BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) adalah program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan partisipatoris (pembangunan yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat) atau yang disingkat dengan DOUM dengan tujuan mendorong peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat desa. Program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air ini mengadopsi prinsip dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998. Menurut Pretty dan Guijt (1992) dalam Mikkelsen (2011:56) mengatakan bahwa pendekatan pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan ini harus menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka serta memberikan sarana yang diperlukan bagi mereka supaya dapat mengembangkan diri. Pendapat Pretty dan Guijt tersebut mengindikasikan bahwa seorang Fasilitator Program dengan pendekatan partisipatoris harus bisa melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan di setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemeliharaan hasil-hasil kegiatan dan memberikan akses kepada masyarakat untuk memberikan umpan balik. Pendapat tersebut sejalan dengan fungsi Fasilitator Program PNPM Mandiri Perdesaan sebagaimana dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) penjelasan 1
II yang menjelaskan bahwa fungsi Fasilitator adalah sebagai narasumber, sebagai guru dan sebagai mediator. Fasilitator sebagai narasumber tentunya harus mempunyai pemahaman dan informasi yang cukup tentang program dan masyarakat, sehingga apa yang disampaikan dapat diterima dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Sedangkan sebagai guru, fasilitator dibutuhkan untuk membantu mengembangkan potensi yang ada di masyarakat dengan mengedepankan pemberdayaan sebagai ruh program. Sementara itu, fasilitator sebagai mediator diharapkan mampu memediasi masyarakat dalam hal membangun kerjasama dengan pihak ketiga dan memediasi permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat dengan memberikan berbagai alternatif kesepakatan, tetapi fasilitator bukan sebagai pembuat keputusan. Fungsi Fasilitator sebagaimana dijelaskan dalam PTO PNPM Mandiri Perdesaan tersebut juga diperkuat dengan pendapatnya Chambers dalam Mikkelsen (2011:69) yang mengatakan bahwa Prinsip tambahan yang ditekankan dalam penilaian perdesaan yang partisipatoris bagi seorang fasilitator antara lain: (1) Fasilitasi, dimaksudkan untuk pelancaran dalam hal investigasi, analisis, dan presentasi oleh masyarakat pedesaan sendiri. Seorang fasilitator diperlukan sebagai penggerak suatu proses yang kemudian membiarkan proses berlanjut tanpa interupsi olehnya. (2) Kesadaran otokritik dan tanggungjawab, kesadaran otokritik berarti seorang fasilitator harus terus mawas diri dan selalu berupaya menjadi lebih baik. Seorang fasilitator harus bisa menerima kesalahan sebagai hikmah untuk menjadi lebih baik. Sedangkan tanggungjawab dimaknai sebagai penerimaan tanggungjawab 2
pribadi, bukan menggunakan tanggungjawab itu dalam cara yang kaku. (3) Pertukaran informasi dan gagasan, dilakukan antara masyarakat dengan fasilitatornya, antara fasilitator dengan fasilitator lainnya atau satu organisasi dengan organisasi lainnya. Penerapan pendampingan kegiatan oleh Fasilitator Program PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Gresik dihadapkan pada situasi yang sulit, dimana disatu sisi program PNPM Mandiri Perdesaan ini adalah program pemberdayaan masyarakat yang menuntut adanya partisipasi masyarakat, tetapi disisi lain Fasilitator Program juga dituntut progres yang cepat, sehingga berdampak pada pola komunikasi yang mereka lakukan dengan masyarakat dan pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan lainnya, komunikasi yang lebih cenderung instruktif bukan komunikasi yang partisipatif. Ditinjau dari fungsi fasilitator sebagai narasumber dalam memberikan informasi tentang program baik dalam bentuk musyawarah, pelatihan atau rapat koordinasi Kader Pemberdsayaan Masyarakat Desa (KPMD), Fasilitator lebih cenderung mendominasi, masyarakat kurang antusias dalam memberikan umpan balik terhadap apa yang disampaikan oleh Fasilitator. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan berkomunikasi fasilitator masih kurang baik (kemapuan presentasi, kemapuan menyemangati orang lain dan kemampuan berinovasi). Ditinjau dari fungsi fasilitator sebagai guru yang diharapkan mampu membantu dalam mengembangkan potensi yang ada di masyarakat, namun dalam kenyataannya fasilitasi yang dilakukan oleh Fasilitator Program masih terpusat pada penyerapan dana BLM, mereka terjebak pada tuntutan 3
administrasi dan progres yang cepat sehingga kurang berkonsentrasi pada terwujudnya misi program, yaitu: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya, (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif, (3) pengefektifan peran dan fungsi pemerintah lokal, (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat, dan (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan. Ditinjau dari fungsi fasilitator sebagai mediator yang diharapkan mampu memediasi dan menstimulasi potensi masyarakat serta memediasi permasalahanpermasalahan yang ada dimasyarakat dengan memberikan berbagai alternatif kesepakatan tanpa ada intervensi, tetapi dalam fasilitasinya, komunikasi yang diterapkan oleh fasilitator lebih cenderung bersifat instruktif, hal ini menunjukkan adanya intervensi atau pengambilalihan peran. Hal ini mengindikasikan prinsip fasilitasi kurang bisa berjalan dengan baik, sehingga jauh dari nilai-nilai pemberdayaaan dan misi pelembagaan sistem pembangunan partisipatif. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Koordinator Povinsi Jawa Timur dalam acara Semiloka Kabupaten Gresik Tahun 2013 tentang kondisi kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan, diataranya: kelembagaan Unit Pengelola Kegiatan (UPK), kelembagaan Badan Pengawas Unit Pengelola Kegiatan (BP-UPK) dan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Permasalahan utama kelembagaan UPK antara lain adalah aturan yang ada (SOP) belum mencerminkan kondisi riil dan sebagian besar pengurus belum memahami, mekanisme kerja belum mengacu pada aturan yang ada, hubungan antar pengurus belum berjalan dengan baik, kinerja keuangan 4
masih banyak yang kurang sehat (tingginya uang yang mengendap di bank dan tingginya tingkat tunggakan) dan lemahnya kontrol terhadap UPK yang berdampak pada tingginya penyalagunaan dana oleh pengurus UPK. Sedangkan permasalahan utama kelembagaan BP-UPK antara lain adalah mekanisme dan aturan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) belum dipahami secara baik oleh para pengurus, mekanisme kerja belum mengacu pada aturan yang ada dan kapasitas sebagian besar pengurus masih jauh dari harapan. Sementara itu permasalahan utama kelembagaan BKAD antara lain adalah aturan yang ada (aturan dasar) belum mencerminkan kondisi riil dan sebagian besar pengurus belum memahami, sebagian besar BKAD masih berkutat dengan Dana BLM dan belum mampu membangun kerjasama dengan pihak ketiga dan sebagian besar BKAD, dokumen pendiriannya masih belum lengkap. Secara kuantitatif, indikasi menurunya kinerja Fasilitator ditunjukkan oleh menurunnya angka partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa program PNPM Mandiri Perdesaan. Secara kumulatif dari 253 desa di 13 Kecamatan wilayah program PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Gresik menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam program PNPM Mandiri Perdesaan mulai mengalami grafik naik turun seiring dengan pergantian kepemimpinan, baik fasilitator ditingkat kecamatan maupun fasilitator ditingkat kabupaten. Pada tahun 2009 angka partisipasi masyarakat sebanyak 31.887 orang dan mengalami kenaikan pada tahun 2010 dengan partisipasi masyarakat sebanyak 44.256 orang, sedangkan pada tahun 2011 angka partisipasi masyarakat mulai menurun, yaitu sebanyak 32.639 dan tahun 5
2012 angka partisipasi masyarakat kembali menurun dengan jumlah partisipasi sebanyak 31.305 orang. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ada korelasi antara kepemimpinan dengan partisipasi masyarakat, dimana partisipasi masyarakat merupakan indikator keberhasilan program PNPM Mandiri Perdesaan sekaligus menjadi salah satu ukuran kinerja Fasilitator Program.Menurut Lund dalam mikkelsen (2011 : 61) mengatakan bahwa kurangnya partisipasi merupakan suatu ekspresi dari ketidakmampuan untuk berpartisipasi: kurangnya dana, pendidikan, dan sumber-sumber lain, serta tingkat organisasinya rendah. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan adanya kesenjangan antara misi pemberdayaan masyarakat dan penerapan pendampingan yang dilakukan oleh Fasilitator Program, dimana disatu sisi program PNPM Mandiri Perdesaan menekankan pada pemberdayaan masyarakat sehingga lebih menekankan pada berorientasi proses, sedangkan disisi lain Fasilitator Program juga dituntut adanay progres yang cepat sehingga mereka juga menekankan pada orientasi hasil. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Fasilitator Program PNPM Mandiri Perdesaan dilapangan tersebut memberikan sinyalemen bahwa ada sesuatu yang perlu dicermati dan dikaji ulang tentang penerapan gaya kepemimpinan yang efektif dalam penerapan program PNPM Mandiri Perdesaaan dan variabel-veriabel penting yang mempengaruhi kinerja Fasilitator Program di tingkat kecamatan. Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, maka menarik untuk diteliti pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Fasilitator Program melalui motivasi dan knowledge sharing. 6
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi berprestasi? 2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap knowledge sharing? 3. Bagaimana pengaruh motivasi berprestasi terhadap kinerja Fasilitator Porgram? 4. Bagaimana pengaruh knowledge sharing terhadap kinerja Fasilitator Program? 5. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Fasilitator Program melalui motivasi berprestasi? 6. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Fasilitator Program melalui knowledge sharing? C. Tujuan Penelitian Berdasrkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi berprestasi. 2. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap knowledge sharing. 3. Menguji pengaruh motivasi berprestasi terhadap kinerja Fasilitator Program. 4. Menguji pengaruh knowledge sharing terhadap kinerja Fasilitator Program. 5. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Fasilitator Program melalui motivasi berprestasi. 7
6. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Fasilitator Program melalui knowledge sharing. D. Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan konstribusi positif terhadap perkembangan teori kepemimpinan dengan pendekatan studi perilaku. 2. Hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan review bagi penerapan gaya kepemimpinan yang efektif untuk program PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Gresik. 3. Meningkatkan kualitas pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan melalui peningkatan kinerja Fasilitator Program ditingkat kecamatan. 8