LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS FARMAKOKINETIKA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK

BAB III METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt.

Tujuan Instruksional:

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

Tujuan Instruksional:

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Pharmacokinetika for Oral Absorption. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida,

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar

PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PROFIL FARMAKOKINETIKA ASPIRIN PADA PLASMA TIKUS PUTIH JANTAN. Vidia Prajna Lakhsita, Islamudin Ahmad, Rolan Rusli

FARMAKOKINETIKA FA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

PENUNTUN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sertifikat analisis natrium diklofenak (PT. Dexa Medica) Universitas Sumatera Utara

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

BAB II. STUDI PUSTAKA

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ferry Riyanto Harisman Powerpoint Templates Page 1

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Farmakokinetika Klinis. Azizah Nasution

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan alat KCKT. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Yuliandriani Wannur ( )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

PENETAPAN LAJU EKSKRESI TABLET KIMOXIL 500 MG MELALUI URINE

2. Menentukan kadar berbagai tablet Vitamin C menggunakan metoda HPLC. HPLC(HighPerfomance Liquid Cromatografi)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

Minggu 7 MA2151 SIMULASI & KOMPUTASI MATEMATIKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 Suci Baitul Sodiqomah Feby Fitria Noor Diyana Puspa Rini Aliyah Fahmi Haqi Agiza G1F013010 G1F013012 G1F013014 G1F013016 G1F013026 LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2015

SIMULASI INVITRO MODEL FARAMAKOKINETIK (RUTE A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang INTRAVASKULAR) Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi termasuk sebagai proses eliminasi obat. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh (Gunawan, 2009). Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat (Aiache, 1993). Sehingga dibuatlah suatu model farmakokinetik dalam praktikum ini adalah sebagai struktur hipotesis yang dapat digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin rute utama dan bentuk dosis tertentu. 2. Dasar Teori Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter tersebut antara lain terdiri dari beberapa parameter antara lain parameter primer yang terdiri dari volume distribusi (Vd); klerens (Cl); dan kecepatan absorbsi (Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh

(T1/2), serta parameter-parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai (Aiache, 1993). Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda,.dkk, 1995). Untuk mengetahui mekanisme farmakokinetik suatu obat dapat dilakukan simulasi metode in vivo atau in vitro. Metode In vivo merupakan metode penentuan suatu efek obat menggunakan hewan percobaan dengan analisis terhadap organ, urin maupun darah. Sedangkan Metode in vitro adalah proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh hewan uji (Admin, 2014). Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen satu terbuka, model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988). 3. Tujuan Percobaan 3.1 Tujuan umum Memahami konsep farmakokinetika suatu obat 3.2 Tujuan khusus Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat dengan menggunakan simulasi invitro. Membedakan profil farmakokinetika suatu obat dengan dosis, rute pemakaian, klirens, dan volume distribusi yang berbeda. Menerapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter farmakokinetika. B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu spektrofotometer, tabung reaksi, gelas beaker 2L, labu ukur 25mL, dan gelas ukur. Sedangkan, bahan yang digunakan yaitu metilen merah, dan aquades. C. CARA KERJA Macam Percobaan Setiap Kelompok Dilakukan satu macam percobaan secara intravaskular I. Dosis 200 mg, klirens 200ml/15 menit, Vd 0,5 L II. Dosis 100mg,Cl 100ml/ 15 menit, Vd 0,5 L III. Dosis 200 mg, Cl 200ml/15 menit, Vd 1L HASIL 1. Pembuatan Larutan baku kerja metilen merah 10 mg Metilen merah Dilarutkan dalam 100 ml air suling Larutan baku induk Diencerkan dengan air suling sampai kadar 0,25 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 5 mcg/ml Larutan baku metilen dengan berbagai 2. Penentuan Panjang gelombang maksimal Larutan baku metilen dengan berbagai konsentrasi Diamati absorbannya pada panjang gelombang 530-570 nm Dibuat grafik 3. Pembuatan Kurva Baku Data Larutan Baku Induk

Diamati absorbansinya Dibuat kunci kadar larutan baku Hitung koefisien korelasinya Hasil 4. Simulasi model farmakokinetik in vitro Beaker Glass Diisi air suling sesuai Vd yang telah ditentukan Ditambahkan metilen merah sesuai dosis yang ditentukan Diambil sampel dari gelas beaker sebesar nilai Cl, digantikan dengan air suling Diukur absorbansinya, dengan air suling sebagai blangko Dihitung parameter farmakokinetika Hasil D. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan kurva baku 5 mg ad 50 ml = 5 mg/ 50 ml = 0,1 mg/ ml = 100 μg/ ml 2. Pengenceran 5 μg/ml -> M 1.V 1 =M 2.V 2 100 μg/ml. V 1 =5 μg/ml. 25ml 125 μ g/ml V 1= 100 μ g/ml V1 = 1,25 ml ad 25 ml 10 μg/ml -> M 1.V 1 =M 2.V 2

100 μg/ml. V 1 =10 μg/ml. 10ml 100 μ g/ml V 1= 100 μ g/ml V1 = 1 ml ad 10 ml 20 μg/ml -> M 1.V 1 =M 2.V 2 100 μg/ml. V 1 =20 μg/ml. 10ml 200 μ g/ml V 1= 100 μ g/ml V1 = 2 ml ad 10 ml 40 μg/ml -> M 1.V 1 =M 2.V 2 100 μg/ml. V 1 =40 μg/ml. 25ml 1000 μ g/ml V 1= 100 μ g/ml V1 = 10 ml ad 25 ml 50 μg/ml -> M 1.V 1 =M 2.V 2 100 μg/ml. V 1 =50 μg/ml. 25ml 1250 μ g/ml V 1= 100 μ g/ml V1 = 12,5 ml ad 25 ml

3. Absorbansi larutan baku standar Konsentrasi Absorbansi 5 μg/ml 0,021 A 10 μg/ml 0,040 A 15 μg/ml 0,060 A 20 μg/ml 0,149 A 25 μg/ml 0,191 A 4. Absorbansi larutan metilen merah Waktu (t) Konsentrasi Absorbans Log C (menit) (C) (μg/ml) i 0 80,050 0,301 1,903 15 73, 459 0,276 1,866 30 68, 186 0, 256 1,833 45 58, 694 0, 220 1,786 5. Perhitungan Area Bawah Kurva (AUC) Cpo AUC= k K didapatkan dari : (Harga selop garis) B= K 2.303 K = 2.303 x 2,92.10-3 K= 6,72.10-3 /menit Cp0 didapatkan dari : dosisi. v. Vd= Cp0 500ml= Cp0= 10000 mcg Cp 0 10000 mcg 500 ml Cp0= 20 mcg/ml Sehingga AUC didapatkan:

AUC= AUC= Cpo k 20 mcg/ml 6.72.10 3/menit AUC= 2976,2 mcg. ml/menit 6. Harga t1/2 0.693 t1/2 = k t1/2 = 0,693 6,72.10 3 t1/2= 103,125 menit 7. Hasil Pengamatan Kelompo Absorbansi Log C t (menit) t vs log C k Konsentrasi (C) (μg/ml) I 124,078 0,468 2,094 0 R= -0,986 102,987 0,388 2,013 15 A= 2,1146 79,520 0,299 1,900 30 B=- 53,949 0,202 1,732 45 7,993x10-3 II 80,050 0,301 1,903 0 R= -0,986 A= 1,908 B= - 73,459 0,276 1,866 15 68,186 0,256 1,833 30 58,694 0,220 1,768 45 2,92x10-3 III 93,759 0,353 1,972 0 R= 0,999 82,950 0,312 1,918 15 A= 1,9744 76,359 0,287 1,882 30 B= 64,231 0,241 1,807 45-3,54x10-3 IV 10,338 0,038 1,101 0 R= 0,93 9,829 0,036 0,993 15 7,982 0,034 0,902 30 7,982 0,034 0,902 45 A= 1,0168 B= -4,27x10-3 8. Kurva Regresi

T Vs Absorbansi 1.95 1.9 1.85 1.8 f(x) = - 0x + 1.91 R² = 0.97 Absorbansi Linear (Absorbansi) 1.75 1.7 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 E. PEMBAHASAN Dilakukan percobaan simulasi model in vitro farmakokinetik obat secara intravena. Percobaan ini bertujuan untuk dapat menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian injeksi bolus secara intravena dan mengetahui profil farmakokinetk obat. Percobaan ini menggunakan model farmakokinetik secara in vitro yang digunakan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan sekumpulan data yang diperoleh dari eksperimen. Dalam metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai kompertemen tubuh dimana obat mengalami profil farmakokinetik dari distribusinya hingga eliminasi obat. Sampel untuk percobaan ini yaitu metilen merah yang akan di uji aktifitas farmakokineriknya dengan menggunakan metode model in vitro. Tahap awal dari percobaan ini yaitu pembuatan larutan standar metilen merah dengan konsentrasi bertingkat 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5 mcg/ml dengan pelarut akuades. Larutan standar tersebut kemudian di uji spektroskopi untuk menentukan data absorbansinya hingga didapatkan persamaan linier. Tahapan kedua yaitu penambahan sampel metilen merah 500 ml kedalam larutan akuades dalam beaker glass. Metilen merah dianggap sebagai zat obat dengan pemberian secara injeksi bolus intravena. Proses pembuatan dilakukan dengan cara penimbangan serbuk metilen merah sebanyak 0,01gr yang dilarutkan dengan aquades pada suatu wadah beaker glass. Larutan dalam

beaker glass diilustrasikan sebagai volume distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum (Setiawati, 2005). Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma (Holford, 1998). Digunakan satu wadah sebagai ilustrasi model kompartemen satu terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan (Shargel, 1988). Setelah zat metilen merah terlarut dalam larutan, dilakukan pengadukan secara terus menerus yang menggambarkan seperti aliran darah yang mengalir dalam tubuh dengan kecepatan konstan. Cairan dalam wadah kemudian dikeluarkan sebanyak 100 ml setiap 15 menit (yang dianggap sebagai proses ekskresi renal). Proses ini disimulasikan sebagai klirens (Cl). Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005). Setiap pengambilan cuplikan pada wadah ditambahkan kembali aquades sebanyak 100 ml untuk menggambarkan proses ekskresi obat dari dalam tubuh. Tahap selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap cuplikan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS untuk menentukan kadar metilen merah yang diekskresikan per satuan waktu.cuplikan diukur panjang gelombangnya untuk didapatkan absorbansinya sehingga dapat diketahui konsentrasinya dengan menggunakan data kalibrasi metilen merah standar yang telah

diketahui sebelumnya. Tahap selanjutnya setelah data absorbansi didapatkan, diketahui nilai konsentrasinya sebagai berikut : Waktu (t) Konsentrasi Absorbans (menit) (C) (μg/ml) i 0 80,050 0,301 15 73, 459 0,276 30 68, 186 0, 256 45 58, 694 0, 220 Dari data yang diperoleh diatas dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah mengalami penurunan kadar sebanding dengan selang waktu dari cuplikan yang diambil. Pada pemberian waktu ke-0, konsentrasi yang didapatkan mencapai 80,050. Pada menit ke-15 konsentrasi menurun menjadi 73,459, pada menit ke 30 konsentrasi kembali menurun menjadi 68,186 dan pada menit ke 45 menurun menjadi 58, 694. Sehingga dapat dilihat bahwa laju eliminasi dari larutan metilen merah semakin menurun seiring dengan perubahan waktu. Data yang didapat merupakan data kompartemen tunggal injeksi bolus intravena. Data menghasilkan grafik menurun karena pada rute ini obat langsung mencapai konsentrasi 100% dan didistribusikan tanpa adanya tahapan absorbsi obat. Dari pemberian obat melalui intravena dapat diketahui parameter primer yang menunjukan profil farmakokinetiknya yaitu volume distribusi sebesar 500 ml dan klerens sebesar 100ml/15 menit. Tidak diketahui Ka (kecepatan absorbs) karena disimulasikan berupa injeksi bolus intravena. Dari parameter primer didapatkan parameter sekunder berupa t1/2 sebesar 103,125 menit dan harga K sebesar 6,72.10-3 /menit kemudian adapula parameter turunan salah satunya AUC dari sample metilen merah didapatkan nilai sebesar 2976,2 mcg. ml/menit. AUC atau Area Under Curve sendiri adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma

puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Rahardja, 2002). Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat. Pemberian obat secara bolus intravena merupakan model rute pemberian obat dimana obat tidak mengalami absorbs melainkan langsung didistribusikan sehingga konsentrasinya dalam plasma pada waktu 0 (Cp0) maksimal dalam darah. F. KESIMPULAN Simulasi model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat. Dari pengujian tersebut diketahui profil farmakokinetika metilen merah dari beberapa parameter yaitu parameter primer berupa Vd sebesar 500ml dan Klerens sebesar 100ml/15 menit. Parameter sekunder yang diketahui yaitu berupa t1/2 sebesar 103,125 menit dan harga K sebesar 6,72.10-3 /menit, sedangkan parameter turunan yaitu AUC dari sample metilen merah didapatkan nilai sebesar 2976,2 mcg. ml/menit. G. DAFTAR PUSTAKA Admin, 2014, Uji In Vitro dan In Vivo, (URL: http://elearning.unsri.ac.id), Diakses pada 3 April 2015. Aiache, J.M., 1993, Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2, Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Gunawan, G.S., 2009, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Holford, N.H., 1998, Farmakokinetik dan Farmakodinamik: Pemilihan Dosis yang Rasional dan Waktu Kerja Obat Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Setiawati, A., 2005, Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Shargel, L. dan Andrew, A, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya: Airlangga Univeersity Press. Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi. Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. TUGAS 1. Apa yang diamksud dengan model farmakokinetika dan mengapa diperlukan model farmakokinetika? Sebutkan macamnya? Jawab: Nasib obat sesudah diminum adalah didistribusikan ke seluruh tubuh oleh cairan tubuh (darah), tetapi kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kemana dan berapa jumlahnya pada jaringan penerima distribusi. Untuk mengirakan hal tersebut, maka secara farmakokinetika dibuatlah model-model yang melihat tubuh sebagai kompartemen. Tujuan dibuat model farmakokinetika ialah untuk menyederhanakan struktur tubuh (hewan atau manusia) yang begitu kompleks menjadi model matematik yang sederhana, sehingga mempermudah menerangkan nasib obat (ADME) di dalam tubuh (Hakim, 2012). Dikemukakan model satu kompartemen dan model multi kompartemen (yang terbanyak dua kompartemen dari model multi kompartemen. Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu (Shargel dan Yu, 2005).

Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, meliputi darah, cairan ekstraselular, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi, kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringanjaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral (Shargel dan Yu, 2005). 2. Apa yang dimaksud dengan volume distribusi dan klirens suatu obat? a. Klirens Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005). b. Volume distribusi (Vd) Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume penyebaran obat yang sesungguhnya ataupun volume secara anatomik, tetapi hanya volume imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdiri dari plasma atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadarnya dalam plasma atau serum (Setiawati, 2005). Vd = jumlah obat didalam tubuh C Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan adari pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma (Holford, 1998).

3. Parameter farmakokinetika mana yang dikaitan dengan jumlah obat dalam tubuh untuk pengukuran kadar obat dalam plasma? Jawab: Parameter farmakokinetik yang berkaitan dengan jumlah obat dalam tubuh untuk mengukur kadar obat didalam plasma adalah volume ditribusi. Volume distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut. Vd adalah salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh. Vd merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai jumlah relatif obat di luar kompartemen sentral atau dalam jaringan. Volume distribusi menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) dalam darah atau plasma (Shargel dan Yu, 2005). Obat obat yang memiliki volume distribusi yang sangat tinggi mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi di dalam jaringan ekstravaskular daripada obat-obat yang berada dalam bagian vaskular yang terpisah, yakni obat-obat tersebut tidak didistribusikan secara homogen. Sebaliknya, obat-obat yang dapat bertahan secara keseluruhan di dalam bagian vaskular yang terpisah, pada dasarnya mempunyai kemungkinan minimum Vd yang sama dengan komponen darah di mana komponen-komponen tersebut didistribusi (Angestiarum, 2015). 4. Jelaskan faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis yang sama diberikan pada pasien yang berbeda! Berat badan : obat yang besifat lipofilik ketika terjadi kenaikan berat badan makan volume distribusinya pun akan mengalami peningkatan sehingga kadar obat daram darah sedikit sedangkan obat yang bersifat hidrofilik tidak berpengaruh ketika terjadi kenaikan berat badan. Aliran darah : semakin cepat aliran darah, kecepatan absorbsi semakin besar sehingga obat lebih cepat dimetabolisme atau berada dalam plasma. Protein plasma : albumin salah satunya apabila obat banyak yang terikat kuat pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil serta kadar obat dalam darah tinggi.

Angestiarum, 2015, Farmakokinetika Klinik, (http://angestiarum-ff14.web.unair.ac.id.) Diakses tanggal 4 April 2015. Hakim, L., 2012, Farmakokinetika, Bursa Ilmu: Yogyakarta. Setiawati, A., 2005, Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya: Airlangga Univeersity Press.