BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan kondisi nyata yang dihadapi dan dialami oleh pasien, khususnya pada Tn. N yang dirawat mulai tanggal 5-8 April 2014 di ruang Yudistira RSUD Kota Semarang. Fokus dari pembahasan ini sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yaitu pernafasan. Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Langkah ini berisi tentang penerapakan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang pasien, sehingga diperoleh gambaran kebutuhan pasien yang nantinya digunakan untuk membuat diagnosis keperawatan dan menetapkan prioritas yang akurat (Hidayat, 2006). Adapun data-data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengkajian pada Tn. N dilakukan pada tanggal 5 April 2014 pukul 08.25 WIB, dengan melakukan wawancara kepada perawat ruangan, pasien dan keluarganya; observasi dilakukan dengan mengamati kondisi pasien selama dirawat di rumah sakit; dan melihat catatan rekam medis pasien. Hasil dari pengkajian sebagai berikut: Data subjektif Tn. N memperlihatkan bahwa pasien mengatakan sesak nafas berulang; batuk ngekel dan dahak sulit keluar, serta nyeri dada sebelah kanan seperti ditusuk-tusuk jarum. Pasien juga menyatakan mual dan penurunan nafsu makan. Sementara data objektif memperlihatkan bahwa RR 28x/menit, batuk terus, rokhi dan wheezing, hiperaktivitas bronkus, sputum dahak kental, dan terpasang O 2 nasal kanul 3 L/menit. Pasien
juga memperlihatkan mukosa mulut agak kering, konjuktiva anemia (Hb 10,6 g%mg/dl; leukosit 17.600; LED 100, hematokrit 31,1), BB 49 kg TB 165 cm, IMT 18,4 kg/m 2. Data pengkajian kemudian diklasifikasikan menjadi data mayor dan data minor. Data mayor adalah data yang harus ada untuk merumuskan diagnosa keperawatan (minimal 1 datum), sedangkan data minor adalah data yang boleh ada dan boleh tidak ada untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Data mayor pada kasus Tn. N bersumber dari data subjektif dan data objektif. Data mayor meliputi batuk terus, sesak nafas berulang; batuk ngekel dan dahak sulit keluar, nyeri dada sebelah kanan seperti ditusuk-tusuk jarum, rokhi dan wheezing, hiperaktivitas bronkus, dan terpasang O 2 nasal kanul 3 L/menit. Data minor meliputi mual dan penurunan nafsu makan, mukosa mulut agak kering, konjuktiva anemia (Hb 10,6 g%mg/dl; leukosit 17.600; LED 100, hematokrit 31,1), BB 49 kg TB 165 cm, IMT 18,4 kg/m 2 Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Hidayat, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh pada Tn. N di ruang Yudistira RSUD Kota Semarang maka disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tinjauan teori yang ada adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Diagnosa keperawatan yang diprioritaskan adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Hal ini didasarkan bahwa masalah ini dapat menimbulkan risiko gagal nafas pada pasien Tn. N dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Menurut PDPI (2003), batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk. Pasien PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa pasien PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut (PDPI, 2003). Pada kasus penelitian ini, Tn. N dibawa oleh keluarganya ke RSUD Kota Semarang karena mengalami sesak nafas berat. Rencana keperawatan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan. Harapannya adalah perilaku akan dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi yang berhubungan dengan masalah diidentifikasikan dan tujuan yan telah dipilih (Hidayat, 2006). Pada penelitian ini diagnosa keperawatan adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sehingga perecanaan keperawatan ditujukan sebagai upaya agar bersihan jalan nafas efektif dengan berkurangnya/hilangnya penumpukan sekret. Terapi bersihan jalan nafas tidak efektif dilakukan dengan batuk efektif. Batuk efektif merupakan aktifitas keperawatan untuk membersihkan sekresi pada jalan nafas.
Batuk efektif merupakan suatu teknik batuk yang menekankan inspirasi dengan tujuan merangsang terbukanya sistem kolateral; meningkatkan distribusi ventilasi; meningkatkan volume paru; dan memfasilitasi pembersihan saluran nafas. Dengan demikian batuk efektif dapat meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi (pneumonia, atelektasis, dan demam). Penerapan batuk efektif ini membantu pasien untuk batuk dengan benar sehingga pasien dapat menghemat energi serta tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal (Muttaqim, 2012). Batuk efektif antara lain dapat dilakukan dalam bentuk posisi semi flower, latihan nafas dalam, dan latihan batuk efektif. Menurut Muttaqim (2012), posisi semi flower (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi daripada posisi panggul dan kaki. Pada posisi semi flower kepala dan dada dinaikkan dengan sudut 30 o -45 o. Posisi ini digunakan untuk pasien yang mengalami masalahan pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung. Latihan nafas dalam ditujukan untuk klien yang mempunyai masalah dengan kapasitas dan ventilasi paru. Tujuan utama pemberian latian nafas dalam adalah agar masalahan keperawatan klien terutama ketidakefektifan pola nafas dan bersihan jalan nafas dapat secepatnya diatasi oleh perawat Latihan batuk efektif merupakan aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi pada jalan nafas. Tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi (pneumonia, atelektasis, dan demam). Pemberian latihan efektif dilaksanakan terutama pada klien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan masalah risiko tinggi infeksi saluran pernafasan bagian bawah
yang berhubungan dengan akumulasi sekret pada jalan nafas yang sering disebabkan oleh kemampuan batuk yang menurun (Muttaqim, 2012). Pada kasus Tn. N, rencana keperawatan untuk bersihan jalan nafas melalui batuk efektif meliputi mengajarkan teknik batuk efektif, latihan nafas dalam, mengajarkan batuk dengan posisi semi flower, dan membersihkan sekret dari mulut dan trakea penghisapan. Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Hidayat, 2006). Pada penelitian ini, implementasi keperawatan direncakanan dengan tujuan mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penumpukan sekret. Untuk mencapai tujuan ini maka Tn. N diajari posisi semi flower, latihan nafas dalam dan teknik batuk efektif, dan menganjurkan banyak minum air putih. Posisi semi flower adalah sikap dalam posisi duduk 15-60 derajat. Prosedur dari posisi ini adalah mengangkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat (45-90 derajat) dengan meletakkan bantal di bawah pasien sesuai keinginan pasien dan menaikkan lutut dari tempat tidur yang rendah untuk menghindari adanya tekanan di bawah jarak poplital (di bawah lutut). Dengan teknik ini pasien akan mendapatkan perasaan lega (nyaman) saat mengalami sesak nafas (Muttaqim, 2012). Tn. N juga diajari latihan nafas dalam. Latihan nafas dalam adalah bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Latihan ini bertujuan untuk mencapai
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap, serta mengurangi kerja bernafas (Muttaqim, 2012). Tn. N diajari pula batuk efektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, sehingga pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah saat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk merupakan gerakan yang dilakukan oleh tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama untuk melindungi paru-paru. Gerakan inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan medis sebagai terapi untuk menghilangkan lendir yang menyumbat saluran pernafasan akibat sejumlah penyakit. Batuk efektif ini mampu mempertahankan kepatenan jalan nafas sehingga memungkinkan pasien mengeluarkan sekret dari jalan nafas bagian atas dan bawah (Muttaqim, 2012). Batuk efektif dilakukan melalui gerakan yang terancana atau dilatih terlebih dahulu. Pada pasien Tn. N karena terjadi penumpukan sputum dan produksinya besar maka didorong untuk batuk setiap jam saat terjaga dan setiap 2-3 jam saat tidur. Prosedur batuk efektif yang diajarkan kepada Tn. N adalah (a) ambil nafas secara perlahan dan akhiri dengan mengeluarkan nafas secara perlahan selama 3-4 detik; (b) tarik nafas secara diafragma secara perlahan dan nyaman, serta jangan sampai overventilasi paru-paru; (c) setelah menarik nafas secara perlahan, tahan nafas selama 3 detik, dilakukan untuk mengontrol nafas dan mempersiapkan melakukan batuk huff secara efektif; (d) angkat dagu agak ke atas dan gunakan otot perut untuk melakukan pengeluaran nafas cepat sebanyak tiga kali dengan saluran nafas dan mulut terbuka,
keluarkan dengan bunyi ha, ha, ha atau huff, huff, huff; (e) kontrol nafas kemudian ambil nafas pelan dua kali; (f) ulangi teknik batuk di atas sampai mukus sampai belakang tenggorokan; dan (g) setelah itu batukan dan keluarkan mukus (Muttaqim, 2012). Untuk membantu mengurangi sekret dari jalan nafas, Tn. N dianjurkan banyak mengkonsumsi minum air putih. Minum ini dilakukan setelah makan supaya tidak menyebabkan cepat kenyang. Evaluasi keperawatan memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya (Hidayat, 2006). Hasil evaluasi untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penumpukan sekret memperlihatkan bahwa pasien sudah tidak merasakan sesak nafas lagi dan sekret dapat dikeluarkan. Pasien sudah dapat melakukan batuk efektif, tidak lagi terdengar rokhi dan wheezing. Kondisi vital pasien membaik, yaitu TD 140/80 mmhg; N 80x/menit; dan RR 21x/menit. Hasil ini memperlihatkan bahwa masalah teratasi. Meski demikian intervensi tetap dilanjutkan dengan tujuan mempertahankan kondisi yang sudah baik, bahkan kualitas kesehatan semakin lebih baik.
Nugroho & Kristiani (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri mengungkapkan bahwa penerapan batuk efektif berpengaruh terhadap pengeluaran dahak pada pasien yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Jumlah pasien yang mengalami kesulitan dalam mengeluarkan dahak sesudah mendapatkan latihan batuk efektif lebih sedikit dibandingkan sebelum mendapatkan latihan. B. Simpulan Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang penerapan batuk efektif pada Tn. N yang sedang mendapatkan perawatan di ruang Yudistira RSUD Kota Semarang mulai tanggal 5 April 2014, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 5 April 2014 menunjukkan bahwa Tn. N mengalami sesak nafas berulang, wheezing, rokhi, batuk kronis berdahak, hiperaktivitas bronkus, nyeri dada sebelah kanan seperti ditusuk-tusuk jarum, serta produksi sputum tinggi dan sulit dikeluarkan. Tn. N juga mengalami penurunan berat badan (72 kg menjadi 68 kg; tinggi badan 165 cm), kurus, BMI rendah (25 kg/m 2 ), mual, muntah, dan anemia (Hb 10,6 g%mg/dl; leukosit 17.600; LED 100, hematokrit 31,1). 2. Diagnosa keperawatan yang ditetapkan adalah bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan penumpukan sekret. 3. Rencana keperawatan yang dilakukan pada Tn. N adalah mengajari posisi semi flower, teknik batuk efektif, latihan nafas dalam, membersihkan sekret dari mulut dan trakea penghisapan.
4. Tindakan dilakukan selama tiga hari, yaitu mengajari posisi semi flower, teknik batuk efektif, latihan nafas dalam, membersihkan sekret dari mulut dan trakea penghisapan. Hasil evaluasi selama tiga hari setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah bersihan jalan nafas efektif yang diindikasikan dengan Tn. N tidak mengalami sesak nafas, sekret bisa keluar, dapat melakukan batuk efektif, serta tidak ada rokhi dan wheezing. Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengajukan saran bahwa untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penumpukan sekret pada pasien PPOK dapat diatasi dengan mengajari posisi semi flower, teknik batuk efektif, latihan nafas dalam, membersihkan sekret dari mulut dan trakea penghisapan.