28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae terhadap warna silase menghasilkan nilai yang terendah 19,99 dengan warna kuning kecoklatan dan nilai yang paling tinggi 23,14 dengan warna kuning terang, penilaiann warna silase digambarkan dalam Ilustrasi 1. Rata-rata Warna Silase 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 19,99 21,18 22,46 19,50 P0 P1 P2 P3 P4 Perlakuan Ilustrasi 1. Grafik Nilai Warna Silase 23,14 Ilustrasi di atas memperlihatkan bahwa perlakuan penambahann S. cerevisiae pada silase rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan, menghasilkan rata- dilihat pada rata nilai dari 19,50 sampai 23,14. Warna silase hasil penelitian dapat Gambar 1. P 0 P 1 P 2 P 3 P 4
29 Keterangan: P 0 : Kontrol P 1 : S. cerevisiae 0,3% P 2 : S. cerevisiae 0,6% P 3 : S. cerevisiae 0,9% P 4 : S. cerevisiae 1,2% Gambar 1. Warna silase Silase yang dihasilkan sesuai dengan penelitian menurut Siregar (1989), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri warna masih hijau sampai kecoklatan. Perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase menurut Reksohadiprodjo (1988) disebabkan oleh perubahan -perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai dengan gula tanaman habis. Gula akan teroksidasi menjadi CO 2 dan air, dan terjadi panas hingga temperatur naik yaitu pada temperatur sampai 55 o C. Bila temperatur tidak dapat terkendali, silase akan berwarna coklat tua sampai hitam sebagai akibat dari terjadinya reaksi Maillard yang berwarna kecoklatan (Gonzalez et al., 2007). Untuk mengetahui apakah perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna silase, maka dilakukan Sidik Ragam (Lampiran 2). Hasil Sidik Ragam, menunjukkan bahwa penambahan S. cerevisiae pada berbagai dosis pemberian berpengaruh nyata ( P < 0,05) terhadap warna silase. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 4.
30 Tabel 4. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan P Rata-Rata Signifikansi 5% P 4 23,14 a P 2 22,46 a P 1 21,18 b P 0 19,99 c P 3 19,50 c Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata. P 0 : kontrol P 1 : S. cerevisiae 0,3% P 2 : S. cerevisiae 0,6% P 3 : S. cerevisiae 0,9% P 4 : S. cerevisiae 1,2% Hasil uji Jarak Berganda Duncan menunjukan bahwa silase rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan dengan penambahan S. cerevisiae yang diberi perlakuan P 4 dan P 2 menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap P 0, P 1 dan P 3. Penelitian P 4 dan P 2 menghasilkan silase yang baik dengan warna kuning sampai kuning terang sesuai dengan pendapat Macaulay (2004), bahwa warna silase yang baik ditunjukkan dengan warna hijau terang sampai kuning atau kuning kecoklatan, tergantung materi silase. Perubahan warna silase selain disebabkan oleh adanya pengaruh suhu selama proses ensilase, juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku silase, sedangkan pada perlakuan P 0, P 1 dan P 3 dihasilkan silase dengan warna kuning kecoklatan. Selanjutnya dijelaskan bahwa, warna kuning kecoklatan pada silase disebabkan karena adanya pigmen phatophytin yaitu suatu derivat chlorophil yang tidak ada magnesiumnya. Pada silase yang baik dengan temperatur yang naik tidak terlalu tinggi kadar carotene tidak berubah seperti bahan asalnya. Carotene hilang
31 pada temperatur terlalu tinggi. Sedangkan menurut Ensminger dan Olentine (1978), warna coklat tembakau, coklat kehitaman, karamel (gula bakar), atau gosong menunjukkan silase kelebihan panas, dengan adanya S. cerevisiae dalam silo akan memanfaatkan O 2 sehingga proses respirasi aerobik akan berlangsung lebih cepat, sehingga warna silase yang dihasilkan tidak berwarna coklat tua sampai kehitaman. Cepat lambatnya pemanfaatan O 2 yang ada dalam silo tergantung dari dosis S. cerevisiae yang ditambahkan. Berdasarkan hasil penelitian semakin tinggi penambahan dosis S. cerevisiae menunjukan hasil nilai yang semakin baik kecuali pada P 3, hal ini di mungkinkan panas yang dihasilkan selama proses respirasi tidak dapat segera hilang, sehingga termperatur silase naik. Peningkatan temperatur ini menurut Mannetje, (1999) dapat menyebabkan perubahan warna silase menjadi lebih gelap. 4.2. Pengaruh Perlakuan terhadap Wangi Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae terhadap wangi silase menghasilkan nilai yang terendah 17,58 dengan wangi asam yang menyengat dan nilai yang paling tinggi 22,83 dengan wangi asam seperti bau susu fermentasi, silase yang baik memiliki aroma asam dan wangi (Abdelhadi et al., 2005). Penilaian wangi silase digambarkan dalam Ilustrasi 2.
32 Rata-rata Wangi Silase 24 22 20 18 16 14 12 10 22,83 22,54 20,93 19,15 17,58 P0 P1 P2 P3 P4 Perlakuan Ilustrasi 2. Grafik Nilai Wangi Silase Ilustrasi di atas memperlihatkan bahwa rataan nilai yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan 3 dengan nilai rata-rata 22,83 dan yang terendah pada perlakuan 2 dengan nilai rata-rata 17,58. Wangi silase yang dihasilkan sesuai dengan penelitian menurut Saun dan Heinrichs (20 08) bahwa silase yang baik akan mempunyai bau seperti susu fermentasi karena mengandung asam laktat, bukan bau yang menyengat, wangi asam yang bercampur dengan asam asetat. Untuk mengetahui apakah perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap wangi silase, maka dilakukan Sidik Ragam (Lampiran 3). Hasil sidik Ragam, menunjukan bahwa tingkat penambahan S. cerevisiae berpengaruh nyata ( P < 0,05) terhadap wangi silase. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan, dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.
33 Tabel 5. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Wangi Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan. P Rata-Rata Signifikansi 5% P 3 22,82 a P 4 22,53 a P 0 20,93 b P 1 19,15 c P 2 17,58 d Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata. P 0 : kontrol P 1 : S. cerevisiae 0,3% P 2 : S. cerevisiae 0,6% P 3 : S. cerevisiae 0,9% P 4 : S. cerevisiae 1,2% Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa wangi silase rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan perlakuan 3 dan 4 tidak berbeda nyata tatapi berbeda nyata terhadap perlakuan 0, 1 dan 2. Menurut Ensminger dan Olentine (1978), karakteristik silase yang baik adalah baunya segar lebih berbau asam, baunya disenangi dibandingkan dengan silase yang jelek. Demikian pula pendapat Siregar (1989), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu rasa dan bau asam, segar, dan enak. P 3 dan P 4 menghasilkan silase dengan wangi asam yang enak, wangi asam yang dihasilkan oleh silase disebabkan dalam proses pembuatan silase bakteri anaerob aktif bekerja menghasilkan asam organik khususnya asam laktat. Akibat keaktifan bakteri inilah maka terjadi asam (Mannetje.,1999). Kemampuan S. cereviae yang dapat menstimulasi perkembangan BAL sehingga dengan adanya S. cerevisiae dalam silo bakteri yang dominan adalah BAL sehingga wangi yang dihasilkan adalah wangi khas dari silase, pada P 0 - P 2 wangi silase yang di hasilkan wangi asam yang
34 sedikit menyengat, wangi ini dihasilkan dari BAL heterofermentatif yang memproduksi asam laktat dan asam asetat, BAL heterofermentatif berkembang karena penurunan ph yang sedikit lambat, pendapat Susetyo dkk., (1969) bahwa, dalam proses ensilase apabila oksigen telah habis dipakai, respirasi hijauan akan berhenti dan suasana menjadi anaerob, dalam keadaan demikian jamur tidak dapat tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih aktif terutama bakteri pembentuk asam. Bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase. 4.3. Pengaruh Perlakuan terhadap Tekstur Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae terhadap tekstur silase menghasilkan nilai yang terendah 9,05 dengan tekstur yang lunak dan kandungan airnya banyak dan nilai yang paling tinggi 11,85 dengan tekstur yang lunak dan kandungan airnya relatif sedikit, tekstur silase digambarkan dalam Ilustrasi 3. Rata-rata Nilai Tekstur Silase 12.0 11.5 11.0 10.5 10.0 9.5 9.0 8.5 8.0 11,68 10,25 10,19 9,85 9,78 P0 P1 P2 P3 P4 Perlakuan
35 Ilustrasi 3. Grafik Nilai Tekstur Silase Indikator kualitas silase yang ketiga adalah tektur yang berdasarkan Ilustrasi 3, rataan nilai tekstur silase dari 9,78 sampai 11,68. Tektur silase yang dihasilkan memiliki tekstur yang lunak dan kandungan airnya relatif sedikit. Untuk mengetahui adanya pengaruh dari perlakuan maka dilakukan Sidik Ragam (Lampiran 4). Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa tingkat penambahan S. cerevisiae berpengaruh nyata pada tekstur silase rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Tekstur Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan P Rata-Rata Signifikansi 5% P 4 11,68 a P 0 10,25 b P 2 10,19 b P 1 9,85 b P 3 9,78 b Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata. P 0 : kontrol P 1 : S. cerevisiae 0,3% P 2 : S. cerevisiae 0,6% P 3 : S. cerevisiae 0,9% P 4 : S. cerevisiae 1,2% Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan 4 berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Tekstur Silase P 4 yaitu lunak, lembut dan kandungan air relatif sedikit, sedangkan P 0 - P 3 menghasilkan silase dengan kandungan air lebih banyak tetapi tidak terasa basah. Menurut Siregar (1989) bahwa,
36 secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu tekstur masih jelas seperti alaminya. Sel-sel hijauan yang masih hidup melakukan respirasi terus menerus selama tersedianya oksigen dalam silo dan menghasilkan CO 2, H 2 O, dan panas (Levitel et al., 2009), sehingga mempengaruhi kandungan air dalam silase. Penambahan 1,2 % S. cerevisiae proses aerob berjalan lebih cepat sehingga H 2 O lebih sedikit, pada perlakuan P 0 - P 3. H 2 O yang dihasilkan lebih banyak karena proses respirasi berjalan lebih lama sehingga kondisi anaerob lebih lama tercapai. 4.4. Pengaruh Perlakuan terhadap Rasa Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae terhadap rasa silase menghasilkan nilai yang terendah 20,55 dengan rasa asam yang tidak enak dan nilai yang paling tinggi 23,55 dengan rasa asam yang segar. Penilaian rasa silase digambarkan dalam Ilustrasi 4. Rata-rata Nilai Rasa Silase 25 23 21 19 17 15 21,84 22,93 22,33 20,86 21,25 P0 P1 P2 P3 P4 Perlakuan Ilustrasi 4. Grafik Nilai Rasa Silase
37 Ilustrasi di atas memperlihatkan bahwa rataan nilai yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan 3 dan yang terendah pada kontrol dengan nilai 20,86. Seiring dengan penambahan S. cerevisiae nilai yang dihasilkan semakin meningkat dan puncaknya terlihat pada penambahan S. cerevisiae 0,9% dan menurun pada penambahan S. cerevisiae 1,2 % penambahan S. cerevisiae dosis 1,2% pemanfaatan molasesnya sebagai media hidup tidak seimbang sehingga pertumbuhan S. cerevisiae tidak sempurna. Rasa asam yang timbul disebabkan oleh pembentukan asam-asam organik oleh BAL seperti asam laktat, asetat dan butirat dari degradasi gula pada proses ensilase. Untuk mengetahui apakah perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap wangi silase, maka dilakukan analisis Ragam (Lampiran 5). Hasil analisis Ragam, menunjukkan bahwa tingkat penambahan S. cerevisiae terhadap rasa silase berpengaruh nyata (P < 0,05). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Rasa Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan P Rata-Rata Signifikansi 5% P 3 22, 93 a P 4 22,33 a P 2 21,84 b P 1 21,25 b P 0 20,86 c Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata. P 0 : kontrol P 1 : S. cerevisiae 0,3% P 2 : S. cerevisiae 0,6%
38 P 3 : S. cerevisiae 0,9% P 4 : S. cerevisiae 1,2% Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa rasa silase rumput Gajah (Pennisetum purpureum) P 3 dan P 4 menunjukan perbedaan yang nyata terhadap P 1 dan P 0, tetapi P 4 tidak berbeda nyata terhadap P 2. P 3 dan P 4 menghasilkan silase dengan rasa asam yang enak seperti rasa asam pada yoghurt hal ini sesuai dengan Saun dan Heinrichs (2008) silase yang baik akan mempunyai rasa susu fermentasi karena mengandung asam laktat. Menurut Ensminger dan Olentine (1978) bahwa, karakteristik silase yang baik adalah mempunyai rasa asam, demikian pula pendapat Siregar (1989) bahwa, secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu rasa dan bau asam, tetapi segar dan enak, pada silase P 0 - P 2 menghasilkan rasa asam tetapi ada asam asetat. Rasa asam yang dihasilkan oleh silase disebabkan dalam proses pembuatan silase bakteri anaerob aktif bekerja menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Akibat keaktifan bakteri inilah maka terjadi asam (Mannetje., 19 99). Demikian pula pendapat Susetyo dkk, (1969) bahwa, dalam proses ensilase apabila oksigen telah habis dipakai, respirasi hijauan akan berhenti dan suasana menjadi anaerob maka bakteri penghasil asam akan aktif. 4.5. Pengaruh Perlakuan terhadap ph Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae dengan berbagai tingkat dosis S. cerevisiae terhadap ph silase digambarkan dalam Ilustrasi 5.
39 Rata-rara Nilai ph Silase 4.5 4.0 3.5 3.0 4,42 4,26 3,94 4,05 3,98 P0 P1 P2 P3 P4 Perlakuan Ilustrasi 5. Grafik Nilai ph Silase Hasil analisis Ragam, menunjukan bahwa tingkat penambahan S. cerevisiae terhadap ph silase tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) (Lampiran 6). Nilai ph silase merupakan salah satu indikator kualitas silase, terutama dalam kaitannya dengan daya simpan silase yang dihasilkan. ph dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai ph minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya, untuk khamir, ph optimal untuk pertumbuhannya berkisar antara 4,0 sampai 4,5. Pada ph 3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi akan berjalan dengan lambat. (Volk, 1993). Sehingga dengan penambahan khamir sampai pada tingkat berapapun ph akan dipertahankan dikisaran 4,0-4,5. Levitel et al. (2009) menyatakan bahwa nilai ph merupakan salah satu faktor penentu tingkat keberhasilan produk fermentasi. Berdasarkan ph, kualitas silase ratarata ph penelitian ini berkisar antara 3,94 sampai 4,42. ph yang dihasilkan dari penelitian ini termasuk dalam kriteria silase yang baik. Kriteria tersebut sesuai
40 dengan Wilkins (1988) yang menyatakan bahwa kualitas silase dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu baik sekali (ph 3,2-4,2), baik (ph 4,2-4,5), sedang (ph 4,5-4,8) dan buruk (ph > 4,8). Okine et al., (2005) melaporkan bahwa kualitas silase yang baik memiliki ph 3,6 dan berperan pada awal fermentasi serta mencegah pertumbuhan jamur (Levitel et al., 2009) sehingga diperoleh kualitas silase yang baik Adesogan et al., (2003). 4.6. Pengaruh Perlakuan terhadap Kerusakan Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) cv Taiwan Hasil penelitian menunjukan dengan atau tanpa penambahan khamir, silase yang dihasilkan tidak mengalami kerusakan, persentase keberhasilan silase 100% (tidak ada yang rusak). Salah satu indikasi kerusakan adalah ada atau tidaknya jamur pada permukaan silase, hal-hal yang menyebabkan kerusakan silase adalah pemadatan hijauan dalam silo yang kurang sempurna, udara atau oksigen dapat masuk yang menyebabkan populasi jamur akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena proses respirasi dan fase aerob yang lama. Pemadatan bahan baku silase terkait dengan ketersediaan oksigen di dalam silo, semakin padat maka kadar O 2 semakin rendah sehingga proses respirasi semakin pendek ( Mannetje, 1999). Jamur yang berkembang dalam silo, adalah jamur epifit dari tanaman atau rumput yang aktif dan berkembang saat keadaan didalam silo hangat dan lembab, yaitu pada saat sel-sel hijauan mengalami respirasi, proses respirasi akan berakhir dan akan mengurangi kadar O 2 yang ada dalam silo, jamur yang dapat tumbuh mengkonsumsi gula dan asam asetat menjadi asam butirat yang dapat menghambat turunnya nilai ph. Menurut Ensminger O 2 akan habis dalam waktu 4-5 jam dan
41 temeratur meningkat sampai 85-90 F dalam 15 hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dalam proses pembuatan silase apabila prosedur dijalankan dengan baik maka pertumbuhan jamur akan bisa dihambat, dengan penambahan S. cerevisiae yang dapat memanfaatkan O 2 dalam silo sehingga fase aerob berjalan lebih cepat, dan pertumbuhan jamur dapat ditekan sehingga dihasilkan silase yang baik, tanpa kerusakan, fase aerob yang lebih cepat ini menguntungkan untuk pertumbuhan BAL Homofermentatif yang akan menghasilkan asam laktat dan menurunkan nilai ph, pada kondisi ph di bawah 5 jamur dan bakteri pembusuk tidak akan dapat berkembang dan silase dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.