BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diberikan perawat kepada pasien adalah pelayanan yang holistik, yaitu perawat memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Keluarga pasien merupakan lingkungan pasien yang harus mendapat pemulihan pula (Baird dan Bethel, 2011). Kondisi di ruang Intensive Care Unit (ICU) yang mengharuskan pasien dirawat tanpa ditemani keluarga membuat keluarga sering berprasangka. Prasangka tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran yang menjerumus pada kecemasan keluarga pasien, yang nantinya bisa mempengaruhi keadaan emosional. Dalam pelaksanaan keperawatan, yang menjadi fokus perhatian adalah pasien yang telah terdaftar dalam suatu layanan kesehatan (rumah sakit). Kondisi keluarga pasien seringkali dinomorduakan atau bahkan diabaikan (Siddiqui, dkk., 2011). Dukungan yang dapat diberikan perawat kepada pasien dan keluarganya adalah membantu pasien dan keluarganya untuk menjalin hubungan baik dengan saudara, anggota keluarga, orang tua anak, ataupun pemuka agama (sesuai keyakinan pasien). Dukungan tersebut juga melibatkan peran
perawat sebagai konselor (Baird dan Bethel, 2011). Keluarga adalah elemen yang sangat penting untuk dilakukannya komunikasi terapeutik karena keluarga pasien merupakan bagian yang mendukung pemulihan pasien. Tentunya keluarga selalu ingin mengetahui perkembangan kesehatan pasien (anggota keluarganya yang sakit), dan selalu mengalami kecemasan saat orang yang mereka sayangi sedang sakit parah dan keluarga pasien memiliki keterbatasan waktu untuk mengontrol secara langsung keadaan pasien (Blanchard dan Alavi, 2008). Komunikasi merupakan elemen yang dibutuhkan untuk melaksanakan proses keperawatan kepada keluarga pasien, dalam istilah kesehatan disebut komunikasi terapeutik. Dari komunikasi terapeutik inilah akan terjalin hubungan dua arah antara perawat dan keluarga pasien (Krimshtein, dkk., 2011). Dalam praktik komunikasi terapeutik, perawat dan keluarga pasien dapat bicara apa saja yang menjadi permasalah keluarga pasien selama menunggu pasien di rumah sakit, khususnya ruang ICU. Komunikasi terapeutik dapat mengungkap apa harapan/keinginan keluarga untuk kesembuhan pasien, yang menjadi masalah dalam keluarga selama salah satu anggota keluarganya dirawat di ruang ICU, ataupun keadaan pasien yang sebenarnya.
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011 dengan topik yang sama dengan penelitian ini diperoleh 3 kesimpulan, yaitu; partisipan banyak yang menilai komunikasi perawat terhadap anggota keluarga masuk kategori kurang, partisipan narasumber banyak yang mengalami kecemasan sedang dalam menunggu pasien yang dirawat di unit perawatan kritis (ICU), dan ada hubungan komunikasi perawat dengan anggota keluarga terhadap kecemasan keluarga pada pasien yang dirawat di unit perawatan kritis (ICU) di RSUD Dr. Moewardi (Ikawati dan Sulastri, 2011). Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di ruang ICU RSUD Ambarawa adalah keluarga pasien jarang melakukan interaksi atau komunikasi terapeutik dengan perawat. Selain itu, dari hasil studi pendahuluan juga diketahui jumlah perawat ICU di RSUD Ambarawa pada tahun 2013 sebanyak 10 orang. Pada bulan Oktober tahun 2013, ada seorang perawat yang pensiun sehingga jumlah perawat di akhir tahun 2013 sebanyak 9 orang. Jumlah pasien di ruang ICU pada tahun 2013 sebanyak 366 orang, dengan rata-rata jumlah pasien perbulan sebanyak 30 orang. Dari data tersebut, diperoleh rentangan Bed Occupancy Rate (BOR) dalam periode 1 tahun sebesar 20,054%. Menurut Depkes RI (2005),
nilai BOR ideal adalah 60-85%. Dengan gambaran tersebut, idealnya perawat memiliki waktu yang cukup untuk berinteraksi dengan keluarga pasien. Namun, seringkali hal tersebut tidak terjadi secara efektif. Dari paparan tersebut, peneliti ingin mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kecemasan keluarga pasien. 1.2 Fokus Penelitian Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kecemasan keluarga pasien yang sedang berada di ICU. 1.3 Signifikansi dan Keunikan Penelitian Ada beberapa penelitian yang peneliti gunakan sebagai bahan perbandingan sehingga menyatakan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada dan memiliki tema yang sama, diantaranya adalah penelitian dari Singgalingging (2013), Mohtar K. (2014), dan penelitian Ikawati (2011). Ketiga penelitian tersebut membahas tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien, dua diantaranya penelitian Sigalingging dan Ikawati di ruang ICU dan penelitian Mohtar K. pada pasien pra operasi. Penelitian-penelitian tersebut membahas tentang tingkat kecemasan yang dialami
keluarga pasien setelah dilakukan komunikasi terapeutik. Sedangkan pada penelitian yang bertempat di ruang ICU RSUD Ambarawa ini membahas tentang efek dari komunikasi terapeutik pada keluarga pasien yang mengalami kecemasan. Jadi, hasil akhir yang diharapkan pada penelitian ini tidak membahas tingkat kecemasan keluarga pasien pasca dilakukannya komunikasi terapeutik, melainkan membahas perubahan perasaan yang sebelumnya cemas menjadi perasaan/sensasi yang berbeda setelah melakukan komunikasi terapeutik dengan perawat. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui proses penelitian ini adalah mengetahui apa saja pengaruh komunikasi terapeutik yang dilakukan seorang perawat terhadap kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUD Ambarawa. 1.5 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah memberikan gambaran praktik keperawatan perawat di ruang ICU RSUD Ambarawa dalam mengaplikasikan fungsi perawat sebagai konselor (Potter & Perry, 2005).
1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Profesi Perawat 1. Perawat menyadari pentingnya komunikasi terapeutik terhadap keluarga pasien. 2. Perawat mengetahui perbedaan dampak psikologis antara keluarga pasien yang mendapat layanan komunikasi terapeutik dan keluarga pasien yang tidak mendapat layanan komunikasi terapeutik. 3. Perawat dapat mengoptimalkan fungsinya sebagai konselor. 1.4.2.2 Bagi Keluarga Pasien 1. Keluarga pasien dapat mengetahui hak untuk mendapatkan layanan komunikasi perawat. 2. Keluarga pasien dapat mengetahui dampak layanan komunikasi dengan perawat.