tentunya jembatan baja ini lebih praktis dan ekonomis. 4. Jembatan komposit (compossite bridge), jembatan komposit merupakan jembatan yang dibangun dengan bahan perpaduan antara dua bahan material baja dan beton yang berbeda, sehingga struktur jembatan bisa menjadi lebih efesien. (misalnya seperti perpaduan struktur beton dan baja beam). bentang jembatan 12 m 4.1.6 Posisi Letak konstruksi Lantai Kendaraan a) Lantai diatas rangka atau Dack Bridge posisi elemen lantai/ dack dari kayu, beton dan baja sebagai pijakan kendaraan terletak diatas segala rangka batang batang
atau gelegar pemikul, sehingga tidak terdapat suatu apapun lagi diatas lantai kendaraan Gambar 4. 13 Dack Bridge b) Lantai jembatan di bawah Through bridge : posisi elemen lantai kendaraan terletak pada posisi sejajar bagian bawah dari rangka batang batang atau diatas gelegar gelegar pemikul, dibawah lantai kendaraan (lalu lintas) terdapat ikatan ikatan melintang atau bagian bagian dari batang memikul. apabila tidak terdapat posisi konstruksi elemen ikatan melintang (ikatan angin) diatas lalu lintas, maka disebut Semi Through bridge. Gambar 4. 14 Through Bridge Pada gambar ini menjelaskan komponen jembatan kerangka baja dengan kerangka gelegar dari balok PCI. Kerangka baja memilii bentang yang bisa menjangkau pada panjang 40 60 meter. Sedangkan PCI sangat terbatas bentang jembatan. 4.1.7 Pembebanan Pada bahasan pembebanan pada konstruksi jalan yang akan dijadikan peban pada masing masing komponen strukstur yang langsung menahan beban atau beban skunder pada konstruksi harus dipertimbangkan agar kekuatan tahan konstruksi dapt memperoleh tidak melibihi dari kekekutan material yang terpasang. Pembebanan yang terjadi pada konstruksi meliputi dari beberapa kondisi pengaruh lalulintas dan factor beban lainnya 1. Beban Mati Material
Dalam menentukan besarnya beban mati, harus digunakan nilai berat isi untuk bahan-bahan bangunan tersebut dibawah ini: Tabel 4. 1 Berat Isi Untuk Beban Mati (Kn/M 3 ) No. Bahan Kerapatan Berat/Satuan Isi Massa (kn/m 3 ) (kg/m 3 ) 1 Campuran Aluminium 26.7 2720 2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240 3 Besi tuang 71.0 7200 4 Timbunan tanah dipadatkan 17. 2 1760 5 Kerikil dipadatkan 18.8 22.7 1920 2320 6 Aspal beton 22.0 2240 7 Beton ringan 12. 25 19.6 1250 2000 8 Beton Struktur 22.0 25.0 2240 2560 9 Beton prategang 25.0 26.0 2560 2640 10 Beton bertulang 23.5 25.5 2400 2600 11 Timbale 111 11400 12 Lempung lepas 12.5 1280 13 Batu pasangan 23.5 2400 14 Neoprin 11.3 1150 15 Pasir kering 15.7 17. 2 1600 1760 16 Pasir basah 18.0 18.8 1840 1920 17 Lumpur lunak 17. 2 1760 18 Baja 77.0 7850 19 Baja (ringan) 7.8 800 20 Baja (keras) 11.0 1120 21 Air murni 9.8 1000 22 Air garam 10.0 1025 23 Besi tempa 75.5 7680 Apabila bahan bangunan setempat memberikan nilai berat isi yang jauh menyimpang dari nilai-nilai yang tercantum di atas, maka berat ini harus ditentukan tersendiri dan nilai yang didapat, setelah disetujui oleh yang berwenang, selanjutnya digunakan dalam perhitungan.
Tabel 4. 2 Faktor Beban Untuk Beban Sendiri Untuk mengetahui beban sendiri pada slab lantai jembatan ditentukan dengan rumus: Q MS = b*h*wc Q MS b h wc = beban sendiri = lebar slab lantai jembatan = tebal slab lantai jembatan = berat beton bertulang Menurut RSNI T-02-2005 Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural yang dapat berinteraksi selama umur jembatan seperti: (1) Perawatan permukaan khusus. (2) Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya digunakan dalam kasus menyimpang dan nominal 22 kn/m 3 ). (3) Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton. (4) Tanda-tanda (rambu) (5) Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau penuh). Jaringan telpon, pipa gas. Tabel 4. 3 Faktor Beban Untuk Beban Mati Tambahan
Untuk mengetahui beban mati tambahan pada slab lantai jembatan ditentukan dengan rumus: Q MA = [(lapisan aspal + overlay) + air hujan] Q MA = beban mati tambahan 2. Beban Hidup Beban hidup pada jembatan yang harus ditinjau dinyatakan dalam dua macam yaitu beban T yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban D yang merupakan beban jalur gelagar. a. Lantai Kendaraan dan Jalur Lalu Lintas Menurut RSNI-02-2005, jalur lalu lintas harus mempunyai lebar minimum 2,75 meter. Jumlah maksimum jalur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat pada Tabel 4. Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar sumbu memanjang jembatan. Tabel 4. 4 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana b. Beban D
Untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar harus digunakan beban D. Beban D atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton per meter panjang per jalur, dan beban garis P per jalur lalu lintas tersebut. Gambar 4. 15 Distribusi Beban D Yang Bekerja Pada Jembatan Besar q ditentukan sebagai berikut: q = 2,2 t/m, untuk L < 30 m q = 2,2 - x (L 30) t/m, untuk 30 m < L < 60 m q = 1,1 x ( 1+ ) t/m, untuk L > 60 m dengan L adalah panjang meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan. Ketentuan penggunaan beban D dalam arah melintang jembatan adalah sebagai berikut: (1) Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,5 meter, beban D sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan. (2) Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar 5,5 meter sedang selebihnya hanya separuh beban D (50%), seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 4. 16 Penyebaran Pembebanan Pada Arah Melintang Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu diperhatikan ketentuan bahwa: (1) Panjang bentang (L) untuk muatan terbagi rata adalah sesuai dengan ketentuan dalam perumusan koefisien kejut. (2) Beban hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut: P terpusat = [( ) ( ) ] P garis = ton q gerak = [( ) ( ) ] q = t/m B = lebar lantai kendaraan Angka pembagi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalu lintas. Beban D tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan pengaruh terbesar dengan pedoman sebagai berikut: (1) Dalam menghitung momen-momen maksimum akibat beban hidup (beban terbagi dan beban garis) pada gelagar menerus di atas beberapa perletakkan digunakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Satu beban garis untuk momen positif yang menghasilkan pengaruh maksimum. Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh maksimum. Beban terbagi rata ditempatkan pada beberapa bentang/bagian bentang yang menghasilkan momen maksimum. (2) Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar dua perletakan digunakan beban terbagi rata sepanjang bentang gelagar dan satu beban garis.
Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu diperhatikan ketentuan bahwa: P TD = (1 + DLA)*p*s P TD = beban terpusat pada balok DLA = faktor beban dinamis p = beban garis s = beban merata pada balok
c. Beban T Beban T adalah muatan oleh kendaraan yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 T dengan ukuran-ukuran serta kedudukan tergambar. Keterangan: a 1 = a 2 = 30 cm; Ms = Muatan rencana sumbu = 20 T b 1 = 12,50 cm b 2 = 50,00 cm Gambar 4. 17 Penyebaran Beban Ganda Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) dihitung dengan rumus: T TT = (1 + DLA)*T T TT DLA = beban truk T = faktor beban dinamis 3. Beban Sekunder 1) Beban Angin Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.
Gambar 4. 18 Pembebanan Angin Dalam menghitung jumlah luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut: Kendaraan tanpa beban hidup 1) Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50 % luas bidang sisi lainnya. 2) Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin ditambah 15% luas sisi-sisi lainnya. Kendaraan dengan beban hidup 1) Untuk jembatan diambil sebesar 50% terhadap luas bidang. 2) Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena angin. 2).Jembatan menerus di atas lebih dari dua perletakan Untuk perletakan tetap diperhitungkan beban angin dalam arah longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masing-masing sebesar 40% terhadap luas bidang. Pada jembatan yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang teliti harus diadakan penelitian khusus. Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus : T EW = 0.0012*C w *(V w ) 2 C w V w = koefisien seret/ dorong = kecepatan angin rencana
4. Beban Gempa Gaya gempa vertikal pada balok prategang dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal ke bawah minimal sebesar 0.10 g ( g = percepatan gravitasi ) atau dapat diambil 50% koefisien gempa horisontal statik ekivalen. Koefisien beban gempa horisontal : K h = C S K h C S = Koefisien beban gempa horisontal, = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi tanah setempat, = Faktor tipe struktur yg berhubungan dengan kapasitas penyerapan energy gempa (daktilitas) dari struktur. Waktu getar struktur dihitung dengan rumus : T = 2 π [ W t / ( g K P ) ] W t K P = Berat total yang berupa berat sendiri dan beban mati tambahan = kekakuan struktur yg merupakan gaya horisontal yg diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan. g = percepatan grafitasi bumi = 9.81 m/det 2 5. Gaya Akibat Perbedaan Suhu Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural karena adanya perubahan bentuk akibat adanya perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan, baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu setempat. Pada umumnya pengaruh perebedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan suhu antara lain: (1) Bangunan Baja 1) Perbedaan suhu maksimum-minimum = 30 C 2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan = 15 C (2) Bangunan Beton 1) Perbedaan suhu maksimum-minimum = 15 C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan < 10 C, tergantung dimensi penampangnya. Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya setengah dari selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum rata-rata pada lantai jembatan dengan rumus sebagai berikut: T = (T max - T min )/2 T = perbedaan temperature T max T min = temperature maksimum rata-rata = temperature minimum rata-rata 6. Gaya Rangkak dan Susut Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi harus ditinjau. Besarnya pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul turunya suhu sebesar 15 C. Gaya internal yang timbul akibat susut (menurut NAASRA Bridge Design Specification) dinyatakan dengan : P s = A plat * E plat * su * n * [ ( 1 - e -cf ) / cf ] A plat E plat e n = luas penampang plat = modulus elastis balok = bilangan natural = E plat /E balok 7. Gaya Rem Pengaruh percepatan dengan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem diatur dalam RSNI T-02-2005. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari beban D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter diatas permukaan lantai kendaraan. Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan tergantung panjang total jembatan (L t ). Sesuai SNI T 02 2005 sebagai berikut : Gaya rem, H TB = 250 kn untuk L t 80 m Gaya rem, H TB = 250 + 2.5 (L t - 80) kn untuk 80 < Lt < 180 m Gaya rem, H TB = 500 kn untuk L t 180 m Dan besarnya gaya rem dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: T TB = 0.05 * ( Q TD * L + P TD ) L T TB = gaya rem Q TD = beban lajur pada beban merata P TD = beban lajur pada beban garis = panjang balok