Suwarso. Kata kunci: unit stok, Selat Makasar, layang, malalugis, pengelolaan, pelagis kecil

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

Sebaran Unit Stok Ikan Layang. Pengelolaan Ikan Pelagis Kecil di Pulau Jawa (Suwarso & A. Zamroni)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN UPAYA DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI SEKITAR LAUT JAWA: KAJIAN PASKA KOLAPS PERIKANAN PUKAT CINCIN BESAR

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sumber daya ikan terubuk (Clupeidae: Tenualosa sp.) di perairan Pantai Pemangkat, Kalimantan Barat

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI TELUK TOMINI: Suatu Pendekatan ke Arah Manajemen yang Bertanggungjawab

Analisis Struktur Populasi Tiga Species Layang..di Laut Jawa dan Sekitar Sulawesi ( Suwarso & A. Zamroni)

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian

4 PERIKANAN PELAGIS KECIL YANG BERBASIS DI PANTAI UTARA JAWA

Gambar 1. Diagram TS

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

PERKEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KECIL HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DAN BAGAN DI PERAIRAN BARAT SUMATERA

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN di PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

PENDUGAAN MUSIM IKAN MALALUGIS BIRU (Decapterus macarellus) DI PERAIRAN SEKITAR LIKUPANG, SULAWESI UTARA.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

INDIKATOR PENYUSUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS KECIL DI LAUT JAWA DAN SEKITARNYA

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Pelagis Kecil

STUDI TENTANG PRODUKTIVITAS BAGAN TANCAP DI PERAIRAN KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN WARDA SUSANIATI L

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2)

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

2. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan oseanik dimana pada bagian timur berhubungan dengan perairan Selat

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

SUMBER DAYA IKAN PELAGIS KECIL DAN DINAMIKA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAUT JAWA DAN SEKITARNYA

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

SARANA PRASARANA PENGOLAHAN YANG DIBANGUN DITJEN P2HP,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

3. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaman jenis dan distribusi stok ikan layang (Decapterus spp.) di perairan Selat Makasar: Kajian terkait pengelolaan perikanan pelagis kecil berbasis stok dan habitat Suwarso Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta Jl. Muara Baru Jujung, Komple Pelabuhan Samudera Nizam Zachman Tlp. (021) 6602044 Fax. (021) 660 5912 Hp. 082-111-098060 Surel: swarsorimf@gmail.com Abstrak Tulisan ini menguraikan kajian tentang keragaman jenis dan distribusi ikan layang (Decapterus spp.) berdasarkan operasional penangkapan, hasil tangkapan pukat cincin serta hasil studi struktur populasi dari tiga spesies layang. Secara umum Selat Makasar terdiri atas dua macam habitat yang berbeda, yaitu perairan dangkal di timur Kalimantan dan laut dalam oseanik di barat Sulawesi. Spesies layang (Decapterus spp.) yang hidup di habitat dangkal ialah D. russelli dan D. macrosoma; sedangkan laut dalam di timur Sulawesi merupakan habitat layang-malalugis (D. macarellus) yang distribusinya luas di sekitar Sulawesi dan Indonesia timur lainnya. Dua spesies layang D. russelli dan D. macrosoma adalah jenis utama hasil tangkapan pukat cincin yang berbasis di Jawa Tengah (Tegal, Pekalongan, dan Juwana). Malalugis (D. macarellus) adalah jenis utama dari hasil tangkapan perikanan skala kecil oleh nelayan Sulawesi. Unit stok yang sama dari D. macarellus diperkirakan tersebar di Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, Teluk Tolo sampai Laut Maluku. Pengelolaan perikanan pelagis kecil di Selat Makasar disarankan dipisahkan menurut habitat (oseanik dan laut dangkal), spesies serta kesamaan unit stok. Karakteristik biologi ketiga jenis layang juga diuraikan. Kata kunci: unit stok, Selat Makasar, layang, malalugis, pengelolaan, pelagis kecil Pendahuluan Ikan layang (Decapterus spp.) adalah komoditas utama ikan pelagis kecil yang dapat ditemukan hampir di setiap wilayah perairan laut Indonesia. Jenis-jenis ikan pelagis seperti layang memiliki kebiasaan beruaya sehingga tersebar sangat luas. Di Selat Makasar jumlahnya sekitar 25% dari seluruh ikan pelagis kecil (Statistik Nasional Perikanan Tangkap 2011) yang potensinya di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 713 (Selat Makasar, Teluk Bone, dan Laut Flores) mencapai 605 ribu ton pertahun (Kep. 45/Men/2011). Dalam perkembangannya ikan layang menjadi target penangkapan dari perikanan pukat cincin (besar dan sedang) yang berbasis di Jawa Tengah (Tegal, Pekalongan, dan Juwana) serta perikanan skala kecil di daratan Sulawesi yang berbatasan dengan Selat Makasar (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah). Bagi perikanan pukat cincin Jawa perairan Selat Makasar merupakan perluasan daerah penangkapan sejak awal tahun 1990 dengan tingkat eksploitasi semakin tinggi seiring dengan peningkatan kapasitas penangkapan dan modernisasi dalam penggunaan alat bantu penangkapan. Dalam kondisi ini mudah dipahami bahwa terjadi tekanan penangkapan yang semakin tinggi pula terhadap stok ikan, sehingga upaya pengelolaan yang benar-benar logis sangat diperlukan, yaitu bertujuan penangkapan yang bertanggung jawab (responsible fishery) untuk memperoleh hasil tangkapan yang optimal secara berkelanjutan. Sejauh 363

Suwarso ini perikanan pelagis di daratan Sulawesi yang mengeksploitasi ikan layang diketahui masih bersifat skala kecil (tradisional) dengan menggunakan pukat cincin mini. Makalah ini membahas tentang keragaman jenis stok layang, distribusi serta indek kelimpahannya berdasarkan data hasil tangkapan pukat cincin Jawa dan Sulawesi, aspek operasional penangkapan dan informasi tentang sruktur populasi. Hasil diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pengelolaan perikanan yang tepat khususnya perikanan pelagis kecil. Bahan dan metode Area studi Selat Makasar, perairan antara P. Kalimantan dan P. Sulawesi, memanjang dalam arah utara-selatan, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan di sebelah selatan dengan Laut Jawa dan Laut Flores. Dinamika oseanografi perairan selain dipengaruhi oleh kondisi lokal (massa air selat, pantai Kalimantan dan Sulawesi), juga dipengaruhi oleh iklim muson (musim) dan dinamika oseanografi di luar selat. Selat Makasar merupakan jalur utama lintasan Arlindo dari massa air Pasifik Utara setelah melewati Laut Sulawesi. Ada dua lapisan massa air di Selat Makasar sehubungan dengan masuknya massa air Pasifik Utara, yakni: 1. Air Subtropik Pasifik Utara (ASPU) yang terdapat pada kedalaman 100-150 m, dan 2. Air Subtropik Ugahari Pasifik Utara (AUPU) yang terdapat pada kedalaman 300-350 m. Sebagai perairan lintasan Arlindo pelapisan massa air ini sangat kuat, terlihat dari terbentuknya lapisan termoklin dan lapisan pegat yang relatif tebal. Lapisan haloklin terbentuk pada kedalaman 0-100 m, pada musim timur biasanya lebih tipis. Wilayah perairan Selat Makassar terdiri atas ekosistem pantai, sebagian oseanik dengan sejumlah spot ekosistem karang (perairan barat Sulawesi), dan sebagian lainnya merupakan perairan dangkal (perairan timur Kalimantan). Ekosistem laut dangkal tersebut dipengaruhi oleh run off air tawar dari sungai-sungai di Kalimantan, sedang di laut dalamnya terdapat Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Massa air laut dalam dari Samudera Pasifik bergerak ke Laut Sulawesi dan masuk ke Selat Makassar (2.540 m) dan Selat Ombai menuju Samudera Hindia. Sebagian massa air bergerak ke Laut Flores dan Laut Banda melalui Timor Trench 3310 m ke Laut Sawu (3.470 m) dan menuju Samudera Hindia. Di Selat Makassar stratifikasi massa air teridentifikasi dengan jelas. Perbedaan salinitas yang tajam antara perairan dangkal di pantai timur Kalimantan dan laut dalam di pantai barat Sulawesi mencirikan perbedaan sub-ekosistem pantai dan oseanik. Gradien salinitas pada arah utara-selatan di Selat Makassar laut dalam dan arah timur-barat di Laut Flores menunjukkan bahwa kedua perairan tersebut merupakan satu subekosistem. Bentuk fisik estuari (finger shape estuary) di pantai timur Kalimantan menunjukkan adanya pengaruh sungai yang lebih dominan terhadap kondisi perairan pantai dibanding pengenceran oleh massa air dari utara. Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi di pantai barat Sulawesi. Perairan Selat Makassar bagian barat sepanjang pantai timur Kalimantan terdapat sumber daya demersal-udang dan ikan pelagis kecil, sedangkan di perairan Selat Makassar barat Sulawesi dengan kondisi perairan yang lebih dalam me- 364

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 miliki sumber daya ikan pelagis besar (tuna, cakalang) dan pelagis kecil (ikan malalugis/d. macarellus). Data yang digunakan Hasil inventarisasi jenis (spesies) dan data/informasi struktur populasi digunakan untuk memperoleh gambaran keragaman stok. Data hasil tangkapan dan aspek operasional penangkapan (lokasi penangkapan dan jumlah hari laut) digunakan untuk menggambarkan distribusi dan kelimpahannya. Spesies ikan layang yang tertangkap diperoleh berdasarkan inventarisasi jenis ikan hasil tangkapan pukat cincin yang dioperasikan di Selat Makasar, yaitu pukat cincin besar/sedang yang berbasis di Jawa Tengah (Tegal, Pekalongan, dan Juwana) dan di daratan Sulawesi (Makasar, Baru, Mamuju, dan Donggala). Hasil tangkapan ikan pelagis oleh pukat cincin Jawa yang mendarat di Pekalongan diperoleh dari hasil pemantauan secara harian oleh PPN Pekalongan, sedang hasil tangkapan pukat cincin mini yang mendarat di Mamuju diperoleh dari catatan buku bakul beberapa pemilik kapal. Dugaan kelimpahan didasarkan pada indek kelimpahan yang berupa hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit of effort/cpue). Informasi lokasi penangkapan diperoleh dari wawancara dengan nahkoda kapal (kapal pukat cincin Jawa) dan posisi GPS (pukat cincin mini Mamuju). Data unit stok diperoleh dari hasil kajian struktur populasi berdasarkan analisis genetik terhadap genom mitochondria (metode RLFP Restriction Fragment Length Polymorphism) yang diperoleh sebelumnya (Suwarso et al. 2010). Analisis Analisis statistik sederhana dan secara grafikal dilakukan untuk menunjukkan kecenderungan variasi/fluktuasi yang terjadi baik secara musiman maupun lokasi. Keragaman genetik diperoleh dari hasil kajian variasi genetik dan struktur populasi dengan menerapkan metode RFLP) terhadap genom DNA mitochondria. Hasil dan pembahasan Hasil Keragaman jenis ikan layang (Decapterus spp.) Inventarisasi pada hasil tangkapan pukat cincin Jawa yang beroperasi di Selat Makasar periode 2004-2007 (ukuran 34-147 GT) menunjukkan terdapat dua spesies ikan layang, yaitu layang biasa (D. russelli) dan layang deles (D. macrosoma); namun pada hasil tangkapan pukat cincin mini Sulawesi jenis malalugis (D. macarellus) menjadi hasil tangkapan utama/ spesies target(gambar 1). Kedua jenis layang D. russelli dan D. macrosoma tersebut adalah jenis utama pada pukat cincin Jawa yang memberi kontribusi sebesar 43% dari total hasil tangkapan di Selat Makasar atau sekitar 10 ribu ton per tahun (2004-2007), sedang di Laut Jawa dan sekitar Kangean jumlahnya bisa lebih besar, masing-masing mencapai 61% dan 71%. Dari jumlah tersebut perosentase D. russelli diperkirakan sekitar 32% dan D. macrosoma sekitar 68% (Gambar 2). 365

Suwarso Gambar 1. Dua spesies layang (D. russelli dan D. macrosoma) hasil tangkapan pukat cincin Jawa di Selat Makasar timur Kalimantan (A), dan layang biru/malalugis (D. macarellus) hasil tangkapan pukat cincin mini di barat Sulawesi (B) B Gambar 2. A: Komposisi jenis ikan layang di Selat Makasar (timur Kalimantan) pada hasil tangkapan pukat cincin Jawa, B: perubahan komposisi jenis ikan layang menurut musim, dan C: perubahan komposisi jenis menurut daerah penangkapan utama. Pada Gambar 2 juga terlihat variasi komposisi jenis layang menurut musim dan daerah penangkapan utama. D. macrosoma lebih dominan sekitar Januari-April dan September-Desember, sedang antara bulan Mei-Agustus jenis D. russelli lebih dominan. Berdasarkan daerah penangkapan ternyata D. russelli ditemukan lebih banyak di perair- C 366

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 an Laut Jawa sebelah barat (pantai utara Jawa Tengah, sekitar Karimunjawa sampai Bawean), sedang di daerah penangkapan sebelah timur termasuk Selat Makasar (perairan sekitar Masalembo, Matasirih, Kangean, dan Selat Makasar) jenis D. macrosoma dijumpai lebih banyak. Hasil tangkapan pukat cincin di Selat Makasar mencapai 29% dari total hasil tangkapan pukat cincin di seluruh daerah penangkapan atau sekitar 5700 ton per tahun (2004-2007). Jenis ikan pelagis lain yang tertangkap antara lain banyar (Rastrelliger kanagurta), siro/sembulak (Amblygaster sirm), tembang/jui (Sardinella gibbosa), selar bentong (Selar crumenophthalmus) dan selar-selaran lainnya (Selaroides leptolepis, Megalaspis cordyla, Alepes djedaba). Sementara itu, jenis layang biru/malalugis (D. macarellus) dominan tertangkap perikanan skala kecil di pantai barat Sulawesi (Donggala, Mamuju, dan Barru) dan Sulawesi Selatan. Pada alat bagan perahu di Barru (Sulawesi Selatan) selain teri (39%) dominasi malalugis mencapai sekitar 32% dari hasil tangkapan; rata-rata hasil tangkapan berkisar antara 325-995 kg per trip. Dari hasil pemantauan terhadap 180 kapal pukat cincin mini asal Mamuju (ukuran antara 4-30 GT) yang beroperasi di perairan barat Mamuju (Selat Makasar barat Sulawesi) selama periode Mei 2011 sampai September 2012, spesies layang yang tertangkap berbeda dengan yang tertangkap pukat cincin Jawa, yaitu berupa layang malalugis (D. macarellus). Jenis layang ini paling dominan dan menjadi target penangkapan. Kontribusinya dalam hasil tangkapan bervariasi musiman tapi secara umum memberi kontribusi sebesar 77% dari seluruh hasil tangkapan (Gambar 3). Jenis lain yang tertangkap adalah ikan siro, banyar, tongkol, dan selar. Hasil tangkapan per unit upaya menunjukkan fluktuasi secara tahunan namun terlihat kecenderungan kenaikan selama tahun 2004-2010 di mana jenis malalugis tampak semakin banyak. Rata-rata hasil tangkapan pada 2004 kira-kira sekitar 730 kg per trip dan terus meningkat mencapai 1785 kg per trip pada 2010. Distribusi dan kelimpahan ikan layang Berdasarkan pemantauan terhadap kapal pukat cincin yang mendarat di Pekalongan melalui pengumpulan informasi para nakhoda kapal, diperoleh informasi lokasi penangkapan ikan layang (D. russelli dan D. macrosoma) di Selat Makasar. Dapat diidentifikasi terdapat empat lokasi penangkapan utama pukat cincin Jawa di perairan Selat Makasar yang semuanya terletak di sebelah selatan Balikpapan dan tenggara Tanah Grogot yang merupakan perairan gosong karang, yaitu sekitar Balag-balagan, Lumulumu, Lari-larian, dan Samber Gelap (A). Lokasi tersebut masih merupakan perairan dangkal. Ke arah barat lokasi penangkapan ikan layang tersebar di perairan Laut Jawa seperti perairan sekitar Matasirih, Masalembu, Bawean, Karimunjawa, dan pantai utara Jawa Tengah. Sebaliknya daerah penangkapan ikan malalugis (D. macarellus) oleh nelayan Sulawesi pada dasarnya tersebar di perairan pantai barat Sulawesi yang kesemuanya adalah perairan laut dalam (oseanik), diantaranya tersebar di sebelah barat Donggala, Mamuju, Pare-pare, Barru, dan Makasar (B). Selain itu daerah penangkapan malalugis tersebar luas di sekitar Sulawesi seperti di Teluk Bone, Teluk Tolo, Teluk Tomini, Laut Flores, dan Laut Sulawesi. Sebaran lokasi penangkapan ikan layang oleh pukat cincin Jawa dan pukat cincin mini Sulawesi tertera pada Gambar 4. Hal ini dipertegas oleh data posisi rumpon (GPS) nelayan Mamuju seperti terlihat pada gambar tersebut. 367

Suwarso Kelimpahan ikan (digambarkan oleh indek kelimpahan atau hasil tangkapan per unit upaya, kg per hari) berfluktuasi secara musiman. Puncak kelimpahan (D. russelli dan D. macrosoma) di Selat Makasar berlangsung antara bulan Agustus sampai November (setelah musim timur), sedang pada musim barat sampai musim timur umumnya lebih rendah (Gambar 5). Pola fluktuasi kelimpahan malalugis (D. macarellus) seperti terlihat pada Gambar 5 menunjukkan puncak kelimpahan sekitar bulan April. Gambar 3. Komposisi hasil tangkapan pukat cincin mini di perairan barat Mamuju, Selat Makasar (2011-2012). Gambar 4. Atas: Sebaran daerah penangkapan perikanan pukat cincin Jawa (A, lingkaran warna merah) dan pukat cincin mini Sulawesi (B, lingkaran warna hitam). Kiri: Posisi rumpon (GPS) nelayan Mamuju di sekitar fishing ground di perairan barat Mamuju, 2009. Keterangan: 1- Balag-balagan; 2- Lumu-lumu, 3- Lari-larian; 4- Samber Gelap. 368

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Gambar 5. Fluktuasi musiman kelimpahan D. russelli dan D. macrosoma oleh pukat cincin Jawa (A), dan ikan malalugis (D. macarellus) oleh pukat cincin mini Mamuju (B). Keragaman genetik Penerapan metode RFLP dalam analisis genetik populasi layang, deles dan malalugis memperlihatkan fragment mtdna ikan layang berukuran 700-975 bp (base pair), pada layang deles dan malalugis masing-masing 1000 bp. Secara umum keragaman genetik (diversitas haplotipe) menunjukkan cukup rendah (tipikal ikan pelagis) namun memperlihatkan frekuensi kemunculan allele bervariasi diantara populasi contoh. Didasarkan atas parameter jarak genetik (D) yang diperoleh dapat disusun dendrogram filogenetik populasi contoh ikan layang (D. russelli), deles (D. macrosoma), dan malalugis (D. macarellus). Dari tujuh populasi contoh D. russelli dapat dipisahkan kedalam dua grup populasi (sub populasi) yang berasal dari dua garis keturunan mtdna (2 clade mtdna), yaitu: group pertama (clade 1) terdiri atas populasi Kendari, Maumere dan Rembang; sedang group kedua (clade 2) terdiri atas populasi Balikpapan. Pada deles (D. macrosoma) dari 6 populasi contoh terpisah kedalam 2 grup populasi (sub populasi): Grup pertama terdiri atas populasi Rembang, Maumere, Donggala dan Tarakan; sedang populasi Kendari memisah sebagai grup kedua (Gambar 6). Ikan malalugis secara umum dapat dipisahkan dalam dua group populasi yang diduga berasal dari dua garis keturunan mtdna. Kedua grup populasi tersebut adalah group pertama (clade 1) terdiri atas populasi Teluk Tolo, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Laut Maluku serta Teluk Tomini dan Selat Makassar; sedangkan grup ke-dua (clade 2) terdiri atas populasi Laut Sulawesi. Kemungkinan grup pertama dapat dipisahkan menjadi dua sub populasi, yaitu sub populasi Teluk Bone-Laut Flores-Teluk Tolo- Laut Banda-Laut Maluku-Teluk Tomini dan sub populasi Selat Makassar. Sub populasi Selat Makassar secara statistik (Fst, analisis berpasangan) dan jarak genetik termasuk dalam populasi grup pertama, akan tetapi terdapat sedikit perbedaan. Populasi Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku, dan Teluk Tomini berasal dari satu unit stok (unit stok sama). Walaupun berasal dari unit stok yang sama, populasi Teluk Tomini sedikit berbeda dengan lima populasi lainnya (Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo dan Laut Maluku) tapi masih mempunyai kekerabatan yang dekat (Gambar 7). 369

Suwarso Gambar 6. Dendrogram filogenetik ikan layang (D. russelli) (kiri) dan layang deles (D. macrosoma) (kanan) dari hasil analisis RFLP mtdna di sekitar Laut Jawa. Keterangan: Layang: Populasi 1 Rembang; 2 Balikpapan; 3 Kendari; 4 Maumere; 5 Fakfak; 6 Aceh Timur; 7 Labuhan. Deles: Populasi 1 - Maumere, 2 - Aceh Timur, 3 - Tarakan, 4 Rembang; 5 Kendari, 6 Donggala. Gambar 7. Dendrogram hubungan kekerabatan (filogeni) dari 8 populasi ikan malalugis (D. macarellus) di sekitar Sulawesi. Pembahasan Pada kenyataannya di Selat Makasar perikanan yang berbeda mengupayakan stok jenis ikan layang yang berbeda pula, termasuk habitat yang berbeda. Perikanan pukat cincin Jawa mengeksploitasi stok layang dari dua spesies, D. russelli dan D. macrosoma, keduanya tersebar dalam habitat yang relatif dangkal di timur Kalimantan. 370

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Perikanan skala kecil nelayan Sulawesi mengeksploitasi jenis D. macarellus yang tersebar dalam habitat laut dalam di barat Sulawesi. Kedua habitat tersebut memiliki karakteristik perairan yang sangat berbeda. perairan dangkal di timur Kalimantan dominan dipengaruhi oleh kondisi daratan Kalimantan (run off, pasang surut, dll) serta berhubungan erat dengan perairan Laut Jawa di sebelah selatan. Perairan laut dalam di barat Sulawesi dipengaruhi oleh kondisi laut di luar selat baik di permukaan sampai di kedalaman seperti arus global arlindo yang melintas di laut dalamnya dari utara ke arah selatan. Sistem angin muson ikut berperan menentukan karakteristik perairan kedua habitat. Inventarisasi jenis pada hasil tangkapan masing-masing menunjukkan bahwa kelimpahan dua jenis layang D. russelli dan D. macrosoma hanya tersebar di laut dangkal ini dan tidak ditemukan di laut dalamnya (barat Sulawesi), persebaran kedua spesies meluas ke arah selatan (Laut Jawa dan sekitar Kangean); sebaliknya malalugis (D. macarellus) hanya tersebar di laut dalam barat Sulawesi dan perairan sekitar Sulawesi lainnya. D. russelli dan D. macrosoma bersifat spesies neritik, sedang D. macarellus adalah ikan oseanik. Selain perbedaan dalam karakteristik biologi masing-masing spesies (dinamika populasi, biologi reproduksi), kajian struktur genetik populasi ke tiga spesies mempertegas pengaruh perbedaan kondisi perairan (habitat). Populasi layang (D. russelli dan D. macrosoma) yang tersebar di laut dangkal timur Kalimantan (Balikpapan) merupakan unit stok (unit biologi, unit managemen) yang sama dengan populasi di Laut Jawa. Terdapat indikasi stok D. russelli juga meluas di Laut Jawa bagian selatan hingga Kangean; namun populasi D. macrosoma di Kendari mengindikasikan adalah unit stok yang berbeda. Dengan demikian, mungkinkah stok D. macrosoma menyebar ke arah timur (Laut Flores dan Laut Banda) sebagaimana dihipotesiskan oleh Hardenberg (1938)? Simpulan 1) Teridentifikasi tiga spesies ikan layang di Selat Makasar yang menjadi target penangkapan perikanan pelagis, tersebar dalam dua jenis habitat yang berbeda. D. russelli dan D macrosoma tersebar pada habitat laut dangkal di timur Kalimantan, dan D. macarellus pada habitat laut dalam (oseanik) di barat Sulawesi. Secara umum kelimpahan berfluktuasi musiman. 2) Kajian struktur populasi memperlihatkan adanya indikasi unit stok sama dari populasi Selat Makasar laut dangkal dengan populasi Laut Jawa; sebaliknya populasi laut dalam dari D. macarellus berhubungan (unit stok) sama dengan perairan laut dalam lain di sekitar Sulawesi. 3) Pengelolaan perikanan pelagis kecil berbasis WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) dalam kontek berkelanjutan dan bertanggung jawab sebaiknya perlu mempertimbangkan sifat biologi sumber daya (unit stok) beserta karakteristik habitatnya. Persantunan Makalah ini merupakan kontribusi kegiatan penelitian Sumber daya Pelagis Kecil periode 2009-2012 yang dibiayai APBN dan dilaksanakan oleh Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta. 371

Suwarso Daftar pustaka Hardenberg, J.D.F. 1938. Preliminary report on a migration of fish in the Java Sea. Treubia, Deel 16, Afl. 2, 295-300 p. Suwarso, Zamroni A, Nugroho E. 2010. Penstrukturan populasi dan karakterisasi biologi ikan Layang (Decapterus spp.) di sekitar Laut Jawa, Selat Makasar, Laut Banda dan Laut Flores. Seminar Hasil Riset Kelautan dan Perikanan. PRPT. 21-23 Mei 2010 di Palembang. 372