BAB I PENDAHULUAN I.1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem 3.1 Metode Pengembangan Sistem

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan

Pengenalan Sekolah MTsN Kutablang Menggunakan Augmented Reality Berbasis Android

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PEMBUATAN MEDIA PUBLIKASI KOMODO BERBASIS MULTIMEDIA MENGGUNAKAN GAME EDUKASI DAN TEKNOLOGI AUGMENTED

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Peta 3-Dimensi Universitas Negeri Manado

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

APLIKASI MOBILE AUGMENTED REALITY BERBASIS VUFORIA DAN UNITY PADA PENGENALAN OBJEK 3D DENGAN STUDI KASUS GEDUNG M UNIVERSITAS SEMARANG

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB VIII VARIABEL TAMPAK (VISUAL VARIABLES)

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

APLIKASI SIMULASI INTERAKTIF MANASIK HAJI MENGGUNAKAN PAMUDI

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

21 Juli Presentasi Sidang Tugas Akhir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Pendahuluan. dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India.

Rancang Bangun Peta Virtual 3D Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan Unity3D Engine. Damar Pradiptojati

Rancang Bangun Aplikasi Konversi Bahasa Isyarat Ke Abjad Dan Angka Berbasis Augmented Reality Dengan Teknik 3D Object Tracking

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Interior Rumah dengan 3DS Max untuk Keperluan Pembuatan Video Image di Masterpiece Studio

Model Citra (bag. 2)

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Model Citra (bag. I)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya minat tersebut seakan menuntut para designer dan

PENERAPAN AUGMENTED REALITY PADA PERANCANGAN KATA-BARANG (KATALOG BANGUN RUANG) SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN BANGUN RUANG PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari oleh semua siswa,

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan sebanyak jiwa (49,79 persen) dan di daerah pedesaan

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Media pemebelajaran adalah salah satu komponen penting dalam

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

DESAIN PETA INTERAKTIF LOKASI BANGUNAN BERSEJARAH KOTA PALEMBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TAKARIR. Ilmu logika dalam pemrograman

BAB 1 PENDAHULUAN. signifikan dalam dua dekade terakhir. Penerapan dari pencitraan tiga dimensi kini secara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mensimulasikan bentuk atau model tampak secara visual (modeling), bahkan

TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY BERBASIS ANDROID DALAM PEMBUATAN BROSUR INTERAKTIF

BAB I PENDAHULUAN. sedemikian rupa sehingga mempunyai sifat seperti aslinya. Model animasi 3D

memilih apa yang akan dikerjakan selanjutnya, bertanya dan memberikan jawaban

`PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS SIMULASI PADA STANDAR KOMPETENSI DASAR FOTOGRAFI. Reza Bagus A, I Made Wirawan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengubah manusia, dari cara pandang seseorang atas sesuatu hingga cara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Rumah adat indonesia. Marker based tracking Marker based tracking

BAB I PENDAHULUAN. menampilkan efek realistis dari penyajiannya. Dengan kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan papan tulis pada bidang edukasi merupakan salah satu hal yang

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Sistem Koordinat 3D. +y +y

BAB 1 PENDAHULUAN. grafis, mampu menutupi kelemahan teknik persentase dalam hal keterbatasan. menggambarkan suatu ide menjadi sebuah karya visual.

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

Implementasi Augmented Reality pada Pemodelan Tata Surya

BAB 4 ANALISIS DAN DISKUSI

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia nyata dengan dunia virtual melalui platform digital seperti personal

ANALISIS. memungkink. haji. berikut.

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengembangan aplikasi berbasis 3D yang meliputi bidang yang cukup luas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengharapkan kenaikan angka penjualan (Suyanto, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Augmented Reality Bangunan Bersejarah Berbasis Android (Studi Kasus : Istana Siak Sri Indrapura)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN AUGMENTED REALITY KEDALAM BROSUR INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN RATING PADA E-SUPERMUSEUMBATIK INDONESIA (Edo Kristanto) (A

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Tabel Perkembangan Jaringan Perangkat Mobile (C.S. Patil, 2012: 1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. paling sering digunakan oleh manusia adalah komputer. Komputer telah merambah. digunakan sebagai media menyampaikan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat perkembangan teknologi augmented reality (AR). Augmented reality

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

ANALISA PERBANDINGAN KOORDINAT HASIL PENGUKURAN TERRESTRIAL LASER SCANNER (TLS) DAN ELECTRONIC TOTAL STATION (ETS)

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Museum Benteng Vredeburg merupakan bangunan bersejarah atau heritage building, yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan (budaya) masa lalu. Keberadaan Museum Benteng Vredeburg sebagai bangunan bersejarah, membuatnya harus dilestarikan dari generasi ke generasi. Salah satu upaya untuk melestarikan maupun memelihara bangunan bersejarah adalah dengan dibuatnya model tiga dimensi (3D). Realitas maya merupakan teknologi simulasi komputer interaktif. Realitas maya merujuk pada penggunaan komputer yang mensimulasikan sebuah pengalaman yang mirip dengan dunia nyata. Secara sederhana realitas maya mencoba memunculkan gambar-gambar tiga dimensi (3D) yang disajikan dalam perangkat komputer dengan bantuan sejumlah perangkat tertentu agar terlihat nyata (Bahar 2014; Putro, 2015). Pembuatan realitas maya tentu harus didukung dengan adanya kenampakan 3D objek. Salah satu cara membentuk objek 3D adalah dengan pemetaan menggunakan alat yang mampu merekam objek secara 3D. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk hal tersebut adalah teknologi berupa Terrestrial Laser Scanner (TLS). Terrestrial Laser Scanner merupakan instrumen yang dapat menghasilkan model 3D dengan ukuran dan bentuk yang akurat. Prinsip pengukurannya adalah dengan menggunakan sinar laser untuk memindai objek - objek di sekeliling tanpa menyentuh objek. Hasilnya berupa point clouds yang membentuk objek secara 3D sehingga dapat menggambarkan dengan tepat informasi tentang ukuran, luas permukaan dan volume dari objek (Van Genchten, 2008). Keunggulan TLS dalam menghasilkan model 3D dengan ukuran dan bentuk yang akurat, sangat membantu dalam kegiatan pembentukan objek secara 3D. Selain mengandung informasi yang lebih detail, pembentukan objek secara 3D juga untuk melakukan pemantauan, pemeliharaan serta pelestarian dari bangunan bersejarah yang juga dibuka sebagai objek wisata. 1

2 Ketersediaan informasi untuk Museum Benteng Vredeburg yang digunakan sebagai objek wisata saat ini belum memadai. Belum terdapat informasi seperti model 3D yang dapat menunjukkan keseluruhan bentuk bangunan sesuai dengan bentuk dan ukuran yang tepat. Oleh karena itu, tugas akhir ini dibuat untuk menghasilkan realitas maya Museum Benteng Vredeburg menggunakan alat Terrestrial Laser Scanner yang bertujuan untuk semakin menarik minat masyarakat terhadap bangunan bersejarah. I.2 Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan berupa pembuatan model tiga dimensi (3D) bentuk primitif Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta menggunakan data Terrestrial Laser Scanner (TLS). Data yang digunakan adalah point clouds hasil registrasi dan data vektor model 3D dari kegiatan sebelumnya. Data pendukung berupa foto dan informasi hasil survei. Pemodelan 3D dan data pendukung tersebut selanjutnya digunakan untuk pembuatan realitas maya Benteng Vredeburg. Adapun batasan batasan, yaitu: 1. Pemodelan 3D Museum Benteng Vredeburg mencakup bagian dalam tembok pagar Benteng Vredeburg. 2. Realitas maya Museum Benteng Vredeburg menampilkan visualisasi yang merepresentasikan keadaan sebenarnya, serta memuat informasi mengenai bangunan Benteng Vredeburg. I.3 Tujuan Tujuan utama dari kegiatan aplikatif ini adalah membuat realitas maya Museum Benteng Vredeburg. Tujuan khusus dari kegiatan ini, yaitu: 1. Memodelkan 3D setiap bangunan dalam Museum Benteng Vredeburg dengan memanfaatkan data Terrestrial Laser Scanner untuk mendapatkan bentuk yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. 2. Membuat realitas maya yang menyajikan visualisasi representasi keadaan bangunan dan memberikan informasi mengenai sejarah maupun riwayat bangunan Benteng Vredeburg.

3 I.4 Manfaat Pembuatan realitas maya Museum Benteng Vredeburg menggunakan data Terestrial Laser Scanner ini diharapkan mempunyai manfaat diantaranya: 1. Menambah referensi informasi mengenai Museum Benteng Vrederburg berupa realitas maya yang menyakup informasi riwayat serta bangunan Benteng Vredeburg. 2. Memberikan gambaran bangunan Benteng Vrederburg berupa model 3D, sehingga dapat digunakan dalam pertimbangan mengenai pekerjaan konservasi atau perawatan bangunan tanpa meninjau bangunan fisik. 3. Memberikan informasi kepada pengguna realitas maya mengenai kondisi dan keadaan bagian dalam bangunan serta bagian luar bangunan dari Museum Benteng Vredeburg. I.5 Landasan Teori I.5.1 Bangunan Bersejarah (Heritage Building) Zain (2008) mendefinisikan bangunan sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Definisi ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 pasal 1 yang menyatakan bahwa bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Menurut Zain (2008), yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan tol, jalan lingkungan terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut. Menurut UNESCO definisi heritage adalah warisan (budaya) masa lalu, yang seharusnya dilestarikan dari generasi ke generasi karena memiliki nilai-nilai luhur. Bangunan heritage adalah bangunan atau kumpulan gedung yang termasuk dalam peninggalan sejarah, seni, dan ilmu sebagai warisan (budaya) masa lalu. Klasifikasi gedung berdasarkan fungsinya meliputi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya serta fungsi khusus (Undang-Undang Nomor 28, pasal 5,

4 ayat (1)). Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaskud dalam ayat (1) meliputi gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum, Museum. Berdasarkan pengertian tersebut Museum Benteng Vredeburg memenuhi kriteria sebagai bangunan heritage. Museum Benteng Vredeburg merupakan tempat kegiatan budaya dan juga sebagai tempat menyimpan benda-benda bersejarah sehingga perlu mendapat perhatian khusus karena termasuk dalam peninggalan bersejarah yang harus dilestarikan. I.5.2 Realitas Maya (Virtual reality) Virtual reality atau dikenal juga dengan istilah realitas maya merupakan teknologi simulasi komputer interaktif. Realitas maya merujuk pada penggunaan komputer yang mensimulasikan sebuah pengalaman yang mirip dengan dunia nyata. Lingkungan dunia nyata yang coba disimulasikan berupa hasil penginderaan (visual atau pengihatan, audio atau pendengaran, dan peraba). Secara sederhana virtual maya mencoba memunculkan gambar-gambar tiga dimensi (3D) yang disajikan dalam perangkat komputer dengan bantuan sejumlah perangkat tertentu agar terlihat nyata (Bahar 2014; Putro, 2015). Pada pengaplikasiannya realitas maya memperhitungkan aspek ergonomis dan antropometri. Kedua aspek tersebut merupakan nilai tambah dari teknologi realitas maya. Aspek ergonomis berarti barang yang divirtualkan harus cocok dengan anatomi tubuh manusia ketika digunakan seperti kita menggunakan barang-barang yang biasa berada di sekitar kita, sedangkan aspek antopometri berarti di dalam virtualisasi tersebut diperhitungkan ukuran fisik dari gerakan manusia terhadap semua objek virtual di sekelilingnya. Dua hal tersebut merupakan aspek analisis yang menjadi pembeda realitas maya terhadap games, aspek lainnya adalah fungsionalitas (Bahar 2014; Putro, 2015). Teknologi realitas maya mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata. Mihelj dkk. (2014), mengatakan bahwa dalam realitas maya terdapat 4 elemen dasar, yaitu: 1. Virtual Environtment: Virtual Environment merupakan lingkungan yang diciptakan komputer, atau lingkungan yang disimulasikan oleh komputer,

5 berupa lingkungan sebenarnya yang ditiru atau lingkungan yang hanya ada dalam angan-angan. 2. Virtual Presence: Virtual Presence merupakan sebuah perasaan keberadaan seseorang dari lingkungan virtual Pengguna tersebut bereaksi dengan objek virtual selayaknya berinteraksi dengan objek nyata. Pengguna merepresentasikan perasaan dari berada di sebuah lingkungan virtual. 3. Sensory Feedback: Sensory Feedback merupakan komponen krusial dari realitas maya. Sistem realitas maya memberikan umpan balik sensoris secara langsung melalui informasi visual. Sistem realitas maya memberikan umpan balik sensoris secara langsung kepada pengguna berdasarkan lokasi fisiknya. 4. Interactivity: Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Interaktivitas merupakan derajat di mana partisipan dalam proses komunikasi memiliki kontrol, dan dapat bertukar peran. I.5.3 Pemodelan Primitif Tiga Dimensi (3D) Pemodelan adalah membuat suatu bentuk objek atau benda-benda, mendesain dan membuat objek atau suatu benda terlihat seperti nyata sesuai dengan objek yang ada di dunia nyata. Sebagian besar proses dikerjakan menggunakan komputer melalui proses pendesainan untuk keseluruhan objek. Biasanya objek tersebut terlihat seperti nyata di komputer yaitu terlihat 3D, sehingga hasil dari proses tersebut disebut sebagai pemodelan 3D (Nalwan, 1998). Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemodelan objek menjadi bentuk 3D, yang nantinya akan mempengaruhi pada kualitas hasil akhir. Aspek-aspek tersebut meliputi metode untuk mendapatkan data yang mendeskripsikan objek, tujuan dari model, tingkat kerumitan, perhitungan biaya, kesesuaian dan kenyamanan, serta kemudahan memanipulasi model. Proses pemodelan 3D membutuhkan perancangan yang dibagi menjadi beberapa tahapan untuk pembentukannya, yaitu meliputi apa objek yang akan dijadikan objek dasar, metode pemodelan objek 3D, pencahayaan dan animasi objek sesuai dengan proses yang dilakukan (Yogiswara, 2014). Menurut Sarinurrohman (2005), bahwa objek sederhana (primitif) merupakan suatu objek yang bentuknya teratur yang besarannya bisa ditentukan melalui

6 perhitungan matematis. Objek sederhana tersebut yaitu: kubus, balok, silinder, bola, limas, prisma, dan kerucut. I.5.4 Terrestrial Laser Scanner (TLS) Terrestrial Laser Scanner (TLS) merupakan instrumen analisis objek real world yang dapat mengumpulkan data berupa titik-titik dalam jumlah besar dengan akurasi yang tinggi dan waktu yang singkat, kemudian ditampilkan dalam bentuk 3D. Tujuan dari pengukuran dengan alat TLS untuk menciptakan titik-titik awan dari permukaan objek dalam bentuk geometrik yang terdiri dari jutaan titik. Hasil dari penyiaman yang dilakukan oleh TLS berupa bentuk detail 3D dari objek, yang tersusun dari jutaan titik-titik padat dan rapat yang disebut point cloud. Setiap titik pada point cloud mempunyai koordinat dalam sistem koordinat 3D dari alat dan terdapat intensitas dari sinyal laser yang dipantulkan (Reshetyuk, 2009). Point cloud hasil dari penyiaman pada saat satu kali berdiri alat disebut scan world. Point cloud pada satu scan world mempunyai sistem koordinat yang sama, namun berbeda dengan scan world lainnya. Data point cloud dapat merepresentasikan objek secara detail dengan baik sehingga dapat memodelkan objek sesuai dengan bentuk aslinya. Hal tersebut sangat memudahkan dalam analisis data selanjutnya, seperti untuk membentuk objek bangunan. Pembentukan objek bangunan membutuhkan data yang detail agar pembentukan bentuk objek yang dilakukan menghasilkan data yang akurat. Teknologi laser scanner dibagi menjadi dua kategori, yaitu statis dan dinamis. Statis apabila pada saat akuisisi data, scanner berada dalam posisi yang tetap. Keunggulan dari kategori ini ialah kepresisian yang tinggi dan kerapatan titik yang relatif tinggi. Selanjutnya, laser scanner dikategorikan dinamis apabila pada saat akuisisi data, scanner dipasang pada wahana bergerak (Van Genchten, 2008). I.5.4.1 Prinsip Kerja Terestrial Laser Scanner Prinsip Kerja TLS memanfaatkan sinar laser dengan memancarkan gelombang sinar laser ke objek yang kemudian dipantulkan kembali ke sistem penerima alat dan direkam ke dalam perangkat lunak khusus. Konsep ini mirip dengan prinsip kerja sonar, perbedaannya sonar memancarkan gelombang suara, sedangkan TLS memancarkan laser secara tidak kontinyu, melainkan titik per titik yang hasilnya

7 berupa point clouds yang membentuk objek secara 3D sehingga dapat menggambarkan dengan tepat bentuk dari objek (Barnes, 2012). Ilustrasi dalam pengukuran jarak menggunakan pulse laser dapat dilihat pada gambar I.1. Gambar I. 1 Ilustrasi pengukuran jarak pulse laser (Reshetyuk, 2009) Keterangan gambar: 1. Transmitter : merupakan alat yang digunakan untuk mengubah perubahan element dari sebuah sensor menjadi sinyal yang mampu diterjemahkan oleh Detector 2. Detector : merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi sinyal yang telah diubah oleh transmitter 3. Preamplifier : merupakan alat yang mengolah atau memproses sinyal elektronik sebelum masuk ke amplifier 4. Amplifier dengan AGC : merupakan alat untuk menguatkan daya (sinyal dan sensor yang disiamkan oleh TLS) D = 1 2 x c x T. (I.1) Keterangan: D = Jarak dari scanner ke objek (meter) C = Kecepatan rambat sinar laser (3 x 10 8 m/s) T = Waktu tempuh sinar laser pergi dan kembali (detik)

8 I.5.4.2 Registrasi Data Terestrial Laser Scanner Registrasi merupakan proses penggabungan beberapa data hasil pemindaian atau scan world kedalam sistem koordinat yang sama. Karena dalam pengukuran laser scanner tidak dapat dilakukan hanya dengan satu kali berdiri alat. Metode dalam registrasi adalah Metode Target Based, Metode Cloud to Cloud, dan Metode Kombinasi (Jacobs, 2005). Metode Registrasi terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Metode Target Based : Menggunakan data hasil akuisisi untuk digabungkan dengan target sebagai referensinya. Sphere merupakan bentuk bola sempurna dan memiliki diameter tertentu, sphere merupakan salah satu jenis target terbaik yang dapat dideteksi oleh TLS. Dalam konsep metode target based, membutuhkan minimal tiga target terdistribusi pada tiga titik yang tidak terletak pada satu garis untuk menentukan enam parameter transformasi. Tiga target ini diletakkan pada bagian overlap dari kedua data yang akan diregistrasi. Contoh konsep dengan metode target based ditunjukan pada gambar I.2 Gambar I. 2 Registrasi data dengan metode target based (Reshetyuk, 2009) 2. Metode cloud to cloud : Menggabungkan data hasil pengukuran dengan menentukan point clouds yang sama pada dua atau lebih scan world yang berbeda. Besar kecilnya overlap antara scan world yang berbeda mempengaruhi keberhasilan dan kualitas dari hasil registrasi metode ini. Kelebihan dari metode ini adalah mempu mengakuisisi data dilapangan dengan lebih cepat dibandingkan dengan metode target based karena tidak

9 perlu memikirkan persebaran target. Namun juga memiliki kelemahan dalam pemrosesan yang membutuhkan waktu lebih lama. Metode registrasi dengan cloud to cloud ditunjukan pada gambar I.3 Gambar I. 3 Registrasi Cloud to Cloud (Reshetyuk, 2009) 3. Metode Kombinasi ini merupakan gabungan dari metode target based dan metode cloud to cloud. Metode ini digunakan apabila target referensi pengikatan tidak mampu terdeteksi oleh instrument, sehingga mengharuskan registrasi secara cloud to cloud dilakukan pada sebagian scan world. Metode ini juga digunakan apabila instrumen sengaja didirikan tidak pada jalur target (sphere) yang telah direncanakan karena kondisi tertentu. I.5.5. Uji Kualitas Model Tiga Dimensi (3D) Kontrol kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciriciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan standarnya (Purnomo, 2004). Kegiatan pengendalian kualitas pada umumnya meliputi ada dua kegiatan seperti berikut: 1. Pengamatan terhadap performansi bentuk yaitu perbandingan yang dilakukan terhadap dua objek atau model lalu untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari objek dan model yang dibandingkan. 2. Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan standar yang berlaku yaitu perbandingan dengan adanya suatu standar yang sudah paten dan

10 menjadi referensi terhadap kontrol kualitas pembanding terhadap objek model lain. Dalam menguji kualitas data atau model tiga dimensi, ada dua pokok bahasan yang diuji yaitu uji kualitas geometri dan analisis variabel visual. Uji kualitas geometri pada umumnya berfokus pada analisa ukuran model sedangkan analisis variabel visual berfokus pada analisa perbandingan bentuk dan kelengkapan model tiga dimensi yang dibandingkan dengan objek yang dimodelkan (Purnomo, 2004). I.5.5.1. Uji Kualitas Geometri Uji kualitas geometri merupakan pengendalian proses untuk membandingkan ukuran dengan spesifikasi atau persyaratan, dan pengambilan tindakan untuk melakukan perbandingan tersebut dapat dilakukan dengan uji statistik. Uji statistik adalah pengujian secara statistik yang dipakai untuk menjawab atau menentukan suatu keputusan, apakah sebuah estimator (hasil hitungan berdasarkan sampel) konsisten dengan nilai hipotesis atau menggambarkan suatu nilai dari populasi (Widjajanti, 2011). Uji statistik dilakukan dengan membandingkan suatu hasil hitungan dengan: a. Hasil dari hitungan yang pernah dilakukan sebelumnya b. Hasil dari hitungan sampel pasangannya c. Nilai teoritis Uji signifikansi dua parameter dilakukan untuk menentukan signifikansi perbedaan antara kedua parameter. Uji ini dilakukan dengan membandingkan dua sampel berpasangan (Widjajanti, 2011). Adapun Rumus I.2 untuk menguji hipotesis menggunakan sampel kecil dan kedua sampel berpasangan. t = Δl δ σ/ n (I.2) Rata-rata beda jarak dan simpangan baku dihitung dengan rumus: Δl = ΣΔl n...(i.3) Σ ( Δli Δl )2 σ = n 1...(I.4)

11 Dalam hal ini, t : harga fungsi normal baku Δl : selisih antar dua metode pengamatan δ : nilai jarak yang diharapkan σ : simpangan baku beda jarak n : jumlah sampel ΣΔl : jumlah selisih beda jarak Δli : selisih pada 1 jarak Uji hipotesis menggunakan uji dua pihak berlaku ketentuan, bahwa Uji dua pihak berlaku ketentuan bahwa Ho: tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jarak dari hasil model 3D dengan jarak hasil pengukuran lapangan, sedangkan Ha: terdapat perbedaan yang signifikan antara jarak dari hasil model 3D dengan jarak hasil pengukuran lapangan. Jika nilai t hitung berada pada daerah penerimaan Ho atau terletak di antara harga t tabel negatif dan positif (kolom: tα/2 dan baris: degree of freedom r = n 1), dengan tingkat kepercayaan 95%, rentang interval konvidensi yang didapatkan dari table t-student adalah -2σ t 2σ. Hipotesis diterima jika harga fungsi normal baku berada didalam rentang interval konvidensi, dan ditolak apabila harga fungsi normal baku berada diluar rentang interval konvidensi. Penolakan hipotesis mengindikasikan bahwa selisih antar dua pengamatan memiliki perbedaan nilai signifikan (Widjajanti, 2011). I.5.5.2. Analisis Variabel Visual Dalam komunikasi yang menggunakan bahasa, kata-kata dipergunakan untuk menyajikan informasi kepada penerima berita. Setiap kata yang terdiri dari beberapa huruf dan tanda merupakan dasar pembentukan bahasa informasi. Dalam penyajian grafik ada tujuh jenis variabel yang dapat dilihat dengan jelas oleh mata dan merupakan dasar penyajian informasi secara grafis. Dari ketujuh variasi itu disebut variabel visual. Di dalam kartografi ketujuh variabel visual itu digunakan untuk dasar membentuk simbol. (Istarno, 1997). Perbedaan antara simbol simbol telah dibuat dengan variasi pada variabel visual yaitu:

12 1. Variabel Posisi: Posisi merupakan variabel visual yang dipakai untuk memberikan informasi lokasi (posisi X,Y) di peta. 2. Variabel Bentuk: Bentuk merupakan variabel visual yang dibuat hanya semata-mata berbeda bentuknya. Sebab dengan menggunakan bentuk, perbedaan simbol satu dengan yang lain mudah digambarkan dan jumlahnya tidak terbatas. 3. Variabel Orientasi: Orientasi merupakan variabel visual yang digunakan untuk membedakan arah suatu simbol satu dengan lainnya. Sebagai catatan, variabel visual orientasi ini maksimal terbatas hanya 4 s.d 6 perbedaan arah, tergantung dari macam simbol yang digunakan. 4. Variabel Warna: Warna merupakan variabel visual yang paling kuat dan sering untuk merancang simbol. Dengan warna perbedaan antara simbol satu dengan lainnya mudah dilihat dengan jelas. 5. Variabel Tekstur: Tekstur merupakan variabel visual yang sebaiknya digunakan pada variasi dari gambar elemen dengan value yang tetap. Misalnya pada gambar foto yang diperbesar dan dikecilkan, akan terlihat dot titik-titiknya merupakan gambar yang berulang-ulang, jarak antara bagian yang putih dan hitam tetap sama. 6. Variabel Besaran: Besaran merupakan variabel visual yang menunjukkan besaran derajad keabuan, kisarannya dari putih sampai hitam. Besaran merupakan harga kemampuan dari suatu objek untuk memantulkan sinar. 7. Variabel Ukuran: Ukuran merupakan variabel visual yang digunakan untuk menunjukkan variasi dari besar atau kecil suatu simbol. Tujuh variabel visual tersebut merupakan dasar pembuatan desain simbol/objek secara kertografis. Setiap objek dan informasi menggunakan lebih dari satu variabel secara bersamaan untuk membedakannya, misal bentuk dan warna, bentuk, ukuran dan warna. Pada pengembangan pendekatan secara sistematis untuk desain simbol/objek perlu perhatian dari reaksi pengguna informasi saat melihat objek yang dapat dibedakan dengan mata sesuai variabel visual (Istarno, 1997). Variabel visual membunyai persepsi properti yaitu:

13 1. Persepsi asosiasif : bila visual variabel objek yang disajikan secara spontan terlihat sama pentingnya atau seragam dan tidak satupun dari objek itu yang penting. 2. Persepsi selektif : bila variabel visual objek yang disajikan terlihat terkelompok dan berbeda-beda. 3. Persepsi Tingkatan : bila variabel visual objek yang disajikan secara spontan terlihat berjenjang tingkatannya secara gradasi. 4. Persepsi kuantitatif : bila variabel visual objek yang disajikan secara spontan terlihat berkelompok pada jumlah yang berbeda-beda dan objek yang satu akan memperlihatkankan jumlah yang lebih besardari simbol lainnya (Istarno, 1997). Tabel I. 1 Persepsi properti dan variabel visual (Elzakker, 1987 dalam Istarno 1997) Posisi Bentuk Orientasi Warna Tekstur Besaran Ukuran Asosiatif ++++ ++++ ++++ +++++ 00000 ----- ----- Selektif ------ ------ 00000 ***** ++++ ++++ ++++ Tingkatan ------ ------ ------ ----- 00000 ***** ++++ Kuantitatif ------ ------ ------ ----- ------ ----- ***** Keterangan: ***** : Sangat baik ++++++ : Baik 00000 : Sedang ------ : Kurang I.5.6 Perangkat Lunak Autodesk Maya Autodesk Maya adalah perangkat lunak yang dapat membuat model 3D dan animasi, khususnya pembuatan model karakter dan karakter animasi. Perangkat lunak grafik komputer 3D dibuat oleh Alias Systems Corps dan sekarang diakuisisi oleh Autodesk, Inc. pada tahun 2006. Maya digunakan dalam industri film animasi atau kartun, dan juga untuk permainan video komputer. Maya dapat menghasilkan gambar dan animasi berdasarkan apa yang pengguna ciptakan, baik objek, lampu, kamera, material, serta efek pada tampilan ruang kerja 3 dimensi secara semu pada

14 layar komputer. (Jeba dkk., 2016). Kelebihan dari program ini adalah proses pembuatan animasi yang relatif lebih mudah dibandingkan perangkat 3D lainnya. Oleh karena itu, Maya memang lebih banyak digunakan untuk karakter modeling dan animasinya. Dalam pemodelan menggunakan perangkat lunak Autodesk Maya terdapat beberapa fitur pembantu yaitu (Derakhshani dkk., 2012): 1. Polygon: merupakan geometri dasar dalam pembuatan model. Berdasarkan adanya edge (pojok) dan face (permukaan/ wajah) pemodelan menggunakan polygon lebih cocok sebagai tahapan awal untuk pemodelan bentuk. 2. Vertex: merupakan suatu titik yang mempresentasikan permukaan suatu objek yang saling berhubungan. Vertex dapat mempresentasikan bentuk suatu objek dalam koordinat X, Y, Z yang mewakili permukaan eksternal suatu objek. 3. Extrude: merupakan pembentukan objek dengan merubah face ataupun edge dari objek polygon 4. Texturing: merupakan pemberian warna pada objek yang telah dibuat pada tahap pemodelan disesuaikan dengan warna aslinya 1.5.7. Game Engine Game Engine merupakan sistem perangkat lunak yang didesain untuk pembuatan dan pengembangan permainan digital dua dimensi dan tiga dimensi. Fungsi utama yang diberikan oleh sebuah game engine meliputi rendering untuk 2D atau 3D graphic, sound, scripting, animasi, artificial intelligence, networking, memory management, threading dan scene graph. Terdapat banyak game engine yang dirancang untuk bekerja pada konsol video game dan sistem operasi desktop, seperti Microsoft Windows, Linux, dan Mac OS X. Dalam mengembangkan sebuah game, penggunaan game engine dapat dilakukan berulang-kali untuk menciptakan jenis game dengan genre yang berbeda. Penggunaan game engine dapat diterapkan untuk mengembangkan lingkungan secara virtual diantaranya untuk bentuk bangunan sejarah atau non sejarah sehingga banyak perusahaan non-game mulai menggunakan teknologi ini untuk pengembangan promosi (Syamsiaya & Samopa, 2013). Unity merupakan aplikasi game engine yang dapat digunakan untuk membuat game dalam bentuk 2D atau 3D. Aplikasi ini dapat dijalankan di perangkat

15 komputer, smartphone dan console game. Game engine ini berbasis Cross-platform sehingga dapat berjalan di semua operating system. Selain membuat game, Unity juga dapat untuk menciptakan visualisasi arsitektur bangunan dan simulasi kegiatan yang terjadi di dalamnya. Unity 3D dapat mengelola data seperti model 3D, suara, animasi, video, tekstur dan objek pendukung yang terdapat pada asset Unity. Dengan sistem drag dan drop serta tampilan yang user friendly, game engine ini dapat digunakan untuk developer game. Unity menyediakan asset standart secara gratis berupa objek karakter, objek pepohonan, objek animasi dan objek pendukung lainnya. Dengan adanya asset tersebut dapat memudahkan developer game untuk menciptakan lingkungan virtual senyata mungkin. Unity memiliki framework lengkap untuk pengembangan game lebih lanjut, sehingga game engine ini mendukung bahasa pemograman seperti C#, Javascript, dan Boo. Untuk melengkapi objek dan komponen dalam sebuah game, Unity dapat mengimport objek model 3D dari software modelling seperti Sketchup, Maya, Blender dan Autodesk 3ds Max (Syamsiaya & Samopa, 2013).