JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF (F.42) gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan

Pendahuluan Masalah kesehatan jiwa sering terabaikan karena dianggap tidak menyebabkan kematian secara langsung. DALY (disability-adjusted adjusted li

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. melebihi jumlah populasi anak yang merupakan kejadian yang pertama kali dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Oleh: Raras Silvia Gama Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup

Latar Belakang Gangguan somatoform merupakan gangguan yang tidak sepenuhnya dijelaskan oleh kondisi medis umum atau gangguan mental lain dan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

Problem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang Lazim di Pelayanan Primer

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

Kesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan. manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA

PENGARUH COG CO NITIV

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi 2013

HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASKA STROKE SKRIPSI

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE

SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain

RESENSI FILM MISS CONGENIALITY

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan penting di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu

PANDUAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS PEKAUMAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan

KEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

MANAJEMEN NYERI. No. Dokumen: Halaman: 1 dari 3. No. Revisi: 00 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Disahkan oleh DIREKTUR UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

Transkripsi:

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2017

LEMBAR PENGESAHAN JUDUL JURNAL : GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun Oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang Diperiksa dan Disetujui Oleh : dr. Rihadini, Sp.KJ Tanggal : Juni 2017 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo 2017

Gangguan Gejala Somatik Dengan dihasilkannya Diagnostic and Statistical Manual Disorders edisi ke-5 (DSM-5), kategori diagnosis yang sebelumnya dikenal sebagai gangguan somatoform sekarang disebut gangguan gejala somatik dan yang terkait. Revisi ini ditujukan untuk meningkatkan relevansi di taraf pelayanan primer. Kriteria utama pada gangguan ini adalah keluhan pasien dengan gejala fisik yang dianggap bukan penyakit psikiatri. Dokter umum sering kali menerima pasien yang memiliki gejala yang sebenarnya tidak memiliki penyebab biologis. Pasien dengan gangguan gejala somatik juga sering dilakukan pemeriksaan yang tidak perlu. Oleh karena itu, penegakkan diagnosis yang akurat sangat dibutuhkan. Alat skrining bermanfaat untuk menentukan adanya gangguan gejala somatik. Hal ini penting bagi dokter sehingga dapat menjadwalkan konseling, membangun hubungan terapeutik yang kuat, mengenali dan menegakkan diagnosis pada pasien, dan membatasi tes diagnostik atau rujukan ke dokter spesialis. Terapi yang sudah terbukti dapat mangatasi gangguan gejala somatik antara lain cognitive behaviour therapy, mindfullness based therapy, dan farmakoterapi. Penggunaan selective selective serotonin reuptake inhibitors atau antidepresan trisiklik efektif digunakan dalam meredakan gejala. Rujukan ke spesialis kesehatan jiwa diperlukan ketika penatalaksanaan oleh dokter umum tidak efektif. Somatisasi muncul apabila stres psikis atau emosional bermanifestasi dalam bentuk gejala fisik yang secara medis tidak dapat dijelaskan. Pasien dengan gejala fisik multipel persisten yang nampaknya tidak memiliki penyebab biologis yang mendasari sering kali ditemukan di pelayanan kesehatan primer. Dalam DSM-5, nomenklatur untuk kategori diagnostik yang sebelumnya dikenal sebagai gangguan somatoform diubah menjadi gangguan gejala somatik dan yang terkait. Tujuan perubahan ini adalah unutuk mendefinisikan gejala tersebut dengan lebih baik sehingga lebih relevan di taraf pelayanan kesehatan primer. Gangguan gejala somatik bisa jadi tidak lebih lemah dari gangguan fisik. Pasien yang mengalami somatisasi dan dokternya tidak menyangka ada gangguan biologis dapat terpapar bahaya dari pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tidak perlu. Sebagian dokter mendapati pasien dengan gangguan gejala somatik dalam keadaan frustrasi. Dokter bisa saja beranggapan pasien tersebut mengalami gangguan fisik, sementara yang lain dapat menuduh pasien mengada-ada gejalanya. Ulasan ini menyediakan saran praktis dalam meningkatkan pengelolaan terhadap pasien-pasien

tersebut. Epidemiologi Prevalensi gangguan gejala somatik pada populasi umum diperkirakan 5-7% sehingga membuat gangguan tersebut salah satu dari keluhan utama di pelayanan kesehatan primer. Diperkirakan 20-25% pasien dengan gejala somatik akut berkembang menjadi penyakit somatik kronis. Gangguan tersebut dapat dimulai pada masa anak-anak, remaja, dan dewasa. Wanita lebih cenderung mengalami gangguan gejala somatik lebih sering dari pada pria dengan perbandingan wanita dan pria 10:1. Etiologi Gejala somatik dapat disebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap sensasi tubuh tertentu, dikombinasikan dengan kecenderungan untuk mengartikan sensasi tersebut sebagai tanda suatu penyakit medis. Etiologi gangguan gejala somatik masih belum jelas. Namun, penelitian telah menemukan faktor risiko gejala somatik kronis dan berat, antara lain kurang kasih saying pada masa kecil, kekerasan seksual, pola hidup berantakan, dan riwayat penggunaan alkohol serta penyalahgunaan zat. Selain itu, gangguan gejala somatik diketahui berkaitan dengan gangguan kepribadian. Stres psikososial dan budaya mempengaruhi bagaimana keluhan pasien kepada dokter. Sebagai contoh, penelitian di pelayanan kesehatan primer menemukan rerata yang lebih tinggi pengangguran dan gangguan fungsi pekerjaan pada pasien somatisasi dibanding pasien nonsomatisasi (29% : 15%, and 55% : 14% secara berurutan). Pasien juga dapat mengalami gejala fisik jika gejala psikiatri dicela seperti pada beberapa budaya.

Diagnosis Gangguan gejala somatik memunculkan permasalahan untuk dokter dan pasien karena gangguan tersebut membuat pasien terpapar risiko dari pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tidak perlu. Keluhan utama dari gangguan ini adalah keluhan pasien terhadap gejala fisik yang dipercaya bukan merupakan gangguan psikiatri. Keluhan tersebut dapat bermanifestasi menjadi satu atau lebih gejala somatik yang menghasilkan pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan terkait gejala tersebut sehingga mengganggu atau menghasilkan distraksi yang bermakna dalam kehidupan

sehari-hari. Salah satu kriteria di bawah ini juga harus muncul: pikiran berlebih mengenai seriusnya gejala yang dialami, tingkat kecemasan yang tinggi, energi berlebihan yang dihabiskan terkait gejala keluhannya. Meskipun gejala somatik tidak selalu harus muncul secara terus menerus, gejala harus persisten (muncul selama lebih dari enam bulan). Dua kata kunci kondisi ini pada DSM-5 adalah nyeri yang predominan dan persisten. Gangguan ini dapat bersifat ringan, sedang, atau berat. Karakteristik subkelas gangguan gejala somatik dideskripsikan pada tabel 2. Diagnosis Banding Diagnosis di bawah ini dapat dipertimbangkan pada pasien yang dicurigai menderita gangguan gejala somatik karena gejala yang muncul dapat menjadi petunjuk gangguan kesehatan jiwa lainnya seperti: depresi, gangguan panik, gangguan kecemasan umum, penyalahgunaan zat, sindrom dari etiologi yang belum

jelas (seperti sindrom nyeri nonkeganasan, sindrom kelelahan kronis), dan kondisi medis nonpsikiatrik. Skrining Patient Health Questionaire-5 (tabel A) merupakan instrumen skrining yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi gangguan gejala somatik secara umum. Namun, telah dikembangkan Somatic Symtom Scale-8 (tabel 3) yang dapat mengukur beban gejala somatik. Sebuah penelitian yang mengukur reliabilitas dan validitas instrumen tersebut menyimpulkan bahwa Somatic Symtom Scale-8 cukup reliable dan menghasilkan pengukuran yang valid dari beban gejala somatik. Instrumen ini divalidasi dengan menggunakan sampe acak yang representatif, melibatkan 2510 orang berusia 14 tahun lebih dengan reliabilitas yang baik. Karena ketumpangtindihan antara gejala depresi dan kecemasan, direkomendasikan bahwa dokter mampu mengenali komorbiditas ini dengan baik. Perlu digarisbawahi bahwa meskipun instrumen skrining berguna sebagai langkah pertama proses penegakkan

diagnosis, kriteria DSM-5 harus terpenuhi untuk mendiagnosis gangguan gejala somatik. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gangguan gejala somatik memerlukan berbagai pendekatan kepada pasien secara individual. Untuk menentukan rencana penatalaksaanaan, dokter harus ingat bahwa faktor psikologis, sosial, badaya dapat mempengaruhi munculnya gejala somatik.

Prinsip penatalaksanaan umum untuk dokter antara lan menjadwalkan kunjungan rutin berjarak singkat supaya dapat menciptakan suatu kesepakatan, memabangun hubungan kolaboratif-terapeutik dengan pasien, mengenali dan menegakkan diagnosis setelah dipastikan pasien tidak mengidap penyakit medis dan psikiatri lainnya, membatasi pemeriksaan diagnostik, meyakinkan pasien bahwa keluhannya bukan merupakan penyakit medis yang serius, mengedukasi pasien bagaimana mengatasi gejala fisik, menyusun tujuan penatalaksanaan dengan fokus pada peningkatan fungsional daripada pengobatan, dan merujuk pasien kepada spesialis kesehatan jiwa bila diperlukan. Pendekatan penatalaksanaan CARE MD (consultation/cognitive behavior therapy, asesmen, kunjungan rutin, empati, tatap muka medis/psikiatri, dan do no harm) dikembangkan untuk membantu dokter bekerja lebih efektif mengelola pasien dengan gangguan gejala somatik (Tabel 4). Terapi yang diberikan oleh dokter spesialis antara lain cognitive behavior therapy dan mindfulness based therapy (tabel 5). Farmakoterapi Medikasi yang digunakan untk mengobati gangguan gejala somatik antara lain antidepresan, antiepilepsi, antipsikotik, dan peroduk suplemen lainnya. Efektivitas obat tersebut sangat terbatas. Systematic review terhadap uji coba terkontrol mendukung penggunaan antidepresan untuk mengobati gangguan gejala somatik. Pada suatu metaanalisis menggunakan 94 penelitian, antidepresan memberikan manfaat lebih dengan pengobatan sebanyak tiga kali. Antidepresan trisiklik memiliki keberhasilan bermakna dan berhubungan dengan efektivitas yang lebih besar daripada selective serotonin reuptake inhibitors. Amitriptylin merupakan jenis obat trisiklik yang paling banyak diteliti dan memberikan manfaat terhadap minimal salah satu dari keluhan: nyeri, kekakuan pada pagi hari, perbaikan secara umum, tidur, kelelahan, tender point score (berdasarkan jumlah dan keparahan tender points), dan gejala fungsional. Dari semua serotonin reuptake inhibitor yang telah diteliti, fluoxetine memberikan manfaat terhadap nyeri,

tatus fungsional, keadaan umum, tidur, kekakuan pada pagi hari, dan tender points. Terdapat sedikit dukungan dalam penggunaan monoamine oxidase inhibitor, brupopion, antiepilepsi, atau antipsikotik pada pengobatan gangguan gejala somatik. Pengobatan tersebut memiliki efek yang berkebalikan yang bermakna dan sebaiknya dihindari. Dua uji coba terkontrol acak, double blind, plasebo meneliti efektivitas dan keamanan St.John wort untuk pengobatan gangguan gejala somatik. Kedua peneltitian tersebut menunjukkan St.John wort mengunggulkan plasebo karena plasebo dapat ditoleransi dan aman.

Prognosis Gangguan gejala somatik secara umum berlangsung kronis dengan gejala kambuhkambuhan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien bisa sembuh. Riwayat alamiah dari gangguan ini memperkirakan hampir 50-70% pasien dengan gejala medis yang tidak dapat dijelaskan menunjukkan peningkatan dimana terdapat

10-30% penyimpangan. Indikator prognosisnya baik yaitu gejala fisik lebih sedikit dan pada dasarnya masih dapat berfungsi. Sebuah hubungan yang kuat dan positif antara dokter dan pasien penting dan harus dibarengi dengan kunjungan rutin dan suportif, menghindari bujukan untuk mengobati atau pemeriksaan apabila intervensi tersebut tidak diperlukan secara jelas.