SEBAGAI PENGHAMBAT CENDAWAN TULAR TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

KEMAMPUAN PENGHAMBATAN

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

EFEKTIFITAS METABOLIT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN Ganoderma spp. SECARA In Vitro SKRIPSI OLEH : NI MAL HAMDI BM AGROEKOTEKNOLOGI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

BAB III METODE PENELITIAN. Mikrobiologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbiumbian

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

komersial, pupuk SP 36, pupuk KCl, NaCl, Mannitol, K 2 HPO 4, MgSO 4.7H 2 O,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

POTENSI BAKTERISIDA SENYAWA METABOLIT Penicillium spp. TERHADAP Ralstonia solanacearum PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA CABAI KHOIRUNNISYA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

PENGHAMBATAN SERANGAN Sclerotium rolfsii PENYEBAB REBAH KECAMBAH PADA KEDELAI DENGAN BAKTERI KITINOLITIK

METODOLOGI PENELITIAN

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KANDUNGAN PASIR PADA MEDIA SEMAI TERHADAP PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Sclerotium rolfsii Sacc) PADA PERSEMAIAN TANAMAN CABAI

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

III BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

II. MATERI DAN METODE

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

BAB III METODELOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. untuk mengisolasi Actinomycetes dan melihat kemampuannya dalam

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

III. BAHAN DAN METODE A.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

KARAKTERISASI ZAT ANTZMMROBA-POLPEPTIDA DARI ISOLAT Bacillus sp. LTW 54 AS& TAMBAK UDANG ARI RNA BINTARTI

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

TAHLIYATIN WARDANAH A

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

UJI KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN KARET TERHADAP PENYAKIT Corynespora cassiicola DAN Colletotrichum gloeosporioides DI KEBUN ENTRES SEI PUTIH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

Transkripsi:

POTENSI Streptomyces spp. SEBAGAI PENGHAMBAT CENDAWAN TULAR TANAH Sclerotium rolfsii SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA PADA TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum) R. DESY YUSNIAWATI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

ABSTRAK R. DESY YUSNIAWATI. Potensi Streptomyces spp. sebagai Penghambat Cendawan Tular Tanah secara In Vitro dan In Planta pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum). Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan CHAERANI. Streptomyces spp. isolat indigenos terpilih merupakan sumber senyawa antimikrob. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan isolat Streptomyces spp. dan cara aplikasinya dalam menekan pertumbuhan S. rolfsii baik secara in vitro maupun in planta pada tanaman tomat. Enam isolat Streptomyces spp. indigenos yang diisolasi dari rhizosfer tanah hasil penapisan terhadap berbagai mikrob patogen tular tanah dipilih untuk diuji terhadap S. rolfsii. LSW 05 dan PS 4-16 merupakan isolat terpilih dari hasil uji in vitro dengan nilai kemampuan penghambatan pertumbuhan S. rolfsii sebesar 84% dan 33% untuk dilanjutkan ke dalam uji in planta. Aplikasi Streptomyces secara penyiraman dapat menekan keparahan penyakit dan meningkatkan tinggi tanaman lebih tinggi, tetapi tidak dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih bila dibandingkan dengan cara seedcoating pada tanaman yang diinfestasi dengan S. rolfsii. Isolat LSW 05 mampu menekan luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) hingga -906. Isolat tersebut juga mampu meningkatkan tinggi tanaman dengan nilai luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) tertinggi (118) serta meningkatkan kemampuan berkecambah benih tomat (70%) pada tanaman yang diinfestasi dengan S. rolfsii. Berdasarkan kemampuannya tersebut, isolat LSW 05 potensial untuk dapat dikembangkan sebagai agen pengendali hayati mikrob patogen tular tanah pada tanaman tomat. Kata kunci: Streptomyces spp., pengendali hayati, Sclerotium rolfsii, tanaman tomat. ABSTRACT R. DESY YUSNIAWATI. The Potency of Streptomyces spp. as Biocontrol Agent of Soil Borne Fungi Sclerotium rolfsii through In Vitro and In Planta Assay in Tomato Plant (Solanum lycopersicum). Supervised by YULIN LESTARI and CHAERANI. Selected indigenous isolates of Streptomyces spp. are known as source of antimicrobial compound. The research aims to study the ability of isolates of Streptomyces spp. and their application in suppressing the growth of Sclerotium rolfsii in vitro and in planta assay in tomato plant. Six indigenous Streptomyces spp. isolates which have been isolated from soil rhizhosphere that able to inhibit various soil borne microbial pathogen were chosen against Sclerotium rolfsii in vitro and in planta assay in tomato plants. In vitro assay showed that LSW 05 and PS 4-16 inhibited the growth of Sclerotium rolfsii by 84 and 33% respectively and they were selected for in planta assay. Pouring application of Streptomyces could suppressed the disease level and arised the height of tomato plant, but it not increased percentage of tomato seed germination if it compare to seedcoating application on tomato plant with S. rolfsii addition. LSW 05 isolate could supressed of area under the disease progress curve (AUDPC) until -906. The isolate also increased the height of tomato plant which had the higest value of area under the length progress curve (AULPC) (118) and percentage of tomato seed germination by 70% on S. rolfsii addition. Based on this capability, the LSW 05 isolate is potential to be developed as a biological control agent for soil microbial pathogens in tomato plant. Key words: Streptomyces spp., biocontrol, Sclerotium rolfsii, tomato plant

POTENSI Streptomyces spp. SEBAGAI PENGHAMBAT CENDAWAN TULAR TANAH Sclerotium rolfsii SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA PADA TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum) R. DESY YUSNIAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Judul Skripsi : Potensi Streptomyces spp. sebagai Penghambat Cendawan Tular Tanah secara In vitro dan In Planta pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum). Nama : R. DESY YUSNIAWATI NIM : G 34104051 Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kesehatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Potensi Streptomyces spp. sebagai Penghambat Cendawan Tular Tanah secara In vitro dan In Planta pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Oktober 2008 dan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi departemen Biologi, FMIPA IPB serta Rumah Kaca Kelompok Peneliti Biokimia Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yulin Lestari dan Dr. Ir. Chaerani yang telah memberikan bimbingan, saran, motifasi dan fasilitas selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, Dra. Sri Listiyowati, MSi. selaku Wakil Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran dan kritikannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik yang telah memberikan kasih sayang yang melimpah dan dorongan materil maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Teman-teman dari Laboratorium Mikrobiologi: Mbak Maya, Budi, Deny, Yayo, Jo, Fina, Kiki, Angel, Nicho, Encah, Neta, Nurul, Winda, Syamsul, Laila, staf Laboratorium Mikrobiologi, Pak Tatang, Tina, Wiwik, Tiwul, Lia atas bantuan dan kerja samanya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi para pembaca. R Desy Yusniawati

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 02 Juni 1985 sebagai anak kedua dari lima bersaudara, putri pasangan Saprudin dan Eni Suhartini. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Majalengka dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB pada Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum Biologi Dasar (2007/2008 dan 2008/2009) dan Mikrobiologi Dasar (2007/2008 dan 2008/2009). Pada tahun 2007, penulis melaksanakan praktik kerja lapangan yang berjudul Analisis Penyakit pada Udang Putih Litopenaeus vannamei di Laboratorium PT Centralpertiwi Ba yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2007.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 1 Peremajaan dan Perbanyakan Streptomyces spp. dan S. rolfsii... 2 Uji In Vitro Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Sclerotium rolfsii... 2 Uji In Planta Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Sclerotium rolfsii... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 4 Uji In Vitro Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp... 4 Uji In Planta Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Sclerotium rolfsii... 5 Pembahasan... 8 SIMPULAN... 9 SARAN... 10 DAFTAR PUSTAKA... 10

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Variasi aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni Sclerotium rolfsii oleh sel Streptomyces spp. pada ke-5... 5 2. Variasi aktivitas penghambata pertumbuhan koloni S. rolfsii oleh filtrate kultur Streptomyces spp. pada ke-5... 5 3. Kecambah yang layu setelah terserang S. rolfsii... 5 4. Tanaman yang terserang S. rolfsii pada berbagai cara aplikasi Streptomyces; 0= kontrol, 1= seedcoating, 2= siram, 3=seedcoating+siram... 5 DAFTAR TABEL Halaman 1. Persentase penghambatan koloni isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii. 4 2. Nilai probabilitas (P) F hitung 1 untuk luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP), luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) dan kemampuan berkecambah benih (KB) tomat... 6 3. Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) 1 tomat yang ditanam pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii... 6 4. Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LDKP) 1 tomat yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii... 6 5. Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) 1 pada tomat yang ditanam pada pot yang diinfestasi S. rolfsii... 7 6. Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) 1 pada tomat yang ditanam pada pot tidak diinfestasi dengan S. rolfsii... 7 7. Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap persentase perkecambahan benih tomat 1 yang ditanam pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii... 7 8. Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap persentase perkecambahan benih tomat1 yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S.rolfsii... 8

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Komposisi media pertumbuhan... 13 2. Intesitas penyakit dan luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) pada tanaman tomat yang diberi perlakuan Streptomyces LSW 05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara dan diinokulasikan denagn S. rolfsii... 14 3. Intesitas penyakit dan luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) pada tanaman tomat yang diberi perlakuan Streptomyces LSW 05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara tanpa diinokulasikan dengan S. rolfsii... 15 4. Tinggi tanaman tomat dan luas area di bawah kurva pertumbuhan tanaman (LADKT) yang diberi perlakuan Streptomyces LSW05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara dan diinokulasi dengan S. rolfsii... 16 5. Tinggi tanaman dan luas area di bawah kurva pertumbuhan tanaman (LADKT) yang diberi perlakuan Streptomyces LSW05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara tanpa diinokulasi dengan S. rolfsii... 17 6. Jumlah benih tomat yang berkecambah yang diberi perlakuan Streptomyces LSW05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara dan diinokulasi dengan S. rolfsii... 19 7. Jumlah benih tomat yang berkecambah yang diberi perlakuan Streptomyces LSW 05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara tanpa diinokulasikan dengan S. rolfsii. 20

PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tomat merupakan komoditas penting dan berperan dalam pemenuhan gizi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Daerah sentra produksi tanaman tomat di Indonesia tersebar di Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Bengkulu, dan Bali (Pitoko 2005). Rata-rata produksi tanaman tomat di Indonesia dalam kurun 1999-2003 mencapai 574,153 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12 ton/ha (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2004). Produksi tomat di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan rata-rata produksi tomat di negara maju yaitu seperti Amerika Serikat yang mencapai 39 ton/ha. Produksi tomat di Indonesia dari tahun 2005 ke 2006 mengalami penurunan sebesar 2.67% (Badan Pusat Statistik 2006). Salah satu penyebab produktivitas tanaman tomat yang rendah di Indonesia adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT, Direktorat Perlindungan Hortikultura 2004). Mikroba patogen tular tanah yang umum ditemukan pada tanaman tomat di antaranya adalah Fusarium, Ralstonia solanacearum sp., Rhizoctonia solani, Phytophthora ifestans, dan terutama Sclerotium rolfsii yang dapat menyerang banyak spesies tanaman pada berbagai tingkat pertumbuhan (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2004). Gejala penyakit pada saat perkecambahan berupa rebah kecambah (damping off) yang menyebabkan kecambah menjadi layu dan mati. Pada tanaman yang lebih dewasa, gejala penyakit dimulai dengan muncul bercak kuning pada pangkal batang dan terus berkembang menjadi coklat kemerahan dan bahkan akan terbentuk sclerotia yang mampu bertahan lama di dalam tanah dan sukar dikendalikan secara kimiawi ataupun rotasi tanaman (Agrios 1997). Peningkatan penggunaan pestisida kimia dalam menanggulangi OPT telah mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan hidup (Direktorat Perlindungan Perkebunan 2008). Untuk itu perlu dilakukan upaya pengendalian OPT yang ramah lingkungan, misalnya melalui pengendalian secara biologis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak jenis mikroba memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati yang mampu hidup bersaing di rizosfer dan menghasilkan senyawa antimikrob (Muthanas 2004, Nobuhiro et al. 2005). Senyawa aktif potensial ini dapat digunakan sebagai substitusi pupuk dan pestisida kimiawi dan dapat diaplikasikan secara luas (Supriadi 2006). Beragam senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh Streptomyces spp., misalnya tetrasiklin, streptomisin, eritromisin, kloramfenikol, ivermektin, rifamisin, dan antibiotik non betalaktam lainnya, termasuk yang berfungsi sebagai enzim inhibitor dan imunomodulator (Madigan et al. 2006, Todar 2008). Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa beberapa isolat lokal Streptomyces spp. diketahui mampu menghasilkan senyawa antimikrob (Lestari 2006) seperti menghambat serangan R. solanacearum pada tanaman cabai (Muthanas 2004), Xanthomonas axanopodis pada kedelai (Ifdal 2003, Andri 2004), Bacillus sp., R. solani dan Pyricularia oryzae pada tanaman padi (Winarni 2004, Prabavathy et al. 2006), dan perkecambahan uredospora Phakopsora pachirizi pada tanaman kedelai (Kurniawan 2003). Kajian potensi Streptomyces spp. isolat lokal terhadap S. rolfsii yang menyerang tanaman tomat penting untuk dilakukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan isolat Streptomyces spp. dan cara aplikasinya dalam menekan pertumbuhan S. rolfsii baik secara in vitro maupun in planta pada tanaman tomat. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Oktober 2008 dan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi departemen

2 Biologi, FMIPA IPB dan Rumah Kaca Kelompok Peneliti Biokimia Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah enam isolat Streptomyces spp. ( LSW 05, LWS 1, LBR 02, PD2-9, PS4-16, SSW 02), satu isolat cendawan patogen (Sclerotium rolfsii) koleksi Lab. Mikrobiologi, Departemen Biologi FMIPA IPB, benih tomat varietas Moneymaker. Media Potato Dextrose Agar (PDA), Yeast Malt Agar (YMA), Oatmeal Agar (OA), dan International Streptomyces Project 4 (ISP4), gabah pepton (Lampiran 1), alkohol 70 %, sodium hipoklorit 0.5 %, larutan fisiologis 0.85 % tepung tapioka dan media tanam campuran tanah dan kompos steril (1:1). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, sentrifuse, pot, laminar air flow, timbangan, magnetic stirer, alat-alat gelas, dan mikropipet. Metode Peremajaan dan Perbanyakan Streptomyces spp. dan S. rolfsii. Streptomyces spp. diremajakan pada media YMA selama 7-10 pada suhu ruang kemudian diperbanyak pada media OA selama tujuh atau dalam 200 ml media ISP4 di atas inkubator bergoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 10. S. rolfsii yang akan digunakan dalam uji in vitro diperbanyak pada media PDA selama tujuh, sedangkan yang akan digunakan untuk uji in planta diperbanyak pada media gabah-pepton selama tujuh. Uji In Vitro Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap S. rolfsii. Uji antagonisme Streptomyces spp. terhadap S. rolfsii menggunakan metode biakan ganda dengan dua cara: 1) menggunakan sel Streptomyces spp. dan 2) menggunakan filtrat kultur Streptomyces spp. Uji biakan ganda dilakukan dengan menggunakan sel Streptomyces spp. berumur 7 yang digoreskan pada media PDA dengan jarak 3 cm dari pusat cawan petri. Sepuluh kemudian, bulatan koloni S. rolfsii (diameter 0.5 cm) berumur tujuh diletakkan pada pusat cawan petri tersebut dan diinkubasi pada suhu ruang. Zona hambat yang terbentuk diamati tujuh setelah masa inkubasi. Percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan. Uji biakan ganda menggunakan filtrat kultur Streptomyces spp. dilakukan dengan cara kultur Streptomyces pada media ISP 4 disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 o C selama 15 menit. Filtrat kultur sebanyak 20 µl diteteskan pada cakram kertas berdiameter 0.5 cm ditaruh pada media PDA dengan jarak tiga centi meter dari pusat cawan petri. Bulatan koloni S. rolfsii berumur tujuh diletakkan di pusat cawan petri tersebut. Cawan diinkubasi selama tujuh dalam suhu ruang. Zona hambat yang terbentuk diamati tujuh setelah masa inkubasi. Percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan. Zona hambat diukur dengan menggunakan rumus (Engelhard 1978): R1 = panjang pertumbuhan miselium S. rolfsii dari pusat cawan ke arah koloni atau filtrat kultur Streptomyces spp. R2 = panjang pertumbuhan miselium S. rolfsii dari pusat cawan ke arah yang berlawanan dari koloni atau filtrat kultur Streptomyces spp. Uji In Planta Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Sclerotium rolfsii. S. rolfsii diinfestasikan pada 300 g media tanam sebanyak kurang lebih lima gram dalam pot, yang setara dengan kepadatan 32.25 x 10 3 propagul/g media tanam. Dua isolat Streptomyces yang terpilih dari hasil uji in vitro (LSW 05 dan PS 4-16) diuji pada tanaman tomat. Kultur isolat Streptomyces spp. berumur 10 pada media ISP4 disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 o C selama 15 menit. Ekstrak kasar yang diperoleh dicuci dengan menggunakan larutan fisiologis. Kedua isolat diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasikan antar keduanya dengan

3 tiga cara: 1) seedcoating; 2) siram; 3) kombinasi seedcoating dan siram. Pada aplikasi dengan cara seedcoating, benih yang telah disterilisasi permukaan dengan sodium hipoklorit 0.5 % dilapisi dengan sel Streptomyces yang diformulasikan dalam tepung tapioka. Massa sel dicuci terlebih dahulu dengan larutan fisiologis 0.85%. Sebanyak satu gram g massa sel disuspensikan kembali dalam 10 ml larutan tapioka 3 % (konsentrasi 0.1g/ml) steril dengan bantuan magnetic stirer selama lima menit untuk memperoleh konsistensi yang seragam. Benih tomat (60 benih) dicampu rdengan 2 ml sel Streptomycesyang telah bercampur dengan tapioka kemudian dikeringanginkan dalam laminar air flow. Benih kemudian ditanam dalam pot yang telah diinfestasi dengan S. rolfsii. Pada aplikasi secara penyiraman, benih tomat yang telah disterilisasi permukaan ditanam dalam pot (lima benih/pot) yang telah diifestasi dengan S. rolfsii, kemudian disiram dengan 20 ml suspensi sel Streptomyces spp. dengan konsentrasi 0.01 g/ml. Aplikasi secara kombinasi dilakukan dengan menggabungkan metode seedcoating dan penyiraman dengan menggunakan konsentrasi Streptomyces separuhnya dari masing-masing aplikasi (0.05 g/ml + 0.005 g/ml). Sebagai kontrol adalah benih yang dilapisi dengan tepung tapioka dan/atau benih yang disiram dengan air saja. Parameter yang diamati adalah keparahan penyakit, kemampuan berkecambah (KB), dan tinggi tanaman (TT). Keparahan penyakit dan TT diamati setiap minggu selama enam minggu, sedangkan KB diamati setiap mulai ke-3 hingga semua benih pada kontrol telah berkecambah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial (3x3) dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), dengan menggunakan model rancangan petak terpisah (split plot design). Ada dua faktor dalam rancangan percobaan ini, yaitu cara aplikasi Streptomyces spp. sebagai petak utama dengan tiga cara, yaitu seedcoating, siram, kombinasi seddcoating dan siram, dan perlakuan Streptomyces spp. sebagai anak petak dengan empat perlakuan, yaitu LSW 05, PS4-16, LSW 05 + PS4-16 dan tanpa Streptomyces. Kedua faktor tersebut dilihat pada tanaman yang diberi perlakuan patogen dan tanaman yang tidak diberi perlakuan patogen, sehingga terdapat dua set penelitian. Kombinasi kedua faktor menghasilkan 12 kombinasi perlakuan untuk masing-masing set penelitian. Setiap perlakuan dan kontrol diulang lima kali sehingga terdapat 60 unit percobaan untuk masing-masing set penelitian. Keparahan penyakit dinilai berdasarkan sistem skoring sebagai berikut (Latunde, 1993): 0 = Tidak ada gejala 1 = Beberapa daun layu 2 = Infeksi ringan, miselium hanya menutupi permukaan tanah 3 = Infeksi sedang, tanaman layu dan miselium menutupi pangkal batang 4 = Infeksi berat, tanaman layu berkelanjutan, sklerotia berlimpah di pangkal batang 5 = Tanaman mati Skor penyakit digunakan untuk menghitung intensitas penyakit (IP) dengan menggunakan rumus (Kuswinanti 2006): IP a N = Intensitas Penyakit = nilai skor penyakit tiap tanaman = jumlah tanaman dengan nilai skor tertentu Intensitas penyakit kumulatif dikonversi menjadi luasan area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) dengan rumus (Christ & Haynes 2001): R i t i n = tingkat intensitas penyakit = waktu pengamatan = jumlah pengamatan Tinggi tanaman diperoleh dari: TT = Tinggi tanaman

4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan masing-masing parameter dikoreksi dengan menggunakan faktor koreksi yang dihitung dengan rumus (Abbot 1925): P' = (P-K)/(100-K) x 100 P' = persentase kematian, tinggi tanaman dan kemampuan berkecambah terkoreksi K = persentase kematian, tinggi tanaman, dan kemampuan berkecambah pada kontrol Intensitas penyakit, tinggi tanaman, dan kemampuan berkecambah pada tertentu untuk masing-masing cara aplikasi pada kontrol tanpa Streptomyces digunakan sebagai faktor koreksi IP, TT dan KB perlakuan Streptomyces. Nilai negatif pada semua parameter pengamatan dibuat positif dengan konstanta tertentu untuk kemudian dianalisis secara statistik. Analisis sidik ragam dilakukan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1 terhadap LADKP, LADKT, dan KB. Beda nyata antar perlakuan diuji menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji in vitro kemampuan penghambatan Streptomyces spp. Hasil uji antagonis Streptomyces spp. menggunakan sel secara langsung (Tabel 1) menunjukkan bahwa isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi terhadap S. rolfsii adalah LSW 05 dengan persentase penghambatan sebesar 84 %, kemudian disusul oleh SSW 02 (63 %), LBR 02 (57 %) dan PS 4-16 (33 %). PD 2-9 dan LSW 1 memiliki aktivitas penghambatan yang rendah berturut-turut 11 % dan 5 %. Aktivitas penghambatan dari keenam isolat terhadap pertumbuhan miselium S. rolfsii terlihat pada Gambar 1. Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. Persentase Penghambatan * koloni sel * filtrat kultur LSW 05 84 0 SSW 02 63 31 LBR 02 57 28 PS 4-16 33 31 PD 2-9 11 21 LSW 1 5 0 * Rata-rata dari dua ulangan yang diukur pada ke-7 setelah inkubasi. Filtrat Streptomyces spp. pada umumnya mempunyai aktivitas penghambatan pertumbuhan S. rolfsii yang lebih rendah dibandingkan sel Streptomyces (Tabel 2, Gambar 2). SSW 02, PS 4-16, LBR 02, dan PD 2-9, menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan S. rolfsii sebesar 21-31% sedangkan dua isolat lainnya (LSW 05 dan LSW 1) tidak menunjukkan kemampuan aktivitas penghambatan. Isolat LSW 05 yang memiliki aktivitas penghambatan paling tinggi dalam uji antagonis sel ternyata tidak menunjukkan aktivitas penghambatan dalam uji antagonis filtrat. Filtrat dua isolat (SSW 02 dan LBR 02) menunjukkan penurunan aktivitas penghambatan hingga separuhnya dibandingkan dengan selnya, sedangkan filtrat isolat PD 2-9 justru mengalami peningkatan

5 aktivitas hambatan 2 kalinya. Sementara itu aktivitas hambatan oleh sel dan filtrat PS 4-16 tampak stabil. Perbedaan kemampuan keenam filtrat isolat dalam menghambat pertumbuhan S. rolfsii ditunjukkan oleh pertumbuhan miselium S. rolfsii ke arah Streptomyces (Gambar 2). LSW 05 SSW 02 LBR 02 PS 4-16 PD 2-9 LSW 1 Gambar 1 Variasi aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni Sclerotium rolfsii oleh sel Streptomyces spp. pada ke-5. LSW 05 SSW 02 LBR 02 PS 4-16 PD 2-9 LSW 1 Gambar 2 Variasi aktivitas penghambata pertumbuhan koloni S. rolfsii oleh filtrate kultur Streptomyces spp. pada ke-5. Uji In Planta Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. LSW 05 dan PS 4-16 dipilih untuk diuji secara in planta berdasarkan daya hambat terhadap pertumbuhan S. rolfsii hasil uji in vitro. Gejala penyakit mulai tampak pada keempat setelah tanam berupa pertumbuhan miselium S. rolfsii yang menutupi permukaan tanah dan kecambah mulai layu (Gambar 3). Gambar 3 Kecambah tomat yang layu setelah terserang S. rolfsi. 0 1 2 3 Gambar 4 Tanaman yang terserang S. rolfsii pada berbagai cara aplikasi Streptomyces; 0= kontrol, 1= seedcoating, 2= siram, 3=seedcoating+siram. Keparahan penyakit pada tanaman yang terinfeksi S. rolfsii secara signifikan dipengaruhi oleh cara aplikasi Streptomyces spp. (P=0.0005), tetapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan isolat Streptomyces spp. (Tabel 2). Pada pot yang tidak terinfestasi S. rolfsii cara aplikasi juga berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan gejala penyakit (P=0.0001), sedangkan perlakuan isolat Streptomyces spp. tidak berpengaruh. Interaksi antar kedua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit, baik pada tanaman dalam pot yang diinfestasi maupun yang tidak tdiinfestasi S. Rolfsii. Oleh karena itu, pengaruh tiap cara aplikasi dirata-ratakan dari penjumlahan pengaruh ketiga isolat Streptomycs, dan pengaruh perlakuan tiap isolat Streptomyces

6 dirata-ratakan dari penggabungan ketiga cara aplikasi (Tabel 3 dan 4). Penyiraman merupakan cara aplikasi Streptomyces yang terbaik dalam menurunkan keparahan penyakit, baik pada tanaman yang terserang S. rolfsii maupun pada tanaman pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii, dengan nilai LADKP berturut-turut sebesar -1360 (Tabel 3) dan -174 (Tabel 4). Penekanan nilai LADKP dengan cara siram ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai LADKP pada cara seedcoating dan kombinasi kedua cara aplikasi pada kondisi pot terinfestasi patogen maupun tanpa patogen. Meskipun secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap LADKP (P=0.0750), isolat LSW 05 mampu menekan LADKP hingga sebesar -906 pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii, sedangkan isolat PS4-16 hanya sebesar -31 (Tabel 3). Kemampuan LSW 05 dalam mengurangi keparahan penyakit menurun jika diaplikasikan secara kombinasi dengan PS4-16. Pada tanaman dalam pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii, penekanan gejala pembusukan tanaman oleh ketiga perlakuan Streptomyces berkisar dari -110 sampai -112 (Tabel 4). Tabel 2 Nilai probabilitas (P) F hitung 1 untuk luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP), luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) dan kemampuan berkecambah benih (KB) tomat Perlakuan Dengan Sclerotium rolfsii Tanpa Sclerotium rolfsii LADKP LADKT KB (%) LADKP LADKT KB (%) Cara aplikasi 0.0005 0.3421 0.0042 0.0001 0.0013 0.6688 Isolat Streptomyces 0.0750 0.1319 0.0007 0.9947 0.8582 0.5042 Cara aplikasi isolat Streptomyces 0.1667 0.2647 0.6858 0.4068 0.2697 0.9372 1 F hitung dianggap signifikan jika P 0.05. Tabel 3 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) 1 tomat yang ditanam pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05 +PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi 2 Seedcoating -550 323-370 -199 b Siram -2393-1222 -464-1360 a Seedcoating + Siram 225 806-49 327 b Rata-rata Streptomyces 2-906 a -31 b -295 ab 1 Nilai terkoreksi berdasarkan nilai pengamatan pada kontrol. 2 Angka-angka sebaris atau sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan. Tabel 4 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LDKP) 1 tomat yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05 +PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi 2 Seedcoating -92-125 -70-96 b Siram -174-171 -176-174 a Seedcoating + Siram -62-38 -89-63 b Rata-rata Streptomyces 2-110 a -112 a -112 a 1 Nilai terkoreksi berdasarkan nilai pengamatan pada kontrol. 2 Angka-angka sebaris atau sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan.

7 Pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii cara aplikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman tetapi sangat berpengaruh (P=0.0013) pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii (Tabel 1). Secara statistik isolat Streptomyces tidak berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman, baik pada pot yang terinfestasi maupun tidak terinfestasi dengan S. rolfsii. Kedua faktor perlakuan tidak berinteraksi mempengaruhi tinggi tanaman pada kedua kondisi infestasi patogen (Tabel 1). Dengan demikian pengaruh masing-masing cara aplikasi dapat dirataratakan rata dari penjumlahan pengaruh ketiga isolat Streptomyces, dan pengaruh perlakuan masing-masing isolat Streptomyces dirataratakan dari penjumlahan ketiga cara aplikasi (Tabel 5 dan 6). Tabel 5 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) 1 pada tomat yang ditanam pada pot yang diinfestasi S. rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05 +PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi 2 Seedcoating 111 74 105 96 a Siram 174 86 92 118 a Seedcoating + Siram 70 52 125 82 a Rata-rata Streptomyces 2 118 a 71 a 107 a 1 Nilai terkoreksi berdasarkan nilai pengamatan pada kontrol. 2 Angka-angka sebaris atau sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan. Tabel 6 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) 1 pada tomat yang ditanam pada pot tidak diinfestasi dengan S. rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05 +PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi 2 Seedcoating 72 115 85 91 b Siram 131 182 128 147 a Seedcoating + Siram 77-1 40 39 c Rata-rata Streptomyces 2 93 a 99 a 85 a 1 Nilai terkoreksi berdasarkan nilai pengamatan pada kontrol. 2 Angka-angka sebaris atau sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Penyiraman merupakan cara aplikasi terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii dengan nilai LADKT 147 dibandingkan dengan kedua cara aplikasi lainnya, berturutturut 91 dan 39 untuk cara seedcoating dan kombinasi kedua cara aplikasi (Tabel 6). Hal yang sama juga terlihat pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii, meskipun secara statistik cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 5). Streptomyces isolat LSW05 meningkatkan tinggi tanaman pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii secara lebih baik dengan nilai LADKT 118 dibandingkan dengan isolat PS4-16 dengan nilai LADKT 71. Kemampuan LSW 05 ini sedikit menurun jika dikombinasikan dengan PS4-16. Isolat PS4-16 hanya dapat meningkatkan tinggi tanaman jika pot tidak terinfestasi oleh S. rolfsii, dengan nilai LADKT 99, yang setara dengan nilai LADKT pada LSW 05 sebesar 93 (Tabel 6). Tabel 7 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap persentase perkecambahan benih tomat 1 yang ditanam pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05+PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi 2 Seedcoating 94 41 100 78 a Siram 82-18 36 33 b Seedcoating + Siram 33-33 42 14 b Rata-rata Streptomyces 2 70 a -3 b 59 a 1 Nilai terkoreksi berdasarkan nilai pengamatan pada kontrol. 2 Angka-angka sebaris atau sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan.

8 Tabel 8 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap persentase perkecambahan benih tomat1 yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S.rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05 +PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi Seedcoating 73 64 64 67 a Siram 78 78 61 72 a Seedcoating + Siram 75 80 70 75 a Rata-rata Streptomyces 75 a 74 a 65 a 1 Nilai terkoreksi berdasarkan nilai pengamatan pada kontrol. 2 Angka-angka sebaris atau sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan. Cara aplikasi dan perlakuan isolat Streptomyces keduanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii secara nyata, berturut-turut pada P=0.0042 dan P=0.0007, tetapi tidak berpengaruh terhadap perkecambahan benih yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii. Kedua faktor tidak berinteraksi mempengaruhi persentase perkecambahan benih tomat, baik pada pot yang diinfestasi maupun tidak diinfestasi dengan S. rolfsii. Pada pot yang diinfestasi dengan S. Rolfsii, aplikasi Streptomyces dengan cara seedcoating meningkatkan perkecambahan benih tomat yang diinokulasi dengan patogen hingga 78%, jauh lebih tinggi daripada yang diaplikasikan dengan cara siram atau kombinasi seedcoating dan siram, berturut-turut 33 dan 14% (Tabel 7). LSW05 merupakan isolat Streptomyces terbaik dalam meningkatkan perkecambahan benih hingga 70% pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii, tetapi kemampuan ini menurun menjadi 59% jika dikombinasikan dengan isolat PS4-16 yang sama sekali tidak mampu mengecambahkan benih (Tabel 7). Hal yang sama juga terlihat pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii (Tabel 8). Kemampuan Streptomyces dalam meningkatkan perkecambahan benih tampak lebih tinggi (65 75%) dalam kondisi media tanam tidak mengandung S. rolfsii (Tabel 8) jika dibandingkan dengan keadaan media tanam mengandung S. rolfsii (-3 70%). PEMBAHASAN Penekanan serangan OPT secara organik dapat dilakukan melalui penggunaan pupuk hayati dan mikroba agen pengendali hayati. Pupuk hayati secara tidak langsung dapat menginduksi kekebalan tanaman terhadap serangan patogen melalui peningkatan kebugaran tanaman. Mikroba pengendali hayati dapat bekerja secara langsung maupun tidak langsung menekan serangan patogen. Metabolit sekunder yang dihasilkan agen hayati dapat berdifusi ke dalam lingkungan pertumbuhannya dan bersifat antagonistik menghambat pertumbuhan cendawan dan bakteri patogen tanaman (Madigan et al. 2006, Todar 2008). Salah satunya adalah dibutyl phthalate yang dihasilkan oleh S. albidoflavus 321.2 dan diketahui memiliki aktivitas penghambatan yang kuat terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif, dan juga terhadap cendawan unisel maupun filamen (Roy et al. 2006). Enzim kitinase dan β-1,3-glukanase yang diproduksi oleh Streptomyces mendegradasi kitin yang menyusun dinding sel cendawan dan menggunakannya sebagai sumber karbon (Yurnaliza 2002; Prapagdee et al. 2008). Secara tidak langsung agen hayati dapat menekan pertumbuhan patogen tanaman dalam rhizosfer melalui kemampuannya bersaing dengan patogen dalam memperoleh sumber makanan dan ruang dalam rhizosfer (Madigan et al. 2006). Enam isolat lokal Streptomyces spp. telah diuji kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan S. rolfsii secara in vitro. Tiga isolat memperlihatkan efektivitas penghambatan koloni S. rolfsii sebesar >50% jika diaplikasikan dalam bentuk sel hidup, tetapi efektivitas ini menurun 50-100% jika diaplikasikan dalam bentuk filtrat. Aktivitas penghambatan oleh filtrat yang rendah dibandingkan dengan sel hidup Streptomyces dapat disebabkan oleh 1) konsentrasi metabolit, 2) umur kultur, 3) jenis media, dan 3) kondisi pertumbuhan Streptomyces. Pada pengujian menggunakan sel, S. rolfsii diinfestasikan pada agar cawan yang sudah ditumbuhi Streptomyces selama tujuh. Dalam tenggang waktu tersebut Streptomyces telah mulai memproduksi senyawa metabolit yang konsentrasinya dalam agar semakin meningkat selama tujuh masa inkubasi berikutnya sejalan dengan pertumbuhan

9 koloni Streptomyces. Sedangkan pengujian filtrat menggunakan filtrat yang berasal dari kultur berumur 10, sehingga konsentrasi senyawa metabolit sekundernya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi yang dihasilkan oleh sel Streptomyces yang tumbuh dan hidup selama 14 pada agar cawan uji. Media PDA yang digunakan pada pengujian sel mengandung glukosa dapat mendukung pertumbuhan sel Streptomyces dan produksi senyawa metabolit sekunder secara lebih baik dibandingkan dengan media ISP4 yang tidak mengandung glukosa. Faktor abiotik seperti ph media dan temperatur dapat mempengaruhi pertumbuhan Streptomyces dan produksi senyawa metabolitnya. Kondisi abiotik yang optimum untuk produksi metabolit masih belum diketahui. LSW 05 dan PS 4-16 dipilih berdasarkan hasil pengujian secara in vitro diuji lebih lanjut kemampuannya dalam menghambat serangan S. rolfsii pada tanaman tomat. LSW 05 dipilih karena mempunyai aktivitas hambatan tertinggi bila diaplikasikan dalam bentuk sel hidup meskipun filtratnya tidak mempunyai aktivitas hambatan. Sel dan filtrat PS4-16 mempunyai aktivitas hambatan yang stabil meskipun hanya ±30%. Kedua isolat diketahui dapat menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen secara in vitro, antara lain B. subtilis, B. cereus, X. axanopodis, X. oryzae, R. solanacearum, Fusarium sp., dan R. solani (Papuangan, komunikasi pribadi). Diharapkan keduanya dapat menjadi mikroba pengendali hayati yang berspektrum luas. Pengujian pada tanaman mendapatkan hasil yang sejalan dengan hasil uji in vitro menggunakan sel, yaitu LSW 05 dapat menekan serangan S. rolfsii secara lebih baik daripada PS 4-16, meskipun tidak berbeda nyata menurut uji statistik. Isolat PS 4-16 selain kurang efektif menekan serangan S. rolfsii, juga sedikit mengurangi efektivitas LSW 05. Hal ini terlihat dari nilai LADKP kombinasi aplikasi kedua isolat yang lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi LSW 05 secara tunggal. Antagonisme antar isolat Streptomyces bisa saja terjadi. Organisme berinteraksi dengan organsime yang lainnya dalam komunitas alami ataupun satu dengan yang lainnya dalam kultur murni di laboratorium. Lingkungan memberi efek yang signifikan terhadap kemampuan tumbuh organisme (Madigan et al 2006). LSW 05 juga dapat meningkatkan persentase benih yang berkecambah secara signifikan dan sedikit meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan isolat PS 4-16 dalam kondisi adanya patogen. Peningkatan berat kering, berat basah, jumlah dan ukuran daun tanaman tomat setelah pemberian Streptomyces juga dilaporkan oleh Romeiro et al. (1997). Peningkatan parameter-parameter agronomi ini dapat diakibatkan oleh pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dihasilkan Streptomyces. El Abyad et al. (1994) misalnya, melaporkan produksi ZPT indol-3- asam piruvat oleh S. Griseoflavus, sedangakan El Sayed et al. (1987) dalam El Abyad et al. (1994) mendeteksi produksi auksin oleh S. mutabilis dan S. atroolevaceus. Karena kemampuannya memproduksi zat pemacu tumbuh, Streptomyces digolongkan sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR, Romeiro et al. 1997) yang pada beberapa penelitian juga dilaporkan dapat menekan serangan patogen tanaman (Muthanas 2004). Dalam kondisi tidak ada infestasi S. rolfsii, pengaruh masing-masing isolat Streptomyces maupun kombinasi keduanya terhadap gejala penyakit, tinggi tanaman dan persentase perkecambahan benih tampak tidak berbeda nyata satu sama lain. Gejala penyakit yang terlihat pada kondisi ketiadaan S. rolfsii selain dapat diakibatkan oleh faktor abiotik seperti kelembaban tanah yang terlalu tinggi, juga dapat diakibatkan oleh mutu benih yang kurang baik, yang hanya dapat mencapai perkecambahan <80%. Cara aplikasi Streptomyces yang paling baik menekan serangan S. rolfsii adalah melalui penyiraman. Aplikasi dengan cara seedcoating dapat meningkatkan persentase benih yang berkecambah tetapi tidak cukup melindungi kecambah dari infeksi S. rolfsii lebih lanjut. Dalam lingkungan percobaan yang terkontrol pada media tanam steril di rumah kaca, aplikasi Streptomyces dengan cara siram sebanyak satu kali sudah dapat menekan serangan S. rolfsii pada tanaman muda (<40 ). Untuk aplikasi Streptomyces di lapangan dengan kondisi telah terjadi kolonisasi oleh patogen tular tanah yang beragam, penyiraman satu kali mungkin tidak cukup melindungi tanaman yang lebih dewasa. Penambahan substrat spesifik seperti kitin pada media tanam atau formulasi seedcoating juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan kolonisasi rhizosfer oleh Streptomyce,s lebih cepat dibandingkan dengan patogen, sehingga aktivitas penekanannya terhadap patogen lebih tinggi dan lama.

10 SIMPULAN Kemampuan sel Streptomyces dalam menghambat pertumbuhan S. rolfsii lebih baik dibandingkan dengan filtrat kulturnya pada pengujian secara in vitro. Isolat terbaik yang menghambat pertumbuhan S. rolfsii bila diaplikasikan dalam bentuk sel hidup adalah LSW 05, sedangkan isolat terbaik bila diaplikasikan dalam bentuk filtrat adalah PS 4-16 dan SSW 02 RCVC1. Pengujian pada tanaman tomat menunjukkan bahwa LSW 05 merupakan isolat yang terbaik dalam menekan serangan S. rolfsii, meningkatkan laju pertumbuhan tanaman dan perkecambahan benih. Aplikasi Streptomyces secara penyiraman dapat menekan keparahan penyakit dan meningkatkan tinggi tanaman lebih tinggi tetapi tidak dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih bila dibandingkan dengan cara seedcoating. SARAN Penelitian terhadap jenis media produksi dan kondisi pertumbuhan Streptomyces perlu dilakukan supaya diketahui waktu pertumbuhan untuk menghasilkan metabolit sekunder secara optimal. LSW 05 potensial dikembangkan sebagai PGPR pengendali hayati S. rolfsii. Efektivitasnya diharapkan lebih dapat ditingkatkan melalui penambahan frekuensi aplikasi secara penyiraman pada tanaman. Penambahan substrat spesifik pertumbuhan Streptomyces pada media tanam mengiringi aplikasi secara penyiraman atau pada formulasi seedcoating juga diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan efektivitas penekanan terhadap S. rolfsii sekaligus meningkatkan perkecambahan benih. DAFTAR PUSTAKA Abbot WS. 1925. A method for computing the effectiveness of an insecticide. J Econ Entomol 18: 265-267. Agrios GN. 1997. Plant Pahtology Ed ke-4. Sandiego, California: Academic Press. Andri C. 2004. Kajian potensi Streptomyces sp. PS1-4 sebagai penghasil senyawa bioaktif pengendali bakteri patogen tanaman kedelai [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. http://www.deptan.go.id/infoeksekuti f/horti/eis07/prod.tomat3.htm [November 2008]. Christ BJ, Haynes KG. 2001. Inheritance of resistance to early blight disease in a diploid potato population. Plant Breed 120: 169-172. [DPH] Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2004. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT Benih Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. [DPP] Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2008. Mendongkrak kinerja mikroorganisme antagonis terhadap patogen tular tanah. El-Abyad MS, El-Sayed MA, El-Shanshoury AR, Farid M. 1994. Optimization of culture condition for indol-3-purufic acid production by Streptomyces griseoflavus. Can J Microbiol 40: 754-760. Engelhard AW. 1978. Greenhause of soilapplied fungicides for fusarium wilt of Chrysantemum. Di dalam: Zehr EI, Fisher GD, Hickey KD, Lewis FH, Rine RF, Rhichard SF, editor. Methods for Evaluating Plant Fungicides, Nemalicides, and Bactericides. The American Phytopathological. hlm 30-32. Ifdal. 2003. Interaksi antara Streptomyces sp. dengan Bacillus subtilis, Xanthomonas campestris pv glycine, Rhizobia dan Pseudomonas sp. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kurniawan H. 2003. Penapisan Streptomyces spp. penghasil senyawa penghambat pertumbuhan Phakopsora pachyrizi secara in vitro dan in planta [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kuswinanti 2006. Efektivitas Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens dalam menekan pertumbuhan

11 Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kacang tanah. Bul Penel 9(1): 10-17. Latunde-dada AO. 1993. Biological control of southern blight disease of tomato caused by Sclerotium rolfsii with simplified mycelia formulations of Trichoderma koningii. Plant Pathol 42: 522-529. Lestari Y. 2006. Identification of indigenous Streptomyces spp. producing antimicrobial compounds [komunikasi singkat]. J Mikrobiol Ind 11(2): 99-101. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2006. Brock: Biology of Microorganisms. New Jersey: Prentice Hall. Mutahanas I. 2004. Potensi Streptomyces agens pengendali biologi Raltsonia solanacearum penyebab penyakit layu tanaman cabai [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Nobuhiro et al. 2005. Biological control of damping-off of tomato seedling and cucumber Phomopsis root rot by Bacillus subtilis RB14-C. JARQ 39 (2): 109-114. Pitoko S. 2005. Benih Tomat. Yogyakarta: Kanisius. Prabavathy VR, Mathivana N, Murugesan K. 2006. Control of blast and shealth bligth diseases of rice using antifungal metabolites produced by Streptomyces sp. PM5. Biol Cont 39: 313-319. Prapagdee B, Kuekulvong C, Mongkolsuk S. 2008. Antifungal potential of extracellular metabolites produced by Streptomyces hygroscopicus against phytopathogenic fungi. Int J Biol Sci 4(5): 330-337. Romeiro RS, Moura AB, Matsuoka K, Fernandes MC. 1997. Actinomycetes selected for biological control of tomato wilt (Ralstonia solanacearum) and growth promotion after seed microbialization. http://wwcp.scisco.org/docs/pm/am/0 591.htm. [November 2008]. Roy NR, Laskar S dan Sen SK. 2006. Dibutyl phthalate, the bioactive compound produced by Streptomyces albidoflavus 321.2. Microbiol Res 161: 121-126. Supriadi. 2006. Analisis risiko agen hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. J Lit Pertan 25 (3). Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Todar K. 2008. Antimicrobial Agents Used in Treatment of Infectious Disease. University of Wisconsin-Madison. Winarni I. 2004. Kajian Potensi Streptomyces sp. sebagai agen pengendali hayati bakteri patogen pada benih padi dan kedelai [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Yurnaliza. 2002. Senyawa kithin dan kajian aktivitas enzim mikrobial pendegradasinya. USU digital library.

LAMPIRAN 12

13 Lampiran 1 Komposisi media pertumbuhan Nama media PDA YMA ISP4 Oatmeal agar Gabah-pepton Komposisi/ 1000 ml akuades 39 g PDA 4 g Yeast extract 10 g Malt extract 4 g glukosa 1.5 g agar 10g Soluble starch 2 g CaCO 3 2g (NH 4 ) 2 SO 4 0.76g K 2 HPO 4 1g MgSO 4. 7 H 2 O 1g NaCl 1 mg FeSO 4.7 H 2 O 1mg MnCl 2.7 H 2 O 23 g Oatmeal agar 100 g gabah 100 ml pepton 1%

14 Lampiran 2 Intesitas penyakit dan luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) pada tanaman tomat yang diberi perlakuan Streptomyces LSW 05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara dan diinokulasikan denagn S. rolfsii Aplikasi Perlakuan ulangan ke- 0 ke-7 intensitas penyakit terkoreksi (%) ke-14 ke-20 ke-26 ke- 33 ke- 39 LADKP terkoreksi Seedcoating LSW5 1 0.00-25.63-21.95-21.95-33.69 2.86-2.27-661.02 2 0.00-25.63-21.95-21.95-33.69-20.00-138.64-1218.68 3 0.00-25.63 2.44 2.44-6.95 14.29-47.73-244.42 4 0.00-25.63-21.95 2.44-6.95 42.86 31.82 21.39 5 0.00-25.63-21.95-21.95-33.69 25.71-47.73-648.81 PS4 1 0.00-25.63-21.95-21.95-33.69-42.86-169.89-1461.00 2 0.00-25.63-21.95-21.95-6.95 14.29-70.45-617.48 3 0.00-0.50-21.95-21.95 6.42 28.57-42.05-176.62 4 0.00 100.00 18.70 18.70 55.44 52.38 5.30 1650.46 5 0.00 58.12 59.35 59.35 73.26 71.43 43.18 2218.77 LSW5+PS4 1 0.00-25.63-21.95 2.44-6.95 31.43-2.27-155.17 2 0.00-25.63-21.95-21.95-33.69-14.29-2.27-772.45 3 0.00-25.63-21.95-21.95-33.69-2.86-104.55-1004.98 4 0.00-25.63-21.95-21.95 9.09 54.29 9.09-14.57 5 0.00-25.63-21.95 26.83 19.79 31.43-25.00 96.79 siram LSW5 1 0.00-25.00-42.86-51.52-67.79-92.98-53.85-1969.19 2 0.00-25.00-42.86-51.52-67.79-121.05-115.38-2336.26 3 0.00-25.00-42.86-39.39-40.94-78.95-69.23-1676.89 4 0.00-25.00-42.86-51.52-67.79-163.16-253.85-3025.33 5 0.00-25.00-42.86-51.52-67.79-152.63-253.85-2956.91 PS4 1 0.00-25.00-42.86-51.52-67.79-92.98-53.85-1969.19 2 0.00-25.00-42.86-51.52-25.84-97.37-130.77-1955.82 3 0.00 37.50 28.57 24.24 16.11-31.58-92.31 216.18 4 0.00-25.00-42.86 24.24 16.11 34.21 42.31 145.87 5 0.00-25.00-42.86-51.52-67.79-110.53-207.69-2544.76 LSW5+PS4 1 0.00 37.50 28.57 24.24 16.11-31.58-53.85 331.57 2 0.00-25.00-28.57-36.36-42.62-110.53-207.69-2197.41 3 0.00-25.00-42.86-51.52-0.67 21.05 42.31-503.26 4 0.00 0.00-14.29-21.21-34.23-68.42-146.15-1325.81 5 0.00 37.50 57.14 54.55 49.66 21.05-15.38 1374.71 Seedcoating+ siram LSW5 1 0.00 0.00-7.15-11.94-15.34 1.23-8.38-234.95 2 0.00 0.00 28.57 25.37 23.11-17.58-29.02 286.78 3 0.00 0.00-7.15-11.94-15.34-17.58 9.68-303.04 4 0.00 0.00 21.43 17.91 38.49 64.73 61.29 1101.47 5 0.00 0.00 18.57 14.92 12.34 1.23-8.38 273.33 PS4 1 0.00 0.00-7.15-11.94-15.34-76.37-93.54-994.82 2 0.00 0.00-7.15-11.94 53.86 29.45 22.59 491.20 3 0.00 0.00 28.57 25.37 23.11-17.58 22.59 441.61 4 0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 3550.00 5 0.00 0.00 35.71 32.83 30.80-5.82-16.12 543.11 LSW5+PS4 1 0.00 0.00-7.15-11.94-15.34-76.37-93.54-994.82 2 0.00 25.00 19.64 16.04 13.49-23.46-25.80 256.76 3 0.00 0.00 14.28 10.44 44.64 71.78 84.52 1165.77 4 0.00 0.00 18.57 14.92 12.34-34.04-31.60-25.62 5 0.00 0.00-7.15-11.94-15.34-41.09-54.83-649.43

15 Lampiran 3 Intesitas penyakit dan luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) pada tanaman tomat yang diberi perlakuan Streptomyces LSW 05 dan PS4-16 yang diaplikasikan dengan tiga cara tanpa diinokulasikan dengan S. rolfsii Aplikasi perlakuan ulangan ke-0 ke-7 intensitas penyakit terkoreksi (%) ke-14 ke-20 ke-26 ke-33 ke-39 LADKP terkoreksi Seedcoating LSW5 1 0.00 0.00-2.46 4.37 1.96 1.96-7.53 13.16 2 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-0.84-10.60-100.77 3 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04 0.21-9.45-90.49 4 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 5 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 PS4 1 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04 3.36-5.99-59.63 2 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 3 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 4 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 5 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 LSW5+PS4 1 0.00 0.00-2.46 7.79 5.46 5.46-3.69 90.69 2 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-3.69-107.34 3 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 4 0.00 0.00-2.46 1.64-0.84-0.84-10.60-48.87 5 0.00 0.00-2.46-2.46-5.04-5.04-15.21-141.91 siram LSW5 1 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 2 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 3 0.00 0.00 1.91 1.91-4.50-6.99-16.12-99.13 4 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-4.02-12.90-149.52 5 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-6.99-16.12-178.52 PS4 1 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 2 0.00 0.00-2.18 2.93-3.41-5.87-14.91-101.62 3 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-14.91-203.87 4 0.00 0.00-2.18-2.18-4.50-6.99-16.12-150.22 5 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-6.99-16.12-178.52 LSW5+PS4 1 0.00 0.00-2.18 2.93-3.41 5.27-2.82 7.11 2 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 3 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 4 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 5 0.00 0.00-2.18-2.18-8.85-11.45-20.96-222.01 Seedcoating+ siram LSW5 1 0.00 0.00-2.88-2.88 1.23 0.55 0.55-22.77 2 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 3 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 4 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 5 0.00 0.00-2.88-2.88 1.23 0.55 0.55-22.77 PS4 1 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 2 0.00 0.00-2.88 1.23 1.23 0.55 0.55 1.92 3 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 4 0.00 0.00-2.88-2.88 3.98 3.31 3.31 21.31 5 0.00 0.00-2.88-2.88 1.23 0.55-3.59-35.20 LSW5+PS4 1 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 2 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 3 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 4 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88 5 0.00 0.00-2.88-2.88-2.88-3.59-3.59-88.88