Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut"

Transkripsi

1 Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj Al Faisal Mulk M. Ibnu Haris Abstrak Kebijakan asuransi pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani. Sampai saat ini, kebijakan tersebut baru diterapkan pada komoditas padi. Padahal, komoditas cabai besar di Kabupaten Garut juga diperkirakan membutuhkan asuransi pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi efektivitas asuransi pertanian terhadap pendapatan bersih petani cabai besar di Kabupaten Garut. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan asuransi pertanian dapat efektif bila diterapkan di komoditas cabai besar Kabupaten Garut, dengan syarat pengaturan syarat klaim tidak didasarkan pada asuransi pertanian komoditas padi. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa Kabupaten Garut mengalami perubahan iklim selama kurun waktu , ditandai dengan trend curah hujan yang meningkat. Perubahan pola curah hujan yang terjadi juga memengaruhi produktivitas usahatani cabai besar di Kabupaten Garut. Kata kunci: Kabupaten Garut, Cabai Besar, Asuransi Pertanian. PENDAHULUAN Dunia pertanian sangat bergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Kondisi tersebut sangat memengaruhi perubahan musim tanam dan berdampak pada penurunan hasil panen. Cabai merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat rentan terhadap perubahan iklim terutama saat musim hujan. Tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan, terutama pada waktu berbunga karena bunga-bunganya akan mudah gugur (Hendro, 2010; Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, 2016). Penurunan hasil panen cabai juga berdampak pada stabilitas inflasi nasional. Menurut Bank Indonesia (2013), pada tahun 2010 cabai besar khususnya cabai merah merupakan tiga besar komoditas penyebab inflasi. Berdasarkan publikasi kementerian pertanian (2016), Garut merupakan kabupaten sentra produksi utama cabai besar di Jawa Barat. Rata-rata produksi tahun , Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 22,95% terhadap total produksi cabai besar Indonesia (Gambar 1). Pada tahun 2015, Garut memberikan kontribusi sebesar 75,72 ribu ton atau 33,16% dari total produksi cabai besar Jawa Barat (Gambar 2). (BPS Kabupaten Garut, 2015). Munculnya UU No.19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan salah satu langkah yang dikeluarkan pemerintah dalam melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada sektor pertanian. Salah satu bentuk perlindungan dan pemberdayaan dalam UU tersebut adalah asuransi pertanian. Tujuan dibuatnya kebijakan ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk bantuan modal kerja jika 1

2 terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen akibat salah satunya adalah perubahan iklim sehingga petani tetap bisa melakukan usaha tani setelah mengalami gagal panen. Sampai saat ini, kebijakan asuransi pertanian hanya diterapkan pada komoditas padi. Padahal, komoditas cabai, khususnya di Kabupaten Garut juga membutuhkan asuransi pertanian. Hal ini didasari pada tanaman cabai tidak tahan pada curah hujan yang tinggi, sedangkan Kabupaten Garut memiliki curah hujan yang tinggi dan hari hujan yang banyak setiap tahunnya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai pengaruh kebijakan asuransi pertanian terhadap pendapatan petani cabai besar di Kabupaten Garut. Gambar 1. Rata-rata Kontribusi Produksi Cabai Besar di Beberapa Provinsi Sentra Indonesia, Tahun Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Gambar 2. Kontribusi Produksi Cabai Besar di Beberapa Kabupaten Sentra Provinsi Jawa Barat, Tahun 2015 Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.. 2

3 ASURANSI PERTANIAN INDONESIA Dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan/program di sektor pertanian seperti subsidi bibit, subsidi pupuk, dan kredit program untuk sektor pertanian. Namun bantuan tersebut dirasa belum cukup mampu mengatasi berbagai masalah di sektor pertanian terutama masalah gagal panen yang disebabkan oleh kondisi alam/faktor alam. (Insyafiah & Wardhani, 2014). Dengan demikian tahun 2013, pemerintah mengeluarkan kebijakan asuransi pertanian yang tertuang dalam UU No. 19 Tahun Asuransi pertanian di Indonesia menerapkan prinsip Indemnity-based crop insurance: apabila objek yang diasuransikan (produk pertanian) terjadi kegagalan panen, penanggung (PT. Jasindo) bersedia untuk membayar ganti rugi tidak lebih dari nilai aktual yang harus ditanggung oleh petani. Rangkuman mengenai asuransi pertanian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Rangkuman Asuransi Pertanian Indonesia Tujuan Manfaat* Syarat petani bisa mengikuti asuransi pertanian Untuk memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk bantuan modal kerja jika terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen sebagai akibat risiko bencana alam, serangan OPT, wabah penyakit menular, dampak perubahan iklim/atau jenis risiko lainnya. Bagi Petani: 1. Melindungi petani dari sisi finansial/pendanaan terhadap kerugian akibat gagal panen. 2. Menaikan posisi petani dimata lembaga pembiayaan untuk mendapatkan kredit petani. 3. Menstabilkan pendapatan petani. 4. Meningkatkan produksi dan produktivitas sektor pertanian. Bagi Pemerintah: 1. Melindungi APBN dari kerugian akibat bencana alam di sektor pertanian karena sudah di cover oleh perusahaan asuransi. 2. Mengurangi alokasi dana ad hoc untuk bencana alam. 3. Adanya kepastian alokasi dana di APBN (subsidi premi). 4. Mengurangi kemiskinan di sektor pertanian dalam jangka panjang. 5. Meningkatkan produksi pertanian secara nasional (mengurangi impor) 1. Petani Penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan Usaha Tani dan Menggarap paling luas 2 Ha. 2. Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan 2 Ha 3. Petani holtikultura, perkebunan, atau peternak skala usaha kecil sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan 3

4 Nilai Pertanggungan Premi pada komoditas padi Subsidi premi oleh pemerintah Premi yang harus dibayar petani padi Syarat Klaim Rp /ha didasarkan pada biaya produksi padi dalam satu hektar 3 % dari biaya pertanggungan. yaitu sebesar Rp /ha. 80% dari besarnya premi, yaitu Rp /ha. 20% dari bersarnya premi, yaitu Rp /ha. Petani padi akan memeroleh biaya pertanggungan jika terjadi kerugian yang diakibatkan kerusakan sebesar 75% dari luas lahan. Sumber: *Insyafiah & Wardhani (2014); UU No. 19 Tahun PEMBAHASAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CABAI BESAR KABUPATEN GARUT Grafik 2. Curah Hujan dan Produktivitas Petani Cabai Besar di Kabupaten Garut, Tahun Produktivitas (kg/ha)* Linear (Produktivitas (kg/ha)*) Curah Hujan (mm)* Linear (Curah Hujan (mm)*) Sumber: *Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (diolah); **Arsyad W. M., (2016, diolah). Perubahan iklim bersifat gradual, artinya dalam jangka pendek sulit untuk menentukan apakah terjadi perubahan iklim atau tidak. Berdasarkan grafik 2, bila dilihat secara trend dari tahun , curah hujan di Kabupaten Garut mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan iklim di Kabupaten Garut. Hal ini didukung oleh hasil wawancara Arsyad W. M. kepada 69 petani cabai besar (pengalaman bertani lebih dari 5 tahun) di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut, bahwa beberapa tahun tahun terakhir petani sulit untuk memprediksi cuaca (Arsyad, 2016). 4

5 Terlihat bahwa produktivitas cabai besar per hektar di Kabupaten Garut mengalami trend penurunan dari tahun Penurunan produktivitas mulai terjadi di tahun 2005 hingga tahun Produktivitas di tahun 2005 sebesar kg/ha, sedangkan di tahun 2008 produktivitasnya menjadi kg/ha. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh salah satunya kondisi curah hujan per bulan yang tidak ideal di tahun 2005 s.d Tanaman cabai besar akan menghasilkan produksi yang optimal pada kondisi curah hujan mm/bulan 1. Sedangkan, kondisi curah hujan perbulan di Kabupaten Garut tahun 2005 s.d. 2008, secara berurutan terdapat lima, delapan, tujuh dan enam bulan curah hujan yang diatas dan dibawah kondisi ideal. Menurut Direktorat Jenderal Holtikultura (2013), pada tahun 2007 masa panen cabai di Kabupaten Garut terhambat karena situasi iklim. Curah hujan yang tinggi dan adanya banjir menyebabkan banyak cabai besar yang busuk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kondisi curah hujan memengaruhi produktivitas cabai besar di Kabupaten Garut. PERBANDINGAN PENDAPATAN BERSIH PETANI CABAI BESAR TANPA DAN DENGAN MENGIKUTI ASURANSI PERTANIAN Dalam melihat perbandingan pendapatan bersih petani cabai besar di Kabupaten Garut, peneliti hanya fokus pada tahun 2008 dan Kedua tahun ini dipilih karena dua hal, yaitu: pertama, data harga cabai besar ditingkat petani dan biaya produksi hanya ada di tahun 2008 dan Kedua, produktivitas cabai besar di Kabupaten Garut tahun 2008 termasuk yang terendah ( kg/ha), sedangkan di tahun 2012 termasuk yang tertinggi ( kg/ha). Dengan demikian dapat terlihat jelas perbandingan pendapatan bersih petani cabai besar sebelum dan setelah mengikuti asuransi pertanian. Menurut Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM (2013), secara umum tanaman cabai besar dapat ditanam dua kali dalam satu tahun. Berdasarkan pernyataan tersebut, tahun 2008 dan 2012 terdapat dua musim tanam cabai besar di Kabupaten Garut. Produktivitas cabai besar musim pertama pada tahun 2008 sebesar kg/ha, sedangkan musim tanam kedua sebesar kg/ha. Musim pertama tahun 2012, produktivitas cabai besar sebesar kg/ha, dan musim kedua sebesar kg/ha 2. Diasumsikan harga (P) cabai besar di tingkat petani tidak mengalami perubahan selama musim tanam, maka Pendapatan petani (TR) cabai besar Kabupaten Garut musim pertama dan kedua tahun 2008, 1 Dikutip dari Pertanianku.com (2015). 2 Perhitungan proporsi produktivitas musim tanam satu dan dua terdapat di Lampiran 1. 5

6 sebesar Rp /ha dan Rp /ha. Musim pertama tahun 2012, pendapatan petani sebesar Rp /ha, sedangkan musim kedua sebesar Rp Pendapatan yang diterima petani cabai besar Kabupaten Garut digunakan untuk membiayai produksi cabai besar di musim berikutnya, dan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Diasumsikan biaya produksi tidak mengalami peningkatan selama musim tanam, maka musim tanam pertama tahun 2008 dan 2009, pendapatan petani tidak mencukupi untuk melakukan produksi di musim berikutnya atau dengan kata lain petani mengalami kerugian, sehingga pendapat bersih petani ( ) secara berurutan sebesar (Rp /ha) dan (Rp /ha). Menurut Arsyad W. M., (2016), rata-rata petani cabai besar di Kabupaten Garut menguasai lahan sebesar 0.5 ha. Berdasarkan pernyataan tersebut, kerugian yang ditanggung seorang petani cabai besar di Kabupaten Garut pada musim tanam pertama tahun 2008 dan 2012 adalah Rp dan Rp Dengan kata lain, kerugian perbulannya masing-masing sebesar Rp dan Rp Sedangkan, rata-rata anggota keluarga sebanyak empat orang dan batas garis kemiskinan di Kabupaten Garut tahun 2008 dan 2012 sebesar Rp dan Rp (tabel 3). Diasumsikan, hanya satu anggota keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga, maka total tanggungannya perbulan sebesar adalah Rp dan Rp Kondisi ini bearti usaha tani cabai besar di Kabupaten Garut pada musim tanam pertama tahun 2008 dan 2012 tidak menghasilkan manfaat karena petani tidak memiliki pendapatan untuk membiayai hidup dirinya dan keluarga. Tabel 2. Rekapitulasi Pendapatan Bersih ( ) Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Tanpa Mengikuti Asuransi Pertanian. Tahun Musim Tanam Produktivitas (kg/ha) P (Rp/kg) TR (Rp/ha) TC (Rp/ha) (Rp/ha) * * ( ) * * ** ( ) ** Sumber: *Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut (2009); **Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2014); Sisanya diolah oleh penulis. Kekurangan biaya produksi cabai besar di musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012 di Kabupaten Garut, mengharuskan petani untuk menambahkan modal 6

7 melalui pinjaman kepada rentenir, perbankan, koperasi, atau saudara. Hal ini dilakukan dengan harapan pada musim tanam kedua petani cabai besar Kabupaten Garut dapat memeroleh keuntungan. Berdasarkan tabel 2, pada musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012, pendapatan bersih petani sebesar Rp /ha dan Rp /ha. Dikarenakan satu petani menguasi hanya 0.5 hektar, maka pendapatan bersih satu orang petani per bulan dari hasil musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012 adalah Rp dan Rp Kondisi ini bearti usaha tani cabai besar di Kabupaten Garut pada musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012 menghasilkan manfaat karena petani memiliki pendapatan untuk membiayai hidup dirinya dan keluarga dan membayar cicilan modal pinjaman produksi sebelumnya. Tabel 3. Biaya Tanggungan Minimal Petani Cabai Besar Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Bulan)* Jumlah Anggota Keluarga* Total Tanggungan (Rp/Bulan) Sumber: *BPS Kabupaten Garut (2009 & 2013) Tabel 4. Rekapitulasi Pendapatan Bersih ( ) Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Menggunakan Asuransi Pertanian. Tahun Musim Tanam Produktivitas (kg/ha) P (Rp/kg) TR (Rp/ha) TC (Rp/ha) (Rp/ha) * *** * ** ( ) ** Keterangan: TC sudah ditambah dengan premi asuransi; ***TR yang sudah ditambah nilai pertanggungan. Sumber: *Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut (2009); **BPS Jawa Barat (2014); Sisanya diolah oleh penulis. Menurut Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM (2013), produktivitas ideal cabai besar adalah kg/ha. Mengikuti skema asuransi pertanian untuk komoditas padi, yaitu petani hanya bisa melakukan klaim ketika terjadi kerusakan 75% luas lahan, atau dengan kata lain 25% yang tidak terjadi kerusakan. Dengan demikian, produktivitas maksimum untuk mendapatkan klaim adalah kg/ha. Petani yang melakukan klaim dan sudah mengikuti ketentuan yang ditetapkan dengan pihak asuransi, akan mendapatkan nilai pertanggungan sebesar rata-rata biaya produksi dan digunakan sebagai tambahan modal produksi 7

8 di musim tanam selanjutnya. Disisi lain petani yang mengikuti asuransi pertanian perlu membayar premi, hal ini akan meningkatkan total biaya produksi petani per musim tanam. Diasumsikan semua petani cabai besar di Kabupaten Garut mengikuti asuransi pertanian dan mengkuti skema asuransi pertanian yang dipaparkan pada paragraf sebelumnya. Berdasarkan tabel 4, hanya pada musim tanam pertama pada tahun 2008 yang mendapatkan nilai pertanggungan sebesar Rp /ha sehingga pendapatan petani meningkat menjadi Rp /ha. Dikarenakan petani cabai besar Kabupaten Garut mengikuti asuransi pertanian maka dikenakan premi sebesar Rp /ha/musim tanam 3. Oleh karena itu, Biaya produksi petani menjadi Rp /ha/musim tanam. Pendapatan bersih petani setelah mengikuti asuransi pertanian di musim tanam pertama tahun 2008 adalah sebesar Rp Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa satu petani menguasi hanya 0.5 hektar, maka pendapatan bersih satu orang petani per bulan dari hasil musim tanam pertama tahun 2008 adalah Rp Total tanggungan petani sebagai tulang punggung keluarga pada tahun 2008 adalah Rp /bulan. Dengan demikian, petani cabai besar Kabupaten Garut yang mengikuti asuransi pertanian dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Berbeda halnya pada musim tanam pertama tahun 2012, petani tidak memeroleh nilai pertanggungan karena produktivitas pada musim tersebut masih berada diatas produktivitas maksimum untuk melakukan klaim. Padahal pendapatan petani di musim tanam pertama tahun 2012 tidak dapat memenuhi biaya produksi di musim tanam selanjutnya. Disisi lain, petani perlu membayar premi asuransi yang mengakibatkan pendapatan bersih petani semakin berkurang. SIMPULAN Penelitian ini menghasilkan tiga simpulan yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Simpulan tersebut adalah: 1. Selama kurun waktu , Kabupaten Garut diperkirakan terjadi perubahan iklim dengan ditandai trend curah hujan yang meningkat. 2. Curah hujan memengaruhi produktivitas cabai besar di Kabupaten Garut. 3. Asuransi pertanian memiliki dampak yang positif bagi pendapatan bersih petani cabai besar Kabupaten Garut. Hal ini terlihat pada simulasi penerapan asuransi pertanian, dimana semua petani cabai besar diasumsikan mengikuti asuransi dan skema asuransi komoditas padi. Bila terjadi gagal panen, petani dapat mengajukan klaim asuransi untuk mendapatkan nilai pertanggungan. 3 Perhitungan Premi terdapat di Lampiran 2 8

9 Nilai pertanggungan tersebut dapat digunakan oleh petani cabai besar sebagai tambahan modal memulai usahatani kembali pada musim tanam berikutnya dan sisanya dapat membiayai hidup dirinya dan keluarga. 9

10 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, W. M. (2016). Model Pengelolaan Usahatani Cabai (Capsicum annuum) Berkelanjutan Pada Lahan Dataran Tinggi. Bank Indonesia. (2013). Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Usaha Budidaya Cabai Merah. Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Usaha dan UMKM Bank Indonesia. BPS Jawa Barat. (2014). Statistik Harga Produsen Pedesaan Jawa Barat Jawa Barat : BPS Jawa Barat. BPS Kabupaten Garut (2004). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2005). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2006). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut BPS Kabupaten Garut (2007). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2008). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut BPS Kabupaten Garut (2009). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2010). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut BPS Kabupaten Garut (2011). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2012). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut BPS Kabupaten Garut (2013). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2014). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten BPS Kabupaten Garut (2015). Kabupaten Garut dalam Angka BPS Kabupaten Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. (2013). Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah: Usaha Budidaya Cabai Merah. Jakarta: Bank Indonesia. Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut. (2009). Profil Kawasan Cabai Merah Di Kabupaten Garut. Kabupaten Garut: Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut. Direktorat Jenderal Holtikultura. (2013, April 2). Pasokan Harga. Retrieved from Berita Direktorat Jenderal Holtikultura: Hendro, S. (2010). Bertanam 30 Jenis Sayuran. Depok: Penebar Swadaya. Insyafiah, & Wardhani, I. (2014). Kajian Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Skripsi. Bengkulu. Jatimprov. (n.d.). UU No.19/2013. Retrieved 4 24, 2017, from jatimprov.go.id: jdih.jatimprov.go.id/?wpfb_dl=13603 Pertanianku.com. (2015, November 7). Mengenal Iklim Yang Tepat untuk Bertanam Cabai. Retrieved from Pertanianku: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. (2016). Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Hortikultura Cabai. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI 10

11 LAMPIRAN I Pehitungan Proporsi Produktivitas per Musim Tanam Dengan keterbatasan informasi, data yang penulis dapat hanyalah data produktivitas per tahun. Dengan demikian, untuk mengetahui produktivitas per musim tanam penulis menggunakan probabilitas berhasil panen tiap musim panen yang dilihat dari banyaknya bulan ideal untuk menanam cabai. Peneliti mengasumsikan bahwa curah hujan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan produktivitas cabai. Tanaman cabai besar akan mengahasilkan produksi yang optimal pada kondisi curah hujan mm/bulan, dapat diasumsikan bahwa dalam bulan tersebut tanaman mengalami gangguan dalam proses pertumbuhan sehingga berpotensi menurunkan produktivitas. Tabel i. Data Curah Hujan per bulan di Kabupaten Garut, 2008 dan 2012 ` jan feb mar apr mei Jun juli aug sept okt nov des Keterangan: Warna kuning diatas ideal dan warna merah dibawah ideal. Arsyad, W. M. (2016). Peneliti mengasumsikan musim tanam 1 dimulai pada bulan januari dan musim tanam 2 pada bulan juli. Pada musim 1 tahun 2008, kemungkinan untuk berhasil hanya ada pada bulan mei sehingga didapatkan probabilitas berhasil di musim 1 adalah 1/6. Probabilitas pada musim 2 ditahun yang sama jauh lebih banyak, yaitu 4/6 atau dengan kata lain, pada musim 2 probabilitas untuk berhasilnya 4 kali lebih besar daripada musim 1. Pada tahun 2012, probabilitas berhasil musim tanam 1 dan 2 adalah 2/6 dan 5/6 atau dengan kata lain, pada musim 2 probabilitas berhasil 2,5 kali lebih besar daripada musim 1. Diasumsikan, X = probabilitas berhasil Tahun 2008 X + 4X = 1 X = 1/5 Tahun 2009 X + 2,5X = 1 X = 1/3,5 Berdasarkan perhitungan tahun 2008, maka peluang berhasil pada musim tanam 1 dan 2 adalah 20% dan 80%. Persentase tersebut lalu dikalikan dengan produktivitas sehingga didapatkan angka proporsi produktivitas per musim tanam. Produktivitas pada tahun 2008 adalah kg/ha/tahun. Dengan demikian produktivitas pada musim tanam 1 adalah 20% x = 2881 kg/ha dan pada musim tanam 2 adalah 80% x =11522 kg/ha. Berdasarkan perhitungan tahun 2012, maka peluang berhasil pada musim tanam 1 dan 2 adalah 28% dan 72%. Persentase tersebut lalu dikalikan dengan produktivitas sehingga didapatkan angka proporsi produktivitas per musim tanam. Produktivitas pada tahun 2012 adalah kg/ha/tahun. Dengan demikian produktivitas pada musim tanam 1 adalah 28% x = kg/ha dan pada musim tanam 2 adalah 72% x = kg/ha. 11

12 LAMPIRAN II Pehitungan Premi Asuransi Perhitungan premi didasari oleh skema asuransi padi, yaitu 3% dikalikan nilai tanggungan. Nilai tanggungan pada skema asuransi pertanian komoditas padi adalah besarnya biaya input produksi padi. Berdasarkan data, biaya produksi ratarata untuk memproduksi cabai besar di Kabupaten Garut adalah Rp Dengan demikian, besarnya premi yang harus dibayarkan adalah Rp Menurut skema asuransi tanaman padi bahwa pemerintah melakukan subsidi sebesar 80% dari premi. 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sedang berupaya menjaga ketahanan pangan Indonesia dengan cara meningkatkan produksi tanaman pangan agar kebutuhan pangan Indonesia tercukupi. Ketidak tersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

Memilih Skema Asuransi Pertanian. Oleh: 1. Hadi Setiawan. Peneliti pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan

Memilih Skema Asuransi Pertanian. Oleh: 1. Hadi Setiawan. Peneliti pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Memilih Skema Asuransi Pertanian Oleh: 1. Hadi Setiawan Peneliti pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan 2. Sofia Arie Damayanty Peneliti pada Pusat Pengelolaan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 28/07/11/Th.V. 01 Juli 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2010 DAN RAMALAN II TAHUN 2011) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian memiki arti penting dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pemerintah telah menetapkan pertanian sebagai prioritas utama pembangunan di masa mendatang. Sektor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 11 / 62 /Th.VI, 1 November 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Oktober 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 36/07/32/Th XIX, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 104,46 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/07/12/Th.VI. 02 Juli 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2011 DAN RAMALAN I TAHUN 2012) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2011,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 32/06/32/Th XIX, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI SEBESAR 103,94 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 70/12/32/Th XVII, 1 Desember PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI NOVEMBER SEBESAR 107,20 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 38/07/32/Th XVII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 103,08 (2012=100) Nilai Tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 12 / 62 /Th.V, 1 Desember 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada November 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 09/02/51/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2014, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,23 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA MEI 2017

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA MEI 2017 No. 40/06/71/Th.XI, 2 Juni 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA MEI 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Utara pada 2017 meningkat 0,30 persen, dari nilai 92,15 pada bulan April menjadi 92,43

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 48/09/32/Th XIX, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 105,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 18/04/32/Th XIX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2017 SEBESAR 102,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 07 / 62 /Th.VI, 2 Juli 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Juni 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat 99,26

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVIII, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 107,24 (2012=100)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

ASURANSI PERTANIAN DI INDONESIA

ASURANSI PERTANIAN DI INDONESIA ASURANSI PERTANIAN DI INDONESIA 1 LATAR BELAKANG 1.Usaha sektor pertanian dipandang usaha yang mempunyai risiko tinggi terhadap dinamika alam dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 14/03/32/Th.XIX, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2017 SEBESAR 102,53 (2012=100)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 23/05/32/Th XIX, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL SEBESAR 102,87 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/01/32/Th.XIX, 3 Januari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 104,31 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 34/6/32/Th XVII, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2015 SEBESAR 102,48 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 07/02/32/Th XIX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 SEBESAR 103,25 (2012=100)

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 03/01/61/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan bulan November 2009 Provinsi Kalimantan Barat sebesar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 22/4/32/Th XVII, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015 SEBESAR 105,45 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014 Katalog : 332804.15.01 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN TEGAL DAN BPS KABUPATEN TEGAL NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN Nomor Publikasi : 332804.15.01 Ukuran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 09 / 62 /Th.V, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Agustus 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 03 / 62 /Th.VI, 1 Maret 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Februari 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA FEBRUARI 2017

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA FEBRUARI 2017 No.18/03/71/Th.XI, 1 Maret 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA FEBRUARI 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Utara pada Februari 2017 hanya 92,47 atau turun 0,41 persen dibanding bulan sebelumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 11 / 62 /Th.V, 1 November 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Oktober 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVII, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 105,16 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

Grafik 1 Perkembangan NTP dan Indeks Harga yang Diterima/Dibayar Petani Oktober 2015 Oktober 2016

Grafik 1 Perkembangan NTP dan Indeks Harga yang Diterima/Dibayar Petani Oktober 2015 Oktober 2016 o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 03/11/62/Th.X, 1 November Selama Oktober, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,96 Persen dan Terjadi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 27/04/51/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. MARET 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,47 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Maret 2015 mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan khususnya para petani. Pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 52/09/32/Th XVII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 104,11 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci

Kata kunci : Asuransi Pertanian, Indeks Curah Hujan, Metode Black Scholes, Premi Asuransi.

Kata kunci : Asuransi Pertanian, Indeks Curah Hujan, Metode Black Scholes, Premi Asuransi. Judul : Perhitungan Harga Premi Asuransi Pertanian Yang Berbasis Indeks Curah Hujan Menggunakan Metode Black Scholes Nama : Ida Ayu Gde Khasmana Putri (NIM: 1208405023) Pembimbing : 1. Ir. Komang Dharmawan.,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 04 / 62 /Th.V, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Maret 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 17/3/32/Th XVII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2015 SEBESAR 105,69 (2012=100)

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN APRIL 2010 NAIK 0,27 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN APRIL 2010 NAIK 0,27 PERSEN No. 18/05/14/Th.XI, 3 Mei 2010 NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN APRIL 2010 NAIK 0,27 PERSEN Pada bulan April 2010, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 104,02 atau naik 0,27 persen

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 BPS PROVINSI ACEH No.2/1/Th.XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 Untuk pertama kalinya pada bulan Desember 2013, data NTP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) Selama, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,92 Persen No. 03/05/62/Th.X, 2 Mei Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

Suplemen 2. tahun. Pergerakan. masih. beras. sebesar 1%, lebih. masih per hektar 4. P200 yaitu. Badan. Pusat Statistik 3

Suplemen 2. tahun. Pergerakan. masih. beras. sebesar 1%, lebih. masih per hektar 4. P200 yaitu. Badan. Pusat Statistik 3 Suplemen 2 SELAYANG PANDANG PRODUKSI BERAS DI PROPINSI SUMATERAA SELATAN Produksi dan Konsumsi Sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, merupakan jenis komoditas yang kerapkali menyumbangkan

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 26/5/32/Th XVII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2015 SEBESAR 102,78 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan konsumen di Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok masyarakat,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah sumber daya alam pertanian dengan intensif. maka itu pilihan terakhir karena usaha di bidang lainnya gagal.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah sumber daya alam pertanian dengan intensif. maka itu pilihan terakhir karena usaha di bidang lainnya gagal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sektor pertanian di Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam yang melimpah.dalam pandangan orang awam, dengan potensi yang demikian tentu memberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 19/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2016, NTP BALI NAIK 0,44 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Februari 2016 tercatat mengalami kenaikan sebesar

Lebih terperinci

Kartu Tani Bawang. 05 Oktober PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Padang

Kartu Tani Bawang. 05 Oktober PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Padang Kartu Tani Bawang 05 Oktober 2017 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Padang Latar Belakang 1. Ketahanan Pangan dicanangkan oleh pemerintah melalui berbagai program untuk membentuk masyarakat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 11/02/51/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,01 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci