BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan dituntut dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, khususnya kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis sebagai salah satu kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana yang tertuang dalam salah satu Kompetensi Kurikulum 2013 Permendikbud Nomor 81A yaitu mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Begitu juga dalam lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 bahwa salah satu Kompetensi Dasar mata pelajaran matematika terkait dengan Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat kritis, jujur serta responsif dalam memecahkan masalah matematika, bidang ilmu lain dan masalah nyata kehidupan. Sejalan dengan itu, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan menjelaskan bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh setiap siswa dalam menghadapi berbagai permasalahan (Lestari, 2014). Berpikir kritis adalah proses berpikir secara aktif dalam memahami masalah dengan jelas, mengumpulkan informasi, bernalar, membuat keputusan dan merefleksikannya serta mampu mengkomunikasikan dan berargumentasi tentang keputusan tersebut (Soeyono, 2013). Kemampuan berpikir 1

2 kritis dapat berkembang dengan suatu pembelajaran yang membuat siswa aktif sehingga siswa leluasa untuk berpikir dan mempertanyakan kembali apa yang mereka terima dari gurunya (Istianah, 2013). Sedangkan Haryani (2012) berpendapat bahwa belajar dengan pemecahan masalah akan melatih siswa terampil dalam berpikir kritis. Berpikir kritis diperlukan dalam pemecahan masalah karena dapat memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, serta membantu menemukan keterkaitan untuk memecahkan masalah yang satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti memilih sekolah SMA Diponegoro Tumpang karena di sekolahan tersebut belum ada penelitian tentang kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika. Selain itu, dari sisi pemilihan kelas dan siswa dikarenakan kelas tersebut adalah kelas yang paling memungkinkan dan mendukung untuk penelitian ini. Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2016 di SMA Diponegoro Tumpang kelas XII IPA 1 diperoleh gambaran mengenai situasi pembelajaran di kelas yaitu guru mengajar dengan menyampaikan materi yang diajarkan dengan menggunakan contoh, kemudian siswa mencatat materi dan mengerjakan soal. Dalam menyampaikan materi guru menggunakan model konvensional dan dilanjutkan dengan mengerjakan soal. Ketika mengerjakan soal siswa lebih cenderung menghafal dan meniru langkah-langkah penyelesaian yang diberikan oleh guru daripada memahami konsep. Sehingga menurut pandangan peneliti bahwa siswa kurang terbiasa dalam berpikir kritis. Selama proses pembelajaran guru lebih banyak memberikan informasi sedangkan keterampilan 2

3 berpikir kritis siswa tidak datang dengan sendirinya. Guru lebih banyak menggunakan soal-soal yang terdapat pada buku pegangan siswa, sedangkan ragam soal yang ada pada buku pegangan siswa kebanyakan hanya soal rutin. Sehingga kemampuan berpikir siswa kurang optimal. Dalam hal ini siswa membutuhkan soalsoal non rutin dan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu dengan menghadapkan pada suatu permasalahan matematika. Permasalahan matematika yang dimaksud yaitu permasalahan yang bersifat terbuka (open ended). Masalah open ended diyakini dapat lebih mendorong kreativitas dan inovasi berpikir matematika secara lebih bermakna dan bervariasi, dapat mendorong siswa untuk berpikir lebih kritis, terbuka dan mampu bekerja sama, berkompeten dalam memecahkan masalah, dan berkomunikasi secara logis dan argumentatif (Pariasa, 2015). Melalui pembelajaran dengan masalah matematika open ended kemampuan berpikir siswa dapat terangsang sehingga siswa akan mendapatkan pengalaman dalam proses menemukan jawaban dari suatu masalah. Pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika bertujuan menciptakan suasana pembelajaran agar siswa memperoleh pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru melalui proses pembelajaran. Lambertus (2013) tujuan lain dari pendekatan open ended yaitu agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal, dan pada saat yang sama kegiatankegiatan kreatif setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Di sisi lain siswa tidak hanya diminta jawaban, akan tetapi diminta untuk menjelaskan bagaimana proses untuk mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian, bukanlah 3

4 hanya satu cara dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak cara. Dalam menerapkan pendekatan open ended terdapat beberapa kelemahan, salah satunya yaitu mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa mengalami kesulitan bagaimana merespon masalah yang diberikan (Suherman, dkk, 2001). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Nurjannah (2013) tentang kesulitan dalam menerapkan pendekatan open ended yaitu banyak kelompok yang mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan masalah tersebut dengan teman sebaya dan menentukan strategi pemecahannya. Model pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan di atas yaitu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model yang berpola pada pengembangan kerjasama antara siswa dan melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat siswa lain untuk memecahkan masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fithriasari (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan pemahaman dan penerapan matematika. Kemudian hasil penelitian Indiyani (2006) menunjukkan bahwa dengan pembelajaran kooperatif mampu menurunkan kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika. Sedangkan Suprijono (2010) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat dan menuntut kerjasama peserta didik. Model pembelajaran ini dirasa memberikan efek yang cukup baik dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Model pembelajaran ini merupakan salah satu 4

5 tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompokkelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 siswa. Dua anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok yang lain untuk mencari dan mencatat informasi hasil diskusi sedangkan dua orang yang tinggal dalam kelompok mempunyai tugas untuk menyampaikan informasi hasil diskusi. Menurut Hartono dan Santika (2014) melalui diskusi dalam metode TSTS, siswa secara langsung terlibat dalam kegiatan pertukaran informasi antar kelompok. Pertukaran informasi kelompok antarteman lebih memudahkan untuk saling berinteraksi satu sama lain, maka diharapkan dengan pertukaran informasi ini siswa dapat memunculkan kemampuan berpikir kritisnya. Adanya teman pada sebuah kelompok dapat menumbuhkan motivasi untuk aktif dalam belajar, dapat saling membantu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada serta berbagi ide atau pendapat (Sulisworo, 2014). Beberapa hasil penelitian tentang model pembelajaran kooperatif TSTS siswa dituntut untuk aktif dan saling bekerjasama dengan kelompoknya (Handayani, 2014). Dengan membuat siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran maka diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terlatih dengan baik. Sulisworo (2014) berpendapat bahwa dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya dan berpendapat maka diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. Oleh karena itu, dengan adanya pembelajaran Two Stay Two Stray siswa akan menjadi aktif, saling bertukar pikiran, saling bekerjasama, bertanggungjawab, dan saling membantu memecahkan masalah. Selain itu, dengan adanya kolaborasi antara TSTS dengan open ended akan 5

6 membuat siswa menjadi lebih terbuka dalam menemukan alternatif jawaban yang beragam untuk menyelesaikan masalah. Jadi, siswa akan lebih maksimal dalam belajar. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin menggabungkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended. Tujuan yang ingin dicapai dengan menggabungkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pendekatan open ended yaitu untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa. Sehingga peneliti ingin mengkaji lebih jauh sebuah penelitian yang berjudul Profil Berpikir Kritis Siswa Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dengan Pendekatan Open Ended 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana profil berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended. 1.4 Pembatasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini diberikan batasan pada halhal sebagai berikut: 1. Materi yang disampaikan dalam penelitian ini adalah Program Linear. 6

7 2. Penelitian dilakukan di sekolah SMA Diponegoro Tumpang. 3. Penelitian dilakukan di kelas XII IPA 1 SMA Diponegoro Tumpang. 4. Pembelajaran dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended. 5. Profil berpikir kritis siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended berdasarkan dari aspek kemampuan clarification, assessment, inference, strategies. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan bagi para pendidik umumnya mengenai profil berpikir kritis siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended. Sedangkan manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut: a) manfaat bagi guru yaitu diharapkan dapat menjadi masukkan dan memberikan alternatif bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan open ended untuk diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar dan diharapkan dapat mewujudkan inovasi baru dalam merancang model pembelajaran yang akan diterapkan. Selain itu, dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil berpikir kritis siswa; b) Manfaat bagi peneliti yaitu diharapkan dapat memberikan pengalaman baru dalam mengembangkan dan menerapkan metode-metode pembelajaran yang sudah ada dalam kegiatan belajar mengajar, serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk peneliti berikutnya sehingga dapat bermanfaat bagi calon guru nantinya; c) Manfaat bagi peserta didik yaitu memberikan suasana belajar baru serta dapat 7

8 melatih peserta didik untuk aktif dalam mengembangkan potensi kemampuan berpikir kritis dan pengetahuan yang sudah dimiliki dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam pembelajaran matematika. 1.6 Definisi Operasional Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Profil merupakan gambaran alami tentang sesuatu yang diungkapkan baik dengan gambar atau deskripsi, berupa kata-kata atau tulisan. 2. Berpikir kritis merupakan proses berpikir secara logis, reflektif, teliti, mampu mengklarifikasi suatu masalah, mengumpulkan informasi yang diperoleh untuk menentukan pengambilan keputusan, menarik kesimpulan dan mengevaluasi tentang keputusan tersebut. Aspek kemampuan berpikir kritis yang digunakan yaitu clarification, assessment, inference, strategies 3. Model pembelajaran kooperatif yaitu kelompok kecil yang bekerjasama sebagai sebuah tim dengan menggabungkan pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. 4. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama dalam memecahkan masalah dengan membebaskan siswa untuk mengemukakan dan mengkomunikasikan idenya dengan siswa lain, kemudian membagikan hasil dan informasi tersebut ke kelompok lain. 8

9 5. Pendekatan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang menjanjikan permasalahan dengan banyak cara dan banyak jawaban benar yang pada dasarnya tidak berorientasi pada penemuan hasil akhir saja melainkan lebih mengutamakan bagaimana siswa mengembangkan cara untuk menjawab sebuah permasalahan yang telah diberikan. 9