I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia yang merupakan pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) di Afrika, dengan persentase 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) mempe rkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Beberapa tahun terakhir, produksi biji kakao Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurut data Kementerian Pertanian Republik Indonesia, produksi kakao pada tahun 2012 adalah ton biji kakao kering per tahun. Jumlah tersebut telah mampu menempatkan Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ketiga di seluruh dunia setelah Ghana dan Pantai Gading di Afrika. Kendati demikian, usaha budidaya kakao Indonesia terkendala beberapa masalah pada mutu biji kakao yang dihasilkan, antara lain menyangkut biji kakao yang tidak

2 2 terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, cita rasa sangat beragam dan ketidakkonsistenan lainnya (Departemen Pertanian, 2012). Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh, pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai diskon 10-15% dari harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu, para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan). Persyaratan mutu yang diatur pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional (2002) meliputi karakteristik biji kakao, kadar air, biji putih kotor atau ungu muda, biji ungu, biji slaty, berat biji per seratus gram, biji berkapang, dan warna. Persyaratan yang diinginkan ini sebenarnya dapat diperoleh dengan penerapan teknologi fermentasi dan pengeringan yang tepat. Fermentasi akan menghasilkan mutu dan cita rasa biji kakao yang lebih baik. Menurut Juniarti (2013), proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu tinggi dan layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan cita rasa, aroma dan warna, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi, dan biologi di dalam biji kakao.

3 3 Fermentasi biji kakao yang mampu meningkatkan mutu biji kakao pada kenyataannya di kalangan petani masih jarang dilakukan karena beberapa alasan seperti proses fermentasi yang membutuhkan waktu yang lama, ketidakpraktisan pengerjaan, serta keinginan petani untuk segera memperoleh keuntungan. Selain itu, petani menganggap bahwa penjualan biji kakao basah/non fermentasi lebih menguntungkan karena biji kakao basah/non fermentasi lebih berat dibandingkan biji kakao yang difermentasi. Hal ini dikarenakan pulp luruh akibat fermentasi. Merujuk pada permasalahan tersebut, penelitian Rahardjo (1987) telah membuktikan bahwa pemberian ragi ( Saccharomyces cerevisiae) mampu mempercepat peluruhan pulp pada biji kakao sehingga proses fermentasi akan berlangsung lebih cepat. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa penambahan ragi dapat meningkatkan mutu kimia biji kakao yang dihasilkan seperti kadar gula pereduksi, total asam amino, kadar lemak, total asam lemak, total polifenol, dan ph biji kakao. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait dengan jumlah ragi yang harus ditambahkan dalam proses fermentasi terhadap peningkatan mutu biji kakao. Biji kakao yang baik mutu kadar airnya adalah 6-7%, jika kurang dari 6% biji kakao mudah rapuh dan mempersulit pengolahan selanjutnya, sedangkan jika kadar air lebih dari 9% biji kakao mudah terserang jamur dan menurunkan mutu biji kakao (Rohman, 2009). Penetapan kadar air dapat dibentuk dengan teknik pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6-7%, hal ini dilakukan untuk menghasilkan biji kakao kering yang berkualitas baik, terutama dalam hal

4 4 fisik, cita rasa, dan aroma yang baik (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Agar diketahui sinergi mekanisme kerja ragi dan frekuensi pembalikan maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian ragi dan frekuensi pembalikan dalam fermentasi tersebut terhadap mutu teknis biji kakao yang dihasilkan. 1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh : 1. Dosis ragi (S. cerevisiae) saat fermentasi biji kakao terhadap mutu biji kakao. 2. Frekuensi pengadukan saat fermentasi biji kakao terhadap mutu biji kakao. 3. Interaksi antara dosis ragi dan frekuensi pengadukan saat fermentasi biji kakao terhadap mutu biji kakao. 1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis Secara umum mikroorganisme yang tumbuh pada pulp dan memegang peranan penting dalam proses fermentasi biji kakao adalah ragi dan bakteri. Jenis ragi yang tumbuh pada fermentasi kakao berbeda-beda tergantung pada faktor geografis, waktu fermentasi dan varietas kakao yang diolah. Populasi mikroba yang tumbuh selama proses fermentasi yaitu ragi, bakteri asam laktat, dan bakteri asam asetat (Schwan dkk., 1995). Raharjdo (1987) melaporkan bahwa fermentasi dilakukan dengan pemberian ragi dengan berat 5, 10, 15, dan 20 gram per 20 kg biji kakao selama 4-6 hari,

5 5 menunjukkan bahwa penambahan ragi bisa mempercepat waktu fermentasi dengan mutu yang lebih baik, dengan waktu yang lebih pendek maka diharapkan biaya produksi bisa rendah, sehingga keuntungan yang didapat bisa lebih besar. Menurut Atmawinata dkk. (1998), fermentasi yang sempurna dilakukan selama 5 hari. Fermentasi biji kakao akan meningkatkan cita rasa, warna dan aroma, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi dan biologis di dalam biji kakao. Pada proses fermentasi yang dibutuhkan adalah menyediakan aerasi (frekuensi pengadukan) yang cukup untuk produksi panas, serta menjaga agar panas tetap konstan. Perkembangan temperatur dan keasaman selama proses fermentasi tergantung pada aerasi kakao yang difermentasi. Potensi cita rasa akan meningkat jika peningkatan temperatur terjadi secara perlahan, walaupun perubahan temperatur tergantung terhadap kondisi aerasi dari massa kakao yang difermentasi (Rohan, 1963). Duncan (1989) dan Mulato dkk. (1994) melaporkan bahwa fermentasi dengan peti dangkal dapat meningkatkan aerasi. Fermentasi akan berjalan dengan baik jika tersedia cukup oksigen dan akan muncul panas yang merupakan hasil oksidasi senyawa gula dalam pulpa. Ketersediaan oksigen yang cukup selama proses fermentasi akan berdampak pada biji kakao pasca fermentasi yang dihasilkan cenderung tidak asam. Selain itu, frekuensi pembalikan yang terlalu sering yaitu setiap hari dapat diubah menjadi satu kali setelah 48 jam proses fermentasi untuk menekan tingkat kelelahan kerja dan kehilangan panas.

6 6 Waktu fermentasi kakao lindak untuk kondisi lingkungan di Indonesia adalah 5 hari. Fermentasi dengan menggunakan kotak pada bagian bawah kotak harus diberi lubang untuk keluar masuknya udara (aerasi). Biji dalam kotak ditutup menggunakan daun atau karung goni dengan tujuan untuk mempertahankan panas selanjutnya diaduk setiap hari atau setiap dua hari sekali setelah 48 jam. Biji kering yang dihasilkan dari kotak dengan pembalikan setiap hari memiliki derajat fermentasi baik, tetepi tingkat keasamannya tinggi sehingga cenderung kurang disukai pabrik ( Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Tanaman Industri, 2012). Hasil penelitian Mizan (2014), menunjukkan bahwa perlakuan 5 hari fermentasi dan interval waktu pengadukan 24 jam merupakan hasil terbaik berdasarkan standar mutu biji kakao (SNI ) dengan ph 3,83-4,28, persentase biji fermentasi biji penuh 79,67%, biji berjamur 2%, kadar lemak 50,57%, dan kadar air biji kering 6,04-6,91%. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini : 1. Dosis ragi (S. cerevisiae) yang diperlakukan saat fermentasi berpengaruh terhadap mutu biji kakao. 2. Frekuensi pengadukan saat fermentasi berpengaruh terhadap mutu biji kakao. 3. Terdapat interaksi antara dosis ragi dan frekuensi pengadukan saat fermentasi terhadap mutu biji kakao.