BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan keuangan merupakan produk utama dalam mekanisme pasar modal. Pembentukan pasar tunggal di Uni Eropa telah menumbuhkan sebuah kebutuhan akan adanya standar yang seragam dalam hal pelaporan keuangan. Bagi EU memiliki regulasi akuntansi yang seragam akan dapat meningkatkan keefektifan dalam pasar kapital serta mengurangi biaya informasi yang harus dikeluarkan perusahaan agar dapat diperbandingkan. Oleh sebab itu, standar akuntansi yang akan diterapkan haruslah standar akuntansi yang berkualitas tinggi. Standar akuntansi berkualitas tinggi berkontribusi untuk menjaga stabilitas kepercayaan para investor dan pelaku pasar modal terhadap resiko ketidakpastian yang dalam bisnis. Namun sayangnya, menyusun standar akuntansi berkualitas tinggi serta yang dapat diterima berbagai negara bukanlah hal yang mudah. Dinamika perkembangan standar akuntansi diibaratkan sebagai sebuah roda berjalan tanpa henti seiring dengan proses yang mendasarinya. Akuntansi sebenarnya terbentuk dari fenomena ekonomi dari perkembangan berbagai entitas ekonomi yang ada, sehingga pembentukan standar akuntansi bukanlah suatu proses yang berjalan serta-merta, namun sangat memperhatikan aspek konsekuensi ekonomi yang bisa diakibatkannya. Tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, keterbukaan ekonomi, perkembangan pasar modal dan perlindungan investor merupakan faktor faktor didalam suatu negara yang tidak bisa dilepaskan pada saat pengambilan kebijakan implementasi standar akuntansi, dan aspek itu pulalah yang akan terkena dampak dari kebijakan yang diambil oleh suatu negara. Dari sini kemudian dapat disimpulkan bahwa regulasi standar akuntansi tidak terlepas dari unsur politik. Sebuah dewan internasional bernama International Accounting Standards Board (IASB) dibentuk untuk mengembangkan standar akuntansi yang diterima secara luas di dunia. Bekerjasama dengan Organisasi Internasional Komisi Pasar Modal (IOSCO), Federasi Internasional Akuntan (IFAC), serta Komisi Uni Eropa akhirnya berhasil melahirkan satu set standar akuntansi yang berkualitas tinggi bernama International Financial Report Standards (IFRS). Dengan membawa misi akan mengembangkan IFRS demi terwujudnya transparansi, akuntabilitas dan efisiensi dalam pasar modal global, IASB bersama dengan working group termasuk juga EU, berupaya mempromosikan IFRS ini ke seluruh dunia. Hingga pada tahun 38
2008 lalu, EU secara terbuka memasukkan agenda pembahasan regulasi akuntansi keuangan ke dalam forum G-20. Tahun 2008-2009 merupakan periode penting bagi negara anggota G-20, dimana Konferensi Tingkat Tinggi yang pertama akhirnya diadakan di Washington, AS karena adanya urgensi pemulihan ekonomi akibat krisis keuangan. Dampak dari krisis yang terjadi di AS maupun di Eropa nampaknya telah dirasakan oleh masyarakat global, sehingga upaya penanggulangan secara kolektif perlu segera dilakukan. Meningkatkan kepercayaan dalam bisnis, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan stabilitas keuangan global menjadi fokus utama dalam KTT G-20 yang berlangsung pada periode tahun 2008-2009. Dengan mengusung prinsip Strengthening Transparency and Accountability pada akhirnya negara negara G-20 sepakat bahwa diperlukan adanya upaya untuk menyelaraskan standar akuntansi dan berlaku secara internasional. Isu penerapan dan konvergensi IFRS tingkat global kemudian semakin meningkat dan KTT G20 yang selanjutnya kembali menyerukan pengembangan standar akuntansi yang dapat diterima secara luas. IASB bersama sama dengan steering partner yang menjadi working group dalam penyusunan IFRS ini kemudian mendapat sorotan publik karena kuatnya hubungan serta lobi politik yang dilakukan oleh EU dan EFRAG. EFRAG merupakan institusi independen yang dibentuk oleh EU dan fokus bekerja pada penyusunan standar akuntansi. Pasca mengalami krisis finansial, EU berupaya keras memulihkan perekonomian kawasannya dengan mulai memperbaiki regulasi bisnis dan investasi. Penerapan IFRS sebagai standar akuntansi yang telah diimplementasikan oleh EU sejak 2005 lalu secara global, merupakan salah satu cara untuk menuju pemulihan ekonomi dan pasar modal yang sebelumnya terkena dampak krisis keuangan. Dalam proses penyusunan IFRS sendiri, lembaga IASB telah secara terbuka menyatakan akan selalu mendengarkan dan meminta masukan internasional. Sehingga yang terjadi adalah penyusunan IFRS tidak hanya melibatkan debat teknikal akuntansi, namun juga kuat akan unsur proses politik dan tidak bisa terlepas dari kepentingan beberapa negara maju yang memiliki kekuatan lobi yang cukup besar. Dengan besarnya pengaruh kekuasaan EU akhirnya mendorong kesuksesan IFRS di tingkat global. Diplomasi yang dilakukan EU juga didukung oleh peran dan komitmen para menteri keuangan negara negara anggota EU yang secara terang terangan mendukung implementasi IFRS sebagai mekanisme global untuk kembali menyehatkan sektor perbankan setelah krisis finansial. Bagi negara berkembang, adopsi IFRS merupakan jalan termurah untuk meningkatkan kualitas informasi pelaporan keuangan yang mampu mendukung alokasi 39
modal secara efisien serta menarik minat investor guna membiayai pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Seiring perkembangan IFRS ini, kemudian menimbulkan kecurigaan di negara berkembang akan aktivitas lobby yang kuat dan tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap dewan standar akuntansi. Hal ini merupakan tantangan awal bagi diplomasi EU dalam mewujudkan IFRS sebagai satu- satunya standar akuntansi global. Keraguan negara berkembang akan kredibilitas IASB sebagai lembaga independen yang mengedepankan kepentingan publik, kemudian diatasi oleh EU dan IASB sendiri dengan membentuk suatu forum bernama Economies Emerging Group (EEG). EEG merupakan forum yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan negara-negara berkembang anggota G20 dalam proses perkembangan standar akuntansi keuangan. Dengan demikian, IFRS akan menjadi standar akuntansi yang juga akan sesuai diterapkan negara berkembang, serta mengurangi kecurigaan negara berkembang terhadap dominasi negara maju didalam IASB. Meski demikian, masih terdapat penolakan IFRS yang disebabkan karena latar belakang nasional, keunikan iklim bisnis tiap negara, dan perbedaan kebutuhan dari pemakai laporan keuangan. Perkembangan suatu pasar modal yang berbeda di tiap negara, akan menunjukkan tingkat perhatian yang berbeda terhadap perlunya sistem akuntansi internasional. Pelaksanaan adopsi ke IFRS bagi tiap negara di dunia bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu, pelaksanaan adopsi membutuhkan waktu untuk persiapan dan penyesuaian, mengingat standar akuntansi di suatu negara pengaruhnya sangat serius bagi penilaian kinerja perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya, termasuk nilai-nilai asetnya. Tantangan diplomasi bagi EU dan IASB selanjutnya datang dari advanced countries yang telah memiliki ekonomi dan pasar modal sangat mapan. Jepang dan Amerika Serikat merupakan negara dengan bursa saham dan pasar modal paling berpengaruh dilevel global. Regulasi akan standar akuntansi yang diterapkan oleh kedua negara tersebut juga sangat ketat dan melekat kuat pada iklim bisnisnya. Pada awalnya baik AS maupun Jepang menyambut baik dan mendukung program kerja IASB, namun belakangan nasib IFRS dikedua negara tersebut semakin tidak jelas. Bisa dipahami bahwa awal mula AS ataupun Jepang mendukung IFRS karena faktor krisis keuangan, namun ketidakpastian agenda pengadopsian IFRS dengan alasan masa transisi yang akan menggangu pertumbuhan ekonomi menimbulkan polemik baru. Rezim G-20 memang sebuah forum internasional yang tidak memiliki legitimasi formal dan sistem administrasi yang baku, serta tidak ada legally binding (mengikat secara hukum) terhadap kesepakatan yang dihasilkannya. G-20 adalah forum yang menyatukan para pemimpin global 40
untuk dapat menjalin kerjasama ekonomi dan keuangan. Namun, disetiap kesepakatan yang telah dicapainya, tidak akan ada sanksi legal bagi negara yang tidak menyesuaikan kebijakan nasionalnya sesuai dengan kesepakatan. Melalui dialog diplomatik, forum terbuka, dan konferensi internasional yang melibatkan regional standart setter, akuntan publik, serta perusahaan multinasional, EU mengharapkan AS dan Jepang pada akhirnya bersedia menerapkan IFRS secara penuh. Dengan keterlibatan pihak sebagai pelaku pasar modal secara langsung yang mendukung IFRS, diharapkan dapat membuka jalan IFRS untuk menggantikan GAAP di AS. Diplomasi EU telah membawa standar akuntansi internasional bergerak lebih maju. Misi untuk menjadikan IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan tunggal yang diakui di seluruh dunia masih harus terus diupayakan. Seiring dengan arus globalisasi dalam bisnis serta penawaran dan permintaan lintas batas dalam pasar modal, penerapan regulasi yang seragam akan menjadi kebutuhan pelaku pasar yang bisa menekan suatu negara untuk segera menentukan kebijakan. 4.2 Saran Penulis menyadari bahwa masih terdapat sejumlah kekurangan dalam penelitian ini. Salah satunya adalah keterbatasan data pembahasan yang penulis miliki. Namun dari hasil penelitian ini diharapkan bahwa diplomasi Uni Eropa dalam upaya penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS) secara global dapat membuka wawasan baru bagi studi diplomasi ekonomi dalam hubungan Internasional. Isu penerapan good governance didalam forum ekonomi Internasional nampaknya masih akan terus menjadi topik utama dan fokus perhatian berbagai negara. Oleh karena itu, studi ekonomi politik hubungan internasional juga sudah seharusnya memperluas obyek kajiannya seiring dengan era globalisasi kini. Seperti salah satu tujuan penerapan IFRS, yang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan, penelitian juga diharapkan dapat memberikan transparansi melalui analisa penulis mengenai proses penyusunan IFRS ini. Komoditas ekonomi saat ini bukan lagi hanya terpacu pada barang atau jasa, melainkan juga informasi dan teknologi. Salah satunya adalah informasi akuntansi, dimana sebagai komoditas ekonomi, informasi akuntansi juga mampu mempengaruhi penawaran dan permintaan dalam pasar modal. Sehingga, sudah selayaknya regulasi pasar modal menjadi perhatian serius baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang terlibat dalam pasar modal. Kebijakan ekonomi dan finansial memang selalu melewati proses politik, namun perlu diperhatikan juga faktor eksternal seperti dinamika perdagangan dan investasi global yang 41
akan mempengaruhi berjalannya kebijakan tersebut. Penerapan IFRS dinegara-negara maju dan berkembang saat ini tidak dapat dipisahkan dari peran pemerintah suatu negara. Penulis merekomendasikan, khususnya kepada otoritas keuangan pemerintah negara Indonesia, agar memainkan peran aktif dalam pengawasan dan kebijakan finansial terutama di wilayah yurisdiksinya. Pengawasan dan kontrol negara terhadap sektor ekonomi dan sektor finansial menjadi sangat dibutuhkan dalam menghadapi globalisasi dan liberalisasi pasar saat ini. Bagi penelitian selanjutnya yang bertema diplomasi Uni Eropa dan regulasi global sebaiknya juga mempertimbangkan kajian kebijakan didalam lembaga Uni Eropa sendiri. Kajian tersebut penting untuk mendukung analisa mengenai motif serta kepentingan Uni Eropa dalam menjalankan diplomasi luar negerinya. Saran kedua yaitu mengenai kajian G-20 sendiri yang dalam penelitian ini masih sangat kurang lengkap, sehingga untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat memberi gambaran tentang proses politik yang terjadi dalam forum G-20. 42