Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP)

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

Tujuan Khusus. Tujuan Umum

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

Gambar Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak. terikat titik tetap P 3 P 2 P 5 P 6 P 7

c. 2 cara yang digunkan untuk memindahkan titik dari permukaan tanah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat

PERBANDINGAN NILAI KOORDINAT DAN ELEVASI ANTAR MODEL STEREO PADA FOTO UDARA HASIL TRIANGULASI UDARA

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

Contohnya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

Can be accessed on:

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

Transformasi Geometri Sederhana

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Pengantar Surveying kelas Teknik Sipil

ARTI POSISI HORISONTAL TITIK

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

MAKALAH SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT 2 DIMENSI DISUSUN OLEH : HERA RATNAWATI 16/395027/TK/44319

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

STEREOSKOPIS PARALAKS

Transformasi Datum dan Koordinat

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

MIKHO HENRI DARMAWAN Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT

ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON DENGAN POWERSET SERI SET1010

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB 4 ANALISIS. Tabel 4.1 Offset GPS-Kamera dalam Sistem Koordinat Kamera

BAB V TRANSFORMASI 2D

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR

HITUNGAN KOORDINAT, AZIMUTH/ARAH DAN JARAK

Transformasi Geometri Sederhana. Farah Zakiyah Rahmanti 2014

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

LATIHAN SOAL ILMU UKUR TAMBANG. Oleh: YULI KUSUMAWATI, S.T., M.T.

PENGENALAN MATA KULIAH SURVEY DIGITAL

MODUL AJAR PRAKTIKUM POLIGON & TACHIMETRI DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud yaitu:

BAB X PENGUKURAN DAN PEMETAAN HUTAN

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MS.,MT.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

TUJUAN : INFASTRUKTUR : JARINGAN JALAN JARINGAN IRIGASI JARINGAN RAWA PEMUKIMAN

I. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Kesalahan Sistematis ( Systhematical error ) Kesalahan acak ( Random error ) Kesalahan besar ( Blunder )

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

1.3 PENGUKURAN SUDUT. Program D3/D4 Teknik Sipil ITS ILMU UKUR TANAH 1

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

SURVEI DAN PEMETAAAN HUTAN KULIAH 3 - PENGUKURAN

BAB VIII PENGUKURAN DAN PEMETAAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

Metode Ilmu Ukur Tanah

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB 2 STUDI REFERENSI

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

Bab III KAJIAN TEKNIS

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

Transkripsi:

3. Metode Titik Kontrol Horisontal Dalam pekerjaan survei hidrografi di lapangan, survei topografi juga perlu dilakukan untuk menentukan kerangka kawasan pantai secara geografis. Dimana survey topografi ini dimulai sebelum melakukan survei hidrografi di laut. Tujuan utama adanya survey topografi ini adalah untuk menentukan koordinat titik kontrol di darat yang biasanya dilakukan dengan survei geodetik. Titik-titik yang telah disurvei dan dibentuk menjadi jaring kontrol dianggap sebagai titik kontrol utama yang kemudian digunakan sebagai referensi atau datum. Penentuan posisi titik kontrol horizontal dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya : a. metode survei klasik (berdasarkan pengamatan astronomis dan pengamatan sudut dan jarak) b. metode survei gabungan c. metode survei fotogrammetri Ketiga metode tersebut akan dibahas lebih lanjut pada subbab ini 3.1. Metode Survei Klasik 3.1.1. Triangulasi Pada dasarnya pengukuran triangulasi dilakukan dengan pengukuran sudut yang membentuk jaring-jaring segitiga dimana setiap jaring segitiga paling tidak memilki satu sisi common side. Dalam perkembangannya metode dibuat dengan membentuk jaring berupa segitiga-segitiga yang saling berurutan seperti yang terlihat pada gambar berikut Gambar. Jaring Triangulasi Metode pengukuran menggunakan jaring triangulasi biasanya digunakan untuk prnrntuan titik kontrol horizontal dengan area over long distance. Tahapan pengukuran yang dilakukan adalah dengan mengukur semua sudut-sudut pada jaring triangulasi dengan salah satu sisinya digunakan sebagai baseline. Sebagai contoh pada gambar di

bawah ini, pengukuran yang dilakukan adalah dengan mengukur sudut 1, 1, 1 sebagai sebagai jaring segitiga ABC kemudian pengukuran sudut 2, 2, 2 sebagai jaring segitiga ABD dan seterusnya. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk menentukan koordinat titik kontrol A,B,C,D,E, dan F. Setiap segitiga pada masingmasing jaring triangulasi juga perlu untuk dilakukan koreksi sudut untuk mengetahui kesalahan pengukuran sehingga dapat diketahui pula toleransi dan tingkat presisi dari pengukuran tersebut. Gambar. Pengukuran Metode Triangulasi Selain dilakukan perhitungan kesalahan dan toleransi, pada pengukuran triangulasi ini juga perlu dilakukan perhitungan perataan jaring triangulasi dengan metode least quares untuk memberikan koreksi dan meminimalkan kesalahan pada pengukuran. 3.1.2. Trilaterasi Metode trilaterasi pada dasarnya hampir sama dengan metode triangulasi dimana penentuan koordinat untuk masing-masing titik kontrol dilakukan berdasarkan perhitungan dari titik kontrol yang saling berhubungan dan membentuk jaring-jaring segitiga dengan diketahui salah satu baseline / common side namun yang diukur bukan sudut melainkan jarak antar masing-masing titik kontrol. Untuk memastikan hasil pengukuran dengan metode triaterasi ini dapat dilakukan dengan memeriksa jaringjaring segitiga yang berdekatan setelah menghitung sudut dari sisi-sisi yang diukur. Sama dengan pengukuran triangulasi pada pengukuran trilaterasi ini juga perlu dilakukan perhitungan perataan jaring-jaring titik kontrol.

Gambar. Contoh Jaring Trilaterasi 3.2. Metode Survei Gabungan Metode survey gabungan ini merupakan kombinasi dari pengukuran sudut (triangulasi), dan pengukuran jarak (trilaterasi) dimana kedua metode tersebut memiliki tingkat bobot yang berbeda. Masing-masing bobot untuk kedua pengukuran dihitung dari satu per proporsional variance dari pengukuran. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan pada survei gabungan yang akan dijelaskan pada sub bab ini. 3.2.1. Poligon Metode polygon dilakukan dengan mengukur sudut dan jarak dari antar titik-titik kontrol yang membentuk jaring berbentuk poligon. Sebaiknya titik-titik kontrol pengukuran dengan metode polygon ini dapat dijangkau dan dapat saling terlihat antar titik-titik yang berdekatan. Pada metode polygon ini dapat berupa poligo terbuka maupun polygon tertutup. Biasanya pengukuran dilakukan searah jarum jam. Koreksi yang dilakukan berdasarkan koreksi sudut dan jarak dengan ketelitian tertentu. 3.2.2. Iso-Determined Iso-determined atau polygon terbuka tidak terikat sempurna merupakan salah satu bentuk polygon terbuka dimana jumlah pengukuran sama dengan jumlah titik yang tidak diketahui. Jika n adalah jumlah yang akan dicari koordinatnya maka jumlah pengukuran yang dilakukan (m) sama dengan 2n 3 atau : m = 2n 3

Gambar. Poligon Terbuka Tidak Terikat Sempurna Tahapan perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Menghitung azimuth masing-masing arah dari titik-titik kontrol dimana azimuth AB sudah diketahui sehingga menghitung azimuth BC dengan rumus : BC = AB + 180 + 2 360 b. Menghitung final coordinate dengan asumsi XA = 0 dan YA = 0 maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : XB = XA + dab. Sin AB ; XC = XB + dbc. Sin (BC) YB = YA + dab. Cos AB ; YC = YB + dbc. Cos (BC) Hal penting yang perlu ditekankan adalah jumlah pengukuran yang dilakukan (sudut 1 2 dan jarak AB,BC, dan CD sama dengan jumlah koordinat yang dicari. 3.2.3. Over-Determined Over-determined atau polygon terbuka terikat sempurna memiliki ciri koordinat titik kontrol awal dan titik kontrol akhir diketahui dapat dilihat seperti gambar di bawah ini

Gambar. Poligon Terbuka Terikat Sempurna Tahap perhitungan yang dilakukan akan dijelaskan sebagai berikut : a. Menghitung azimuth masing-masing titik kontrol dengan rumus : PA = arc tan XA XP YA YP ; Untuk unadjusted azimuth DQ /(DQ) rumusnya : DQ = CD + 4 ± 180 XQ XD DQ = arc tan YQ YD b. Melakukan pengecekan terhadap azimuth DQ dapat dilakukan dengan kondisi ideal: DQ DQ = 0 Rumus tersebut untuk melakukan pengecekan, dan kemungkinan besar tidak sama dengan nol karena itu pengecekan ini dilakukan untuk mengetahui kesalahan penutup sudut (Δ ) sehingga rumusnya menjadi : DQ DQ = Δ dimana Δ lebih kecil dari toleransi sudut. c. Menghitung hasil perataan azimuth dengan rumus : AB = AB u BC BC 2u CD = CD 3 u DQ = DQ 4 u Dimana u merupakan unitary error of closing.

d. Menghitung kesalahan linear penutup absis dan kesalahan linear penutup ordinat dengan rumus : ΔX = Σx (XD XA) ΔY = Σy (YD YA) Sehingga ΔL : ΔL = ΔX 2 + ΔY² e. Menghitung partially adjusted coordinates : X 2 1 = X 2 1 Ux ; Y 2 1 = Y 2 1 Uy X 3 2 = X 3 2 Ux ; Y 3 2 = Y 3 2 Uy X 4 3 = X 4 3 Ux ; Y 4 3 = Y 4 3 Uy Dimana Ux dan Uy adalah nilai dari unitary linear errors of closing f. Menghitung koordinat fix titik-titik kontrol dengan rumus : XB = XA + XB A ; YB = YA + YB (A) dimana XB A = dab. Sin AB ; YB (A) = dab. Cos AB 3.2.4. Not Oriented Closed Traverse Gambar. Poligon Tertutup Tahapan Perhitungan yang dilakukan akan dijelaskan sebagai berikut : a. Menghitung kesalahan penutup sudut (Δ ) dengan n sudut yang diukur dan Σ merupakan jumlah total sudut dalam yang diukur dengan rumus : Δ = Σ (n 2). 180

b. Menghitung Azimuth c. Menghitung unadjusted partial coordinates d. Menghitung kesalahan absis (ΔX) dan kesalahan ordinat (ΔY) yang kemudian digunakan untuk menghitung ΔL dimana : ΔL = ΔX 2 + ΔY² e. Menghitung koordiat fix dari masing-masing titik sama seperti rumus umum menghitung koordinat. 3.3. Metode Survei Fotogrammetri Metode fotogrametri biasanya digunakan untuk survey dengan objek yang memiliki cakupan area yang luas. Dalam survey fotogrammetri ada tiga hal yang saling berkaitan yaitu : a. Koordinat tiga dimensi (X,Y,Z) dari objek b. Posisi horizontal (x,y) pada objek foto udara c. Keseluruhan parameter-parameter orientasi yang digunakan untuk menentukan posisi kamera pada saat dilakukan pemotretan. Secara umum tahapan yang dilakukan pertama adalah dengan mengetahui koordinat tanah yang sebenarnya (real coordinates) dan koordinat horizontal titik-titik yang diketahui pada foto udara. Selanjutnya dari hasil tersebut dapat dihitung parameterparameter orientasi. Setelah menghitung parameter dapat dilakukan tahapan restitusi foto udara yang memungkinkan kita untuk mengetahui semua koordinat horizontal objek pada foto udara. 3.3.1. Aerophotogrammetry Prinsip dasarnya sama dengan fotogrametri pada umumnya. Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan topographical charts dengan cakupan area yang luas dimana apabila dilakukan dengan cara konvensional membutuhkan waktu selama beberapa tahun. Foto udara yang dihasilkan dari survey fotogrammetri ini untuk selanjutnya digunakan untuk menghitung koordinat titik-titik kontrol dengan syarat overlap foto udara minimal 60 %. Syarat tersebut merupakan syarat utama dalam melakukan restitusi foto udara. Berdasarkan perkembangannya terdapat tiga jenis restitusi foto udara yaitu : a. Restitusi fotogrametrik

Melakukan rekonstruksi secara dimensional dengan menggunakan alat stereoscope dimana restitusi ini mengandalkan kemampuan pengelihatan secara visual antara dua foto yang bertampalan. Hasil dari restitusi ini adalah memodelkan (stereo model) dari hasil penglihatan stereoscopic. b. Restitusi analog Restitusi analog merupakan ground model untuk melakukan rekonstruksi secara optic-mechanic dari hasil survei fotogrammetri. Proses yang dilakukan pada restitusi analog adalah dengan mengetahui dan menghitung parameter-parameter orientasi yang dibutuhkan dalam proses restitusi foto udara. Parameter-parameter tersebut adalah parameter orientasi dalam (interior orientation) dan parameter orientasi luar (exterior orientation) : Parameter orientasi dalam merupakan faktor-faktor interior berdasarkan pada faktor-faktor rekonstruksi berkas sinar dari kamera seperti focus kamera terkalibrasi, principal point terkalibrasi, nodal point dimana keseluruhan faktor orientasi dalam tersebut merupakan faktor-faktor yang berasal dari kamera yang digunakan. Parameter orientasi luar merupakan faktor-faktor exterior yang berkaitan dengan spatial position yang terdiri dari 12 parameter yaitu 6 parameter orientasi relatif dan 6 parameter orientasi absolut dimana keduabelas parameter tersebut terdiri dari tiga koordinat relative serta tiga parameter orientasi dari foto udara stereomodel sedangkan 6 parameter orientasi absolute adalah mendefinisikan posisi dari hasil orientasi relative ke dalam sistem koordinat yang bereferensi enam parameter tersebut adalah koordinat X, Y, Z dan 3 parameter rotasi ω,θ,κ omega, phi, kappa yang merupakan faktor rotasi terhadap sumbu x, sumbu y, dan sumbu z. Gambar. Parameter Orientasi pada Restitusi Analog

c. Restitusi analyctical Pada prinsipnya sama dengan restitusi fotogrametrik dan restitusi analog perbedaanya terletak pada proses perhitungannya karena metode restitusi secara analitik ini komputasi atau proses perhitungannya dilakukan secara automatic calculation. 3.3.2. Fotogrametri digital Metode fotogrametri tradisional pada dasarnya menggunakan gabungan prinsip stereoscopic baik itu dengan metode analog maupun analyctical. Dimana proses restitusi dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengelihatan secara stereoskopik dan bantuan perhitungan secara analyctical. Pada metode fotogrametri digital semua proses dikerjakan secara digital baik input data, proses perhitungan sampai dengan tahapan output dilakukan dengan secara digital. 3.3.3. Aerial Triangulation Metode triangulasi udara dilakukan untuk menentukan koordinat titik-titik kontrol dengan membuat independent model. Dimana independent model tersebutmerupakan orientasi relative dari masing-masing model (2 foto udara yang bertampalan) saling berhubungan (tie points) dengan hasil berupa single blocks. 4. Metode Titik Kontrol Vertikal 4.1. Metode Geometric Leveling Prinsipnya merupakan pengukuran terhadap perbedaan tinggi orthometric (geoid elevations) diantara kedua titik yang diukur atau diukur berdasarkan perbedaan ketinggian. Tujuan utama dari metode ini adalah menghitung perbedaan ketinggian antara titik-titik kontrol. Pengukuran jarak secara langsung juga dilakukan dalam metode ini Gambar. Pengukuran Levelling

Sumber kesalahan pada metode ini berasal dari kelahan kolimasi dan kesalahan pembacaan benang pada rambu ukur. Prinsip perhitungannya sama dengan perhitungan kerangka kontrol vertical dimana bentuk kerangkanya berupa polygon. Metode geometric leveling merupakan metode yang umum digunakan dalam metode levelling. 4.2. Metode Trigonometri Levelling Metode ini pada dasarnya menggunakan pengukuran sudut zenith dengan menggunakan theodolit. Biasanya digunakan untuk penentuan posisi ketinggian dalam metode triangulasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung perbedaan tinggi (ΔAB) antar dua titik adalah sebagai berikut : ΔAB = d. cot A + h l Dimana : d = jarak horizontal antara titik A dan B A = sudut zenith yang diukur dari titik A ke titik B h = tinggi alat dari permukaan tanah l = tinggi dari target B dari permukaan yang diukur dari theodolit Gambar. Metode Trigonometri Levelling Ada beberapa metode koreksi pada trigonometri leveling ini diantaranya koreksi sphericity, koreksi refraksi, koreksi elevasi. 4.3. Metode Altimetri dengan GPS (Metode Kontrol Vertikal GNSS) Penentuan posisi relative dengan menggunakan GPS menghasilkan koordinat geosentris berupa koordinat XYZ berdasarkan referensi ellipsoid WGS 84. Dalam kaidah kartografi tinggi orthometric (H) merupakan elevasi yang diukur dari referensi geoid sedangkan dengan GPS elevasi yang diperoleh bereferensi ellipsoid. Oleh karena itu

perlu untuk mengetahui perbedaan ketinggian antar keduanya atau undulasi dari geoid (N). Dari perbedaan referensi tersebut perlu dilakaukan transformasi locating of the geoid dimana : δn = N WGS84 N localgeoid Dengan ketentuan N WGS84 = h H