BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

dokumen-dokumen yang mirip
PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

KONSEKUENSI YURIDIS PERJANJIAN BERBAHASA ASING DAN DAMPAKNYA BAGI PERKEMBANGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

PENYALAHGUNAAN KEADAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang terjadinya perkara perdata No. 38/Pdt.G/2012/PN.PBR diawali Ny Ernawati

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM


BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Teknik Perancangan Perjanjian - Studi Kasus Perjanjian Jual Beli Saham

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam meminjam/loan agreement antara PT Bangun Karya Pratama (PT. BKP) sebagai penggugat dengan Nine AM Ltd sebagai tergugat. PT. BKP adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia yang memiliki kegiatan usaha pokok dalam bidang penyewaan/rental alat-alat berat, sedangkan Nine AM Ltd adalah suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Amerika Serikat, di negara bagian Texas. Perjanjian pinjam meminjam antara penggugat dan tergugat dibuat pada tanggal 23 April 2010 yang berisi penggugat memperoleh pinjaman dari tergugat sebesar US 4.442.000 (empat juga empat ratus dua puluh dua ribu Dollar Amerika Serikat). Jaminan atas perjanjian tersebut dibuat dengan Akta Perjanjian Jaminan Fidusia atas obyek jaminan berupa 6 Unit Truck Caterpillar Model 775F Off Highway. Pelunasan atau pembayaran kembali dilakukan dengan cara mengangsur yaitu selama empat puluh delapan (48) bulan dengan angsuran bulanan sebesar US 148.500 (seratus empat puluh delapan ribu lima ratus dollar) per bulan dan memiliki bunga akhir sebesar US 1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu dollar Amerika Serikat). 1

Pada awalnya PT. BKP melakukan pembayaran angsuran dengan lancar yaitu antara bulan April 2010 sampai September 2011 namun setelah bulan September 2011, PT. BKP tidak membayar lagi angsurannya. Nine AM Ltd kemudian meminta agar PT. BKP memenuhi kewajibannya. Nine AM Ltd juga telah memberikan surat peringatan kepada PT. BKP tertanggal 10 Juli 2012 namun PT. BKP tetap tidak memenuhi kewajiban membayar angsuran. Melihat tidak adanya itikad baik dari pihak PT. BKP maka Nine AM Ltd berencana mengajukan gugatan wanprestasi. PT. BKP melihat kemungkinan akan adanya gugatan pihak Nine AM Ltd, maka sebelum digugat oleh pihak Nine AM Ltd, pihak PT. BKP mengajukan gugatan terlebih dahulu kepada Nine AM Ltd tertanggal 30 Agustus 2012. PT. BKP mendalilkan gugatannya beberapa hal yaitu: (1) Perjanjian pinjam meminjam tersebut tidak memenuhi syarat formil yang diwajibkan oleh Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Selanjutnya disebut UU No. 24 Tahun 2009); (2) Isi dari perjanjian pinjam meminjam tersebut bertentangan Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata; (3) Tergugat sebagai perusahaan asing telah bertindak sebagai suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan atau rental alat-alat berat yang menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (selanjutnya disebut Perpres No. 36 Tahun 2010) jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 2

Menurut dalil bantahan dari pihak tergugat (Nine AM Ltd), justru yang cidera janji terlebih dahulu dalam perjanjian pinjam meminjam adalah dari pihak penggugat (PT. BKP) yang tidak membayar angsuran bulanan dan telah ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat peringatan pada tanggal 10 Juli 2012 kepada PT. BKP yang pada intinya peringatan untuk segera melaksanakan kewajiban pembayaran angsuran hutang. Tergugat mendalilkan bahwa Penggugat telah terbukti melakukan wanprestasi. Oleh sebab itu, penggugat sama sekali tidak mempunyai hak dan dasar hukum untuk mengajukan gugatan di pengadilan. Dari poin-poin yang disampaikan penggugat di atas, hakim akhirnya menyimpulkan dalam putusannya bahwa perjanjian pinjam meminjam antara penggugat dengan tergugat adalah batal demi hukum karena alasan bahasa yang dibuat dalam perjanjian tersebut menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris) saja dan tidak ada terjemahannya. Perjanjian tersebut dinilai hakim telah melanggar Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009. 1 hakim juga menilai bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat tanpa sebab yang halal yang melanggar ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata 2 jo. Pasal 1337 KUHPerdata. 3 Sebenarnya UU No. 24 Tahun 2009 memberikan kebebasan memilih bahasa yang digunakan dalam perjanjian, bahasa yang digunakan dalam perjanjian dapat menggunakan bahasa asing dengan syarat bahasa asing tersebut harus 1 2 3 Pasal 31 UU No. 24 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam Nota Kesepahaman atau Perjanjian yang melibatkan Negara, Instansi Pemerintah Republik Indonesia, Lembaga Swasta Indonesia atau Perseorangan Warga Negara Indonesia. Pasal 1335 KUHPerdata menyebutkan bahwa Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum. 3

diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia. 4 Artinya UU No. 24 Tahun 2009 memberikan kedudukan yang setara antara bahasa asing dengan bahasa Indonesia. Kasus tersebut dibawa ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hasilnya hakim Pengadilan Tinggi Jakarta 5 menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Gagal di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak membuat Nine AM Ltd berputus asa yang ditindaklanjuti dengan mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung yaitu kasasi, akan tetapi Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 48/PDT/2014/PT.DKI tertanggal 7 Mei 2014 atau dengan kata lain, permohonan kasasi yang dilakukan oleh pihak Nine AM Ltd tidak dikabulkan oleh hakim Mahkamah Agung. 6 Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mencari tahu alasan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memutuskan kasus tersebut dan apakah alasan yang digunakan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut telah sesuai dengan teori, asas, ataupun doktrin hukum. Berkaitan dengan dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2009 khususnya pasal 31 ayat (1), maka ada satu profesi yang erat kaitannya dengan membuat surat-surat perjanjian yaitu notaris. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 7 Definisi notaris tersebut sedikit berubah di dalam 4 5 6 7 Pasal 31 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing juga ditulis dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 48/PDT/2014/PT.DKI tertanggal 7 Mei 2014. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 601 K/PDT/2015 tertanggal 31 Agustus 2015. Pasal 1 angka 1 UUJN. 4

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris di dalam UUJN(P) disebutkan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam definisi notaris di atas diantaranya berwenang untuk: 8 1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi); 2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmeking); 3. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir); 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. Membuat akta risalah lelang. Dari kewenangan-kewenangan di atas yang ada kaitannya dengan penelitian ini adalah kewenangan legalisasi dan waarmeking. Ada empat alasan mengapa legalisasi dan waarmeking menjadi obyek penelitian ini yaitu: 1. Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009 tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam nota kesepahaman atau perjanjian berlaku kepada setiap warga negara Indonesia, lembaga pemerintahan atau lembaga swasta tanpa memperhatikan sifat atau bentuk nota kesepahaman atau perjanjian yang dimaksud. Artinya surat perjanjian yang dibuat di bawah tangan juga terikat dengan Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009. Surat perjanjian antara PT. BKP dengan Nine AM Ltd juga dibuat di bawah tangan. 2. Kewenangan notaris sepanjang perjanjian yang dibuat para pihak atau surat di bawah tangan yaitu: legalisasi dan waarmeking. 8 Pasal 15 ayat (2) UUJN(P). 5

3. Notaris memang berkewajiban membuat akta dengan bahasa Indonesia, akan tetapi pembahasan mengenai akta notariil atau akta otentik tidak masuk dalam fokus penelitian ini karena ketentuan pembuatan akta notariil mengikuti kaidah UUJN yang sudah pasti setiap notaris mengetahui. 4. Tidak adanya ketentuan resmi di dalam UUJN mengenai pola atau bentuk kalimat legalisasi dan waarmeking, terutama terkait surat di bawah tangan yang dibuat dengan bahasa asing. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan multitafsir dan dapat disalahgunakan apabila ada pihak yang berniat buruk. Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian. Dengan alasan-alasan tersebut, maka penelitian ini berfokus juga pada kewenangan notaris yang berupa legalisasi dan waarmeking. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di atas ada dua pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah pelanggaran terhadap Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan merupakan pelanggaran terhadap causa yang halal? 2. Bagaimana seharusnya notaris menyikapi keberadaan Pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Khususnya Kewenangan legalisasi dan waarmeking atas akta di bawah tangan yang menggunakan bahasa asing? C. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran yang dilakukan peneliti, penelitian hukum ini tidak pernah ada yang meneliti sebelumnya, namun ada beberapa penelitian hukum 6

yang sedikit memiliki kemiripan. Penelitian Pertama, 9 dengan judul Analisis Penerapan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia terhadap Kontrak Internasional yang Berpedoman pada Asas-Asas dalam Hukum Kontrak (Studi Kasus Putusan Perkara No. 451/Pdt.G/2012/Pn.Jkt.Bar). Penelitian tersebut mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak internasional melanggar asasasas hukum kontrak? 2. Apakah dengan menterjemahkan kontrak internasional ke dalam bahasa Indonesia telah memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009? 3. Bagaimana asas kepastian hukum dalam pelaksanaan kontrak internasional pasca pemberlakuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009? Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Halim tersebut berfokus kepada kewajiban penggunaan bahasa Indonesia pada perjanjian apakah tidak melanggar asas-asas dalam hukum kontrak. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu: 1. Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 menjadi ketentuan yang saling mengikat tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Asing sudah sesuai dengan asas hukum 9 Chandra Halim, Analisis Penerapan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia terhadap Kontrak Internasional yang Berpedoman pada Asas-Asas dalam Hukum Kontrak (Studi Kasus Putusan Perkara No. 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar), Tesis, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2015. 7

kontrak dan tidak melanggar asas hukum kontrak untuk diterapkan terhadap kontrak yang menggunakan bahasa asing. 2. Kontrak internasional yang menjadi kontrak pokoknya yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang memenuhi ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. 3. Terhadap asas kepastian hukum menyangkut keabsahan dan pembuktian suatu kontrak, baik kontrak yang otentik ataupun kontrak di bawah tangan yang dibuat setelah UU No. 24 Tahun 2009 diundangkan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapan hukumnya. Penelitian Kedua, 10 dengan judul Analisis Yuridis terhadap Penggunaan Kata dan Bahasa dalam Akta Notaris. Penelitian tersebut mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan ketentuan penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris? 2. Apakah hambatan yang dihadapi notaris dalam penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris? 3. Bagaimanakah penyelesaian yang ditempuh apabila terjadi kesalahan penggunaan kata dan bahasa dalam suatu akta notaris? Fokus penelitian tersebut adalah pada penggunaan kata dan bahasa. Kesimpulan dari penelitian Vidya Nandra Kesuma di atas sebagai berikut: 1. Terdapat kekurangsempurnaan dalam akta notaris dari segi kaidah bahasa Indonesia, kesalahan tulis, dan adanya penafsiran ganda yang dapat 10 Vidya Nandra Kesuma, Analisis Yuridis terhadap Penggunaan Kata dan Bahasa dalam Akta Notaris, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010. 8

menimbulkan akibat hukum. Mengenai penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus. 2. Hambatan yang dihadapi oleh notaris dalam penggunaan kata dan bahasa dapat dibagi menjadi dua. Pertama, hambatan dari notaris sendiri seperti kurang teliti dalam menerapkan penggunaan kata dan bahasa, kelalaian notaris dengan menyerahkan tugas pembuatan akta kepada karyawannya tanpa memeriksa kembali secara teliti, dan perbedaan pemahaman antara notaris dengan kehendak klien. Kedua, hambatan dari masyarakat pengguna jasa notaris yaitu kurang pahamnya masyarakat terhadap kata dan bahasa yang mendeskripsikan perbuatan hukum, adanya penafsiran hukum yang berbeda dari para pihak penghadap yang akan dituangkan dalam akta dan adanya perbedaan maksud/tujuan para pihak penghadap atas pebuatan hukum yang dituangkan dalam akta. Adanya perbedaan suku dan bahasa dari para pihak termasuk notaris juga dapat menyebabkan kesalahan dalam menafsirkan arti dalam akta. 3. Penyelesaian yang ditempuh apabila terjadi kesalahan kata dan bahasa dengan menggunakan lembaga renvooi, ini dilakukan ketika akta belum dikeluarkan salinannya dan belum efektif berlaku, apabila akta telah dikeluarkan salinannya, maka dapat dilakukan dengan membuat perubahan akta maupun membuat akta baru atas permintaan para pihak disertai dengan pembatalan akta. 9

Penelitian Ketiga, 11 dengan judul Cacat Kehendak sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian menurut KUHPerdata dan dalam Praktek. Penelitian tersebut mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perjanjian yang dikatakan mengandung unsur kekhilafan, penipuan, dan paksaan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menuntut pembatalan? 2. Apakah yang menjadi kriteria dalam menentukan telah terjadinya penyalahgunaan keadaan (Undue Influenced Misbruik van Omstandigheden) sehingga suatu perjanjian dapat dimohonkan untuk dibatalkan? Kesimpulan dari penelitian Rasny yaitu: 1. Suatu perjanjian dikatakan mengandung unsur kekhilafan, paksaan dan penipuan apabila mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan kehendak suka rela dan bebas dari salah satu pihak serta dalam kedudukan yang sama dan seimbang. Unsur-unsur tersebut apabila tidak terpenuhi dapat dikualifikasikan adanya cacat kehendak. 2. Kriteria dalam menentukan suatu perjanjian mengandung unsur penyalahgunaan kedaan apabila secara ekonomi dan kejiwaan diantara para pihak tidak seimbang. Keadaan tidak seimbang tersebut mengakibatkan salah satu pihak tidak punya pilihan lain selain menyetujui perjanjian tersebut. Dari ketiga penelitian di atas sangatlah berbeda dengan apa yang akan diteliti, variabel yang digunakan sangatlah berbeda karena fokus peneliti adalah 11 Rasny Resanya Arifuddin, Cacat Kehendak sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian menurut KUHPerdata dan dalam Praktek, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008. 10

mengkaji apakah pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009 melanggar causa yang halal dan bagaimana profesi notaris menyikapi ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009, khususnya dalam melegalisasi atau mewaarmeking akta di bawah tangan yang menggunakan bahasa asing. Dengan berjalannya proses penelitian ini apabila ditemukan kemiripan topik penelitian, maka peneliti akan menempatkan aturan akademik dan mengutip karya tersebut dengan tata cara yang dibenarkan. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritik Penelitian ini difokuskan pada pengkajian tentang apakah perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap causa yang halal dan bagaimanakah implikasinya terhadap kewenangan notaris khususnya terkait legalisasi dan waarmeking. Penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum khususnya ilmu hukum perdata, hukum perjanjian, atau hukum perjanjian internasional karena hasil dari penelitian ini akan memberikan kejelasan tentang penggunaan bahasa dalam suatu perjanjian. 2. Secara Praktik Manfaat yang didapatkan secara praktik adalah untuk mengetahui tata cara membuat perjanjian yang menggunakan bahasa asing secara benar setelah diundangkannya UU No. 24 Tahun 2009. Khususnya bagi profesi notaris, hasil 11

dari penelitian ini bermanfaat dalam melegalisasi atau mewaarmeking surat di bawah tangan. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yaitu: 1. Mengkaji konsekuensi pelanggaran terhadap Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009. 2. Mengkaji implikasi ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009 terhadap notaris khususnya kewenangan legalisasi dan waarmeking atas akta di bawah tangan yang menggunakan bahasa asing. 12