Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 STUDI VARIASI PRATEGANG EKSTERNAL DALAM REHABILITASI JEMBATAN RANGKA BAJA TIPE WARREN J. Widjajakusuma 1 dan Marlon 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Jl. M.H. Thamrin 1, Tangerang Email: jack.widjajakusuma@uph.edu 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Jl. M.H. Thamrin 1, Tangerang Email: marlonsentana94@gmail.com ABSTRAK Banyak jembatan di Indonesia sudah berumur lebih dari lima puluh tahun, sementara jumlah kendaraan yang melintasi jembatan tersebut juga semakin meningkat. Oleh karena penuaan dan penambahan beban yang signifikan, kinerja dari jembatan-jembatan tersebut merosot dengan tajam. Untuk mencegah kegagalan struktur jembatan akibat merosotnya kinerja jembatan, maka perlu melakukan rehabilitasi atau meningkatkan kapasitas jembatan tersebut. Salah satu metode yang efektif dan ekonomis untuk merehabilitasi dan meningkatkan kapasitas jembatan adalah menggunakan kabel prategang eksternal. Susunan kabel prategang eksternal dapat berupa lurus, segitiga dan trapesium. Tujuan dari artikel ini adalah meneliti susunan kabel yang paling optimal dalam peningkatan kapasitas jembatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa susunan kabel yang paling optimal adalah bentuk trapesium dengan angkur di atas untuk kasus jembatan rangka tipe Warren. Peningkatan kapasitas jembatan rangka tipe Warren dengan menggunakan susunan kabel prategang berbentuk trapesium dengan jarak 2 m dan luas penampang 800 mm 2 dapat meningkatkan kapasitas sebesar 51,4%, sementara bentuk lurus meningkatkan 34,1% dan bentuk segitiga meningkatkan 26,7%. Kata kunci: kabel, peningkatan kapasitas, prategang eksternal, jembatan Warren 1. PENDAHULUAN Banyak jembatan yang dibangun pada abad ke 19 merupakan jembatan rangka baja. Dasar pemilihan ini adalah biaya pembangunan yang lebih murah dan waktu pembangunan yang lebih singkat. Banyak dari jembatan tua tersebut masih digunakan hingga saat ini. Untuk menghindari kegagalan struktur jembatan akibat penambahan usia dan penambahan beban, maka perlu adanya rehabilitasi dan peningkatan kapasitas jembatan tua ini. Penambahan beban ini terjadi karena penambahan volume kendaraan yang melintasi jembatan tersebut. Oleh karena itu, jembatan-jembatan tua ini mesti direhabilitasi maupun ditingkatkan kapasitasnya. Salah satu metode yang efektif dan ekonomis untuk merehabilitasi dan meningkatkan kapasitas jembatan adalah menggunakan kabel prategang eksternal (Burdet and Badoux, 2000, Han and Park, 2005). Konsep dari prinsip prategang eksternal adalah pemanfaatan eksentrisitas gaya prategang sehingga batang yang mengalami gaya tarik akan mengalami tekan, sedangkan batang yang mengalami gaya tekan akan mengalami tarik. Dengan demikian, gaya yang bekerja pada batang akan berkurang, sehingga lendutan pada batang juga akan berkurang dan kapasitas batang akan meningkat. Pelaksanaan metode prategang eksternal adalah relatif mudah di lapangan. Pertama, deviator ataupun bracing ke titik-titik tertentu dari jembatan rangka akan ditambahkan. Kedua, tendon akan dikaitkan ke deviator. Ketiga, tendon tersebut akan ditarik dengan tegangan sesuai dengan desain. Selanjutnya, jika jembatan tersebut perlu ditingkatkan kapasitasnya lagi atau direhabilitasi, maka tegangan tendon tersebut ditingkatkan. Penelitian ini hanya membahas jembatan rangka jenis Warren dan susunan tendon tipe lurus (straight tendon), segitiga (one draped tendon), dan trapesium (two draped tendon). Selain analisa statis juga analisa dinamis akan dilakukan dalam penelitian ini. Analisa dinamis diperlukan untuk penentuan frekuensi alami dari struktur Warren yang diperkuat tersebut. Frekuensi alami ini diperlukan untuk pemantauan kondisi jembatan (Widjajakusuma and Helen, 2015, Widjajakusuma and Limbunan, 2015). Struktur Warren yang diperkuat dengan kabel prategang eksternal dianalisa dengan perangkat lunak MIDAS Civil 2015. SK-11
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari susunan tendon yang paling optimal dalam rehabilitasi jembatan tipe Warren dan pemakaian frekuensi alami dalam memantau kesehatan jembatan. Makalah ini terbagi menjadi 5 bagian. Bagian 1 merupakan pendahuluan, bagian 2 membahas landasan teori, bagian 3 membahas berbagai macam model jembatan dalam penelitian ini, bagian 4 membahas hasil analisa dan bagian 5 merupakan kesimpulan. 2. LANDASAN TEORI Penelitian ini berdasarkan asumsi bahwa: (i) batang maupun kabel tendon berperilaku elastis linear; (ii) gaya yang bekerja pada batang dan tendon adalah sama sepanjang batang dan tendon; (iii) penampang batang dan tendon tidak berubah selama analisis; (iv) tidak ada gaya friksi antara tendon dan deviator; (vi) susunan tendon adalah simetris; (vii) rangka jembatan berperilaku seperti rangka batang uniaksial (Widjajakusuma dan Helen, 2015, Widjajakusuma and Limbunan, 2015). Struktur rangka batang uniaksial merupakan kumpulan elemen batang uniaksial yang dihubungkan dengan titik buhul (joint). Batang uniaksial merupakan elemen struktur yang hanya memikul beban aksial, sementara titik buhul berperilaku seperti sendi sehingga tidak dapat memikul momen. Asumsi berikutnya adalah beban yang bekerja hanya melalui titik buhul. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya aksial yang bekerja pada batang dari truss seperti metode kesetimbangan titik buhul dan metode Ritter (Rajan, 2001). Lendutan batang dapat dihitung dengan meggunakan konsep gaya virtual (Rajan, 2001). Gaya batang untuk sistem rangka batang dengan kabel prategang eksternal diberikan oleh Ayyub, Ibrahim and Schelling (1990) dengan = gaya batang akibat beban mati, = luas penampang batang, = gaya prategang tendon, = luas penampang kabel tendon dan = gaya batang akibat beban hidup dan impact force. Jika adalah gaya tendon yang diijinkan, maka gaya prategang tendon diberikan oleh pertidaksamaan (Ayyub, Ibrahim and Schelling, 1990) (1). (2) Sementara, gaya batang harus memenuhi pertidaksamaan (BSN, 2005b) (3) dengan = kapasitas elemen batang. Faktor reduksi diberikan oleh persamaan (BSN, 2005b) (4) Berdasarkan RSNI T-03-2005 (BSN, 2005b) lendutan maksimum dengan = panjang bentang jembatan. yang diijinkan adalah (5) 3. MODEL DAN BEBAN DARI JEMBATAN WARREN Model untuk penelitian ini adalah jembatan rangka tipe Warren dengan bentang 40 meter dan tinggi 7 meter. Tumpuan kiri adalah tumpuan sendi dan tumpuan kanan adalah tumpuan rol. Beban statis untuk jembatan tersebut adalah beban dari truk trailer seperti dalam RSNI-T02-2005 (BSN, 2005a). Gambar 1 memberikan geometri dan beban dari jembatan Warren tersebut. Beban dinamis jembatan adalah beban impact sebesar 50 ton dan bekerja selama 2 detik. Pengaruh tendon prategang pada jembatan dapat dipelajari dengan penggunaan 2 model. Model 1 adalah model untuk jembatan dalam keadaan baik, sementara model 2 adalah model untuk jembatan yang kapasitasnya sudah berkurang 50% (rusak). Model 1 menggunakan batang baja profil WF 300x300x10x15. Densitas massa batang SK-12
adalah 7850 kg/m 3, modulus elastisitas adalah 2E+5 MPa, dan tegangan leleh adalah 240 MPa. Pengurangan kapasitas jembatan sebesar 50% dimodelkan dengan cara pengurangan nilai modulus elastisitas sebesar 50%, sehingga modulus elastisitas untuk batang baja model 2 adalah 1E+5 MPa. Gambar 1. Beban pada jembatan rangka Warren Jembatan model 2 akan diperkuat dengan menambahkan tendon prategang eksternal. Tendon tersebut memiliki modulus elastisitas 2E+5 MPa dan tegangan leleh 1600 MPa. Penelitian ini membahas tendon dengan luas penampang yang berbeda yaitu 400 mm 2 dan 800 mm 2. Selanjutnya, tendon tersebut ditarik dengan tegangan prategang awal sebesar 1360 MPa pada kedua ujungnya. Susunan tendon berbentuk garis lurus (Gambar 2), segitiga (Gambar 3) dan trapesium (Gambar 4). Untuk meneliti pengaruh dari jarak lower chord dengan kabel tendon, maka kita menganalisa berbagai variasi untuk susunan tendon tipe trapesium (Tabel 1). Gambar 2. Jembatan yang diperkuat dengan tendon tipe lurus (garis tebal bagian bawah) Gambar 3. Jembatan yang diperkuat dengan tendon tipe segitiga (garis tebal) Gambar 4. Jembatan yang diperkuat dengan tendon tipe trapesium (garis tebal) SK-13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 memberikan hasil simulasi untuk jembatan model 1 dan model 2. Model 1 merupakan model untuk jembatan berdasarkan desain awal, sementara model 2 merupakan model untuk jembatan yang kapasitasnya menurun sebesar 50% dari desain awal. Persamaan (5) menghasilkan lendutan ijin maksimum sebesar 50 mm, sehingga lendutan maksimum model 1 memenuhi syarat lendutan ijin maksimum, sementara model 2 tidak memenuhi syarat tersebut (Tabel 1). Karena asumsi jembatan rangka berperilaku linear elastik, maka lendutan maksimum model 2 adalah 2 kali lebih besar dari lendutan maksimum model 1. Gambar 1 dan Gambar 2 adalah gaya batang hasil dengan beban yang diberikan berdasarkan perhitungan MIDAS Civil 2015. Gambar 1 memperlihatkan bahwa nilai rasio gaya batang terhadap kapasitas maksimum dari batang penyusun rangka jembatan dari model 1 selalu lebih kecil dari satu sehingga memenuhi syarat (3). Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada model 2 ada beberapa batang penyusun rangka jembatan tidak memenuhi syarat (3), yaitu batang AB, batang BC dan batang CD. Tabel 1. Perhitungan lendutan dan rasio Model Tipe Lendutan statis (mm) 1 sesuai desain awal 37,85 0,969 2 penurunan kapasitas 50% 75,70 1,137 Gambar 5. Gaya batang untuk model 1 Gambar 6. Batang yang mempunyai nilai rasio SK-14
Tabel 1 menunjukkan bahwa jembatan model 2 perlu direhabilitasi agar syarat maksimum lendutan dan nilai rasio gaya batang terhadap kapasitas maksimum dari batang penyusun jembatan dapat dipenuhi. Tabel 2 memperlihatkan hasil perhitungan lendutan dan nilai setelah rehabilitasi jembatan. Model 3 merupakan model untuk rehabilitasi jembatan dengan susunan tendon lurus, sedangkan model 4 untuk rehabilitasi dengan susunan tendon segitiga. Baris 3 dan 4 dari Tabel 2 memperlihatkan lendutan maksimum dan nilai setelah rehabilitasi. Tendon prategang eksternal lurus dan segitiga bisa mengakibatkan penurunan lendutan maksimum, namun lendutan maksimum tersebut masih lebih besar dari 50 mm, kecuali lendutan maksimum dari model 3 dengan penampang 800 mm 2, yaitu 49,87 mm. Persyaratan selanjutnya yang mesti dipenuhi adalah persyaratan. Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk model 2 dan model 3 masih lebih besar dari 1. Dengan demikian, tendon lurus dan segitiga tidak bisa digunakan untuk rehabilitasi jembatan ini. Rehabilitasi dengan susunan tendon trapesium menunjukkan bahwa semakin besar jarak antara lower chord dengan kabel tendon (lihat Gambar 4), maka semakin kecil lendutan maksimum dan nilai rasio. Tabel 2 memperlihatkan bahwa untuk penampang tendon 400 mm 2, maka harus lebih besar dari 2,5 m dan untuk penampang tendon 800 mm 2, maka harus lebih besar dari 1,8 m. Dengan demikian, untuk aplikasi di lapangan sebaiknya menggunakan tendon dengan penampang 800 mm 2, karena susunan tendon trapesium ini tidak memerlukan jarak yang tidak begitu besar. Tabel 2. Perhitungan lendutan dan rasio untuk berbagai macam susunan tendon Penampang 400 mm 2 Penampang 800 mm 2 Lendutan Lendutan Model Tipe statis (mm) statis (mm) 3 lurus 62,78 1,137 49,87 1,138 4 segitiga 65,26 1,138 55,51 1,138 5 trapesium h = 0,5 m 54,13 1,110 47,21 1,100 6 trapesium h = 1,0 m 51,57 1,079 43,57 1,059 7 trapesium h = 1,5 m 48,94 1,050 39,98 1,020 8 trapesium h = 1,8 m -- -- 38,05 0,998 9 trapesium h = 2,0 m 46,52 1,023 36,79 0,983 10 trapesium h = 2,5 m 44,33 0,997 -- -- 11 trapesium h = 3,0 m 42,21 0,973 -- -- Perhitungan MIDAS Civil 2015 menghasilkan frekuensi alami seperti tertera di Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa frekuensi alami dari jembatan hasil rehabilitasi dengan bermacam-macam susunan tendon kabel prategang adalah berkisar antara 36-37 rad/s, hampir sama dengan nilai frekuensi alami dari jembatan yang mengalami penurunan kapasitas (Tabel 3). Ini memperlihatkan bahwa kabel tendon tidak bepengaruh besar terhadap frekuensi alami dari sistem rangka tersebut. Tabel 3 dan Tabel 4 menyimpulkan bahwa frekuensi alami tidak bisa digunakan sebagai indikator untuk kesehatan suatu jembatan (Widjajakusuma dan Helen, 2015, Widjajakusuma and Limbunan, 2015, Widjajakusuma and Limbunan, 2013). Berkaitan dengan ini, harus ada penelitian lebih lanjut. Tabel 3. Frekuensi alami dari jembatan sesuai desain awal dan penurunan kapasitas 50% SK-15
Model Tipe Frekuensi Alami (rad/s) 1 sesuai desain awal 53,191098 penurunan kapasitas 2 50% 37,611786 Tabel 4. Frekuensi alami dari berbagai macam model Penampang Penampang 400 mm 2 800 mm 2 Model Tipe Frekuensi alami (rad/s) Frekuensi alami (rad/s) 3 lurus 37,611786 37,611786 4 segitiga 37,323607 37,323607 5 trapesium h = 0,5 m 37,428701 37,428701 6 trapesium h = 1,0 m 37,087496 37,087496 7 trapesium h = 1,5 m 36,901217 36,901217 8 trapesium h = 1,8 m -- 36,819180 9 trapesium h = 2,0 m 36,770712 36,770712 10 trapesium h = 2,5 m 36,654528 -- 11 trapesium h = 3,0 m 36,538095 -- 5. KESIMPULAN Kesimpulan dari makalah ini adalah: (i) susunan tendon lurus dan segitiga belum cukup efektif dalam merehabilitasi jembatan yang kapasitasnya menurun 50%; (ii) susunan tendon trapesium dengan luas penampang 400 mm 2 dan jarak dapat merehabilitasi jembatan (meningkatkan kapasitas jembatan lebih dari 50 %); (iii) susunan tendon trapesium dengan luas penampang 800 mm 2 dan jarak dapat merehabilitasi jembatan (meningkatkan kapasitas jembatan lebih dari 50 %); (iv) untuk kasus rehabilitasi jembatan dengan tendon prategang, hasil simulasi memperlihatkan bahwa indikator kesehatan jembatan tidak dapat menggunakan frekuensi alami. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Midasindo Teknik Utama atas pemberian lisensi MIDAS Civil 2015, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Ayyub, B.M., Ibrahim, A. and Schelling, D. (1990). Posttensioned Trusses: Analysis and Design. J. Struct. Eng., Vol. 116 (6), 1491-1506. BSN (2005a). Standar Pembebanan untuk Jembatan. RSNI T-02-2005. BSN, Jakarta. BSN (2005b). Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. RSNI T-03-2005. BSN, Jakarta. Burdet, O. and Badoux, M. (2000). Comparison of Internal and External Prestressing for Typical Highway Bridges. 16th Congress of IABSE, Lucerne. Han, K.-B. and Park, S.-K. (2005). Parametric study of truss bridges by the post-tensioning method. Can. J. Civ. Eng., Vol. 32, 420-429. Rajan, S.D. (2001). Introduction to Structural Analysis & Design. Wiley, New York. Widjajakusuma, J. and Wijaya, H. (2015). Effect of Geometries on the Natural Frequencies of Pratt Truss Bridges. Procedia Engineering, vol. 125, 1149-1155. Widjajakusuma, J. and Limbunan, F. (2015). Analisis Frekuensi Alami Jembatan Rangka Kereta Api Model K. Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9, Makassar, 7-8 Oktober 2015. Widjajakusuma, Jack, dan Limbunan, F. (2013). Studi Simulasi Numerik Kesehatan Jembatan Rangka Warren dengan Uji Vibrasi. Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 7, UNS, Solo, 24-26 Oktober 2013. SK-16