Profil Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Fisioterapi melalui Self Assessment dan Peer Assessment

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah berusaha meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya sehingga harapan dan cita-cita pendidikan dapat tercapai.

PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. hanya mendengarkan, mencatat kemudian menghapal materi pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

Shanty Della Setiasih¹, Regina Lichteria Panjaitan², Julia³. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurahman No.

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) memiliki peran penting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

I. PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan yang memadai, maka seorang peserta didik dapat

Journal of Science Education And Practice p-issn X Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 e-issn

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Barisan dan Deret Bilangan Pada Siswa Kelas IX E SMPN 1 Kalidawir

Surakarta, Indonesia ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hasil yang maksimal dalam dunia pendidikan, diperlukan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB III METODE PENELITIAN. lazim dilalui, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran di kelas maupun dalam melakukan percobaan di. menunjang kegiatan pembelajaran.

Arnasari Medekawati Hadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Bima

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

UPAYA PENINGKATAN KREATIF-PRODUKTIF MAHASISWA BERBASIS INFORMASI WEB PADA MATA KULIAH RISET OPERASI

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DALAM BAHASA INDONESIA MELALUI METODE PEER TEACHING SISWA KELAS IV MI MUHAMMADIYAH KARAN,

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab,

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sekolah.

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, (Kemdikbud, 2012:17). PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN PANDUAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR 1 BERBASIS GUIDED INQUIRY

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi memiliki peran penting dalam peningkatan mutu

Dwi Ambarwati 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

PENINGKTAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS V SD KARTIKA XX-1 KOTA MAKASSAR

ISSN : X UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X 2 SMA NEGERI 4 MAKASSAR MELALUI MODEL UNIT LEARNING TIPE INTEGRATED. Samad, A.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti

Oleh : Retnosari Widiastuti ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

*Keperluan korespondensi, HP: ,

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH PADA POKOK BAHASAN USAHA DAN ENERGI UNTUK SISWA MA. Yenita Endriska

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY MENGGUNAKAN HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

BAB 1 PENDAHULUAN. quality teaching and learning (Halpern, 1997 dalam Supratiknya & Kristiyani,

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan dari sebuah bangsa, sehingga cepat atau. sangat luas terhadap pembangunan di sektor lainnya.

PROSIDING SEMNAS KBSP V

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

Grafik Hasil Belajar Sebelum Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di

PENGEMBANGAN KOMPETENSI REFLEKSI PENDIDIK ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN MENULIS

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang amat besar dalam menyiapkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkannya tradisi belajar yang dilandasi oleh semangat dan nilai. keragaman pendapat dan keterbukaan.

2015 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGETAHUAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS SD

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kemajuan dari suatu bangsa dapat dilihat dari sektor pendidikannya.

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

Transkripsi:

Profil Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Fisioterapi melalui Self Assessment dan Peer Assessment Rose Ash Sidiqi Marita 1*, Zainal Abidin 2 dan Suci Amanati 3 1 DIII Fisioterapi, Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang 2 DIII Fisioterapi, Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang 3 DIII Fisioterapi, Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang *Email: marita4rose@gmail.com; zainal_abid@ymail.com; cutest_chy@ymail.com Abstrak Keywords: Profil; berpikir kritis; self assessment; peer assessment. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh profil kemampuan berpikir kritis mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang melalui self assessment dan peer assessment. Hal ini berarti penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis mahasiswa dengan mengacu pada Ennis, yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut dan menyusun taktik dan strategi. Penelitian ini menghasilkan profil kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam menyelesaikan masalah dan pegambilan keputusan melalui self assessment dan peer assessment. Penelitian dengan subjek sebanyak 90 mahasiswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan self assessment dan peer assessment yang dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kemampuan berpikir kritis mahasiswa masih tergolong cukup, yaitu kemampuan mahasiswa dalam memberikan penjelasan sederhana tergolong baik, yaitu sebesar 78% (self assessment) dan 77,5% (peer assessment); kemampuan mahasiswa dalam membangun keterampilan dasar tergolong dalam kriteria baik, yaitu sebesar 77% (self assessment) dan 74,5% (peer assessment); kemampuan mahasiswa dalam menyimpulkan tergolong dalam kriteria baik, yaitu sebesar 77% (self assessment) dan 82,5% (peer assessment); kemampuan mahasiswa dalam membuat penjelasan lebih lanjut tergolong dalam kriteria cukup, yaitu sebesar 73% (self assessment) dan 73,5% (peer assessment); dan Kemampuan mahasiswa dalam menyusun taktik dan strategi tergolong dalam kriteria cukup, yaitu sebesar 62% (self assessment) dan 67% (peer assessment). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam kategori cukup baik melalui self assessment dengan rerata sebesar 71% maupun peer assessment dengan rerata sebesar75%. Tentunya hal ini sangat dipengaruhi proses pembelajaran, efektif tidaknya pembelajaran dan aktivitas mahasiswa dalam menggali kemampuan berpikir kritis. 1. PENDAHULUAN Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI Nomor 65 Tahun 2015, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditunjukkan pada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerakan dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi. Berdasarkan pengertian tersebut, komunikasi merupakan hal yang penting bagi seorang fisioterapis 306

sebagai salah satu bagian dari penanganan dalam rangka mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerakan dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan manusia. Pentingnya komunikasi dalam dunia fisioterapi tercermin dengan adanya mata kuliah komunikasi professional pada program studi DIII Fisioterapi Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang. Sebagai sebuah institusi, Akademi Fisioterapi Widya Husada terus berusaha untuk dapat mencetak calon fisioterapis yang unggul dalam bidang terapi latihan. Mengingat dalam bidang terapi latihan tidak bisa terlepas dari komunikasi, maka komunikasi profesional merupakan salah satu upaya untuk dapat mewujudkan visi tersebut. Komunikasi profesional merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa sebagai bekal mahasiswa, yaitu salah satunya untuk dapat mengembangkan proses komunikasi degan pasien. Berdasarkan observasi awal, pembelajaran komunikasi profesional belum diarahkan agar mahasiswa dapat mengembangkan bagaimana proses komunikasi, terlihat dari bentuk pembelajaran yang masih berupa teori dan hafalan melalui metode pembelajaran ceramah, berpusat pada dosen, dan mahasiswa belum terlibat aktif selama proses pembelajaran. Selain itu, kurangnya pemahaman mahasiswa tentang pentingnya belajar mandiri, seperti membaca materi dari berbagai sumber atau mengerjakan tugas sebagai bentuk latihan. Hasil dari proses pembelajaran ini terlihat bahwa inisiatif mahasiswa yang kurang baik dalam bertanya, menyanggah maupun menyusun strategi, hasil tugas mahasiswa yang monoton, kurang bervariasi, dan tingkat kreativitas mahasiswa yang kurang. Hasil ini tergabung dalam kemampuan berpikir kritis. sebagaimana indikator-indikator elemen berpikir kritis Ennis yang meliputi memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut dan menyusun taktik dan strategi. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa merupakan hal penting selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat tercapai dengan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ( students centered learning). Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (students centered learning) menuntut peserta didik untuk dapat bekerja secara tim, sehingga peserta didik berkesempatan untuk menjelaskan materi secara sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut dan menyusun taktik strategi yang tercakup dalam kemampuan berpikir kritis. Alat yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis mahasiswa adalah self assessment dan peer assessment. Self assessment atau penilaian diri dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemajuan yang dicapai melalui proses bekerjanya (Surapranata, 2004). Dosen dapat mendorong mahasiswa untuk merenungkan cara belajarnya melalui self assessment dengan berbicara kepada mahasiswa tentang strategi belajar yang mereka gunakan ketika mereka tahu ataupun tidak tahu makna dari materi yang dipelajari. Hal ini tidak hanya membantu mahasiswa untuk lebih menyadari apa yang efektif bagi mereka, tetapi juga menekankan bahwa jika mahasiswa menggunakan strategi, maka mahasiswa dapat berpikir dengan lancar. Peer assessment merupakan penilaian teman sebaya dengan mengacu indikator kemampuan berpikir kritis Ennis. Peer assessment ini memungkinkan mahasiswa menerima lebih banyak umpan balik dan dukungan yang berkualitas dari teman sebaya dibandingkan oleh dosen. Hal ini bukan hanya karena mahasiswa akan terus bertanya satu sama lain jika mereka tidak paham, tetapi juga karena mahasiswa sering menggunakan bahasa yang lebih dapat diakses dan dipahami oleh teman sebayanya dari pada oleh dosen (Smith, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang melalui self assessment dan peer assessment. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pemangku kebijakan dan para dosen dalam meningkatkan kualitas pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang. 307

2. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh profil kemampuan berpikir kritis mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang melalui self assessment dan peer assessment. Subjek penelitian adalah semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah komunikasi professional sebanyak 90 mahasiswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan self assessment dan peer assessment yang mengacu indicator-indikator kemampuan berpikir kritis Ennis dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Prosedur penelitian, meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, tahap pengolahan data, dan tahap pembuatan laporan penelitian. Tahap persiapan dilakukan dengan menyusun self assessment dan peer assessment serta lembar observasi yang mengacu indikator kemampuan berpikir kritis Ennis. Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan observasi selama proses pembelajaran untuk menggali kemunculan kemampuan berpikir kritis mahasiswa; menyebarkan self assessment sesudah pembelajaran; dan menyebarkan peer assement saat mahasiswa bekerja dalam tim atau diskusi kelas. Tahap pengolahan data dilakukan melalui analisis kemunculan tiap indikator kemampuan berpikir kritis mahasiswa baik melalui self assessment, peer assessment dan lembar observasi. Analisi menggunakan prosentase dan dikategorikan berdasarkan Tabel 1. Terakhir, tahap pembuatan laporan dilakukan dengan pembahasan hasil penelitian dan menarik kesimpulan dari hasil temuan. Tabel 1. Kriteria Ketercapaian Kemampuan Berpikir Kritis No. Ketercapaian Kriteria 1 86-100% Sangat Baik 2 76-85% Baik 3 60-75% Cukup 4 55-59% Kurang 5 < 54% Kurang Sekali (Purwanto, 2009) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelusuran kemampuan berpikir kritis mahasiswa menggunakan self assessment dan peer assessment dengan indikator-indikator yang mengacu pada Ennis, yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut dan menyusun taktik dan strategi. Self assessment diisi setelah proses pembelajaran selesai, sedangkan peer assessment adalah hasil penilain teman sebaya pada saat proses pembelajaran. Self assessment dan peer assessment digunakan untuk mendapatkan gambaran kemampuan berpikir kritis mahasiswa secara umum dan tiap-tiap indikator. Penggunaan self assessment dan peer assessmet berguna unuk saling melengkapi kelemahan masing-masing assessment, sehingga jika didapatkan self assessment yang subjektif dapat dilengkapi dengan peer assessment sebagai umpan balik dari teman sebaya. Selanjutnya hasil observasi dianalisis, dihitung dan direkapitulasi. Hasil rekapitulasi kemampuan berpikir kritis mahasiswa berdasarkan observasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa No. Indikator Presentase Perolehan Mahasiswa Kriteria 1 Memberikan penjelasan sederhana 78% Baik 2 Membangun keterampilan dasar 77% Baik 3 Menyimpulkan 77% Baik 4 Membuat penjelasan lebih lanjut 73% Cukup 5 Menyusun taktik dan strategi 62% Cukup Rerata 73,4% Cukup 308

Tabel 2 menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam memberikan penjelasan sederhana tergolong baik, yaitu sebesar 78% yang artinya mahasiswa merasa dapat memberikan perhatian secara rinci, mengecek kegunaan dari setiap sumber informasi untuk meyakinkan bahwa tugas yang dikerjakan telah lengkap dan akurat; ketika menemukan kesalahan, segera akan diperbaiki kesalahan tersebut sehingga dapat meningkatkan nilai tugas yang sedang dikerjakan. Baiknya indikator memberikan penjelasan sederhana terlihat saat mahasiswa melakukan presentasi, bermain peran dan diskusi kelas. Sebagian kelompok mahasiswa menggunakan sumber hasil observasi yang telah dilakukan di Rumah Sakit atau Klinik atau Home Visit sebagai bahan untuk melakukan bermain peran. Selain itu, dari presentasi awal sampai akhir, ada perbaikan yang signifikan, walau ada empat kelompok yang belum mempersiapkan materi bermain peran dengan baik. Dari 18 kelompok, 11 kelompok melakukan bimbingan dan segera memperbaiki makalah sesuai dengan masukan yang diberikan dosen. Kemampuan mahasiswa dalam membangun keterampilan dasar tergolong dalam kriteria baik, yaitu sebesar 77%, yang artinya mahasiswa merasa mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dengan beberapa bagian yang masih mengalami kebingungan. Kebingungan ini terlihat saat tiga kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan bermain peran, dosen memerlukan klarifikasi dan mengingatkan terkait tugas bermain peran. Ada juga kelompok yang langsung meminta bimbingan terkait tugas-tugas yang diberikan dengan membawa sumber atau bertukar pikiran terkait penyelesaian tugas. Kemampuan mahasiswa dalam menyimpulkan tergolong dalam kriteria baik, yaitu sebesar 77%, yang artinya mahasiswa merasa mampu berhati-hati mengoreksi situasi tertentu dan mencari saran dari sumber lain untuk memutuskan apakah diperlukan informasi sebelum melakukan sesuatu, ketika memutuskan suatu hal perlu banyak informasi yang dibutuhkan, mencari sumber informasi yang dapat membantu dan mempelajari sumber informasi tersebut untuk dapat menemukan informasi penting. Kehati-hatian mengoreksi situasi tertentu terlihat saat kelompok melakukan bimbingan kepada dosen dan mengikuti saran yang diberikan dosen saat proses bimbingan. Pada saat presentasi dan bermain peran hanya ada lima kelompok yang tidak menyampaikan kesimpulan dari hasil diskusi kelas. Kemampuan mahasiswa dalam membuat penjelasan lebih lanjut tergolong dalam kriteria cukup, yaitu sebesar 73%, yang artinya mahasiswa mampu menyatakan ide atau pendapat terhadap isu atau situasi ketika saya yakin dapat memberikan sesuatu yang berguna untuk menyelesaikan isu atau situasi tersebut; memberikan informasi penting dan menyediakan sesuatu yang berharga atau sebuah jalan keluar untuk menyelesaikan isu atau situasi tersebut; dan menjelaskan informasi penting yang mendukung ide atau situasi tersebut. Hal ini terlihat pada sepuluh kelompok yang menyediakan peralatan yang diperlukan fisioterapis dan atau tindakan yang akan dilakukan fisioterapis dalam melakukan anamnesis. Peralatan yang digunakan, seperti nebulizer, stetoskop, dan infra red. Kemampuan mahasiswa dalam menyusun taktik dan strategi tergolong dalam kriteria cukup, yaitu sebesar 62%, yang artinya mahasiswa merasa yakin dapat memahami perasan, pengetahuan, dan kemampuan orang lain; dapat menggunakan pemahaman tersebut ketika berkomunikasi dan mendorong orang lain untuk menghargai perasaan, pengetahuan dan kemampuan orang lain yang berbeda-beda. Penyusunan taktik dan strategi terlihat saat mahasiswa bermain peran yang diawali dengan mengklarifikasi draft bermain peran kepada dosen, apakah sudah sesuai belum, jika tidak maka draft akan diperbaiki dan diklarifikasi kembali. Kategori yang cukup terlihat saat kelompok yang melakukan klarifikasi ini tidak dilakukan semua kelompok, yaitu sembilan kelompok yang melakukan klarifikasi atau bimbingan ke dosen. Rerata kemampuan berpikir kritis mahasiswa berkategori cukup, yaitu sebesar 71% dikuatkan dengan hasil dari peer assessment, yaitu 75% yang ditunjukkan melalui Gambar 1. Kategori yang cukup ini, menjelaskan bahwa mahasiswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dosen, sebagian kecil belum mengarah untuk menghasilkan tujuan yang bermanfaat, masih asal berpikir yang sifatnya tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari 309

kegiatan tersebut. Sebagaimana pendapat Wulandari (2011) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis mengarah kepada menghasilkan suatu tujuan (purposed thinking) bukan asal berpikir yang sifatnya tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Gambar 1. Rekapitulasi Peer Assessment Mahasiswa Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa indikator 1 memberikan penjelasan sederhana yang terdiri dari sub indikator menjawab pertanyaan dengan jelas dan melakukan diskusi dahulu sebelum menjawab pertanyaan menunjukkan kriteria yang secara berurutan dalam kategori baik (85%) dan cukup (70%), dengan rerata 77,5 % yang artinya berkategori baik sesuai dengan hasil self assessment. Penjelasan sederhana dilihat dari proses diskusi kelas, dalam sesi tanya jawab di akhir presentasi dan bermain peran. Berkategori baik karena lebih dari 50% kelompok menjawab pertanyaan dengan jelas dan melakukan diskusi kelompok dahulu sebelum menjawab pertanyaan. Sikap ini menggambarkan mahasiswa mengecek kegunaan dari setiap sumber informasi yang diperoleh masing-masing mahasiswa untuk meyakinkan bahwa jawaban yang akan disampaikan telah lengkap dan akurat. Hasil dari indikator memberikan penjelasan sederhana, yaitu meningkatnya partisipasi mahasiswa selama pembelajaran, seperti, meningkatnya mahasiswa yang bertanya dan menyanggah jawaban kelompok penyaji dan sikap menghargai perbedaan pendapat yang ada. Indikator 2 membangun keterampilan dasar yang terdiri dari penggambaran ide merupakan sesuatu yang baru dan setiap pemain memahami dan memerankan perannya dengan baik dan benar menunjukkan kriteria yang secara berurutan dalam kategori cukup (73%) dan baik (76%), dengan rerata 74,5% yang artinya berkategori baik sesuai dengan hasil self assessment. Membangun keterampilan dasar dalam mengerjakan tugas atau masalah yang diberikan dosen, memberi peluang besar kepada mahasiswa untuk membuat suatu ide yang baru yang dituangkan dalam bermain peran berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan. Baiknya kategori ini karena proses pembelajaran ini merupakan hal yang baru bagi mahasiswa berkaitan metode pembelajaran yang digunakan biasanya adalah 310

ceramah, menggunakan media power point dan atau praktikum. Mahasiswa dituntut untuk menampilkan suasana sebagaimana apa yang terjadi di Rumah Sakit, bagaimana prosedural pasien masuk ke klinik fisioterapi, bagaimana melakukan anamnesis dan bagaimana berkomunikasi terapeutik. Indikator 3 menyimpulkan yang terdiri dari penyaji menggambarkan bermain peran sesuai dengan kondisi sebenarnya dan penyaji memberikan penjelasan sederhana dan kesimpulan setelah bermain peran menunjukkan kriteria yang secara berurutan dalam kategori baik (79%) dan baik (8 6%), dengan rerata 82,5% yang artinya berkategori baik sesuai denga hasil self assessment. Kemampuan menyimpulkan dengan sub indikator mahasiswa merasa mampu berhati-hati mengoreksi situasi tertentu terlihat dari beberapa mahasiswa yang mampu mengoreksi memberikan kritik dan saran kepada kelompok penyaji. Proses bermain peran digambarkan semaksimal mungkin oleh penyaji agar sesuai dengan situasi Rumah Sakit, ada petugas administrasi, perawat, dokter rehabilitasi, bahkan kursi dan temapt tidur pasien pun disiapkan. Sebagian besar kelompok penyaji melakukan penjelasan yang sederhana saat presentasi dan menjawab pertanyaan dan menyimpulkan hasil diskusi kelas. Indikator 4 membuat penjelasan lebih lanjut yang terdiri dari penyaji menguasai masalah yang disampaikan dan penyaji menyajikan bermain peran dengan jelas dan dapat dipahami menunjukkan kriteria yang secara berurutan dalam kategori baik (76%) dan cukup (71%), dengan rerata 73,5% yang artinya berkategori cukup sesuai denga hasil self assessment. Penyajian yang dilakukan mahasiswa menimbulkan berbagai pertanyaan dari mahasiswa yang mendengarkan dan memperhatikan, seperti apakah komunikasi terapeutik harus dilakukan setiap bertemu pasien, bagaimana orang berani menyampaikan pendapat?, kenapa pasien dari fisioterapis harus kembali ke dokter?, dan sebagai pelayanan teknis, seorang fisioterapis apakah lebih baik berempati atau bersimpati? Dari berbagai pertanyaan yang muncul, mahasiswa sudah mengarah pada aplikasi ilmu yang telah didapat, bukan lagi terkait pemahaman materi penyaji. Indikator 5 menyusun taktik dan strategi yang terdiri dari penyaji memilih kriteria pemain dengan tepat dan benar sebagai solusi masalah yang disampaikan dan penyajian bermain peran relevan dengan masalah yang disampaikan menunjukkan kriteria yang secara berurutan dalam kategori cukup (65% dan 69%), dengan rerata 67% yang artinya berkategori cukup sesuai dengan hasil self assessment. Cukupnya kategori dalam menyusun taktik dan strategi terlihat dari adanya kritik dan saran yang disampaikan mahasiswa, bahkan ada salah satu saran yang menyatakan drama yang dimainkan tidak sesuai dengan tema yang diangkat. Hal ini dapat disebabkan karena kelompok penyaji tidak melakukan bimbingan, walau di awal pembelajaran dosen menekankan terbuka untuk mahasiswa yang masih kebingungan dengan tugas yang diberikan. Rerata kategori kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang masih dalam kategori cukup dapat dikembangkan dan ditingkatkan dengan adanya perbaikan dan inovasi dalam proses pembelajaran. Hal ini senada dengan pernyataan Kertiasih (2010) yang menyatakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dan pentingnya berpikir kritis maka perlu upaya perbaikan dan inovasi dalam proses pembelajaran. Pendapat ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Slameto (2013) yang menyatakan bahwa model pengembangan perkuliahan dengan pemanfaatan ICT, pemanfaatan sumber belajar maupun berpikir kritis terbukti efisien meningkatkan efektivitas dan hasil belajar dengan pengembangan berpikir kritis dalam perkuliahan. Nuroso, H. dan Nuvitasari, D. (2012) menyatakan bahwa pada suatu proses pembelajaran, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui pemecahan masalah. Jadi, perbaikan dan inovasi pembelajaran perlu juga diikuti pengembangan berpikir kritis dan memperkaya pengalaman yang bermakna dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis mempunyai imbas yang sangat penting bagi mahasiswa, yaitu meningkatnya pula kemampuan berpikir kreatif. Sebagaimana pendapat Sohibi, M. dan Siswanto J. (2012) yang menyatakan bahwa 311

kemampuan berpikir kritis harus benar-benar dikembangkan pada peserta didik dalam pembelajaran, berpikir kreatif juga sangat dibutuhkan dalam pembelajaran karena kemampuan berpikir kreatif merupakan imbas dari berpikir kritis yang nantinya sangat diperlukan peserta didik, tidak hanya dalam pembelajaran tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. 4. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam kategori cukup baik melalui self assessment dengan rerata sebesar 71% maupun peer assessment dengan rerata sebesar75%. Tentunya hal ini sangat dipengaruhi proses pembelajaran, efektif tidaknya pembelajaran dan aktivitas mahasiswa dalam menggali kemampuan berpikir kritis. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada Allah SWT atas ridho-nya, kami dapat menyelesaikan dan mempublikasikan penelitian ini. Terima kasih kepada Direktorat riset dan pengabdian masyarakat direktorat jenderal penguatan riset dan pengembangan kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi yang telah membiayai penelitian ini. REFERENSI Kertiasih, N.K. (2010). Pembelajaran Berbasis Komputer pada Mata Kuliah Program Linier untuk Mengembangkan Berpikir Kritis. JPTK, UNDHIKSHA. Vol. 7 N0.1. p 21-28 Nuroso, H. dan Nuvitasari, D. (2012). Penerapan Model STAD Termodifikasi pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran Fisika. Vol. 3 No. 1. P 17-30 Purwanto, M.N. (2009). Prinsip Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. Smith, I. (2011). Assessment & Learning. Alih Bahasa Lestari, P. A. Strategi Penilaian Untuk Belajar. Jakarta: Erlangga. Sohibi, M. dan Siswanto J. (2012). Pengar uh Pembelajaran Berbasis Masalah dan Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran Fisika. Vol.3 No. 2. p 135-144 Surapranata, S. (2004). Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wulandari, N., Sjarkawi, M. Damris. (2011). Pengaruh Problem Based Learning dan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Hasil Belajar Mahasiswa. Tekno-Pedagogi, Vol. 1 No.1. p. 14-24 312