V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci"

Transkripsi

1 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai unit belajar dari tiap aspek. Selain itu, dijabarkan pula satu per satu bentuk peran pengurus poktan untuk mewujudkan poktannya sebagai unit belajar, disertai dengan perbedaan peran pengurus di kedua poktan. Oleh karena itu model kesimpulannya dipilah menjadi dua bentuk, yakni: kesimpulan mengenai situasi dan kondisi poktan sebagai unit belajar serta kesimpulan mengenai peran kepemimpinan pengurus poktan dalam mewujudkan poktan sebagai unit belajar. Berikut kesimpulannya: Situasi dan Kondisi Poktan Sebagai Unit Belajar 1. Poktan sebagai unit belajar dalam aspek pertemuan rutin menunjukkan bahwa Poktan Tranggulasi kurang berfungsi, yang diindikasikan oleh rendahnya partisipasi individu poktan dalam pertemuan, baik dari segi kehadiran maupun antusias dalam mengemukakan pendapat, reaksi yang cenderung negatif dari individu poktan terhadap wadah pertemuan, dan intensitas pertemuan cenderung rendah. Sedangkan, Poktan BM mampu menyelenggarakan wadah pertemuan rutin yang dibuktikan dengan tingginya partisipasi individu poktan, reaksi dari para anggota yang cenderung positif, dan intensitas pertemuan tergolong tinggi. 2. Poktan sebagai unit belajar ditinjau dari wadah percobaan dan adopsi teknologi usaha tani, membuktikan bahwa individu Poktan Tranggulasi umumnya melakukan aktivitas tersebut secara perorangan. Aktivitas percobaan dan adopsi di Poktan Tranggulasi dilakukan baik oleh pengurus maupun anggota poktan. Sedangkan, Poktan BM masih eksis menjalankan aktivitas itu secara kolektif. Namun pada kenyataannya, terkadang kegiatan percobaan dilakukan secara perorangan, umumnya oleh petani yang tergabung dalam kepengurusan poktan. 3. Poktan sebagai unit belajar ditinjau dari kegiatan pendelegasian membuktikan bahwa dari segi pendelegasian untuk menghadiri forum pertanian, Poktan Tranggulasi umumnya hanya melibatkan pengurus poktan dalam menghadiri forum pertanian. Berbeda dengan Poktan Tranggulasi, 193

2 194 Poktan BM tergolong positif dalam mendelegasikan individu poktan untuk hadir dalam forum pertanian. Hal tersebut diindikasikan dengan adanya kesempatan para anggota untuk bertanggung jawab hadir dalam forum pertanian. Kemudian, dari segi pendelegasian tugas dan wewenang, kedua poktan tergolong cukup berfungsi. Hal ini diindikasikan oleh adanya pelimpahan tugas atau wewenang dari pengurus tertentu kepada individu lainnya dalam menangani suatu kegiatan poktan. 4. Poktan sebagai unit belajar ditinjau dari aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu poktan dalam berusaha tani organik dijabarkan ke dalam beberapa indikator sebagai berikut: a. Dari segi penyediaan saprotan (khususnya dekomposer, pupuk, pestisida, dan ZPT), terjadi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan antara pengurus poktan dan anggota Poktan Tranggulasi. Hal tersebut diperlihatkan oleh adanya ketergantungan dari individu Poktan Tranggulasi yang cenderung mengandalkan usaha dari pengurus poktan, khususnya dalam penyediaan saprotan. Berbeda dengan Poktan Tranggulasi, anggota Poktan BM tidak hanya mengandalkan usaha pengurus poktan dalam penyediaan saprotan, melainkan dilakukan secara mandiri oleh tiap individu poktan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu Poktan BM lebih unggul dibandingkan dengan individu Poktan Tranggulasi. b. Dari segi budidaya tanaman, Poktan Tranggulasi maupun Poktan BM memperlihatkan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu poktan, baik dari segi penanaman dan pemeliharaan tanaman banyak mengacu pada materi belajar di poktan. c. Dari segi penanganan pasca panen, terjadi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan antara pengurus poktan dan anggota Poktan Tranggulasi. Hal tersebut terbukti dari aktivitas pasca panen yang semata-mata hanya ditangani oleh sekelompok petani yang tergabung dalam pengelola unit bisnis poktan. Berbeda dengan Poktan Tranggulasi, Poktan BM melibatkan peran serta para wanita tani yang

3 195 notabene sebagai anggota poktan dalam menangani aktivitas pasca panen. d. Dari segi pemasaran hasil produksi, Poktan Tranggulasi maupun Poktan BM membuktikan adanya pengetahuan dan sikap individu poktan mengenai perbandingan antara pasar modern dan pasar tradisional dari berbagai aspek. Akan tetapi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap pengurus poktan lebih unggul dibandingan dengan anggota poktan, apabila ditinjau dari segi aktivitas pemasaran yang lebih khusus, seperti: teknis penentuan harga, promosi, komunikasi dengan supplier, dan kegiatan distribusi. 5. Adanya pengetahuan dan sikap anggota poktan terhadap produksi, pendapatan, kemandirian, dan kesejahteraan disebabkan oleh dijalankannya proses produksi secara organik yang turut mengacu pada materi belajar di poktan. Berikut penjabarannya: a. Dari segi produksi, sayuran yang ditangani dengan sistem organik dianggap lebih berkualitas. Hal ini ditunjukkan dari segi rasa, daya tahannya, maupun jaminan keamanannya untuk dikonsumsi. b. Dari segi pendapatan, harga jual sayuran organik cenderung lebih tinggi, terutama ketika terserap di pasar modern. Selain itu, pendapatan petani bertambah oleh karena adanya penekanan biaya produksi, dimana penyediaan saprotan banyak mengandalkan sumber daya alami lokal, kalaupun mengandalkan input dari luar, biaya yang dikeluarkan tidak sebesar dengan membeli saprotan dari toko atau pabrik pertanian. c. Dari segi kemandirian petani terutama ditampakkan melalui kemampuannya dalam menyediakan saprotan (seperti pupuk, pestisida, dan lain-lain) secara mandiri. Selain itu, kemandirian petani juga ditampakkan khususnya oleh individu Poktan BM untuk menganalisis, mengevaluasi, dan merencanakan tindakan perbaikan untuk mengembangkan usaha taninya. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan dan kemauannya untuk melakukan kegiatan pencatatan dalam menjalankan proses produksi. Selain dua hal tersebut, kemandirian petani turut ditandai oleh adanya posisi tawar mereka sebagai penentu

4 196 harga, sehingga ia memiliki kemandirian untuk memperkirakan harga jual yang layak terhadap produk sayuran yang dihasilkannya. d. Kesejahteraan petani ditunjukkan oleh adanya kemampuan untuk menyediakan modal untuk melakukan UT sayuran di musim tanam berikutnya. Selain itu, kesejahteraan petani juga ditandai oleh kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, misalnya: biaya penyekolahan anak. Di samping itu, pemberdayaan wanita tani dalam menjalankan proses produksi menunjukkan bahwa sudah terwujudnya kesetaraan gender untuk menunjang kesejahteraan keluarga. Dalam kasus tersebut, wanita tani diberdayakan atau dilibatkan dalam menangani kegiatan pasca panen. Dengan jasa penanganan pasca panen, wanita tani memperoleh upah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wanita tani turut berperan aktif dalam menunjang kesejahteraan keluarganya. Selanjutnya, kesejahteraan yang dimaksud dalam penelitian ini juga dirasakan oleh individu poktan untuk jangka waktu yang relatif panjang. Dalam hal tersebut, individu poktan beranggapan bahwa sistem UT organik lebih mengedepankan aspek keramahan lingkungan, sehingga mutu lingkungan dapat tetap terjaga untuk jangka waktu yang panjang dan berguna bagi kesejahteraan generasi mendatang. 6. Poktan sebagai unit belajar ditijau dari segi penyediaan wadah belajar bagi pihak lain untuk pengembangan UT, memperlihatkan bahwa dari segi penyediaannya, kedua poktan tergolong berfungsi. Poktan Tranggulasi mengandalkan wadah P4S-nya, sedangkan Poktan BM mengandalkan pembentukan sub-sub kelompok. Meski begitu, ditinjau dari segi partisipasi para anggota dalam memfungsikan wadah belajar ini, kedua poktan kurang melibatkan peran serta para anggota.

5 Peran Kepemimpinan Pengurus Poktan Dalam Mewujudkan Poktan Sebagai Unit Belajar 1. Pengurus poktan turut memegang peran kepemimpinan dalam menciptakan situasi dan kondisi dalam aspek pertemuan rutin, dimana pengurus Poktan Tranggulasi banyak mengandalkan rapat khusus pengelola untuk membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan poktan dan adanya kendala dengan bank yang mengakibatkan sering terjadinya topik pembicaraan dalam pertemuan diarahkan oleh pengurus poktan untuk membahas hal tersebut. Di sisi lain, pengurus Poktan BM banyak mengandalkan rapat umum poktan untuk membicarakan berbagai hal yang ada sangkut-pautnya dengan poktan dan topik pembicaraan diarahkan pada pembahasan tentang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan usaha tani yang dialami oleh individu poktan. 2. Pengurus poktan turut memegang peran kepemimpinan dalam menciptakan situasi dan kondisi dalam wadah percobaan dan adopsi teknologi yang dilakukan secara kolektif. Oleh karena itu, peran kepemimpinan pengurus Poktan BM dalam wadah ini masih tergolong eksis, mengingat wadah percobaan secara kolektif saat ini hanya masih berlaku di Poktan BM. Kemudian, pada aspek penyebarluasan informasi hasil kegiatan uji coba, Poktan Tranggulasi sedang terkendala dalam melaksanakan kegiatan tersebut, sedangkan Poktan BM tergolong lancar. Dengan demikian, walau dilakukan secara perorangan, informasi hasil kegiatan uji coba masih disebarluaskan di Poktan BM. 3. Situasi dan kondisi dalam kegiatan pendelegasian turut didukung oleh peran kepemimpinan pengurus poktan, dimana pengurus Poktan Tranggulasi mendelegasikan individu poktan untuk hadir dalam forum pertanian umumnya berdasarkan atas pertimbangan kemauan dan kemampuan individu poktan. Sedangkan, pengurus Poktan BM menggunakan teknik bergilir untuk mendelegasikan individu poktan dalam forum pertanian. Di sisi lain, dari segi pendelegasian tugas dan wewenang, pengurus di kedua poktan sama-sama melimpahkan tugas dan wewenang kepada individu poktan lainnya untuk menangani suatu kegiatan atau agenda poktan.

6 Poktan sebagai unit belajar dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu poktan dalam berusaha tani organik turut disebabkan oleh peran pengurus poktan. Bentuk peran kepemimpinannya dijabarkan sebagai berikut: a. Individu Poktan Tranggulasi tergolong tidak mandiri dalam penyediaan saprotan, karena pengurus Poktan Tranggulasi menyediakan saprotan dalam jumlah yang relatif besar, yang mengakibatkan ketersediaan saprotan yang dibutuhkan oleh anggota menjadi cukup, sehingga cenderung tergantung dengan usaha pengurus. Sedangkan, kemandirian individu Poktan BM dalam menyediakan saprotan disebabkan oleh adanya keterbatasan saprotan yang disediakan oleh pengurus Poktan BM. b. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu poktan dalam budidaya tanaman terbentuk di kedua poktan. Hal tersebut didukung oleh materimateri yang tersedia di wadah belajar yang turut diorganisir oleh pengurus poktan. c. Terjadi kesenjangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap antara pengurus dan anggota Poktan Tranggulasi disebabkan oleh aktivitas pasca panen yang terbatas pada keterlibatan petani yang tergabung dalam pengelola pemasaran Poktan Tranggulasi. Di sisi lain, pengurus Poktan BM melibatkan para anggota poktan dalam mengemban tugas penanganan pasca panen, sehingga para anggota memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai aktivitas tersebut. Peran pengurus Poktan BM hanya terbatas pada pengorganisiran bidang usaha itu. d. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pengurus poktan untuk beralih ke UT organik menjadi daya tarik tersendiri bagi pihak pemerintah maupun swasta yang kemudian membuat mereka bersedia untuk memperantari terjalinnya hubungan kerjasama antara poktan dengan pedagang perantara (supplier). Dengan demikian, individu poktan memiliki kesempatan untuk memasarkan hasil produksi ke pasar modern. Situasi semacam itu membuat individu poktan memiliki pengetahuan dan sikap

7 199 mengenai pemasaran hasil produksi ke pasar modern dan bisa mengetahui perbedaan antara pemasaran ke pasar tradisional dan pemasaran ke pasar modern. Meski begitu, terjadi kesenjangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap antara pengurus dan anggota poktan dalam aspek kegiatan pemasaran yang lebih khusus (seperti: teknis penentuan harga, teknis kerjasama dengan supplier, promosi, dan kegiatan distribusi). Hal tersebut dikarenakan adanya peran dominan yang dipegang oleh pengurus poktan dalam kegiatan pemasaran, yaitu: bertindak sebagai negosiator harga, sebagai pihak yang intensif menjalin komunikasi dengan supplier, sebagai pihak yang berinisiatif melibatkan individu poktan lain untuk mendiskusikan kelayakan kerjasama dengan supplier, sebagai promotor produk, dan sebagai distributor. 5. Poktan sebagai unit belajar dalam penelitian ini juga disebabkan oleh dua peran kepemimpinan pengurus poktan, yakni: sebagai penjalin komunikasi atau kerjasama dengan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan belajar poktan dan sebagai perwakilan dalam gapoktan. Kepemimpinan pengurus di kedua poktan turut berperan untuk mewujudkan situasi tersebut. Situasi yang pertama turut diwujudkan dengan adanya upaya pengurus di kedua poktan untuk membangun kerjsama atau komunikasi dengan pihak lain untuk mencari jalan keluar atas permasalahan usaha tani yang dialami oleh individu poktan. Selanjutnya, situasi yang ke dua terwujud karena pengurus di tiap poktan memegang status dan berperan aktif dalam gapoktan KOMPOR Merbabu. Peran aktif tersebut terbukti dari adanya kegiatan diskusi dan musyawarah-mufakat antar poktan organik untuk menyusun dan mengesahkan SOP. Kemudian, SOP dijadikan pedoman bagi seluruh petani yang tergabung dalam poktan terkait untuk menjalankan usaha tani. 6. Situasi dan kondisi poktan sebagai unit belajar dari aspek penyediaan wadah belajar bagi pihak lain turut disebabkan oleh peran kepemimpinan pengurus poktan. Pengurus di kedua poktan memegang peran membangun komunikasi dengan pemangku-pemangku kepentingan dalam rangka pembentukan wadah belajar bagi pihak lain. Partisipasi para anggota dalam

8 200 memfungsikan wadah belajar bagi pihak lain cenderung rendah oleh karena pengurus poktan memegang peran dominan sebagai diseminator atau pembawa materi tentang sistem UT organik ke peserta belajar. Kalaupun sudah ada pembagian yang jelas atau penjadwalan yang jelas tentang waktu bertugas individu poktan untuk mendampingi peserta belajar, seringkali individu poktan (khususnya anggota) tidak mampu untuk mengemban tugas tersebut. 5.2 Saran Terdapat beberapa saran untuk memperkuat peranan kepemimpinan pengurus poktan dalam mewujudkan poktannya sebagai unit belajar. Saran dalam penelitian ini dipilah menjadi dua bentuk. Petama, saran bagi poktan, pemerintah, dan pihak swasta. Ke dua, saran bagi kaum akademisi. Berikut penjelasannya: Saran Bagi Poktan, Pemerintah, dan Pihak Swasta 1. Walaupun memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan anggota poktan, pengurus poktan diharapkan lebih mengedepankan sikap kolektif (mau berbagi) di atas sikap individualis. Akan tetapi lebih ideal, apabila pengurus poktan mampu mengorganisir seluruh anggota poktan untuk mengelola wadah belajar dan usaha untuk mewujudkan poktan sebagai unit belajar dilakukan secara partisipatif. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan tiap individu, baik dalam hal usaha tani maupun berorganisasi poktan dapat lebih merata. 2. Khususnya bagi Poktan Tranggulasi, diharapkan pertemuan rutin diadakan dengan melibatkan peran serta anggota poktan, sehingga anggota poktan turut memiliki peran dan kesempatan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi dalam segala kegiatan poktan. Model partisipasi peran serta perlu diterapkan dalam menjalankan berbagai aktivitas di poktan. Kemudian, pembicaraan mengenai tukar pengalaman dalam berusaha tani dan usaha kolektif perlu diutamakan dalam pertemuan rutin, karena hal tersebut cukup mendorong partisipasi dari para anggota. 3. Pengurus poktan perlu melakukan pendekatan ke anggota poktan dengan tujuan untuk menganalisa berbagai inovasi-inovasi yang diraih oleh anggota poktan, sehingga anggota poktan juga turut berperan aktif dalam

9 201 memperkaya pengetahuan dan keterampilan individu pokta dalam berusaha tani. Hal tersebut sebagai wujud nyata penghargaan dari pengurus poktan kepada anggota. Selain itu, supaya pengurus tidak terkesan sebagai pihak yang dominan dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu poktan dalam melakukan UT. 4. Sebaiknya penekanan terhadap pengembangan organisasi poktan ditingkatkan dalam wadah belajar milik poktan. Pengembangan organisasi yang dimaksud dintaranya meliputi: pengembangan SDM anggota untuk mempersiapkan mereka menjadi kader penerus di kepengurusan poktan; pengembangan pengetahuan dan keterampilan individu dalam poktan untuk menangani segala hal yang berkaitan dengan administrasi; memperkuat peran anggota poktan sebagai delegator, baik untuk menangani kegiatan poktan maupun delegator dalam forum pertanian; dan cara lainnya. 5. Pengurus poktan sebaiknya mulai melibatkan peran serta anggota untuk membangun relasi dengan pihak lain guna memenuhi kebutuhan belajar poktan. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan anggota dengan pihak lain, sehingga koneksinya tidak hanya dimiliki oleh pengurus saja. Selain itu, bertujuan pula untuk mempersiapkan kader penerus poktan. 6. Dalam mengimplementasikan usaha tani secara organik, sebaiknya petani berpedoman pada materi yang diperoleh di wadah belajar yang tersedia di poktan. Kemudian, keterlibatan para anggota untuk memberikan kontribusi dalam kegiatan usaha tani yang bisa dilakukan secara kolektif (khususnya: penyediaan saprotan, penanganan pasca panen, dan pemasaran) sebaiknya ditingkatkan. Selanjutnya, pengalaman atau pengetahuan baru yang didapat oleh petani dari kegiatan usaha taninya sebaiknya disebarluaskan kepada petani lainnya. 7. Pengurus poktan sebaiknya lebih menggiatkan aktivitas dan memberi kesempatan anggota poktan untuk melakukan pembinaan kepada pihak lain. Bagi Poktan Tranggulasi, peran serta dari anggota poktan diperkuat untuk membina peserta belajar, sehingga anggota poktan merasa bahwa potensi dan pengalamannya dalam berusaha tani sayuran organik dihargai sebagai acuan belajar di P4S. Upaya semacam itu juga dapat

10 202 menumbuhkembangkan keberanian dan kemampuan anggota poktan dalam berkomunikasi. Kemudian bagi Poktan Bangkit Merbabu, penjadwalan seluruh individu poktan untuk melakukan visitasi dan pendampingan ke sub-sub kelompok perlu dilakukan lebih merata dan lebih ditertibkan. Jika terdapat anggota yang merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan petani binaan, maka pengurus poktan sebaiknya mendampingi, supaya kelak kemampuan anggota Poktan BM dalam berkomunikasi dengan petani binaan dapat lebih terasah. 8. Peran aktif dari pengurus Poktan Tranggulasi dan Bangkit Merbabu perlu diperlihatkan dalam mengembangkan fungsi gapoktan KOMPOR Merbabu sebagai wadah belajar-mengajar. Minimal kegiatan belajar-mengajar antar kedua poktan (Poktan Tranggulasi dan Poktan Bangkit Merbabu) digiatkan kembali. Hal ini tentunya juga bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan antar poktan Saran Bagi Kaum Akademisi 1. Melakukan penelitian lanjutan dengan obyek yang sama dengan skripsi ini, namun menggunakan pendekatan deduktif atau metode kuantitatif. Dalam pelaksanaannya, skripsi ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan untuk menyusun hipotesis, yang kemudian diuji menggunakan metode kuantitatif. 2. Perlu melakukan penelitian lanjutan mengenai perbedaan kelompok tani sayuran organik sebagai unit belajar di dua wilayah yang kondisinya relatif berbeda, baik dari segi karakteristik sumber daya alamnya, karakteristik sumber daya manusia, karakteristik sosial, maupun karakteristik budayanya.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Selo Ngisor dan Dusun Kaliduren yang terletak di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Lokasi

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

Lebih terperinci

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN 68 BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus membangun tatanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008).

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Peran Kelembagaan Pertanian Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2 BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF 1 M. Syarif, 2 Wiwaha Anas Sumadja dan 1 H. Nasution 1 (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2 (Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Tommy Purba dan Abdullah Umar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Sayuran Organik CV. Tani Organik Merapi Karakteristik petani sayuran organik di CV. Tani Organik Merapi dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yakni

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya. Pembangunan nasional diwujudkan dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya. Pembangunan nasional diwujudkan dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan nasional diwujudkan dalam pembangunan di berbagai bidang dengan titik

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2013-2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (Kelompok KTNA) adalah organisasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang tempat program Prima Tani dilaksanakan. Lokasi penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pengembangan modal sosial di Suara Ibu Peduli dan mendeskripsikan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab menjalankan kegiatan administrasi sehari-hari. Dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab menjalankan kegiatan administrasi sehari-hari. Dengan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepala Madrasah adalah unsur pelaksana administrasi dengan tugas dan tanggung jawab menjalankan kegiatan administrasi sehari-hari. Dengan tidak mengecilkan arti keterlibatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT A. Membentuk Komunitas Pemuda di Kampung Demak Jaya Adanya perkumpulan-perkumpulan sebelumnya yang dilakukan oleh masyarakat dan membangun kesepakatan untuk membangun sebuah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di 72 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Industri kuliner memiliki fungsi penting dalam pembangunan ekonomi terutama bagi perempuan di pedesaan. Studi dari Desa Ngawu menunjukkan bahwa usaha ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO) HIMPUNAN MAHASISWA HUBUNGAN INTERNASIONAL (HIMAHI) UNIVERSITAS PARAMADINA

GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO) HIMPUNAN MAHASISWA HUBUNGAN INTERNASIONAL (HIMAHI) UNIVERSITAS PARAMADINA GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO) HIMPUNAN MAHASISWA HUBUNGAN INTERNASIONAL (HIMAHI) UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA, 2016 DAFTAR ISI BAB I... 3 PENDAHULUAN... 3 1.1 UMUM... 3 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN...

Lebih terperinci

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI Desember, 2011 KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan Executive Summary dari kegiatan Pengkajian Model Kelembagaan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara profesional terus-menerus mencapai tujuan sesuai dengan. dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (Depdiknas, 2008: 4).

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara profesional terus-menerus mencapai tujuan sesuai dengan. dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (Depdiknas, 2008: 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan inti dari proses pendidikan serta keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utamanya. Upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (PNPM-MPd) adalah program penanggulangan kemiskinan dengan. pendekatan pembangunan partisipatoris (pembangunan yang dilaksanakan

BAB 1 PENDAHULUAN. (PNPM-MPd) adalah program penanggulangan kemiskinan dengan. pendekatan pembangunan partisipatoris (pembangunan yang dilaksanakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) adalah program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan partisipatoris (pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani baik yang berupa daging maupun susu dan berbagai keperluan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1. Karakteristik Responden 7.1.1. Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun.

Lebih terperinci

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG Dalam bagian ini akan disampaikan faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok yang dilihat dari faktor intern yakni: (1) motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN. PAR ini adalah kepanjangan dari Participatory Action Research. Pendekatan PAR

BAB III METODE PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN. PAR ini adalah kepanjangan dari Participatory Action Research. Pendekatan PAR BAB III METODE PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN A. Pendekatan Penelitian dan Pemberdayaan Dalam penelitian skripsi menggunakan pendeketan PAR. Dimana definisi PAR ini adalah kepanjangan dari Participatory Action

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Tani Kelompoktani adalah kelembagaan petanian atau peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumberdaya)

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. LAMPIRAN 93 94 Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Lampiran 2. Kuisioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini jika kita pergi ke supermarket modern kita akan menemukan promosi sayur-sayuran atau buah-buahan dengan atribut organik. Produk pangan yang berlabel

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Hal ini perlu mendapat perhatian berbagai pihak, karena sektor pertanian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 20162016 TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB V KASIMPULAN DAN REKOMENDASI. diuraikan, selanjutnya pada bagian ini peneliti mencoba menyimpulkan secara

BAB V KASIMPULAN DAN REKOMENDASI. diuraikan, selanjutnya pada bagian ini peneliti mencoba menyimpulkan secara 141 BAB V KASIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, selanjutnya pada bagian ini peneliti mencoba menyimpulkan secara keseluruhan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN 7.1 Ragam Bidang Usaha UMKM mitra binaan IPB terdiri dari beragam jenis bidang usaha, diantaranya UMKM pangan, jasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Disampaikan pada siaran Kiprah Desa di RRI Pro-1 Yogyakarta 21 April 2017 Titiek Widyastuti HP 081 328 25 2005 Prodi Agroteknologi Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN)

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN) ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN) Pemilihan umum merupakan salah satu wadah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI TEORITIK. berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang

BAB VII REFLEKSI TEORITIK. berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang BAB VII REFLEKSI TEORITIK Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang saling berhubungan, saling berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang harus dilakukan dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui inti dari proses integrasi antara

BAB V KESIMPULAN. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui inti dari proses integrasi antara 75 BAB V KESIMPULAN Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui inti dari proses integrasi antara imigran dengan masyarakat asli Freiburg, bagaimana para imigran memulai proses integrasi tersebut, dengan apa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian lebih besar pada kualitas makanan termasuk sayuran yang mereka konsumsi. Masyarakat menghendaki produk sayuran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelompok Wanita Tani Kelompok tani adalah kumpulan petani yang terikat secara non formal dan dibentuk atas dasar kesamaan, kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan terencana dari satu situasi ke situasi lainnya yang dinilai lebih baik. Pembangunan yang terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

JENIS - JENIS METODE PENYULUHAN PERTANIAN PENDAHULUAN

JENIS - JENIS METODE PENYULUHAN PERTANIAN PENDAHULUAN JENIS - JENIS METODE PENYULUHAN PERTANIAN PENDAHULUAN Penyuluhan Pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM

BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM Pada bab ini akan dibahas mengenai penilaian pengembangan kapasitas komunitas petani pemakai air dalam pengelolaan irigasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk. mempengaruhi sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuan organisasi dan

I PENDAHULUAN. Pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk. mempengaruhi sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuan organisasi dan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuan organisasi dan mengarahkan para pegawai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi bangsa Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah

Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah Gayo merupakan daerah dataran tinggi di wilayah tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia di antara Negara-negara Asociation of South Asean Nation (ASEAN) paling tinggi. Banyak sarjana di Indonesia berstatus

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN FISIKA MEDIK DAN BIOFISIKA INDONESIA (HFMBI) BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN FISIKA MEDIK DAN BIOFISIKA INDONESIA (HFMBI) BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN FISIKA MEDIK DAN BIOFISIKA INDONESIA (HFMBI) BAB I UMUM Pasal 1 Sekretariat organisasi Himpunan Fisika Medik Indonesia, yang selanjutnya disebut Himpunan, berkedudukan di

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh 11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak membuang-buang waktu yang ada. Kemudahan yang diinginkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak membuang-buang waktu yang ada. Kemudahan yang diinginkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan di era globalisasi saat ini memaksa setiap pihak untuk dapat bergerak dengan cepat dan aktif. Setiap aktivitas dijalankan dengan serba cepat dan tidak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran 2.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Strategi Produk

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran 2.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Strategi Produk 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran Bauran pemasaran atau marketing mix adalah kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk

Lebih terperinci

MEMBANGUN INKLUSIVITAS DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pedoman Penyusunan Rencana Aksi yang Transparan dan Partisipatif

MEMBANGUN INKLUSIVITAS DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pedoman Penyusunan Rencana Aksi yang Transparan dan Partisipatif 12/28/2016 MEMBANGUN INKLUSIVITAS DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pedoman Penyusunan Rencana Aksi yang Transparan dan Partisipatif Direktorat Aparatur Negara, Kementerian PPN/Bappenas MEMBANGUN

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci