Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Metode Pencampuran IV Admixture & Total Parenteral Nutrisi di Farmasi

Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

SKALA PRIORITAS ICRA TERAPI CAIRAN

CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

KATA PENGANTAR. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Drs. Abdul Muchid, Apt. NIP

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT. DIANA HOLIDAH Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition dan IV Admixture

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

MEWUJUDKAN PELAKSANAAN DISPENSING OBAT KANKER DENGAN BIAYA TERBATAS. Erlina Instalasi Farmasi RSUD Dr.Pirngadi Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penanganan Sitostatika A. Pengertian Sitostatika Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel sel secara

DAFTAR ITEM KEGIATAN PENANGANAN SEDIAAN SITOSTATIKA Rini Noviyani 1, Siti Khoiriyatussolehah 1, Ni Nyoman Ayu Suastiti 1, A.A.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BLUEPRINT UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA METODE OSCE

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi :

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

SOAL UJIAN FARMASI KLINIK SEMESTER GENAP 2014

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

SARANA - PRASARANA PENCAMPURAN ASEPTIK dan TATA CARA BEKERJA DI RUANG ASEPTIK. Dra Nastiti Setyo Rahayu. Apt

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

Lampiran 1. Bagan proses Pembuatan Krim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: PER/ 07 /M.PAN/ 4 /2008 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER DAN ANGKA KREDITNYA

PELATIHAN PENCAMPURAN SITOSTATIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

ANALISIS SISTEM PERTUKARAN UDARA CLEAN ROOM DI PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA-BATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI GUDANG INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ADVENT MANADO

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil penelitian pola peracikan resep khusus pediatri, struktur pelayanan

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Universitas Sumatera Utara

Oleh : Bambang Priyambodo

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 001/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

PENCAMPURAN SEDIAAN STERIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Elemen Regulasi Ket Regulasi D O S W

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BLUEPRINT UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA

BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan diberlakukannya standar tersebut adalah sebagai pedoman praktik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WORKSHOP IV ADMIXTURE & TPN DESIANA DEWI ANGGARAENI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Transkripsi:

Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatan produksi yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. IFRS sebagai organisasi atau lembaga produksi bertugas untuk menyediakan dan menjamin mutu produk yang diproduksinya, termasuk juga produk yang dibeli. IFRS harus berupaya memastikan terapi obat berlangsung secara efektif, aman dan rasional, serta mengadakan pengendalian penggunaan serta system distribusi obat yang tanggap dan akurat bagi seluruh pasien. Dalam proses produksi, IFRS melakukan kegiatan yang meliputi desain atau pengembangan produk, penetapan spesifikasi produk, penetapan kriteria dan pemilihan pemasok, proses pembelian, proses produksi, pengujian mutu, dan penyiapan produk tersebut bagi pasien. Selain itu, IFRS juga melaksanakan pengemasan kembali obat atau produk obat, untuk kemasan selama rentang terapi: dan kemasan dosis unit. Kriteria obat yang diproduksi meliputi: - Sediaan farmasi dengan formula khusus - Sediaan farmasi dengan harga murah - Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil - Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran - Sediaan farmasi untuk penelitian - Sediaan nutrisi parenteral - Rekonstruksi sediaan obat kanker Dalam pelaksanaan seluruh proses produksi, IFRS perlu menerapkan standar system mutu ISO 9001 dan dilengkapi dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik.(CPOB).

Peralatan yang sesuai dan terpelihara secara baik Pemilihan perlatan pembersih yang tepat dan monitoring berkala Kontrol kualitas bahan baku CPOB dan monitoring berkala Kontrol kualitas sediaan jadi Prosedur tertulis dan dokumentasi Kontrol kualitas pengemasan Tenaga terlatih yang mengenakan pakaian pelindung yang sesuai Gambar 1. Faktor yang berkaitan dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik A. Produksi Steril Produksi steril adalah penyediaan seluruh obat steril bagi pasien yang bersifat individual. produksi steril terbagi menjadi produksi steril dan aseptic dispensing. Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat yang steril dan dilakukan di dalam ruangan steril. Aseptic dispensing adalah teknik aseptik yang dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas kontaminasi. Kegiatan produksi obat steril yang dilakukan Sub Instalasi Produksi Farmasi adalah pembuatan nutrisi parenteral, IV admixture atau pencampuran obat-obat suntik, dan rekonstitusi sediaan berbahaya. Tujuan dari produksi steril adalah mendapatkan dosis yang tepat dan aman; 2) menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan, baik secara oral, maupun enteral; 3) menyediakan obat kanker secara efektif, efisien, dan bermutu; dan 4) menurunkan biaya pengobatan. 1. Produksi sediaan nutrisi parenteral

Nutrisi parenteral adalah nutrisi steril yang diberikan kepada pasien secara intravena. Produksi sediaan nutrisi parenteral merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai status nutrisi dan kondisi medis pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar, dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi sediaan nutrisi parenteral, yaitu: a. Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan b. Mengemas sediaan ke dalam kantong khusus untuk nutrisi Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam produksi sediaan nutrisi parenteral adalah: a. tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi untuk memformulasikan nutrisi yang dibutuhkan b. Produksi dilakukan di ruangan khusus/ Clean room (Lampiran 1, Gambar 6) di dalam kabinet laminar/ Laminar Air Flow Cabinet (Gambar 2) c. Sediaan dikemas dalam kantong khusus untuk nutrisi parenteral (Gambar 3) 2. Pencampuran obat suntik (IV admixture) Pencampuran obat suntik yaitu mencampurkan obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah dan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan dalam pencampuran obat suntik adalah: a. Pelarutan serbuk steril b. Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal) Contoh : memindahkan obat dari vial ke dalam syringe atau kantong infus. c. Menyiapkan suntikan IV kompleks Contoh : akhir steril. memindahkan obat yang sama dari beberapa vial ke dalam wadah d. Mengemas menjadi sediaan siap pakai Contoh : pencampuran komponen nutrisi parenteral Proses pencampuran obat suntik harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Ruangan produksi merupakan ruangan ISO Class 7 (Tabel 1)

b. Proses produksi dilakukan di meja kerja kabinet laminar (laminar airflow workbench / LAFW) dengan klasifikasi ISO Class 5 c. Ruangan produksi memiliki tekanan positif dilengkapi dengan HEPA filter (Gambar 4) d. Akses terbatas 3. Rekonstitusi sediaan farmasi berbahaya Produksi sediaan farmasi berbahaya merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai oleh pasien yang dilakukan oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian keamanan terhadap lingkungan, petugas, maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Sediaan yang termasuk dalam sediaan farmasi berbahaya adalah obat-obat kanker, seperti agen neoplastik, sitostatika; dan radiofarmaka. Kegiatan yang dilakukan dalam rekonstitusi sediaan farmasi berbahaya adalah: a. Melakukan perhitungan dosis secara akurat b. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai c. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan d. Mengemas dalam kemasan tertentu e. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses rekonstitusi sediaan farmasi berbahaya: a. Operator harus mengenakan sarung tangan kemoterapi dan pakaian yang sesuai selama penerimaan, distribusi, penyimpanan, investarisasi, persiapan untuk administrasi, dan pembuangan limbah (Gambar 5). b. Ruangan produksi dan penyimpanan harus bertekanan negatif dan buffer area ISO Class 7 atau lebih. Ruang penyimpanan terpisah dengan ruang produksi dan area lain. c. Produksi dilakukan dalam LAC dengan klasifikasi ISO Class 5 atau Compounding Aseptic Containment Isolator (CACI).

B. Produksi Non Steril Sub instalasi produksi farmasi mebuat perencanaan produksi obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam kegiatan harian. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran, dan pengemasan kembali. a. Pembuatan Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa kembali. Setelah selesai pengemasan, maka operator harus mengisi lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volum dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan. b. Pengenceran Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol 95%. c. Pengemasan kembali Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil.

Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat dicatat dalam kartu sediaan. Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak ada dalam rencana produksi. Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan sitostatika. Obta-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus. DAFTAR PUSTAKA American Society of Health-System Pharmacists. Baxter. (2008). The ASHP Discussion Guide on USP Chapter <797> for Compounding Sterile Preparations. 8 September 2010. http://www.ashp.org/s_ashp/docs/files/discguide797-2008.pdf. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan alat Kesehatan. (2004). Standar Pelayanan di Rumah Sakit: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Roger McFadden. (n.d.). Basic Introduction to Clean Rooms. Coastwide Laboratories, Staples. 8 September 2010. http://www.coastwidelabs.com/technical%20articles/cleaning%20the %20Cleanroom.htm.

Siregar,Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran AGC. hal. 347-348 Stone, Patricia. Curtis, Stephen J. (1995). Pharmacy Practice (second edition). London: Farrand Press. hal. 132-139. (n.d.). Amiparen. 8 September 2010. http://www.otsuka.co.id/?content=product_detail&id=30&lang=id (n.d.) Cleanroom Garments. Cole-Parmer Technical Library. 8 September 2010. http://www.coleparmer.com/techinfo/techinfo.asp? htmlfile=cleanroomgarments.htm&id=63. (n.d.) Welcome to SRPREFABS Cleaning room equipments. 8 September 2010. http://www.srprefabs.com/biolo.html (n.d.). 8 September 2010 http://www.answers.com/topic/hepa GAMBAR

A. front opening B. sash C. exhaust HEPA D. exhaust plenum Gambar 2. Vertical Laminar Air Flow Cabinet (kiri) dan prinsip kerjanya (kanan) Gambar 3. Kemasan sediaan nutrisi parenteral

Gambar 4. HEPA Filter Gambar 5. Pakaian khusus produksi steril

LAMPIRAN Lampiran 1. Ruangan khusus produksi sediaan steril (cleanroom) Cleanroom merupakan tempat atau ruangan produksi produk yang terkendali. Konsentrasi partikel di udara di ruangan ini diatur dalam batas tertentu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi yang dapat diakibatkan oleh faktor manusia, proses, fasilitas, dan peralatan. Kontaminasi di ruangan ini juga dikendalikan dengan melakukan pengawasan terhadap suhu, kelembaban, dan tekanan. Dalam ruang khusus produksi sediaan steril terdapat beberapa sarana antara lain termometer ruangan, barometer, pengatur kecepatan aliran udara, dan penghitung jumlah partikel. Cleanroom didesain untuk mendapatkan dan mempertahankan aliran udara secara paralel dan kecepatannya seragam di dalam area yang terbatas (aliran laminar). Hal ini dilakukan untuk mengurangi turbulensi udara yang dapat mengakibatkan perpindahan partikel. Denah dari cleanroom dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gambar 6. Denah cleanroom

Cleanroom dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan ISO 14644-1. Pembagian ini didasarkan pada banyak jumlah partikel di udara yang berada di dalam ruangan tersebut. Tabel 1. Klasifikasi dan persyaratan cleanroom menurut ISO 14644-1 Kelas Jumlah maksimum partikel/ m 2 Penamaan FEDSTD 209 ISO 1 10 2 ISO 2 100 24 10 4 ISO 3 1000 237 102 35 8 Class 1 ISO 4 10000 2370 1020 352 83 Class 10 ISO 5 100000 23700 10200 3520 832 29 Class 100 ISO 6 1000000 237000 102000 35200 8320 293 Class 1000 ISO 7 352000 83200 2930 Class 10000 ISO 8 3520000 832000 29300 Class 100000 ISO 9 35200000 8320000 293000 Room air Cleanroom dilengkapi dengan filter yang disebut High Efficiency Particulate Air Filter (HEPA). Filter ini menyaring partikel dengan ukuran 0,3 µm dengan efisiensi 99,97%.