BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 LANDASAN TEORI

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

ANALISIS EFEKTIVITAS MESIN HOPPER DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN FMEA PADA PT. KARYA MURNI PERKASA

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

RANCANGAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN SPINNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN GREY FMEA DI PT XYZ

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS HASIL

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin ( Maintenance 2.2 Manajemen Perawatan

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Universitas Widyatama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB II KAJIAN LITERATUR...

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit)

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

BAB II LANDASAN TEORI

D E P A RT E M E N T E K NI K I ND US T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Universitas Bakrie BAB I

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kondisi mesin/peralatan tersebut agar tidak mengalami kerusakan maka

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

Suharjo Jurnal OE, Volume VI, Maret No. 1, 2014

PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS SEBAGAI DASAR USAHA PERBAIKAN PROSES MANUFAKTUR (Betrianis, et al.

PENINGKATAN EFEKTIVITAS LINI PRODUKSI PADA SISTEM PRODUKSI KONTINYU DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR PERBAIKAN SISTEM MANUFAKTUR PIPA BAJA

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PDF Compressor Pro. Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada industri manufaktur mesin/peralatan yang telah tersedia dan siap

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way

BAB III METODE PENELITIAN

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA TURNTABLE VIBRRATING COMPACTOR GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero)

PENINGKATAN EFEKTIVITAS MESIN CUTTING GLASS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk.

ANALISIS OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM MEMINIMALISI SIX BIG LOSSES PADA MESIN PRODUKSI DUAL FILTERS

BAB 2 LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGUKURAN PRODUKTIVITAS MESIN CNC DI PT. RAJA PRESISI SUKSES MAKMUR DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Manajemen Perawatan 1 Perawatan (maintenance) adalah semua tindakan yang dibutuhkan untuk memelihara suatu unit mesin atau alat di dalamnya atau memperbaiki sampai pada kondisi tertentu yang bisa diterima. Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu planned dan unplanned maintanance. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 Maintenance Planned Maintenance Unplanned Maintenance Predictive Preventive Corrective Breakdown Maintenance Maintenance Maintenance Maintenance Gambar 3.1 Klasifikasi Perawatan (Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan.) 1 Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Realibility for Engineers. Taylor and Francis Group. New York: LLC. Hal 3

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah: 1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu: a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas: 1. Time based Maintenance Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya. 2. Condition based Maintenance Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatan/asset, dengan tujuan untuk memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan. b. Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan. 2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu: a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan pada mesin tersebut. b. Breakdown Maintenace, yaitu suatu kegiatan perawatan yang pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi. 3.2 Total Productive Maintanance (TPM) Total pemeliharaan produktif (TPM) adalah sebuah strategi perawatan yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan. TPM adalah pemeliharaan produktif bergaya Amerika yang telah dimodifikasi dan ditingkatkan agar sesuai dengan lingkungan industri Jepang. Sekarang populer di industri Jepang dan barat lainnya. Hal ini terkait erat dengan JIT (Just in Time) dan TQM (Total Quality Management) dan PM (Preventive Maintenance), dimana mesin bekerja secara produktif, efisien, dan keterlibatan tanggung jawab karyawan, serta pencegahan masalah sebelum itu terjadi. TPM digunakan untuk meminimalkan semua potensi kerugian dalam produksi dan untuk mengoperasikan peralatan dengan penuh kemampuan. TPM juga berkaitan dengan pertimbangan kualitas yaitu membuat tingkat cacat produk nol, yang berarti tidak ada scrap produksi atau cacat, tidak ada kerusakan, tidak ada kecelakaan, tidak ada limbah dalam proses produksi atau pergantian proses produksi.

TPM dapat didefinisikan dengan mempertimbangkan tujuan berikut: 1. Meningkatkan efektivitas peralatan, hal ini berkaitan dengan six big lossses yang dibagi menjadi 3 kerugian utama yaitu a. Kerugian waktu, diklasifikasikan sebagai kerusakan alat dan, Setup and Adjustment yang tidak terjaga. b. Kerugian kecepatan, diklasifikasikan sebagai kerugian akibat pemberhentian operasi mesin dan kerugian pengerjaan ulang. c. Kerugian kualitas diklasifikasikan sebagai kerugian akibat scrap dan produk cacat. 2. Melibatkan operator dalam pemeliharaan harian, hal ini berarti untuk mencapai perawatan otonom di mana para pekerja yang mengoperasikan peralatan diizinkan dan bertanggung jawab untuk beberapa kegiatan pemeliharaan. 3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeliharaan, ini berarti memiliki pendekatan sistematis untuk semua kegiatan pemeliharaan. Ini melibatkan identifikasi sifat dan tingkat pemeliharaan preventif yang diperlukan untuk masing-masing bagian peralatan, pembuatan standar untuk kondisi berbasis pemeliharaan, dan pengaturan tanggung jawab masing-masing untuk operasi dan Staf pemeliharaan. 4. Mendidik dan melatih personil, tugas ini adalah salah satu yang paling penting dalam pendekatan TPM yaitu melibatkan semua orang di perusahaan. Operator diajarkan bagaimana bekerja pada mesin mereka dan bagaimana mempertahankan cara kerja mereka dengan benar. Karena operator akan melakukan beberapa pemeriksaan, penyesuaian mesin, dan tugas-tugas

pencegahan lainnya. Pelatihan melibatkan operator bagaimana melakukan inspeksi dan bagaimana bekerja dengan pemeliharaan dalam kemitraan. 5. Merancang dan mengelola peralatan untuk pemeliharaan pencegahan. Peralatan ini mahal dan harus dipandang sebagai aset produktif. Peralatan dirancang lebih mudah dalam mengoperasikan dan memelihara sistem yang ada. Dengan mengevaluasi biaya operasi dan pemeliharaan peralatan baru sepanjang siklus hidupnya, biaya jangka panjang akan diminimalkan. Harga beli yang rendah tidak berarti biaya siklus hidup rendah 2. 3.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE) 3 Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan. Overall equipment effectiveness adalah besarnya efektivitas yang dimiliki oleh peralatan atau mesin. OEE dihitung dengan memperoleh nilai availabilitas dari alat-alat perlengkapan, efisiensi kinerja dari proses dan rate dari mutu produk. OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality of Rate (%) Dalam penerapan OEE, ada beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu: a. Menentukan starting point dari perusahaan ataupun peralatan/mesin. b. Identifikasi bottleneck di dalam peralatan/mesin. c. Identifikasi kerugian produktivitas (true productivity losses) 2 Osama Taisir R. Almeanazel. 2010. Total Productive Maintenance Review and Overall Equipment Effectiveness Measurement. Yordania : Hashemite University. Hal 1-2 3 Seiichi Nakajima. 1984. Introduction to TPM. Cambrige. Productivity Press, Inc. Hal. 21

d. Menentukan prioritas dalam usaha meningkatkan OEE dan peningkatan produktivitas 3.3.1 Availability Ratio Availability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah: Operation Time Availability 100% Loading Time Loading Time Downtime 100% Loading Time Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime). Loading Time = Total Available Time Planned Downtime Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non-operation time). Dengan kata lain, operation time adalah waktu operasi yang tersedia setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. 3.3.2 Performance Ratio Performance ratio merupakan suatu ratio yang menggambarkan

kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency adalah: a. Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar) b. Processed amount (jumlah produk yang diproses) c. Operation time (waktu operasi mesin) Formula pengukuran rasio ini adalah: Performance Effiecienc y Net Operting Time Operating Speed Rate processed Amount Theoretical Cycle Time Operation Time Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation time. Net OperationTime processed Amount Actual Cycle Time OperationTime Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin (actual cycle time).

Operating Speed Rate Theoretical Cycle Time Actual Cycle Time 3.3.3 Quality Ratio Quality ratio atau rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: Rate of Quality product processed Amount Defect Amount 100% processed Amount Berdasarkan pengalaman perusahaan yang sukses nilai OEE yang ideal diharapkan adalah: - Availability 90% - Performancy 95% - Quality 99% Sehingga nilai OEE ideal yang diharapkan adalah: OEE = Availability x Performance x Quality OEE = 0,90 x 0,95 x 0,99 x 100 % OEE 85 %

Alur pengukuran OEE dapat dilihat pada Gambar 3.2. Departemen Data Kerugian Spesifik Six Big Loss Kinerja Kinerja Keseluruhan Planned Downtime Breakdown Penyetelan Sparepart Equipment Failure Setup & Adjustment Loss Availability Maintenance Waiting Time QC Cleaning Idle and Minor Stoppage PPIC Quality Check Performance Efficiency OEE Cycle Time Reduced Speed Process Amount Defect Process Defect in Process Quality Rate Gambar 3.2 Alur Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness 3.4 Six Big Losses 4 Untuk mencapai efektivitas peralatan keseluruhan (overall equipment effectiveness), maka langkah pertama yaitu fokus untuk menghilangkan kerugian utama (six big losses) yang dibagi dalam 3 kategori yang merupakan penghalang terhadap efektivitas peralatan, adapun losses tersebut adalah sebagai berikut. 1. Downtime a. Kerusakan Alat (Equipment failure/breakdown losses) 4 Francis, Wauters dan Jean Mathot. 2002. OEE (Overall Equipment Effectiveness). ABB Inc

Equipment failure merupakan perbaikan peralatan yang belum dijadwalkan sebelumnya dimana waktu yang terserap oleh kerugian ini terlihat dari seberapa besar waktu yang terbuang akibat kerusakan peralatan/mesin produksi. Kerugian ini masuk dalam katagori kerugian downtime yang menyerap sebagian waktu yang tersedia pada waktu yang telah dijadwalkan untuk proses produksi (loading time). Equipment failure (breakdown) loss dihitung sebagai berikut. Total BreakdownTime Equipment Failure Loss 100% Loading Time b. Setup and Adjustment Setup and adjustment merupakan waktu yang terserap untuk pemasangan, penyetelan dan penyesuaian parameter mesin untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan pada saat pertama kali mulai memproduksi komponen tertentu. Setup and adjusment loss dihitung dengan formula berikut ini. Set up and adjustment 2. Speed Losses Loss a. Idling and minor stoppages Total Set up and adjustmenttime Loading Time 100% Idling and minor stoppages merupakan kerugian akibat berhentinya peralatan sebagai akibat terlambatnya pasokan material atau tidak adanya operator walaupun WIP tersedia. Idiling and minor stoppages loss dihitung sebagai berikut.

Idling and Minor Stoppages NonproductiveTime 100% Loading Time b. Reduced Speed Reduced Speed merupakan kerugian yang terjadi akibat peralatan dioperasikan dibawah standar kecepatan. Reduced speed loss dihitung sebagai berikut. Operation time ( Ideal cycle time Total product process) Re duce speed losses 100% Loading Time 3. Quality Losses a. Defects in process (Quality defect) Defects in process a d a l a h waktu peralatan yang terbuang untuk menghasilkan produk jelek serta pengerjaan ulang pada saat mesin berjalan terus menerus setelah proses penyetelan dan penyesuaian. Defect in process loss dihitung sebagai berikut. Ideal cycle time produk cacat Pr ocess defect losses 100% Loading time b. Reduced Yield (Start-up losses) Reduced Yield waktu peralatan yang digunakan untuk menghasilkan produk rusak saat penyetelan dan penyesuaian untuk stabilisasi. Reduced yield loss dihitung sebagai berikut. Ideal cycle time startup product Re duced Yield Losses 100% Loading time

3.5 Diagram Pareto 5 Alfredo Pareto adalah orang yang pertama kali memperkenalkan diagram pareto ini. Tujuannya pada saat itu untuk mendistribusikan kesejahteraan masyarakat, kemudian Dr. Joseph Juran mengembangkannya lagi sehingga dapat digunakan pada berbagai macam bidang. Diagram pareto adalah grafik yang menguraikan klasifikasi data secara menurun mulai dari kiri ke kanan. Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi masalah dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Diagram ini pada awalnya menampilkan distribusi frekuensi tentang kesejahteraan beberapa negara, yang kemudian ternyata sesuai untuk diterapkan pada manajemen mutu. Diagram Pareto menunjukkan bahwa sekitar 80 % dari kekayaan atau kesejahteraan negara-negara dikuasai oleh sekelompok kecil negara. Jika diterapkan pada manajemen mutu, diagram pareto umumnya mengatakan bahwa 80% dari problem dapat diselesaikan jika penyebab utamanya yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil penyebab utama (20%), dapat diselesaikan. Diagram pareto mempunyai ciri khas yaitu sumbu y merupakan persen terhadap total reject dan penyajian data dalam grafik atau diagram sekaligus menampakkan baik grafik batang dari nilai persentase masing-masing reject terhadap total reject maupun grafik garis mengenai persen kumulatifnya. Oleh karena itu diagram pareto digunakan untuk menunjukkan prioritas pada suatu masalah dimana kepada masalah dominan tersebut dapat dilakukan penyelesaian 5 Dale H. Besterfield. Quality Control. Fifth Edition. (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1998). Hlm. 5-7

Frekuensi Kerusakan Persentase Kerusakan yang terarah. Fokus penyelesaian terhadap masalah tersebut kemudian akan dapat dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut. 1000 900 750 500 8 0 % 75 % 70 % A B C D Penyebab Kerusakan Gambar 3.3 Pareto Diagram 3.6 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) 6 Diagram sebab akibat dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram) yang diperkenalkan pertama sekali oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktorfaktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu, diagram ini berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini, metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu manusia (man), metode kerja 6 Rosnani Ginting. Sistem Produksi. (Graha Ilmu: Yogyakarta). Hlm. 307-309

(work method), mesin atau peralatan kerja (machine/equipment), bahan baku (raw material), lingkungan kerja (work environment). Langkah-langkah pembuatan cause and effect diagram adalah sebagai berikut: a. Gambarkanlah panah dengan kotak di ujung kanan dan tentukan masalah yang hendak diperbaiki/diamati dan usahakan adanya tolak ukur yang jelas dari permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilakukan. b. Tentukan faktor-faktor penyebab utama (main causes) yang diperkirakan merupakan sumber terjadinya penyimpangan atau yang mempunyai akibat pada permasalahan yang ada tersebut. Gambarkan anak panah (cabangcabang) yang menunjukkan faktor penyebab ini yang mengarah pada panah utama. c. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang secara nyata berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor penyebab utama tersebut. Tuliskan detail faktor tersebut di kiri kanan gambar panah cabang faktor-faktor utama dan buatlah anak panah (ranting) menuju ke arah panah cabang tersebut. d. Periksalah apakah semua item yang berkaitan dengan karakteristik output benar-benar sudah dicantumkan dalam diagram. e. Carilah faktor-faktor penyebab yang paling dominan. Contoh penggunaan cause and effect diagram dapat dilihat pada Gambar 3.4. Faktor penyebab yang digunakan di Gambar 3.4 yaitu tenaga kerja, mesin, modal, material, metode dan manajerial.

Sebab Akibat Tenaga kerja Mesin Modal Masalah Material Metode Manajerial Gambar 3.4 Cause and Effect Diagram 3.7 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) 7 Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu metode analisis failure yang diterapkan dalam product development, system engineering dan manajemen operasional. FMEA dilakukan untuk menganalisis potensi kesalahan/ kegagalan dalam sistem, dan potensi yang teridentifikasi akan diklasifikasikan menurut besarnya potensi kegagalan dan efeknya terhadap proses. Metode ini membantu tim proyek untuk mengidentifikasi potential failure mode. FMEA membuat tim mampu merancang proses yang bebas waste dan meminimalisasi kesalahan serta kegagalan. FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut: a. Process, berfokus pada analisis proses manufaktur dan assembly 7 Dyadem Engineering Coorporation. 2003. Failure Mode and Effect Analysis for Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. CRC Press.

b. Design, berfokus pada analisis produk sebelum proses produksi c. Service, berfokus pada analisis jasa dari proses industri jasa sebelum diluncurkan ke pelanggan. Keguanaan FMEA adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi potensi kegagalan/kesalahan produk ataupun proses b. Mencatat efek yang akan timbul jika benar-benar terjadi kegagalan/kesalahan c. Menemukan sebab-sebab potensial dari kesalahan tersebut dan resiko yang ditimbulkan d. Membuat daftar dan prioritas tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko kegagalan/kesalahan. Langkah-langkah FMEA adalah sebagai berikut: a. Identifikasi potensi modus kesalahan untuk setiap langkah atau input. b. Ketahui efek dari kesalahan yang berhubungan dengan modus kegagalan. c. Identifikasi penyebab potensial dari modus kegagalan tersebut. d. Buat daftar tindakan dan kontrol yang ada untuk mencegah terjadinya penyebab potensial tersebut. e. Tetapkan angka-angka yang menggambarkan besarnya kerugian (severity) dari efek kesalahan, kemungkinan terjadi kesalahan berulang (occurence), dan kesempatan untuk mendeteksi (detection) modus kegagalan sebelum menyebabkan defect (cacat). f. Kalikan angka untuk severity, occurence, dan detection untuk mendapatkan risk priority number (RPN).

g. Lakukan perbaikan untuk setiap item yang memiliki RPN tinggi. Dokumentasikan setiap tindakan yang dilakukan, dan revisilah RPN. h. Pergunakan dokumen FMEA secara aktif. 3.7.1 Penentuan Nilai Severity (S) Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari suatu mode kegagalan. Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil) dan 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi (sangat beresiko).kriteria severity dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Penentuan Nilai Severity Efek Kriteria Rank Berbahaya Dapat membahayakan konsumen tanpa ada Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah 10 peringatan Tidak ada peringatan Berbahaya Dapat membahayakan konsumen dan ada Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah 9 peringatan Ada peringatan Mengganggu kelancaran lini produksi Sangat tinggi Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik/bisa rework) Pelanggan tidak puas 8 Sedikit mengganggu kelancaran lini produksi Tinggi Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik/bisa rework) Pelanggan tidak puas 7 Sedang Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya tidak perlu disortir (sudah baik) 6 Rendah 100% produk dapat di-rework Produk pasti dikembalikan oleh konsumen 5

Tabel 3.1 Penentuan Nilai Severity (Lanjutan) Efek Kriteria Rank Sangat rendah Sebagian besar dapat di-rework dan sisanya sudah baik Kemungkinan produk dikembalikan oleh 4 konsumen Kecil Hanya sebagian kecil yang dapat di-rework dan sisanya sudah baik 3 Rata-rata pelanggan komplain Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan tertentu 2 Tidak ada Tidak ada efek buat konsumen 1 Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press. 3.7.2 Penentuan Nilai Occurrence (O) Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi. Nilai occurrence berupa angka 1 sampai 10, di mana 1 menunjukkan tingkat kejadian rendah atau tidak sering dan 10 menunjukkan tingkat kejadian sering. Nilai occurrence dapat ditentukan berdasarkan jumlah kegagalan atau angka Ppk (performance index) yaitu angka yang diperoleh dari perhitungan statistik yang menunjukkan performance atau capability suatu proses dalam menghasilkan produk sesuai spesifikasi. Nilai occurrence dapat diturunkan dengan mencegah atau mengontrol penyebab/mekanisme melalui desain proses. Nilainya ditentukan untuk setiap penyebab potensial. Bila tidak dapat ditentukan, gunakan sejarah kualitas dati produk/proses sejenis. Kriteria Occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Nilai Occurrence dengan Menggunakan Jumlah Kegagalan Peluang Terjadinya Tingkat Kemungkinan Penyebab Kegagalan Kegagalan Ranking Sangat tinggi 1 dalam 2 10 1 dalam 3 9 Tinggi 1 dalam 8 8 1 dalam 20 7 1 dalam 80 6 Sedang 1 dalam 400 5 1 dalam 2.000 4 Rendah 1 dalam 15.000 3 1 dalam 150.000 2 Sangat kecil 1 dalam 1.500.000 1 Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press. 3.7.3 Penentuan Nilai Detection (D) Detection adalah peringkat seberapa telitinya alat deteksi yang digunakan. Detection berupa angka dari 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan tinggi atau hampir dipastikan suatu mode kegagalan dapat terdeteksi. Sedangkan 10 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan rendah yaitu sistem deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi sama sekali. Nilai detection dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria berikut. a. Error-proofed, yaitu alat deteksi yang bersifat error-proofing. b. Gauging, yaitu dengan alat bantu inspeksi. c. Manual inspection, yaitu dengan inspeksi secara manual.

Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.3 Penentuan Nilai Detection Keterangan Rangking Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 1 Jelas bagi indera manusia 2 Memerlukan inspeksi 3 Inspeksi yang hati-hati dengan menggunakan indera manusia 4 Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia 5 Memerlukan bantuan dan/atau pembongkaran sederhana 6 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran 7 Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran yang kompleks 8 Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9 Tidak dapat dideteksi 10 Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press. 3.7.4 Menghitung Nilai RPN (Risk Priority Number) RPN atau Risk Priority Number, yaitu angka yang menyatakan skala prioritas terhadap resiko kualitas yang digunakan untuk panduan dalam melakukan tindakan perencanaan. RPN merupakan hasil perkalian dari severity, occurrence dan detection. RPN = S x O x D Angka RPN berkisar dari 1 hingga 1000, di mana semakin tinggi nilai RPN, maka proses semakin beresiko untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi yang diinginkan.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di pabrik PT. Karya Murni Perkasa yang beralamat di Simpang Bandrek, Dusun II Desa Patumbak, Kecamatan Patumbak Medan. Adapun waktu berlangsungnya penelitian ini adalah April 2015 hingga Juli 2017. 4.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu 4.3 Objek Penelitian Adapun yang menjadi objek pada penelitian ini adalan mesin hopper pada PT. Karya Murni Perkasa. 4.4 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai dasar pendekatan dalam memecahkan masalah yang akan diidentifikasi. Adapun pada penelitian ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan pada mesin hopper adalah berhubungan dengan efektivitas

penggunaan machine/equipment, yang dipengaruhi oleh faktor ketersediaan waktu kerja (availability), performa mesin (performance), dan kualitas (quality) mesin (Nakajima:1988). Berikut ini adalah kerangka konseptual pendekatan dalam memecahkan permasalahan efektivitas mesin hopper. Loading time Downtime Availability Ideal cycle time Operation time Performance Overall Equipment Effectiveness (OEE) Processed amount Defect amount Quality Gambar 4.1 Kerangka Konseptual Penelitian 4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Ada dua jenis variabel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel independen/variabel bebas, adalah variabel variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Available Time, yaitu jumlah waktu kerja mesin produksi yang tersedia untuk menghasilkan produk. Pada umumnya dihitung dalam satuan jam kerja per hari atau per bulan maupun per tahun.

b. Loading Time, yaitu waktu kerja mesin produksi di luar pemberhentian mesin secara berkala. Loading time merupakan waktu tersedia dikurangi dengan jumlah dowtime yang dianggarkan oleh perusahaan. c. Operation Time, yaitu jumlah waktu kerja mesin produksi untuk kegiatan operasi proses produksi. Operation time merupakan waktu yang tersedia untuk proses produksi dikurangi waktu planned downtime dan unplanned downtime. d. Planned Downtime, yaitu jumlah waktu dimana mesin tidak beroperasi karena telah dianggarkan oleh perusahaan untuk mendukung kinerja mesin produksi, hal ini meliputi waktu shutdown secara berkala, set up mesin yang terjaga, proses clean up mesin, dan perawatan berkala. e. Unplanned Downtime, yaitu jumlah waktu dimana mesin tidak beroperasi akibat kerusakan mesin dan set up di luar waktu yang telah dianggarkan atau yang tidak terjaga. f. Ideal Cycle Time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi produk selama satuan waktu untuk kondisi mesin yang prima. g. Jumlah produksi (processed amount, yaitu total produksi mesin produksi selama proses produksi berlangsung. h. Jumlah reject (defect amount, yaitu jumlah produksi tidak sesuai kriteria produksi yang dihasilkan selama proses produksi. 2. Variabel dependen/variabel terikat, adalah variabel yang dipengaruhi oleh perubahan variabel independen/variabel bebas. Adapun variabel dependen atau

variabel terikat (variabel yang dipengaruhi) dalam penelitian ini adalah efektivitas mesin produksi. 4.6 Jenis dan Sumber Data Secara umum, data dibagi berdasarkan cara memperolehnya yakni: 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung terhadap objek penelitian dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data ini berupa informasi mengenai uraian proses produksi dan penentuan faktor-faktor dan penyebab mode kegagalan mesin serta pengaruhnya terhadap proses produksi. 2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, catatan-catatan perusahaan atau informasi dari laporan-laporan dari perusahaan yang ada. Data ini berupa data ketersediaan waktu produksi, total downtime, total produksi, dan jumlah defect. 4.7 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu: 1. Data Primer Pada tahapan ini data yang dikumpulkan berupa uraian proses produksi dan faktor-faktor penyebab terjadinya mode kegagalan mesin dan pengaruhnya terhadap proses produksi aspal, yang dilihat dari faktor manusia, mesin, material, metode kerja dan lingkungan, serta besarnya nilai severity, occurance, dan detection untuk menentukan nilai risk priority number (RPN) Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara

dengan menggunakan instrumen kuisioner semiterbuka. Adapun respondennya adalah supervisor bagian produksi (mandor pengelola) PT. Karya Murni Perkasa dengan teknik pemilihan responden menggunakan teknik purposive sampling dengan tipe judgement sampling. 2. Data Sekunder Pada tahapan ini, data yang dikumpulkan adalah data produksi aspal, ketersediaan waktu produksi, total downtime, dan jumlah defect. Adapun pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan mendapatkan hasil dokumentasi perusahaan dan studi literatur yang berkaitan dengan efektivitas mesin secara menyeluruh. 4.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.8.1 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan, yaitu: 1. Memaparkan rincian ketersediaan waktu, total downtime, total produksi dan total defect sebagai data awal penelitian yang berguna dalam penentuan nilai masing-masing rasio. 2. Menentukan masing-masing nilai rasio yaitu availibility ratio, performance ratio, dan quality ratio. 3. Menghitung nilai OEE dengan cara mengalikan ketiga rasio yang ada, yaitu Availibility Ratio x Performance Ratio x Quality Ratio. 4. Menghitung masing-masing faktor six big loss. 5. Membuat pareto diagram six big losses.

6. Membuat fishbone diagram penyebab utama yang berpengaruh pada OEE. 7. Menentukan nilai FMEA 4.8.2 Metode Analisis Data Analisis dilakukan melalui grafik hasil perhitungan OEE dengan melakukan penjelasan penyebab naik dan turunnya nilai OEE kemudian dilanjutkan dengan penggunaan pareto diagram untuk menentukan faktor six big losses yang paling berpengaruh dalam penurunan nilai OEE dan analisis mode kegagalan mesin dengan menggunakan nilai risk priority number (RPN). 4.9 Kesimpulan dan Saran Langkah akhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi rancangan perbaikan mesin dan hal penting lainnya dalam penelitian tersebut serta pemberian saran untuk penelitian selanjutnya bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini secara lebih mendalam. Adapun flow chart langkah-langkah penelitian dimulai dari studi lapangan dan studi literatur yang kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan evaluasi kemudian diakhiri dengan kesimpulan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Studi Literatur Metode Overall Equipment Effectiveness dan FMEA Studi Lapangan -Kondisi Perusahaan -Proses Produksi -Informasi Pendukung Perumusan Masalah -Identifikasi masalah -Penetapan Tujuan Pengumpulan Data Data Primer -Proses produksi -Mode Kegagalan, Pengaruh dan Indeks Nilai FMEA Data Sekunder -Jumlah Produksi -Jumlah Downtime -Jumlah Defect -Ketersediaan Waktu Produksi (Available time) Pengolahan Data Overall Equipment Effectiveness (OEE) Availability Ratio (a) Performance Ratio (b) Quality Ratio (c) OEE = a.b.c Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) RPN = severity x occurence x detection Analisis Pemecahan Masalah Kesimpulan dan Saran Gambar 4.2 Flow Chart Langkah-Langkah Penelitian

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1 Pengumpulan Data 5.1.1 Data Waktu Downtime Data waktu downtime (unplanned downtime) adalah waktu dimana mesin berhenti beroperasi dikarenakan adanya kerusakan atau pemberhentian mesin secara tiba-tiba. Waktu Setup adalah waktu yang dibutuhkan mempersiapkan mesin agar dapat beroperasi sesuai fungsinya. Pengadaan setup tak terduga (termasuk dalam unplanned downtime) dapat terjadi dimana mesin mengalami pemberhentian (shutdown) sampai pemasangan dan penyetelan selesai dilaksanakan. Data downtime untuk mesin hopper dapat dilihat pada Tabel 5.1. 5.1.2 Data Planned Downtime Planned downtime merupakan waktu yang digunakan untuk shutdown yang direncanakan, diperlukan untuk pemeliharaan peralatan, process clean up, perawatan periodik/berkala dan changeover untuk produk. Semua itu untuk mendukung keadaan mesin tetap dalam keadaan baik. Data planned downtime dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel. 5.1 Data Downtime Mesin Hopper No. Bulan Total Planned Waktu Setup and Unplanned Downtime Breakdown Adjusment Downtime (Jam) (Jam) (Jam) (Jam) 1 Jan-15 50 21,25 19,35 40,60 2 Feb-15 50 15,64 18,40 34,04 3 Mar-15 50 19,75 25,20 44,95 4 Apr-15 50 18,68 23,85 42,53 5 Mei-15 50 14,96 16,60 31,56 6 Jun-15 50 17,15 24,12 41,27 7 Jul-15 50 16,78 21,12 37,90 8 Ags-15 50 19,64 24,00 43,64 9 Sep-15 50 21,68 23,50 45,18 10 Okt-15 50 17,68 25,00 42,68 11 Nov-15 50 21,25 24,50 45,75 12 Des-15 50 17,56 20,00 37,56 13 Jan-16 50 19,45 24,00 43,45 14 Feb-16 50 16,32 18,20 34,52 15 Mar- 16 50 21,05 20,00 41,05 16 Apr-16 50 17,68 20,80 38,48 17 Mei-16 50 20,40 23,00 43,40 Sumber: PT. Karya Murni Perkasa 5.1.3 Data Availability Time Data jam kerja tersedia (availability time) adalah jumlah rata-rata jam kerja tersedia pada Mesin Hopper untuk melakukan produksi dalam satuan jam. Data availability time dapat dilihat pada Tabel 5.2.

5.1.4 Data Jumlah Produksi dan Produk Rusak Jumlah produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh mesin hopper dalam satuan unit. Produk rusak adalah produk yang rusak dari proses hopper yang diakibatkan oleh mesin breakdown sehingga mesin tidak dapat memasak agregat bahan baku. Data jumlah produksi dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel. 5.2 Data Availability Time, Jumlah Produksi dan Jumlah Produksi Rusak di Mesin Hopper No. Bulan Availablity Time (Jam) Processed Amount (Ton) Defect Amount (Ton) 1 Jan-15 600 8.218 556,08 2 Feb-15 552 5.256 324,12 3 Mar-15 600 7.176 537,60 4 Apr-15 600 8.036 569,62 5 Mei-15 528 4.988 298,15 6 Jun-15 600 8.079 555,70 7 Jul-15 480 4.868 384,37 8 Ags-15 600 7.684 558,88 9 Sep-15 600 6.754 508,58 10 Okt-15 624 8.369 572,42 11 Nov-15 600 6.376 486,17 12 Des-15 600 8.301 519,64 13 Jan-16 576 5.881 443,63 14 Feb-16 576 5.928 355,27 15 Mar- 16 600 8.148 557,46 16 Apr-16 624 8.367 515,97 17 Mei-16 576 5.545 417,80 Sumber: PT. Karya Murni Perkasa

5.1.5 Data Pembersihan Mesin (Machine Cleaning) Pembersihan mesin (machine cleaning) adalah waktu yang digunakan untuk membersihkan Mesin Hopper dari sisa proses produksi dan debu. Lamanya waktu pembersihan yang dianggarkan perusahaan adalah 1 jam per hari kerja. Data Machine cleaning dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel. 5.3 Data Machine Cleaning Mesin Hopper Sumber: PT. Karya Murni Perkasa No. Bulan Machine Cleaning (Jam) 1 Jan-15 25,00 2 Feb-15 18,40 3 Mar-15 20,00 4 Apr-15 20,00 5 Mei-15 22,00 6 Jun-15 20,00 7 Jul-15 16,00 8 Ags-15 25,00 9 Sep-15 20,00 10 Okt-15 20,80 11 Nov-15 20,00 12 Des-15 25,00 13 Jan-16 24,00 14 Feb-16 24,00 15 Mar- 16 20,00 16 Apr-16 26,00 17 Mei-16 24,00

5.1.6 Data Jenis Kegagalan, Mode, dan Pengaruh pada Mesin Hopper Pada pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) diperlukan data jenis kegagalan, mode, dan pengaruh yang akan menentukan seberapa besar proporsi kegagalan dalam mempengaruhi efektivitas mesin hopper. Data tersebut ditampilkan pada Tabel 5.4, Tabel 5.5, Tabel 5.6, dan Tabel 5.7. 5.2 Pengolahan Data 5.2.1 Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur efektivitas mesin/peralatan perusahaan, dengan mempertimbangkan faktor availability ratio, performance ratio dan quality ratio. 5.2.1.1 Perhitungan Availability Ratio Availability ratio merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dalam perhitungan OEE, equipment failure berupa machine break dan setup & adjustment dikategorikan sebagai kerugian downtime. Rumus yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah: Operation Time Availability 100% Loading Time Loading Time Downtime 100% Loading Time

Operation Time dihitung dengan rumus: Operation Time = Loading Time Total Downtime Loading time adalah waktu yang tersedia perbulan dikurangi dengan waktu downtime yang telah ditetapkan oleh perusahaan (planned downtime). Loading Time = Available Time Planned Downtime Nilai availability mesin hopper untuk Januari 2015 adalah sebagai berikut. Berdasarkan data availability time pada Tabel 5.2 dan data planned downtime, waktu breakdown serta setup and adjustment pada Tabel 5.1, maka Operation time = Loading Time - Downtime = (600 50) jam (21,25 + 19,35) jam = 550 jam 40,60 jam = 509,40 jam Diperoleh nilai availability Mesin Hopper sebagai berikut: Availabili ty 509,40 100% 550 92,62 % Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung availability ratio pada mesin hopper sampai Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.8. 5.2.1.2 Perhitungan Performance Ratio Performance ratio adalah rasio jumlah produk yang dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time). Untuk menghitung nilai performance ratio digunakan formula sebagai berikut:

PerformanceRatio Net Operting Time Operating Speed Rate processed Amount Theoretical Cycle Time Operating Time Perhitungan performance ratio dimulai dengan perhitungan ideal cycle time. Ideal cycle time merupakan waktu siklus proses yang dapat dicapai mesin dalam proses produksi dalam keadaan optimal atau mesin tidak mengalami hambatan dalam berproduksi. Dalam proses produksi yang optimal, mesin hopper mampu menghasilkan 20 ton aspal dalam 1 jam kerja. Perhitungan Ideal cycle time adalah sebagai berikut: Ideal Cycle Time Waktu proses Jumlah produksi 1 jam 20 ton 0,05 jam / ton Performance Efficiency Mesin Hopper untuk Januari 2015 adalah sebagai berikut. Berdasarkan nilai processed amount pada Tabel 5.2 dan operating time pada Tabel 5.10, maka: Performanc e Ratio 8218 0,05 509,40 80,66 % Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung performance efficiency mesin hopper periode Januari 2015 Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.9.

No. Bulan Available Time (Jam) Planned Downtime (Jam) Tabel 5.8 Availability Ratio Mesin Hopper Breakdown Time (Jam) Unplanned Downtime Setup Time (Jam) Total Downtime (Jam) Loading Time (Jam) Operating Time (Jam) Availability Ratio (%) 1 Jan-15 600 50 21,25 19,35 40,60 550,00 509,40 92,62 2 Feb-15 552 50 15,64 18,40 34,04 502,00 467,96 93,22 3 Mar-15 600 50 19,75 25,20 44,95 550,00 505,05 91,83 4 Apr-15 600 50 18,68 23,85 42,53 550,00 507,47 92,27 5 Mei-15 528 50 14,96 16,60 31,56 478,00 446,44 93,40 6 Jun-15 600 50 17,15 24,12 41,27 550,00 508,73 92,50 7 Jul-15 480 50 16,78 21,12 37,90 430,00 392,10 91,19 8 Ags-15 600 50 19,64 24,00 43,64 550,00 506,36 92,07 9 Sep-15 600 50 21,68 23,50 45,18 550,00 504,82 91,79 10 Okt-15 624 50 17,68 25,00 42,68 574,00 531,32 92,56 11 Nov-15 600 50 21,25 24,50 45,75 550,00 504,25 91,68 12 Des-15 600 50 17,56 20,00 37,56 550,00 512,44 93,17 13 Jan-16 576 50 19,45 24,00 43,45 526,00 482,55 91,74 14 Feb-16 576 50 16,32 18,20 34,52 526,00 491,48 93,44 15 Mar- 16 600 50 21,05 20,00 41,05 550,00 508,95 92,54 16 Apr-16 624 50 17,68 20,80 38,48 574,00 535,52 93,30 17 Mei-16 576 50 20,40 23,00 43,40 526,00 482,60 91,75 Sumber : Hasil Pengolahan Data

Tabel 5.9 Performance Ratio Mesin Hopper No. Bulan Processed Amount (Ton) Ideal Cycle Time (Jam/Ton) Operating Time (Jam) Performance Ratio (%) 1 Jan-15 8.218 0,05 509,40 80,66 2 Feb-15 5.256 0,05 467,96 56,16 3 Mar-15 7.176 0,05 505,05 71,04 4 Apr-15 8.036 0,05 507,47 79,18 5 Mei-15 4.988 0,05 446,44 55,86 6 Jun-15 8.079 0,05 508,73 79,40 7 Jul-15 4.868 0,05 392,10 62,08 8 Ags-15 7.684 0,05 506,36 75,87 9 Sep-15 6.754 0,05 504,82 66,90 10 Okt-15 8.369 0,05 531,32 78,76 11 Nov-15 6.376 0,05 504,25 63,22 12 Des-15 8.301 0,05 512,44 80,99 13 Jan-16 5.881 0,05 482,55 60,94 14 Feb-16 5.928 0,05 491,48 60,31 15 Mar- 16 8.148 0,05 508,95 80,05 16 Apr-16 8.367 0,05 535,52 78,12 17 Mei-16 5.545 0,05 482,6 57,45 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.2.1.3 Perhitungan Rate of Quality Product Rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: Rate of Processed Amount Defect Quality Product Processed Amount Amount 100%

Perhitungan Rate of Quality Product untuk bulan Januari 2015 adalah sebagai berikut. Berdasarkan data processed amount dan defect amount pada Tabel 5.2, maka Rate of Quality 8.218 556,08 Pr oduct 100% 93,23% 8.218 Dengan cara yang sama, maka perhitungan Quality rate periode Januari 2015 Mei 2016 disajikan dalam Tabel 5.10. Tabel 5.10 Perhitungan Quality Rate Mesin Hopper No. Bulan Processed Amount (Ton) Defect Amount (Ton) Rate of Quality Product (%) 1 Jan-15 8.218 556,08 93,23 2 Feb-15 5.256 324,12 93,83 3 Mar-15 7.176 537,60 92,51 4 Apr-15 8.036 569,62 92,91 5 Mei-15 4.988 298,15 94,02 6 Jun-15 8.079 555,70 93,12 7 Jul-15 4.868 384,37 92,10 8 Agust-15 7.684 558,88 92,73 9 Sep-15 6.754 508,58 92,47 10 Okt-15 8.369 572,42 93,16 11 Nop-15 6.376 486,17 92,38 12 Des-15 8.301 519,64 93,74 13 Jan-16 5.881 443,63 92,46 14 Feb-16 5.928 355,27 94,01 15 Mar-16 8.148 557,46 93,16 16 Apr-16 8.367 515,97 93,83 17 Mei-16 5.545 417,80 92,47 Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.1.4 Perhitungan Overall Equipment Effevtiveness (OEE) Nilai dari OEE diperoleh dengan mengalikan availability ratio, performance ratio, dan rate of quality product. Nilai OEE dihitung dengan rumus: OEE = Availability ratio (%)xperformance ratio (%)xrate of Quality Product (%) Perhitungan nilai overall equipment effectiveness (OEE) mesin hopper untuk Januari 2015 adalah sebagai berikut. Berdasarkan nilai availability ratio pada Tabel 5.8, performance ratio pada Tabel 5.9, dan rate of quality pada Tabel 5.10, maka OEE = (92,62% x 80,66% x 93,23%) x 100 % = 69,65 % Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Overall Equipment Effectiveness mesin hopper periode Januari 2015 Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11 Overall Equipment Effectiveness Mesin Hopper Availability Performance Rate of Quality OEE No. Bulan Ratio (%) Ratio (%) Product (%) (%) 1 Jan-15 92,62 80,66 93,23 69,65 2 Feb-15 93,22 56,16 93,83 49,12 3 Mar-15 91,83 71,04 92,51 60,35 4 Apr-15 92,27 79,18 92,91 67,88 5 Mei-15 93,40 55,86 94,02 49,06 6 Jun-15 92,50 79,40 93,12 68,39 7 Jul-15 91,19 62,08 92,10 52,14 8 Agust-15 92,07 75,87 92,73 64,77 9 Sep-15 91,79 66,90 92,47 56,78 10 Okt-15 92,56 78,76 93,16 67,91

Tabel 5.11 Overall Equipment Effectiveness Mesin Hopper (Lanjutan) Availability Performance Rate of Quality OEE No. Bulan Ratio (%) Ratio (%) Product (%) (%) 11 Nop-15 91,68 63,22 92,38 53,54 12 Des-15 93,17 80,99 93,74 70,74 13 Jan-16 91,74 60,94 92,46 51,69 14 Feb-16 93,44 60,31 94,01 52,97 15 Mar-16 92,54 80,05 93,16 69,00 16 Apr-16 93,30 78,12 93,83 68,39 17 Mei-16 91,75 57,45 92,47 48,74 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.3 Perhitungan OEE Six Big Losses 5.3.1 Downtime Losses Downtime adalah waktu dimana mesin tidak beroperasi akibat adanya kerusakan atau gangguan pada mesin sehingga tidak dapat melaksanakan proses produksi dengan baik sebagaimana mestinya. Dalam perhitungan Overall Equipment Effectivenss (OEE) yang termasuk dalam kategori downtime losses adalah equipment failure dan set up and adjustment. 5.3.1.1 Equipment Failure Kegagalan mesin (equipment failure) atau kerusakan (breakdown) yang tiba-tiba adalah penyebab kerugian yang terlihat jelas karena kerusakan mesin yang menyebabkan mesin tidak beroperasi.

Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang diakibatkan oleh equipment failure dihitung dengan rumus: Total BreakdownTime Equipment Failure Loss 100% Loading Time Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan equipment failure untuk Januari 2015 sebagai berikut. Berdasarkan nilai breakdown time dan loading time pada Tabel 5.8,maka: Equipment Failure Loss 21,25 100% 550 3,86 % Dengan perhitungan yang sama, equipment failure loss mesin hopper untuk periode Januari 2015 Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12 Equipment Failure Loss Mesin Hopper Breakdown Loading Breakdown No. Bulan Time (Jam) Time (Jam) Loss (%) 1 Jan-15 21,25 550 3,86 2 Feb-15 15,64 502 3,12 3 Mar-15 19,75 550 3,59 4 Apr-15 18,68 550 3,40 5 Mei-15 14,96 478 3,13 6 Jun-15 17,15 550 3,12 7 Jul-15 16,78 430 3,90 8 Agust-15 19,64 550 3,57 9 Sep-15 21,68 550 3,94 10 Okt-15 17,68 574 3,08 11 Nop-15 21,25 550 3,86 12 Des-15 17,56 550 3,19 13 Jan-16 19,45 526 3,70 14 Feb-16 16,32 526 3,10

Tabel 5.12 Equipment Failure Loss Mesin Hopper Breakdown Loading Breakdown No. Bulan Time (Jam) Time (Jam) Loss (%) 15 Mar-16 21,05 550 3,83 16 Apr-16 17,68 574 3,08 17 Mei-16 20,40 526 3,88 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.3.1.2 Set up and Adjustment Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatankegiatan penggantian satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya. Besarnya persentase loss yang diakibatkan oleh set up and adjustment dihitung dengan rumus: Set up and adjustment Loss Total Set up and adjustmenttime Loading Time 100% Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan set up and adjustement untuk Januari 2015 sebagai berikut. Berdasarkan nilai setup time dan loading time pada Tabel 5.8, maka: Set up and adjustment Loss 19,35 100% 550 3,52 % Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Set up and Adjustment Loss mesin hopper periode Januari 2015 Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Set up and Adjustment Loss Mesin Hopper No. Bulan Setup Time (Jam) Loading Time (Jam) Setup & Adjustment Loss (%) 1 Jan-15 19,35 550,00 3,52 2 Feb-15 18,40 502,00 3,67 3 Mar-15 25,20 550,00 4,58 4 Apr-15 23,85 550,00 4,34 5 Mei-15 16,60 478,00 3,47 6 Jun-15 24,12 550,00 4,39 7 Jul-15 21,12 430,00 4,91 8 Agust-15 24,00 550,00 4,36 9 Sep-15 23,50 550,00 4,27 10 Okt-15 25,00 574,00 4,36 11 Nop-15 24,50 550,00 4,45 12 Des-15 20,00 550,00 3,64 13 Jan-16 24,00 526,00 4,56 14 Feb-16 18,20 526,00 3,46 15 Mar-16 20,00 550,00 3,64 16 Apr-16 20,80 574,00 3,62 17 Mei-16 23,00 526,00 4,37 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.3.2 Speed Losses Speed loss terjadi pada saat mesin tidak beroperasi sesuai dengan kecepatan produksi maksimum yang sesuai dengan kecepatan mesin yang dirancang. Faktor yang mempengaruhi speed loss adalah idling and minor stoppage dan reduced speed.

5.3.2.1 Idling and Minor Stoppages Idling and minor stoppages adalah kerugian yang terjadi ketika menunggu bahan atau mendiamkan mesin sehubungan adanya pembersihan, quality check dan penataan ulang. Data yang digunakan dalam perhitungan idling and minor stoppages adalah machine cleaning. Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang diakibatkan oleh idling and minor stoppages dihitung dengan rumus: Idling and Minor Stoppages NonproductiveTime 100% Loading Time Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan idling and minor stoppages untuk Januari 2015 sebagai berikut. Berdasarkan nilai machine cleaning pada Tabel 5.3 dan loading time pada Tabel 5.8, maka: Idling and Minor Stoppages 25 100% 550 4,55% Dengan perhitungan yang sama, idling and minor stoppages mesin hopper periode Januari 2015 Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Idling And Minor Stoppages Mesin Hopper No. Bulan Machine Cleaning (Jam) Loading Time (Jam) Idling and Minor Stoppages (%) 1 Jan-15 25,00 550,00 4,55 2 Feb-15 18,40 502,00 3,67 3 Mar-15 20,00 550,00 3,64 4 Apr-15 20,00 550,00 3,64 5 Mei-15 22,00 478,00 4,60 6 Jun-15 20,00 550,00 3,64

Tabel 5.14 Idling And Minor Stoppages Mesin Hopper (Lanjutan) No. Bulan Machine Cleaning (Jam) Loading Time (Jam) Idling and Minor Stoppages (%) 7 Jul-15 16,00 430,00 3,72 8 Agust-15 25,00 550,00 4,55 9 Sep-15 20,00 550,00 3,64 10 Okt-15 20,80 574,00 3,62 11 Nop-15 20,00 550,00 3,64 12 Des-15 25,00 550,00 4,55 13 Jan-16 24,00 526,00 4,56 14 Feb-16 24,00 526,00 4,56 15 Mar-16 20,00 550,00 3,64 16 Apr-16 26,00 574,00 4,53 17 Mei-16 24,00 526,00 4,56 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.3.2.2 Reduced Speed Reduced speed losses adalah perbedaan antara waktu kecepatan produksi aktual dengan kecepatan produksi mesin/peralatan yang dirancang (design speed). Untuk mengetahui besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang diakibatkan oleh reduced speed dihitung dengan rumus: Operating time ( Ideal cycle time Total product process) Re duce speed losses 100% Loading Time Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan reduced speed untuk Januari 2015 sebagai berikut. Berdasarkan nilai loading time pada Tabel 5.8, ideal cycle time dan operating time pada Tabel 5.9, serta processed amount pada Tabel 5.10, maka

Re duced 509,40 x (0,05 Speed 550 x 8.218) 100% 17,91% Dengan perhitungan yang sama, reduced speed mesin hopper untuk periode Januari 2015 Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.15. No. Bulan Tabel 5.15 Reduced Speed Loss Mesin Hopper Operating Time (Jam) Ideal Cycle Time (Jam) Processed Amount (Ton) Loading Time (Jam) Reduced Speed Time (Jam) Reduced Speed Loss (%) 1 Jan-15 509,40 0,05 8.218 550,00 98,50 17,91 2 Feb-15 467,96 0,05 5.256 502,00 205,16 40,87 3 Mar-15 505,05 0,05 7.176 550,00 146,25 26,59 4 Apr-15 507,47 0,05 8.036 550,00 105,67 19,21 5 Mei-15 446,44 0,05 4.988 478,00 197,04 41,22 6 Jun-15 508,73 0,05 8.079 550,00 104,78 19,05 7 Jul-15 392,10 0,05 4.868 430,00 148,70 34,58 8 Agust-15 506,36 0,05 7.684 550,00 122,16 22,21 9 Sep-15 504,82 0,05 6.754 550,00 167,12 30,39 10 Okt-15 531,32 0,05 8.369 574,00 112,87 19,66 11 Nop-15 504,25 0,05 6.376 550,00 185,45 33,72 12 Des-15 512,44 0,05 8.301 550,00 97,39 17,71 13 Jan-16 482,55 0,05 5.881 526,00 188,50 35,84 14 Feb-16 491,48 0,05 5.928 526,00 195,08 37,09 15 Mar-16 508,95 0,05 8.148 550,00 101,55 18,46 16 Apr-16 535,52 0,05 8.367 574,00 117,17 20,41 17 Mei-16 482,60 0,05 5.545 526,00 205,35 39,04 Sumber : Hasil Pengolahan Data