VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. A. Karakteristik Konsumen. 1. Nama :...

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Pengumpulan data dilakukan pada 130 karyawan bagian produksi, di

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

IV METODE PENELITIAN

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

IV. METODE PENELITIAN. daerah yang memiliki luas areal yang cukup potensial dalam pengembangan padi

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL

VII ANALISIS PENDAPATAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Teknologi PTT, Tingkat penerapan PTT, Produksi.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

BAB IV. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI KEDELAI DI KECAMATAN PALIYAN GUNUNGKIDUL

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

IV. METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan informasi dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki tentang perubahan iklim berbeda-beda. Hasil wawancara yang dilakukan kepada 37 responden yaitu petani Desa Purwasari menyatakan bahwa 43% responden memahami adanya perubahan iklim, 14% responden menyatakan kurang paham mengenai makna perubahan iklim, dan sisanya sebesar 43% responden tidak memahami makna perubahan iklim. Penentuan pemahaman terhadap perubahan iklim didasarkan pada kemampuan petani menjabarkan makna perubahan iklim, sehingga terlihat bahwa masih sedikit responden yang memahami makna perubahan iklim, namun pada umumnya para petani menyadari akan adanya perubahan iklim. Hal ini ditunjukkan bahwa sebesar 81% responden menyadari akan adanya perubahan iklim, sedangkan sisanya yaitu sebesar 19% responden menyatakan bahwa mereka tidak menyadari adanya perubahan iklim. Hasil wawancara terhadap responden menunjukkan bahwa perubahan iklim yang mereka sadari pada umumnya baru mereka rasakan pada waktu 1-2 tahun terakhir ini. Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa curah hujan cenderung mengalami penurunan (El Nino) pada tahun 2009. 2 )Hasil wawancara bersama Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Ir. Agus, pada tanggal 19 Maret, 2011.

6.1.1 Penilaian Responden terhadap Suhu Udara Responden pada umumnya menyadari adanya perubahan suhu yang terjadi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hal ini ditunjukkan dari 59% responden menyatakan bahwa suhu udara mengalami peningkatan, 27% responden menyatakan tidak mengetahui tentang perubahan suhu, dan sisanya sebesar 14% responden menyatakan suhu tidak mengalami perubahan (tetap). Hal ini sesuai dengan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang menunjukkan bahwa suhu udara pada lima tahun terakhir di Kabupaten Dramaga Bogor mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,218 o C. Responden pada umumnya menyatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi tidak berpengaruh pada hasil produksi padi dan ubi jalar. Grafik temperatur tahunan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 8. 26 25.8 25.6 25.4 25.2 25 2006 2007 2008 2009 2010 suhu tahunan suhu normal Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Gambar 8. Temperatur Tahunan ( O C) Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010 6.1.2 Penilaian Responden terhadap Curah Hujan Hasil wawancara kepada responden menunjukkan bahwa dari 51% responden menyatakan terjadi peningkatan curah hujan, 12% responden menyatakan tidak mengetahui adanya perubahan curah hujan, 11% menyatakan curah hujan tidak mengalami perubahan sedangkan sisanya menyatakan curah

hujan mengalami penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Dramaga Bogor yang menunjukkan bahwa data curah hujan wilayah Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor pada tahun 2009 cenderung mengalami penurunan, sedangkan data curah hujan pada tahun 2008 cenderung mendekati normal. Bulan Januari curah hujan mengalami penurunan, namun pada bulan Februari hingga Maret, curah hujan justru mengalami peningkatan. Curah hujan kembali menurun dengan penurunan yang cukup besar pada bulan April hingga Mei, sedangkan pada bulan Juni hingga Oktober curah hujan mengalami peningkatan, dan pada akhirnya curah hujan kembali menurun pada bulan November hingga Desember. Curah hujan tahunan di kawasan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor mengalami penurunan pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2008 curah hujan tahunan cenderung mendekati normal. Grafik curah hujan bulanan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 9. 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun jul Ags Sept Okt Nov Des Tahun 2008 Tahun 2009 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Kabupaten Bogor (2011) Gambar 9. Data Curah Hujan Bulanan (mm) Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009

Hasil panen padi menurun diduga karena serangan hama yang timbul akibat terjadinya penurunan curah hujan. Jenis hama yang menyerang pun tidak dapat dibasmi dengan menggunakan pestisida atau obat-obatan. 6.1.3 Penilaian Responden terhadap Jumlah Hari Hujan Persepsi responden terhadap jumlah hari hujan menunjukkan bahwa dari 54% responden menyatakan telah terjadi peningkatan jumlah hari hujan, sedangkan sebesar 46% responden menyatakan jumlah hari hujan tidak mengalami perubahan atau tetap. Perubahan jumlah hari hujan akan berpengaruh pada perubahan debit mata air, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan debit mata air tidak mengalami perubahan, sedangkan sebesar 8% responden menyatakan bahwa debit air mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan kondisi wilayah kegiatan pertanian terletak di wilayah yang memiliki cukup banyak mata air, sehingga perubahan debit mata air tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas pertanian di wilayah tersebut. 6.1.4 Penilaian Responden terhadap Produktivitas Padi dan Ubi Jalar Dampak perubahan iklim yang terjadi, mempengaruhi produktivitas usahatani petani Desa Purwasari. Mayoritas responden (81,08%) menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan produktivitas padi dan ubi jalar mereka mengalami penurunan, sedangkan 18,92% responden menyatakan perubahan iklim tidak mempengaruhi produktivitas hasil tani mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden yang melakukan pola tanam padi-ubi jalar pada tahun 2008 dan 20 responden yang tidak melakukan perubahan pola tanam, telah terjadi penurunan produktivitas padi dan ubi jalar yang mereka tanam. Penurunan produktivitas yang cukup tajam terjadi pada tahun 2009. Penurunan

produktivitas padi di Desa Purwasari sebesar 4,22 ton/ha/tahun dan penurunan produktivitas ubi jalar sebesar 1,52 ton/ha/tahun. Responden menyatakan bahwa penurunan produktivitas padi dan ubi jalar tersebut disebabkan karena musim (kemarau dan hujan) yang sudah tidak dapat diprediksi waktunya dan serangan hama yang menyerang hasil panen padi mereka. 6.2 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 45,95% responden menyatakan, mereka telah melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim sedangkan 54,05 % responden menyatakan mereka tidak melakukan adaptasi apapun. Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petani Desa Purwasari pada umumnya yaitu dengan merubah pola tanam mereka. Petani yang tidak melakukan adaptasi disebabkan oleh faktor pemahaman dan informasi mengenai adanya perubahan iklim yang masih minim. Responden menyatakan bahwa mereka tidak ingin mengambil resiko apabila mereka melakukan adaptasi tertentu yang justru akan menimbulkan kerugian bagi usahatani mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden yang diwawancarai, terdapat dua bentuk pola tanam yang berbeda, yaitu sebanyak 29 responden melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-ubi jalar dan delapan responden melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi. Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan pola tanam padi-ubi jalar, sebanyak 9 responden telah melakukan adaptasi akibat perubahan iklim, yaitu merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar, sedangkan sisanya lebih memilih untuk tidak melakukan adaptasi apapun. Seluruh responden yang melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi, telah melakukan adaptasi akibat perubahan iklim,

yaitu dengan cara merubah pola tanam mereka menjadi padi-ubi jalar dan tiga responden lainnya mengganti pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar. Responden menyatakan bahwa dengan mengganti varietas tanaman padi pada pola tanam dan musim tanam tertentu menjadi tanaman ubi jalar, dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi. Hal ini dikarenakan ubi jalar tidak membutuhkan jumlah air yang cukup banyak dan mudah untuk tumbuh dalam keadaan tanah yang kering atau ketersediaan air yang kurang. 6.2.1 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim melalui Pola Tanam Bentuk kegiatan pola tanam yang dilakukan oleh responden terdiri dari dua jenis bentuk pola tanam tiap tahunnya, yaitu padi-ubi jalar dan padi-padi. Responden dalam penelitian ini pada umumnya melakukan kegiatan pola tanam berupa berupa padi-ubi jalar, namun sebanyak 21,62% responden melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi. Perbedaan pola tanam tersebut dikarenakan adanya budaya turun-temurun dengan latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga petani hanya akan mencontoh pola tanam yang sudah ada. beberapa responden mempertimbangkan ketepatan tanaman terhadap kecocokan tanah, iklim dan keuntungan yang diperoleh. Kegiatan pola tanam dalam penelitian ini tidak mengikuti ketetapan dari Dinas Pertanian, karena kawasan irigasi dan luas areal tanam yang pada umumnya kurang dari 0,5 hektar, sehingga penetapan pola tanam dilakukan berdasarkan ketentuan masing-masing petani. Iklim merupakan salah satu faktor penentu penetapan pola tanam dan urutan tanam dalam satu tahun (Sukartaatmadja, 2000). Dampak dari adanya perubahan iklim yang terjadi pada tahun 2009, yang ditandai dengan adanya penurunan curah hujan menyebabkan kegiatan usahatani di beberapa wilayah di

Kabupaten Bogor, salah satunya yaitu wilayah Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga menjadi terganggu. Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan bentuk pola tanam padi-ubi jalar, sebanyak 9 responden telah melakukan perubahan pola tanam menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 20 orang lebih memilih untuk tidak merubah pola tanam mereka. Kondisi pola tanam padi-ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kondisi Pola Tanam Padi-Ubi Jalar Tahun 2008 dan 2009 Pola Tanam Jumlah Tahun Pola Tanam Pola Tanam Keterangan Responden I II 2008 Padi Ubi Jalar 29 Pola tanam dasar Padi Ubi Jalar 20 Pola tanam tetap 2009 Ubi Jalar Ubi Jalar 9 Pola tanam berubah Sumber : Data primer (diolah), 2011 Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan pola tanam padipadi, sebanyak 5 responden telah melakukan perubahan pola tanam menjadi padiubi jalar dan 3 responden lainnya melakukan perubahan pola tanam menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009. Kondisi pola tanam padi-padi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kondisi Pola Tanam Padi-Padi Tahun 2008 dan 2009 Pola Tanam Jumlah Tahun Pola Tanam Pola Tanam Keterangan Responden I II 2008 Padi Padi 8 Pola tanam dasar Padi Ubi Jalar 5 Pola tanam tetap 2009 Ubi Jalar Ubi Jalar 3 Pola tanam berubah Sumber : Data primer (diolah), 2011

6.2.1.1 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim pada Pola Tanam Padi- Ubi Jalar Dampak dari adanya perubahan iklim tersebut menyebabkan sebanyak 31,03% dari 29 responden yang melakukan bentuk pola tanam yang pertama yaitu berupa padi-ubi jalar pada tahun 2008, akhirnya melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi, yaitu dengan merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009. Responden menyatakan bahwa perubahan pola tanam tersebut dilakukan agar dapat mengurangi resiko terjadinya penurunan hasil produksi mereka. Hasil panen padi responden mengalami penurunan akibat serangan hama yang menyerang tanaman padi mereka. Hama tersebut timbul karena disebabkan oleh curah hujan yang mengalami penurunan (El Nino) pada tahun 2009 sehingga jenis hama tertentu mudah timbul dan menyerang tanaman padi mereka. Responden menyatakan bahwa dengan mengganti tanaman padi menjadi tanaman ubi jalar dianggap lebih menguntungkan karena tanaman ubi jalar membutuhkan biaya produksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman padi, selain itu, komoditas ubi jalar tidak memerlukan banyak air. Mayoritas responden ( 68,96%) yang tetap mempertahankan bentuk pola tanam sebelumnya yaitu padi-palawija memiliki alasan bahwa, mereka selama ini melakukan kegiatan usahatani hanya berdasarkan karena pemikiran unsur keberuntungan, sehingga perubahan iklim yang terjadi tidak mempengaruhi mereka untuk merubah pola tanam.

6.2.1.2 Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim pada Pola Tanam Padi- Padi Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% dari 8 responden yang melakukan bentuk pola tanam berupa padi-padi pada tahun 2008 melakukan adaptasi akibat perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan yaitu sebanyak 62,5% responden merubah pola tanam mereka dari padi-padi menjadi padi-ubi jalar, sedangkan sisanya merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar pada tahun 2009. Responden yang merubah pola tanamnya dari padi-padi menjadi padi-ubi jalar menyatakan bahwa perubahan pola tanam tersebut dilakukan karena hasil panen padi mereka terserang hama akibat curah hujan yang mengalami penurunan. Responden tetap mempertahankan menanam padi pada musim tanam pertama karena untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras mereka, sedangkan responden yang merubah pola tanamnya menjadi ubi-ubi, selain karena alasan hama yang menyerang hasil panen padi mereka juga dikarenakan responden tidak ingin mengambil resiko terlalu besar apabila pada tahun berikutnya (tahun 2009) tetap menanam padi baik pada musim tanam pertama maupun musim tanam kedua. 6.3 Dampak Perubahan Iklim terhadap Hasil Produksi, Penggunaan Input dan Pendapatan Petani Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan hasil produksi padi mengalami penurunan. Perubahan iklim yang terjadi pada tahun 2009 yang ditandai dengan adanya penurunan curah hujan akan berdampak pada penurunan produksi usahatani, sehingga pendapatan petani mengalami penurunan.

Respon petani akibat pendapatan yang menurun yaitu melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dampak dari perubahan iklim dalam penelitian ini menyebabkan beberapa responden melakukan adaptasi dengan cara merubah pola tanam mereka, tetapi ada pula yang tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Berubah atau tidaknya pola tanam yang responden lakukan sebagai dampak dari adanya perubahan iklim akan mempengaruhi pendapatan usahatani mereka. 6.3.1 Dampak Perubahan Iklim terhadap Hasil Produksi dan Penggunaan Input Hasil produksi padi pada kondisi terjadinya perubahan iklim yaitu pada tahun 2009 mencapai 0,601 ton. Penurunan hasil produksi padi disebabkan karena serangan hama merah yang timbul pada hasil panen padi mereka, sedangkan pada tahun 2008 yaitu kondisi iklim mendekati normal, hasil produksi adalah sebesar 1,863 ton, sehingga produktivitas padi mengalami penurunan yaitu sebesar 67,76% pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari adanya perubahan iklim (penurunan curah hujan) yang terjadi pada tahun 2009 menyebabkan hasil produksi dan produktivitas padi mengalami penurunan karena adanya serangan hama yang menyerang hasil panen responden. Dampak perubahan iklim terhadap hasil produksi dan produktivitas dalam penelitian ini merupakan hasil produksi yang dianalisis pada responden yang tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan pola tanam padi-ubi jalar, sehingga luas areal pun tidak mengalami perubahan. Hasil produksi dan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-Rata Hasil Produksi dan Produktivitas Padi Tahun 2008-2009 Tahun Hasil Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produktivitas (Ton/Ha/Tahun) Perubahan Produktivitas (%) 2008 1,863 0.36 5,18-2009 0,601 0,36 1,67-67,76 Sumber: Data primer (diolah), 2011 Hasil produksi ubi jalar pada tahun 2009 lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi ubi jalar pada tahun 2008 yaitu sebanyak 3,5 ton. Hal ini dikarenakan komoditas ubi jalar tidak membutuhkan banyak air, sedangkan pada tahun 2008 walaupun kondisi curah hujan mendekati normal, namun cenderung mengalami sedikit peningkatan sehingga hasil produksi ubi jalar pada tahun 2008 lebih sedikit. Hasil produksi dan produktivitas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rata-Rata Hasil Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2008 dan 2009 Tahun Hasil Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produktivitas (Ton/Ha/Tahun) Perubahan Produktivitas (%) 2008 2,92 0,36 8,11-2009 3,5 0,36 9,72 19,85 Sumber: Data primer (diolah), 2011 Penggunaan input seperti obat-obatan mengalami peningkatan setelah terjadinya perubahan iklim pada responden yang melakukan kegiatan tanam berupa padi-padi dan merubah pola tanam mereka menjadi padi-ubi jalar, namun penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk tenaga pemanenan lebih sedikit setelah terjadi perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena hasil produksi responden mengalami penurunan.

6.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani Akibat Perubahan Iklim Analisis pendapatan usahatani akibat perubahan iklim dalam penelitian ini, dibedakan atas dua bentuk pola tanam yang dilakukan di Desa Purwasari, yaitu pola tanam padi-ubi jalar dan pola tanam padi-padi. Perubahan pendapatan petani dapat dihitung dari berubah atau tidaknya pola tanam yang dilakukan dan dalam hal ini akan terlihat besar atau kecilnya pendapatan petani yang melakukan perubahan pola tanam sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim dengan petani yang tidak merubah pola tanam. Biaya dalam analisis pendapatan usahatani ini terdiri atas biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang tergolong ke dalam biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk pupuk, benih, obat-obatan (pestisida), sewa traktor dan kerbau, pajak lahan, biaya solar, biaya konsumsi pekerja, dan untuk membayar tenaga kerja luar keluarga (TKLK), sedangkan yang termasuk biaya yang diperhitungkan adalah biaya sewa lahan, biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan biaya penyusutan alat. Penerimaan dihitung sebagai hasil perkalian antara jumlah panen (jumlah produksi) dengan harga jualnya. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ini adalah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Biaya upah pekerja untuk wanita dan pria berbeda. Biaya upah pria adalah sebesar Rp 20.000 pada tahun 2009 dan Rp 25.000, sedangkan biaya upah pekerja wanita pada tahun 2009 dan 2010 adalah sbesar Rp 15.000. Petani sering tidak memasukkan tenaga kerja dalam keluarga sebagai biaya usahatani dalam perhitungan keuntungan usahatani. Hal tersebut mengakibatkan keuntungan yang diterima petani seolah-olah besar.

Biaya penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus, yaitu peralatan yang digunakan tidak dapat melewati masa umur teknis. Rata-rata pembayaran pajak dalam penelitian ini adalah sebesar Rp 75,- per m 2 dan ratarata biaya pajak mengalami peningkatan sebesar 50% dari tahun sebelumnya. Penggunaan pupuk yang pada umumnya digunakan oleh petani adalah pupuk urea, TSP dan pupuk poska. Rata-rata perbandingan penggunaan pupuk urea, TSP dan poska adalah 3:2:1. Petani di Desa Purwasari umumnya tidak menggunakan pupuk pada saat menanam tanaman ubi jalar, baik pupuk urea, TSP dan poska, walaupun terdapat beberapa petani yang menggunakan pupuk dengan porsi yang sedikit, karena lahan yang mereka tanami adalah lahan sawah. Bibit yang digunakan untuk tanaman ubi adalah bibit yang didapatkan dari hasil panen sebelumnya, sehingga petani pada umumnnya tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian bibit. Peralatan yang digunakan oleh petani untuk menanam tanaman padi adalah cangkul, parang, golok, garpu dan linggis, sedangkan untuk menanam ubi jalar peralatan yang dibutuhkan yaitu cangkul dan parang. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa traktor dan kerbau tiap tahunnya berbeda. Rata-rata peningkatan biaya sewa per tahunnya adalah sebesar Rp 10.000. 6.3.2.1 Analisis Pendapatan Usahatani pada Pola Tanam Padi-Ubi Jalar Pendapatan usahatani dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan hasil wawancara terhadap responden. Pendapatan yang dihasilkan selama dua tahun terakhir yaitu pada tahun 2009 sebagai tahun dengan kondisi terjadinya perubahan iklim dan tahun 2008 sebagai tahun dengan kondisi iklim mendekati normal, yaitu pendapatan responden yang merubah pola tanam mereka sebagai upaya adaptasi

terhadap perubahan iklim yang terjadi pada tahun 2009 atau responden yang tidak merubah pola tanam. a) Analisis Pendapatan Usahatani pada Responden yang Tidak Merubah Pola Tanam Responden yang tidak melakukan perubahan pola tanam menghasilkan pendapatan sebesar Rp 11.110.556 pada tahun 2009 (kondisi terjadinya perubahan iklim), sedangkan pada tahun 2008 yaitu kondisi iklim mendekati normal pendapatan yang dihasilkan sebesar Rp 16.217.458. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani pada tahun 2009 lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan pada tahun 2008, sehingga persentase pendapatan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 31,49% dibandingkan dengan pendapatan pada tahun 2008. Penurunan pendapatan yang terjadi dikarenakan hasil produksi padi mengalami penurunan pada tahun 2009. Hasil produksi padi pada tahun 2009 sebesar 0,601 ton, sedangkan pada tahun 2008, hasil produksi padi yang dihasilkan sebesar 1,863 ton. Hal ini menunjukkan telah terjadi penurunan produksi padi pada tahun 2009 sebesar 67,74%. Penurunan produksi tersebut disebabkan karena adanya serangan hama merah yang timbul pada hasil panen padi mereka. Faktor iklim sangat mempengaruhi siklus hidup hama. Akibat perubahan iklim yang terjadi pada tahun 2009 yang ditandai dengan adanya penurunan curah hujan (El Nino), maka hama akan lebih mudah untuk melakukan reproduksi. Penurunan pendapatan yang terjadi pada tahun 2009 lebih dikarenakan hasil produksi padi mengalami penurunan. Total biaya produksi pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 10,4% yang disebabkan karena penggunaan tenaga kerja yang digunakan pada tahun 2009 lebih sedikit untuk kegiatan pemanenan, karena hasil panen padi yang responden peroleh pada tahun 2009 lebih sedikit

dibandingkan tahun 2008, sehingga tenaga kerja yang digunakan pun lebih sedikit. Penerimaan total mengalami penurunan sebesar 28,62%. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan penerimaan lebih besar dibandingkan dengan penurunan biaya total, sehingga pendapatan responden yang tidak melakukan prubahan pola tanam mengalami penurunan. Perubahan pendapatan responden yang tidak melakukan perubahan pola tanam dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Pendapatan Responden yang Tidak Merubah Pola Tanam Tahun Pola Tanam Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp/Ha/ Tahun) % Perubahan pendapatan 2008 Padi-Ubi Jalar 20.853.214 4.635.756 16.217.458-2009 Padi-Ubi Jalar 14.885.181 3.774.625 11.110.556-31,49 Perbedaan -5.968.033-861.131-5.106.902 Sumber : Data primer (diolah), 2011 b) Analisis Pendapatan Usahatani pada Responden yang Merubah Pola Tanam Responden dalam penelitian ini sebagian kecil merubah pola tanam mereka dari padi-ubi jalar menjadi ubi jalar-ubi jalar. Perubahan pola tanam yang dilakukan oleh responden berdampak positif bagi pendapatan mereka, namun jika dibandingkan dengan responden yang tidak merubah pola tanam, pendapatan yang dihasilkan oleh responden yang melakukan perubahan pola tanam lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang tidak merubah pola tanam. Hal ini ditunjukkan dengan selisih pendapatan total yang dihasilkan pada responden yang tidak merubah pola tanam dengan responden yang merubah pola tanam adalah sebesar Rp 11.951.416. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang melakukan perubahan pola tanam akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan responden yang tidak merubah pola tanam pada bentuk pola tanam padi-ubi jalar. Penurunan pendapatan yang terjadi pada tahun 2009 dikarenakan hasil produksi padi mreka mengalami penurunan akibat hama. Responden yang melakukan perubahan pola tanam ini mengalami peningkatan penerimaan sebesar 44,90%, sedangkan biaya total mengalami penurunan sebesar 36,86%. Penurunan biaya produksi disebabkan karena biaya produksi pada komoditas ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan pada komoditas padi, karena responden pada umumnya tidak menggunakan pupuk untuk menanam ubi jalar, walaupun beberapa responden menggunakan pupuk, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Sebagian responden tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian bibit ubi jalar, karena mereka dapat memperoleh bibit ubi dari bibit tanaman sebelumnya atau memperoleh nya secara gratis dari petani lainnya. Hal ini membuktikan bahwa perubahan pola tanam yang dilakukan responden memberikan dampak yang lebih positif dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan perubahan pola tanam. Pendapatan responden yang melakukan perubahan pola tanam dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pendapatan Responden yang Merubah Pola Tanam Pendapatan (Rp/Ha/ % Perubahan pendapatan Tahun Pola Penerimaan Biaya Tanam (Rp) Total (Rp) Tahun) 2008 Padi-Ubi Jalar 13.425.829 4.929.796 8.496.033-2009 Ubi Jalar-Ubi Jalar 18.453.461 3.112.914 15.340.547 80,56 Perbedaan 5.027.632-1.816.882 6.844.514 Sumber : Data primer (diolah), 2011 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh petani yang melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, lebih tinggi

dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan adaptasi atau tidak merubah pola tanam mereka. Perbedaan pendapatan tersebut adalah sebesar Rp 12.951.416. Perbandingan pendapatan petani yang melakukan adaptasi dengan yang tidak melakukan adaptasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Pendapatan Petani Pendapatan Perbedaan Pola Tanam Padi-Ubi (Rp/Ha/Tahun) Pendapatan Jalar 2008 2009 Tidak MelakukanAdaptasi 11.110.556 16.217.458-5.106.902 Melakukan Adaptasi 8.496.033 15.340.547 6.844.514 11.951.416 Sumber: Data primer (diolah) 2011 6.3.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani pada Pola Tanam Padi-Padi Responden yang melakukan kegiatan usahatani dengan pola tanam padipadi membutuhkan input yang lebih banyak dibandingkan petani dengan pola tanam padi-ubi jalar. Hal ini dikarenakan komoditas ubi jalar membutuhkan pupuk dan air dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman padi. Seluruh responden yang melakukan kegiatan pola tanam berupa padi-padi ini, melakukan perubahan pola tanam sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Sebagian responden merubah pola tanam mereka dari padi-padi menjadi padi ubi-jalar dan sisanya merubah pola tanam mereka menjadi ubi jalar-ubi jalar. a) Analisis Pendapatan Usahatani dengan Perubahan Pola Tanam Menjadi Padi-Ubi Jalar Pendapatan responden pada tahun 2009 yaitu kondisi terjadinya perubahan iklim dan merubah pola tanam mereka mengalami penurunan sebesar 49,42%. Penurunan pendapatan yang terjadi pada tahun 2009 disebabkan karena menurunnya hasil produksi padi yang diperoleh musim tanam pertama, yaitu sebesar 63,64%. Penurunan hasil produksi padi disebabkan karena adanya hama

yang menyerang pada tanaman padi mereka. Tumbuhnya hama disebabkan karena faktor penurunan curah hujan yang terjadi pada tahun 2009. Responden yang merubah pola tanam mereka dari padi menjadi ubi jalar tetap menghasilkan pendapatan yang menurun, karena hasil produksi padi pada musim tanam pertama mengalami penurunan cukup besar. Penerimaan total mengalami penurunan sebesar 42,49%, walaupun biaya produksi menurun sebesar 30,89%, namun penurunan penerimaan lebih besar dibandingkan penurunan biaya produksi. Pendapatan responden yang merubah pola tanam dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pendapatan Responden yang Merubah Pola Tanam (Padi-Ubi Jalar) Tahun Pola Tanam Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp/Ha/ Tahun) % Perubahan pendapatan 2008 Padi-Padi 14.188.165 5.304.708 8.883.457-2009 Padi-Ubi Jalar 8.159.258 3.666.053 4.493.205-49,42-6.028.907-1.638.655-4.390.252 Sumber : Data primer (diolah), 2011 b) Analisis Pendapatan Usahatani dengan Perubahan Pola Tanam Menjadi Ubi Jalar-Ubi Jalar Pendapatan petani yang dihasilkan pada pola tanam padi-padi yaitu sebelum merubah pola tanam (tahun 2009) mengalami penurunan pendapatan sebesar 60,54% jika dibandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan setelah melakukan perubahan pola tanam menjadi ubi jalar-ubi jalar (tahun 2009). Penurunan pendapatan tersebut disebabkan karena hasil produksi padi mengalami penurunan akibat serangan hama merah yang menyerang hasil panen padi mereka. Biaya produksi yang lebih besar pada tahun 2009 pun menjadi faktor yang menyebabkan pendapatan yang diperoleh semakin sedikit, karena biaya total untuk komoditas ubi jalar lebih murah dibandingkan dengan komoditas padi. Tanaman ubi jalar

hanya membutuhkan pupuk dalam jumlah yang sedikit dan pada umumnya responden tidak perlu membeli bibit ubi jalar, karena bibit tersebut dapat diperoleh dari hasil panen sebelumnya. Jika dibandingkan dengan perubahan pola tanam padi-padi menjadi padi-ubi jalar, responden yang merubah pola tanam mereka dari padi-padi menjadi ubi jalar-ubi jalar lebih menguntungkan, karena dapat menghindari serangan hama yang menyerang hasil panen padi mereka, sehingga pada kondisi tersebut lebih menguntungka responden merubah pola tanam menjadi ubi jalar-ubi jalar dibandingkan merubah pola tanam menjadi padi-ubi jalar. Pendapatan responden yang merubah pola tanam dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Pendapatan Responden yang Merubah Pola Tanam (Ubi Jalar-Ubi Jalar) Tahun Pola Tanam Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp/Ha/ Tahun) % Perubahan pendapatan 2009 Padi-Padi 14.000.000 4.715.401 9.058.349-2010 Ubi Jalar- Ubi Jalar 17.339.505 2.217.633 15.121.827 66,94 Perbedaan 3.339.505-2.497.768 6.063.523 Sumber: Data primer (diolah), 2011 6.4 Identifikasi Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan beberapa responden melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah merubah pola tanam mereka. Tujuan responden melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah agar petani dapat mengatasi dan mengoptimalkan hasil usahatani mereka, sehingga dapat memperbaiki tingkat pendapatan sebelumnya akibat adanya perubahan iklim. Semakin banyak

responden yang melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, maka diharapkan akan memperbaiki tingkat pendapatan mereka. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam adaptasi petani dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen yang menjadi faktorfaktor yang diduga berpengaruh adalah tingkat pendidikan (TPDK), lama bertani (LBTI), luas area (LARA), dan pemahaman petani terhadap perubahan iklim (PPTI). Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan petani untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, yang bernilai satu dan keputusan petani untuk tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim yang bernilai nol. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi petani dalam Melakukan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Predictor Coef P Odds Ratio Constant -30,4276 0,998 Tingkat Pendidikan 22,1910 0,998 4,33941E+09 Lama Bertani 0,0143 0,856 1,01 Luas Area 5,9534 0,322 385,08 Pemahaman Petani 4,6070 0,032 100,19 Log-Likelihood = -5,238 Test that all slopes are zero : G = 40,573, DF = 4, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Test Method Chi-Square DF P Pearson 20,9641 32 0,932 Deviance 10,4764 32 1,000 Hosmer Lemeshow 5,3794 8 0,716 Measures of Association : (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant 329 96,8 Discordant 11 3,2 Somers D 0,94 Ties 0 0,0 Goodman-Kruskal Gamma 0,94 Total 340 100 Kendall s Tau-a 0,48 Sumber : Data primer (diolah), 2011 Keterangan : * Signifikan pada tingkat kepercayaan 95%

Model regresi logistik yang didapat dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Z i = -30,4276 + 22,1910TPDK + 0,0143LBTI + 5,9534LARA + 4,6070PPTI Pengujian keseluruhan model logit untuk menyatakan model logit dapat menjelaskan keseluruhan atau memprediksi pilihan individu pengamatan dapat menggunakan uji G, dengan membandingkan antara nilai G dan nilai Khi-kuadrat tabel pada a tertentu dengan derajat bebas k-1. Jika menggunakan program Minitab dapat dilihat dari nilai P yaitu model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan adaptasi terhadap iklim jika P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang dipilih. Hasil olahan data pada halaman sebelumnya diperoleh nilai Log-likelihood sebesar -5,238 yang menghasilkan nilai G sebesar 40,573 dengan nilai P yaitu 0,000. Nilai P yang dihasilkan berada di bawah taraf nyata lima persen (α = 5%), maka dapat dismpulkan bahwa model logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan petani untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Hasil olahan data menunjukkan bahwa Goodness of-fit-test atau uji kebaikan model dapat dilihat pada metode Pearson, Deviance dan Hosmer- Lemeshow. Nilai P yang dihasilkan pada ketiga metode tersebut menunjukkan nilai P yang lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata 5%, sehingga model layak untuk digunakan. 6.4.1 Variabel yang Signifikan Hasil olahan data menunjukkan bahwa variabel yang signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai P sebesar 0,032 adalah pemahaman petani terhadap perubahan iklim. Variabel pemahaman petani terhadap perubahan iklim bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin petani paham akan adanya

perubahan iklim maka semakin besar kecenderungan petani untuk melakukan adaptasi. Pemahaman petani mengenai perubahan iklim seperti kesadaran petani akan adanya perubahan iklim, informasi yang didapat oleh petani dari berbagai sumber akan membantu para petani untuk merubah pola pikir mereka. Responden akan menyadari bahwa kegiatan usahatani dengan bentuk usahatani yang sama seperti bentuk pola tanam yang sama padahal kondisi iklim telah berubah maka akan menyebabkan pendapatan mereka mengalami penurunan. Pemahaman yang kurang yang dimiliki oleh petani mengenai perubahan iklim, cenderung untuk tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Hal ini ditunjukan dari kondisi di lapangan bahwa dari 37 responden, hanya 17 responden yang melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim yaitu dengan cara merubah pola tanam mereka. Nilai odds ratio sebesar 100,19 menunjukkan bahwa tambahan satu pemahaman petani terhadap perubahan iklim maka peluang untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim 100,19 kali lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, dengan asumsi yang lain dianggap konstan (ceteris paribus). Hal ini menunjukkan bahwa setiap pemahaman petani terhadap perubahan iklim mengalami peningkatan, maka peluang untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim semakin besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 43% responden memahami adanya perubahan iklim. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman petani Desa Purwasari terhadap perubahan iklim cenderung masih rendah, oleh karena itu potensi atau peluang untuk melakukan adaptasi semakin besar jika pemahaman petani terhadap perubahan iklim ditingkatkan.

6.4.2 Variabel yang Tidak Signifikan Hasil olahan data menunjukkan bahwa variabel yang tidak signifikan diantaranya yaitu tingkat pendidikan (TKPD), lama bertani (LBTI), dan luas area (LARA). Variabel tingkat pendidikan tidak signifikan karena memiliki nilai P sebesar 0,998 yang artinya lebih besar dari taraf nyata lima persen (α = 5%). Tingkat pendidikan yang dimiliki responden yang melakukan adaptasi maupun yang tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim pada umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), sehingga responden yang melakukan perubahan pola tanam maupun yang tidak merubah pola tanam pada umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar. Variabel lama bertani tidak signifikan karena nilai P yang dimiliki lebih besar dari taraf nyata lima persen yaitu sebesar 0,856. Petani baik yang sudah lama bertani maupun yang belum lama bertani tidak mempengaruhi petani untuk melakukan adaptasi atau tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Variabel luas area tidak signifikan karena memiliki nilai P sebesar 0,322 yang artinya lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Responden yang melakukan adaptasi atau responden yang tidak melakukan adaptasi pada umumnya hanya memiliki luas area yang sempit, sehingga luas area tidak mempengaruhi petani untuk beradaptasi.