Tabel 5. Tahap penelitian dan analisis Tahap Tujuan analisis Tahapan Analisis Hasil analisis. Analisis. tepung jagung. Analisis mi.

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Politeknik Negeri

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

Lampiran 1 Formulir organoleptik

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

MATERI DAN METODE. Prosedur

III. METODOLOGI PENELITIAN

= ( ) + + ( ) 10 1

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

METODE. Materi. Rancangan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

Bab III Bahan dan Metode

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

BAB III METODE PENELITIAN

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. laboratorium Biomassa, laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

BAB III METODE PENELITIAN

METODE. Tempat dan Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

METODE. Bahan dan Alat

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kadar protein = % N x 6.25

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

MATERI DAN METODE. Materi

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

Lampiran 1 Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsinal Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional. Bekatul segar. Pengayakan 60 mesh

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

Lampiran 1 Lembar penilaian indrawi biskuit MP-ASI Lembar Uji Penilaian Indrawi

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan THP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

: Methanol, DPPH, alumunium foil. antioksidan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

Lampiran 1. Prosedur Analisis

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN ALAT. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli November 2011 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 2 Variabel & Metode dalam Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Transkripsi:

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan Desember 2009 sampai Juni 2010 di Laboratorium Pilot Plant dan Evaluasi Sensori Seafast Center IPB, serta Laboratorium Pengolahan Pangan, Kimia Pangan, serta Biokimia Pangan dan Gizi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan baku yang digunakan meliputi bahan baku utama dan bahan baku tambahan serta bahan kimia. Bahan baku utama antara lain jagung varietas Pioneer 21 dan tepung terigu cakra kembar, sedangkan bahan tambahan dalam pembuatan mi yaitu guar gum, CMC, K 2 CO 3, Na 2 CO 3, garam, baking soda dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah HCl, NaOH, asam asetat, aseton, kertas saring, heksan, amilosa standar, buffer fosfat 0.1 M ph 6 dan ph 7, buffer asetat ph 5 dan ph 6, alumunium foil, asam dinitrosalsilat (DNS), iod, etanol, eter, asam tanat, Folin-Denis, maltosa standar, glukosa standar, amiloglukosidase (SIGMA A7095), α-amilase from Aspergillus oryzae (SIGMA 86250), pepsin (SIGMA P7000), peptidase (SIGMA P7500), pankreatin (SIGMA P1750), α-amilase solution Type XII A-bacterial from Bacillus licheniformis (SIGMA A3403), kimotripsin (SIGMA C4129), dan tripsin (SIGMA T4799). 3.2.2 Alat Peralatan yang digunakan terdiri peralatan penepungan, produksi mi jagung dan peralatan untuk analisis kimia dan evaluasi biologis serta indeks glikemik. Peralatan penepungan adalah hammer mill, disc mill, automatic siever, dan pengering kabinet. Peralatan untuk produksi mi jagung diantaranya adalah mixer, noodle sheeter, steamer, slitter, dan oven (Thelco Model 15), alat-alat penggoreng dan pengering kabinet. Alat untuk analisa kimia dan evaluasi nilai biologis mi serta pengujian indeks glikemik adalah tanur (Barnstead Thermolyne 48000), pompa vakum (Oakton WP-15-1), waterbath (Geselifchaft fur Labortechnik Type 1083 LGL), sentrifus (Hettich Sentrifugen D-7200), spektofotometer (Spectronic 20D+), ph meter (Orion Model 210A), timbangan

analitik (Precisa XT 220A), penangas (Therolyne Cimarec 3), dan glukometer Merk One Touch Ultra. 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap produksi dan karakterisasi kimia tepung jagung, tahap proses dan karakterisasi sifat kimia dan evaluasi nilai biologis mi jagung substitusi kering dan instan, dan pengukuran indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial. Secara garis besar tahap penelitian ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Tahap penelitian dan analisis Tahap Tujuan analisis Tahapan Analisis Hasil analisis 1 Menentukan karakteristik kimia tepung jagung Analisis tepung jagung Kimia: proksimat, analisis kadar pati metode hidrolisa asam dan kadar amilosa. Kadar kimia (proksimat, pati dan amilosa) 2 3 Menentukan karakteristik kimia dan evaluasi nilai biologis mi jagung substitusi kering dan instan Menentukan indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial Analisis mi jagung substitusi kering dan instan Pengukuran indeks glikemik Kimia: proksimat, analisis kadar pati metode hidrolisa asam dan kadar amilosa Evaluasi nilai biologis: Analisis kadar pati resisten secara in vitro, analisis kadar serat pangan metode enzimatis, analisis daya cerna pati secara enzimatis, analisis daya cerna protein secara in vitro teknik multienzim. Pengukuran indeks glikemik tepung jagung Kadar kimia (proksimat, pati dan amilosa) dan evaluasi nilai biologis mi jagung substitusi kering dan instan Data indeks glikemik 23

3.3.1 Pembuatan Tepung Jagung Pembuatan tepung jagung bertujuan mengevaluasi karakteristik kimia tepung jagung dengan melakukan analisis proksimat, analisis kadar pati metode hidrolisa asam dan kadar amilosa. Proses penepungan diawali dengan penggilingan jagung pipil dengan hammer mill, dari tahap penggilingan tersebut terpisah grits (pecahan biji jagung), kulit ari dan lembaga. Hasil penggilingan jagung pipil dicuci dan di endapkan untuk memisahkan bagian yang terapung (lembaga dan kulit ari) dengan bagian grits yang mengendap. Grits dikeringanginkan hingga kadar air ±17%. Grits kering digiling dengan menggunakan disc mill, kemudian dimasukkan ke dalam ayakan bertingkat ukuran 100 mesh, sehingga dihasilkan tepung jagung dengan ukuran lolos ayakan 100 mesh. Alur proses penepungan jagung ditunjukkan pada Gambar 4. Jagung pipil kering Penggilingan I (hammer mill) Grits, lembaga, tip cap dan kulit Pemisahan endosperm dari lembaga, kulit dan tip cap Lembaga, kulit dan tip cap Grits jagung Penirisan dan pengeringan Penggilingan II (disc mill) Tepung kasar Pengayakan 100 mesh Tepung jagung 100 mesh Gambar 4. Pembuatan tepung jagung dengan penggilingan kering 24

3.3.2 Pembuatan Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan Pembuatan mi jagung substitusi kering dan instan digunakan untuk mengevaluasi karakteristik kimia dan evaluasi nilai biologis. Analisis kimia mi jagung substitusi meliputi proksimat, kadar pati metode hidrolisa asam dan kadar amilosa. Analisis evaluasi nilai biologis yaitu kadar pati resisten secara in vitro, kadar serat pangan metode enzimatis, daya cerna pati secara enzimatis dan daya cerna protein secara in vitro dengan teknik multienzim. Proses pembuatan mi jagung substitusi diawali dengan mencampur sejumlah bahan kering yang terdiri dari tepung terigu (70%), tepung jagung (30%). Pada pembuatan mi jagung instan bahan kering yang dicampurkan adalah CMC (carboxy methyl cellulose) (1%) serta baking powder (0.3%), sedangkan untuk mi jagung kering, bahan kering yang dicampurkan adalah guar gum (0.5%), K 2 CO 3 (0.1%), dan Na 2 CO 3 (0.1%). Bahan yang telah tercampur merata ditambahkan larutan garam (garam 1% dan air 40%) dan dicampur kembali dalam mixer sehingga terbentuk adonan. Adonan yang telah tercampur sempurna (kalis) dibentuk bulatan-bulatan agar memudahkan proses pembentukan lembaran mi. Adonan ditekan dengan cara dimasukkan ke dalam grinder dengan ukuran diameter 0.3 cm sebanyak 2 kali, kemudian campuran dibentuk lembaran secara bertahap dengan alat sheeting. Lembaran mi dibagi menjadi dua bagian untuk mengurangi panjang lembaran mi yang terbentuk. Pembentukan lembaran mi dilakukan pengaturan skala dari skala 1.8 hingga 0.2 (penurunan per 0.2 skala), dimana pada skala 1.8 adonan dilewatkan maksimal 3 kali (hingga terbentuk lembaran) dan sebelum memasuki skala 1.4 dilakukan dasting (pelumuran) dengan tepung jagung. Untaian mi yang telah dipotong kemudian dilakukan pengukusan pada suhu 95 o C selama 15 menit. Untuk membuat mi jagung instan, mi yang telah dikukus dilakukan proses penggorengan pada suhu 160 o C selama 4 menit, didinginkan dan diperoleh mi jagung instan. Sedangkan untuk mi jagung kering, mi jagung yang dikeringkan dengan oven pada suhu 60 o C selama 70 menit, dimana dilakukan pembalikan setelah 45 menit pengeringan. Alur proses pembuatan mi jagung substitusi ditunjukkan pada Gambar 5. 25

Tepung terigu (70%) Tepung jagung (30%) Bahan tambahan kering Pencampuran I (kering) Pencampuran II Air garam (garam 1% dan air 40%) Adonan Sheeting, slitting, dan cutting Untaian mi Pendinginan Pengukusan mi mentah (T = 95 o C; t = 15 menit) Mi jagung substitusi kering Penggorengan (T = 160 o C t = 4 menit) Pengeringan oven (T = 60 o C, t = 70 menit) Pendinginan Mi jagung substitusi instan Gambar 5. Pembuatan mi jagung substitusi kering dan instan tepung jagung 30 % 3.3.3 Pengukuran Indeks Glikemik Penelitian tahap tiga ini bertujuan untuk (1) menganalisis nilai indeks glikemik masing-masing produk mi, (2) membandingkan indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan terhadap indeks glikemik mi komersial. Waktu rehidrasi mi jagung kering 5 menit, mi jagung instan selama 3.30 menit dan mi komersial selama 3 menit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Penjelasan 26

lebih lengkap tentang pengukuran indeks glikemik diterangkan pada prosedur penelitian tentang pengukuran indeks glikemik. Mi jagung kering dan instan,serta mi komersil Rehidrasi Glukosa standar Seleksi sukarelawan Syarat: sehat, non diabetes, nilai IMT IMT (Indeks Massa Tubuh) dalam kisaran normal atau 18.5-25 Kg/m 2. Ditambah bumbu Terpilih 11 orang sukarelawan Penyajian mi Konsumsi 50 g karbohidrat Pengukuran glukosa darah (0; 30; 60; 90 dan 120 menit) Data glukosa darah sukarelawan Gambar 6. Pengukuran indeks glikemik 3.4 Metode Analisis Metode analisis yang dilaksanakan yaitu analisis kimia (tepung jagung dan mi jagung substitusi), analisis evaluasi nilai biologis (mi jagung substitusi) dan pengukuran indeks glikemik (mi jagung substitusi dan mi komersial). Analisis kimia mencakup proksimat, kadar pati metode hidrolisa asam dan kadar amilosa. Analisis evaluasi nilai biologis meliputi kadar pati resisten secara in vitro, kadar serat pangan metode enzimatis, daya cerna pati secara enzimatis dan daya cerna 27

protein secara in vitro dengan teknik multienzim. Pengukuran indeks glikemik dilakukan dengan pengukuran kadar glukosa darah 8 orang sukarelawan. 3.4.1 Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan meliputi proksimat, kadar pati metode hidrolisa asam dan kadar amilosa. 3.4.1.1 Analisis Proksimat (AOAC 1995) Pengujian analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air, abu, protein, lemak, sedangkan karbohidrat diperoleh dengan cara by difference. Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven, kadar abu dengan pengabuan kering, kadar lemak dengan metode soxhlet dan kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldahl. 3.4.1.2 Analisis Kadar Pati Metode Hidrolisa Asam (Modifikasi Sudarmadji 1997) Prinsip pengukuran kadar pati adalah dengan melakukan hidrolisis pati dalam sampel menjadi gula dengan menggunakan asam, kemudian larutan sampel diukur kadar gulanya. Kadar pati adalah glukosa dikalikan 0.9. Persiapan sampel pati hidrolisa asam Sampel ditimbang sebanyak 0.1 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades hingga volume filtrat 250 ml. Filtrat tersebut mengandung karbohidrat yang larut sehingga dibuang. Residu dicuci dengan 10 ml eter sebanyak 5 kali untuk menghilangkan lemak, setelah eter menguap cuci kembali dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang larut. Residu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan ditambahkan 20 ml HCl 25%, dan ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan diatas penangas air mendidih selama 2.5 jam. Setelah dingin dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan encerkan hingga volume 500 ml, kemudian disaring dan diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian dilakukan analisis kadar gula dengan menggunakan metode Luff-Schoorl. 28

Penentuan total gula pereduksi dengan Metode Luff-Schoorl Larutan sampel yang telah diencerkan diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml larutan Luff-Schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl ditambah 25 ml akuades. Campuran kemudian dimasukkan kedalam waterbath bersuhu 100 o C selama 10 menit dan didinginkan dengan air mengalir. Setelah campuran dingin, ditambahkan 15 ml KI 20% dan tambahkan 25 ml H 2 SO 4 26,5%. Penambahan larutan H 2 SO 4 dilakukan secara perlahan-lahan. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0.1 N memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml, untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Di catat ml Na-thiosulfat yang terpakai untuk proses perhitungan. Perhitungan kadar pati sampel: Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh, kadar gula reduksi setelah inverse (setelah hidrolisa dengan HCl 30%) dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel selisih (Lampiran 2). Selisih kadar gula reduksi sesudah dengan sebelum inverse (penentuan gula reduksi) dikalikan 0.9 dan faktor pengenceran merupakan kadar pati dalam bahan. 3.4.1.3 Analisis Kadar Amilosa (Apriyantono et al. 1989) Prinsip pengukuran amilosa adalah berdasarkan pembentukan warna biru akibat reaksi amilosa dengan iod yang diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Pembuatan kurva standar Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, lalu ditambahkan etanol 1 ml dan NaOH 1 N sebanyak 9 ml. Campuran kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit sampai semua bahan membentuk gel dan didinginkan. Pindahkan seluruh campuran ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Pipet standar masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. Masing-masing larutan ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Larutan ditambahkan akuades hingga tanda tera, dikocok, 29

didiamkan selama 20 menit, lalu diukur intensitas warnanya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Penetapan sampel Sampel sebanyak 100 mg dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit sampai semua bahan membentuk gel dan didinginkan. Pindahkan seluruh campuran ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Sampel dipipet 5 ml, lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Setelah itu larutan ditambahkan akuades hingga tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warnyanya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar. Absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar. Kadar amilosa dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Kadar amilosa (%) = Keterangan: A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope kemiringan pada kurva standar Fp = faktor pengencaran W = berat sampel 3.4.2 Analisis Evaluasi Nilai Biologis Analisis evaluasi nilai biologis meliputi beberapa analisis yaitu kadar pati resisten secara in vitro, kadar serat pangan metode enzimatis, daya cerna pati secara enzimatis, dan daya cerna protein secara in vitro dengan teknik multienzim. 3.4.2.1 Analisis Kadar Pati Pesisten secara in vitro (Modifikasi Goni et al. 1996) Analisis kadar pati resisten terhadap sampel terlebih dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran, pengurangan kadar air dengan pengeringan oven dan lemak ( 5%) dengan menggunakan petroleum eter. Sampel yang telah siap kemudian ditimbang sebanyak 100 mg dan dimasukkan kedalam tabung sentrifus. Tambahkan 10 ml buffer KCl-HCl ph 1.5 (sesuaikan ph dengan HCl 2 M atau NaOH 0.5 M) dan vortex. Tambahkan 0.2 ml larutan enzim pepsin (1 g pepsin/10 30

ml buffer KCl-HCl), divortex dan diinkubasikan dalam waterbath bergoyang pada suhu 40 o C selama 60 menit. Setelah proses inkubasi selesai, sampel dipindahkan dan ditempatkan pada suhu ruang. Kemudian ditambahkan 9 ml buffer fosfat 0.1 M ph 6.9 (sesuaikan ph dengan HCl 2 M atau NaOH 0.5 M). Larutan enzim α-amilase (40 mg α- amilase per ml buffer fosfat) ditambahkan sebanyak 1 ml, divortex dan diinkubasi selama 16 jam pada waterbath bergoyang bersuhu 37 o C. Setelah inkubasi, sampel disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatan dibuang. Sampel dicuci dengan 10 ml akudes dan disentrifus serta supernatan kembali dibuang. Kedalam residu ditambahkan 3 ml akuades dan 3 ml KOH 4 M, kemudian divortex dan kembali diinkubasi pada waterbah bergoyang selama 30 menit pada suhu ruang. Campuran kemudian ditambahkan 5.5 ml HCl 2 M dan 3 ml buffer natrium asetat 0.4 M ph 4.75 9 (sesuaikan ph dengan HCl 2 M atau NaOH 0.5 M) dan divortex. Setelah itu, campuran ditambahkan 80 µl enzim amiloglucosidase (AMG), divortex dan kembali dilakukan inkubasi pada waterbath bergoyang pada suhu 60 o C selama 45 menit. Campuran kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatan diambil. Sampel dicuci dengan menambahkan 10 ml akuades dan kembali disentrifus serta supernatan digabungkan dengan yang sebelumnya. Supernatan kemudian diencerkan 25-1000 ml tergantung kandungan pati resisten dari sampel. Supernatan yang diperoleh dianalisis gula dengan menggunakan metode Luff- Schoorl. Kadar pati resisten sampel adalah kadar glukosa dikalikan 0.9 dan faktor pengenceran. 3.4.2.2 Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC 1995) Analisis kadar serat pangan dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan enzim termamil, pepsin dan pankreatin. Residu yang merupakan serat pangan yang tidak larut dicuci dengan etanol dan aseton, kemudian dikeringkan. Filtrat yang merupakan serat larut diendapkan dengan etanol, kemudian disaring dan dikeringkan. Pengukuran serat pangan dibagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan sampel, pengukuran pangan tidak larut, dan pengukuran serat pangan larut. 31

Persiapan sampel Sampel yang telah diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat 0.1 M ph 6. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan ezim termamil. Sampel ditambahkan 100 µl termamil lalu dipanaskan sambil ditutup dan diinkubasi (suhu = 100 o C selama waktu = 15 menit) sambil sesekali diaduk. Sampel didinginkan kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan ditambahkan HCl 4 M hingga ph 1.5. Sampel ditambahkan 100 mg pepsin, lalu erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada suhu 40 o C sambil diaduk selama 60 menit. Pengaturan ph hingga 1.5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. Sampel ditambahkan 20 ml akuades dan diatur ph-nya hingga 6.8 dengan cara ditambahkan NaOH. Sampel ditambahkan 100 ml enzim pankreatin, lalu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 o C selama 60 menit sambil diaduk, kemudian sampel ditambahkan HCl kembali hingga ph 4.5. Kemudian sampel disaring sehingga diperoleh endapan yang dicuci dengan menggunakan 10 ml akuades sebanyak 2 kali. Pengukuran yang sama juga dilakukan untuk blanko. Dengan cara yang sama tetapi tanpa adanya sampel (hanya akuades). Nilai blanko harus diperiksa ulang terutama jika menggunakan enzim dari kemasan yang baru. Pengukuran residu (serat makanan tidak larut) Residu dari hasil persiapan sampel dicuci dengan 10 ml etanol 95% dan 10 ml aseton masing-masing sebanyak 2 kali, lalu dikeringkan pada suhu 105 o C sampei berat tetap (sekitar 12 jam) dan dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (D1). Suspensi yang telah kering diabukan dalam tanur 500 o C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I1). Filtrat (serat makanan larut) Volume dari filtrat yang diperoleh dari persiapan sampel ditambahkan akuades sampai dengan 100 ml, ditambah 400 ml hangat (60 o C) etanol 95%, dan diendapkan selama 1 jam. Filtrat disaring, kemudian dicuci dengan 10 ml etanol 95% dan 10 ml aseton sebanyak 2 kali. Sampel dikeringkan pada suhu 105 o C 32

selama 24 jam, kemudian dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang (D2). Sampel yang telah kering diabukan dengan suhu 500 o C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (I2). Perhitungan serat pangan: D1 - I1 - B1 Serat makanan tidak larut (%bk) = x 100% W D2 - I2 - B2 Serat makanan larut (%bk) = x 100% W Nilai TDF (% bk) = Nilai IDF + SDF Keterangan: Angka 1 menunjukkan berat sampel pada analisis serat makanan tidak larut dan 2 menunjukkan berat sampel pada analisis serat makanan larut. W = berat sampel (g) D = berat setelah analisis dan dikeringkan (g) I = berat setelah diabukan (g) B = berat blanko bebas serat (g) 3.4.2.3 Analisis Daya Cerna Pati secara Enzimatis (Muchtadi et al. 1989) Analisis daya cerna pati dilakukan dengan mereaksikan sampel yang mengandung 1 g pati dengan enzim α-amilase sehingga akan terjadi pemecahan pati menjadi maltosa, kemudian daya cerna pati diukur sebagai jumlah maltosa pada sampel dibagi dengan jumlah maltosa dari pati standar. Sebanyak 1 g tepung atau pati murni dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam wadah waterbath hingga mencapai suhu 90 o C sambil diaduk. Setelah mencapai suhu 90 o C, sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi tertutup, lalu ditambahkan 3 ml akuades dan 5 ml buffer fosfat 0.1 M ph 7. Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya adalah blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml larutan α-amilase (1 mg/ml dalam buffer fosfat 0.05 M ph 7) untuk sampel dan 5 ml buffer fosfat 0.1 M ph 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit. Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml DNS (asam dinitrosalsilat). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam 33

larutan ditambahkan 10 ml akuades dan dibuat homogen dengan vortex, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm yang ditunjukkan dari warna oranye-merah yang terbentuk dari reaksi campuran tersebut. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNS terhadap 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 larutan maltosa murni 0.5 mg/ml yang ditepatkan menjadi 1 ml dengan akuades. A - a Daya cerna pati (%) = 100% B - b x Keterangan: A = kadar maltosa sampel a = kadar maltosa blanko sampel B = kadar maltosa pati murni b = kadar maltosa blanko pati murni 3.4.2.4 Analisis Daya Cerna Protein secara in vitro dengan Teknik Multienzim (Muchtadi et al. 1989) Pengukuran daya cerna protein dengan teknik multienzim dilakukan dengan mempersiapkan pereaksi, kemudian melakukan pengukuran daya cerna protein. Nilai ph pada menit ke-10 dicatat untuk menghitung daya cerna protein sampel menggunakan persamaan regresi Y = 210.464 18.103x. Pengukuran ph dilakukan pada menit ke-10, karena ph suspensi protein pada menit tersebut setelah dihidrolisis dengan larutan multienzim berkorelasi baik dengan daya cerna protein yang ditetapkan secara biologis menggunakan tikus. Persiapan pereaksi Pereaksi yang dipersiapkan antara lain larutan HCl 0.1 N, larutan NaOH 0.1 N dan larutan enzim. Pembuatan larutan enzim adalah dengan mencampuran 1.6 mg tripsin, 3.1 mg kimotripsin, dan 1.3 mg peptidase per ml akuades. Larutan enzim diatur ph-nya menjadi 8 dengan larutan NaOH atau HCl 0.1 N dan ditempatkan pada ice bath. Prosedur Sebanyak 1 g sampel disuspensikan dalam akuades sampai diperoleh konsentrasi 6.25 mg protein/ml. Sebanyak 50 ml suspensi sampel ditempatkan dalam gelas piala dan diatur ph-nya menjadi 8.0 dengan menambahkan HCl 0.1 N atau NaOH 0.1 N. Sampel diletakkan dalam penangas air bersuhu 37 o C selama 5 menit sambil diaduk. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan multienzim (saat ditambahkan dicatat sebagai waktu nol) kedalam suspensi protein sambil tetap 34

diaduk dalam penangas air 37 o C dan ph dicatat setelah menit ke-10. Daya cerna protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Y = 210.464 18.103x Keterangan: Y = daya cerna protein (%) x = ph suspensi sampel pada menit ke- 10. 3.4.3 Pengukuran Indeks Glikemik dan Beban Glikemik (Miller et al. 1996) 3.4.3.1 Pengukuran Indeks Glikemik Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan pada mi jagung substitusi kering dan instan dan mi komersil. Waktu rehidrasi yang dibutuhkan untuk masing-masing mi adalah 3.30 menit dan 5 menit untuk mi jagung substitusi kering dan instan, serta 3 menit untuk mi instan komersial. Mi yang disajikan pada sukarelawan adalah setara dengan 50 g karbohidrat dan ditambahkan bumbu. Uji indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan darah manusia sebagai objek penelitian (in vivo). Sukarelawan yang berpartisipasi berjumlah 11 orang. Sukarelawan yang ikut serta dalam analisis ini adalah sukarelawan yang telah lolos seleksi persyaratan pengujian indeks glikemik dan lolos screening gula darah. Syarat-syarat sukarelawan yang digunakan dalam analisis ini adalah sehat, non-diabetes, dan memiliki nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) dalam kisaran normal atau 18.5-25 Kg/m 2. Sukarelawan yang telah memenuhi persyaratan tersebut, selanjutnya akan di-screening gula darahnya yang bertujuan untuk mengetahui respon gula terhadap konsumsi glukosa dari masing-masing sukarelawan. Sukarelawan yang dinyatakan lolos screening adalah yang mempunyai respon gula darah yang baik setelah 2 jam pengujian. Pada tahap screening, masing-masing sukarelawan diminta untuk meminum glukosa yang dilarutkan dalam 200 ml air. Sukarelawan yang telah memenuhi kriteria tersebut akan menjadi subjek dan bersedia menandatangi informed consent. Dalam pengambilan subjek manusia, penelitian ini telah dimintakan izin ethical clereance dari Panitia Etik Penelitian Kesehatan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Lampiran 27). 35

Pengukuran kadar gula darah dilakukan setelah periode puasa selama 12 jam. Selama dua jam pasca konsumsi pangan uji (mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersil), diambil sampel darah sukarelawan setiap selang 30 menit sekali yaitu 0 menit (kadar gula darah puasa), 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Selang sehari, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada sukarelawan. Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan menggunakan glukometer merk One Touch Ultra. Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh kapiler yang terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ragnhild et al. (2004), menunjukkan bahwa darah yang diambil dari pembuluh darah kapiler memiliki variasi kadar glukosa darah pada panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena. Glukosa darah akan bereaksi dengan enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat pada test strip, dan dihasilkan potassium ferrocyanide. Jumlah potassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terkandung pada sampel (Arkray 2001). Nilai kadar gula darah ini kemudian diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x sebagai waktu pengukuran dan sumbu y sebagai kadar gula darah. Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa murni) dikalikan 100. Luas kurva sampel Indeks glikemik = 100 Luas kurva glukosa x 3.4.3.2 Pengukuran Beban Glikemik Beban glikemik dihitung berdasarkan takaran saji karbohidrat dikalikan dengan indeks glikemik suatu bahan pangan dikalikan dengan 100%. Beban glikemik= 3.5 Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) Indeks glikemik x karbohidrat per saji 100 Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua kali ulangan. Faktor perlakuannya adalah perlakuan pemanasan 36

(pengovenan atau penggorengan) terhadap dua jenis mi yaitu mi jagung substitusi kering dan instan. Pengolahan data selain indeks glikemik dilakukan menggunakan uji t dengan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS) tipe 17. Keterangan : Model rancangannya adalah: Yij = µ + τ + ε Y ij = nilai pengamatan faktor pengovenan atau penggorengan ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2) µ = nilai tengan atau rataan umum populasi τ i = pengaruh faktor pengaruh pemanasan pada taraf ke-i (i = 1,2,3,4) ε ij = galat atau sisa percobaan dari faktor perlakuan pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j Analisis data indeks glikemik mi dilakukan dengan analisis Ragam (Anova). Jika analisisnya berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. i ij 37