BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia

BAB I PENDAHULUAN. baik dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi:

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. konstitusi WHO. Dalam upaya mewujudkan hak kesehatan pada setiap individu, pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan unit cost yang berhubungan dengan pelayanan rawat inap

B AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kendali Mutu Sebagai Proses

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jenis Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit: Haruskah RS Memiliki Semua

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Perumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian 5 D. Manfaat Penelitian 5 E. Keaslian Penelitian 5

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

BAB III METODE PENELITIAN. rawat inap bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul. Data kuantitatif yang diambil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

BAB I PENDAHULUAN. Clinical Pathway, selanjutnya disingkat CP, merupakan konsep perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

THE IMPORTANCE OF HOSPITAL SPECIFIC CLINICAL PRACTICE GUIDELINES TOWARDS BETTER CLINICAL MANAGEMENT

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Kesehatan RI,Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis,Jakarta: 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun

RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

PANDUAN PELAKSANAAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (HOSPITAL CASE MANAGER)

CLINICAL PATHWAY (JALUR KLINIS)

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. jiwa adalah salah satu komponen penting dalam menetapkan status kesehatan. menghambat pembangunan (Hawari, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

DAFTAR ISI. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka B. Kerangka Teori C. Kerangka Konsep D. Pertanyaan Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun

BAB I PENDAHULUAN. secara profesional dan aman seperti dalam UU Praktik Kedokteran Pasal

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. pada populasi dewasa dan penyebab utama kecacatan (Ikram

SURAT KEPUTUSAN PEMIMPIN BLUD RSUD PROVINSI KEPULAUAN RIAU TANJUNGPINANG NOMOR : / SK-RSUD PROV / X / 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

BAB 1 : PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka mencapai cita-cita awal dari pembentukan Sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tata laksana dan metoda survey akreditasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEDOMAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (CASE MANAGER)

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. JUDUL: Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

AP (ASESMEN PASIEN) AP.1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu tujuan primer rekam kesehatan/rekam medis. berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diterapkannya aturan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak tanggal 1 Januari 2014 menuntut agar rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan efisien. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek, keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 yang mengamanatkan kepada pemberi pelayanan kedokteran untuk melaksanakan pelayanan medis dengan kendali mutu dan kendali biaya. Hal ini sesuai dengan peran clinical pathway sebagai alat kendali mutu dan kendali biaya di rumah sakit. Tuntutan masyarakat yang semakin meningkat, mengharuskan rumah sakit memberikan layanan kesehatan yang bermutu, bebas dari kesalahan medis, malpraktek, tuntutan patient safety, layanan yang efisien dan efektif. Joint Commission International (JCI) yang diadopsi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) juga mensyaratkan rumah sakit untuk mengimplementasikan clinical pathway sebagai instrumen kendali mutu kendali biaya (KARS, 2012). Pemberian pelayanan yang bermutu sesuai standar evidence based practice dapat memperbaiki luaran (outcome) pasien (Gurzick & Kesten, 2010). Implementasi clinical pathway diutamakan pada kasus terbanyak, biaya yang lebih besar, berisiko tinggi, dan berpotensi menghabiskan sumber daya yang besar, seperti skizofrenia. Data badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2013 jumlah penderita skizofrenia mencapai 450 juta jiwa diseluruh dunia. Setiap tahun sekitar 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri. Pasien skizofrenia juga memerlukan perawatan di rumah sakit yang lebih lama sehingga berpengaruh terhadap peningkatan biaya perawatan (WHO, 2013). Di Amerika Serikat prevalensi 1

2 seumur hidup skizofrenia sekitar 1%, yang berarti kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia seumur hidupnya. Studi Epidemiologic Catchment Area (ECA) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6% sampai 1,9%. Prevalensi skizofrenia tertinggi pada populasi kembar monozigotik sebesar 86% (Sadock & Sadock, 2010). Di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gangguan jiwa berat atau skizofrenia sebesar 1,7 permil. Berarti terdapat 1-2 orang dari 1000 penduduk di Indonesia mengalami skizofrenia. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita skizofrenia mencapai 2,5 juta orang (Maslim, 2013). Prevalensi skizofrenia di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2013 sebesar 2,1% (Riskesdas, 2013). Data ini menunjukkan bahwa kejadian skizofrenia di NTB masih di atas standar nasional yaitu 0,5%. Berdasarkan studi pendahuluan data Rekam Medis RSJ Mutiara Sukma NTB, (2014) bahwa angka kejadian skizofrenia merupakan jumlah kasus terbanyak pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di RSJ Mutiara Sukma NTB. Jumlah kasus rawat inap tahun 2014 sebanyak 1.272 pasien, 834 diantaranya merupakan pasien skizofrenia atau 66,5% dari jumlah kasus yang ada, sedangkan jumlah pasien skizofrenia rawat jalan sebanyak 8.639 orang dari total pasien rawat jalan tahun 2014 sebesar 21.906 atau sebanyak 39,44% pasien skizofrenia. Direktorat Kesehatan Jiwa melaporkan dengan pengobatan secara dini dan baik, 20% pasien skizofrenia akan menjadi kronis, sedangkan 38% menjadi kambuhan, dan sekitar 40% mengalami remisi yang relatif menetap (Laporan Dirkeswa, 2007). Crawford, et al., 2011 menyatakan bahwa 15-20% pasien skizofrenia akan pulih setelah satu episode, karena 60-70% pasien mendapatkan pengobatan awal. Hal yang sama juga disampaikan oleh Robertson, 2010 bahwa diagnosis skizofrenia sekitar 15-20% dari orang dengan episode lanjut memiliki dampak yang besar pada tujuan dan luaran pasien setelah mendapat intervensi pengobatan selama 5 tahun pertama dan orang dengan skizofrenia dianjurkan menjalani perawatan kesehatan mental jangka panjang (Robertson, 2010).

3 Di Amerika Serikat diperkirakan biaya perawatan pasien skizofrenia melebihi biaya perawatan pasien kanker, disebabkan karena skizofrenia merupakan penyakit seumur hidup dan pasien yang menderita skizofrenia akan menjalani perawatan yang lebih lama, sehingga dibutuhkan biaya untuk perawatan di rumah sakit yang lebih besar. Biaya untuk rawat jalan, rehabilitasi, dan biaya untuk layanan pendukung yang terus menerus. Kurang lebih 1% pendapatan nasional dialokasikan untuk pengobatan penyakit mental dan 2,5% dari dana tersebut digunakan untuk pengobatan pasien skizofrenia (Sadock & Sadock, 2010). Dampak lain dari pasien skizofrenia terkait dengan stigma yang cukup besar dari masyarakat, ketakutan dan pemahaman yang masih terbatas tentang penyakit, terisolasi dari masyarakat, kesempatan untuk kembali bekerja atau belajar menjadi sedikit, dan sulit membanguan hubungan baru (Crawford, et al., 2011). Hal ini menyebabkan produktifitas orang dengan skizofrenia menurun. Penatalaksanaan pasien skizofrenia di RSJ Mutiara Sukma NTB selama ini menggunakan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Panduan Praktik Klinis (PPK) skizofrenia, dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa masalah yang sering muncul yaitu, rata-rata Length Of Stay (LOS) pasien skizofrenia di RSJ Mutiara Sukma NTB adalah 21 hari sampai 3 bulan dikarenakan kondisi klinis pasien yang belum stabil. Perbedaan pemberian pengobatan oleh tiap-tiap dokter, ada beberapa pemberian obat yang tidak berdasarkan PPK. Masalah pemulangan pasien, selama ini yang menjadi kriteria pemulangan (discharge) pasien hanya berdasarkan kondisi klinis, dan berbeda-beda tiap dokter yang menangani. Berdasarkan permasalahan tersebut, RSJ Mutiara Sukma NTB perlu mengimplementasikan clinical pathway untuk mengurangi variasi yang tidak perlu dalam pemberian pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian clinical pathway di beberapa Negara menunjukkan bahwa implementasi clinical pathway terbukti mengurangi variasi dalam proses pelayanan melalui perencanaan perawatan pasien yang jelas. Clinical pathway juga mendorong proses pelayanan yang lebih efisien dan mendorong

4 efektivitas terhadap biaya pelayanan (Lyngso, et al., 2014). Sesuai dengan tujuan clinical pathway yaitu memberikan pelayanan terpadu yang merangkum setiap proses dan langkah terbaik berdasarkan standar pelayanan dan perawatan yang berbasis bukti. Implementasi clinical pathway juga dapat meningkatkan cost effectivenes dan menurunkan LOS di rumah sakit secara signifikan (Rotter, et al., 2012). Studi yang dilakukan oleh Jacobs, et al., (2015) bahwa pasien dengan diagnosis skizofrenia memiliki LOS yang lebih lama yaitu rata-rata 42,5 hari, sedangkan pasien dengan diagnosis bipolar dan gangguan mood afektif memiliki rata-rata LOS 42,3 hari. Lama tidaknya LOS dipengaruhi oleh penyakit penyerta, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, penyalahgunaan alkohol, gangguan personaliti, umur yang sudah tua, dan etnik hitam, sehingga tidak ada hubungan antara mutu pelayanan primer dengan LOS (Jacobs, et al., 2015). Hasil wawancara dengan ketua Staf Medis Fungsional (SMF) jiwa RSUP DR.Sardjito, bahwa LOS pasien skizofrenia setelah implementasi clinical pathway skizofrenia turun menjadi 14-21 hari yang sebelumnya dari rata-rata 28 hari. Pemberian pelayanan rawat inap di unit kesehatan mental dengan pendekatan clinical pathway berdampak terhadap meningkatnya jumlah pasien, meningkatkan kapasitas penerimaan unit, menurunkan LOS, pengkajian dan perawatan yang tepat, sehingga memberikan outcome yang baik untuk pasien dan merupakan cara untuk meningkatkan kerjasama inter sektoral serta dapat mengurangi variabilitas dalam kualitas pelayanan saat ini (Devapriam, et al., 2014). Indikator mutu layanan kesehatan jiwa adalah kepuasan pelanggan, keselamatan pasien, lama perawatan, waktu remisi rata-rata, tingkat kekambuhan, dan efektivitas pelayanan (Kepmenkes nomor 129 Tahun 2008; Gaebel, et al., 2012). Clinical pathway juga membantu dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan perawatan pasien. Hal ini karena alur perawatan pasien didalam clinical pathway merupakan panduan bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam merawat pasien (Djasri & Rahma, 2014). Implementasi clinical pathway juga telah terbukti meningkatkan kepuasan staf dan pasien, meningkatkan utilisasi rumah sakit serta efisiensi biaya (Polanco, et al., 2015). Clinical pathway merupakan format

5 dokumentasi multidisiplin. Format ini dikembangkan oleh multidisiplin (dokter, perawat, rehabilitasi, gizi, dan tenaga kesehatan lainnya) yang di buat sesederhana mungkin sehingga memudahkan staf dari berbagai disiplin ilmu untuk mengisi format clinical pathway (Croucher, 2005). Menurut Tang, et al., (2015) clinical pathway dapat berubah seiring dengan perubahan sosial dan ekonomi, dan beban penyakit sehingga clinical pathway akan selalu dikembangkan sesuai kondisi masing-masing rumah sakit atau kebutuhan dari pelayanan dan proses pengembangan clinical pathway dapat disesuaikan dengan Integrated Clinical pathway Aappraisal Tools (ICPAT). Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter spesialis di RSJ Mutiara Sukma NTB bahwa clinical pathway belum dapat mengatasi permasalahan perawatan pasien skizfrenia. Hal ini disebabkan karena dokumen clinical pathway skizofrenia sudah dibuat tetapi belum diimplementasikan. Tim yang dulu ikut terlibat menyusun clinical pathway skizofrenia terdiri dari dokter spesialis jiwa, dokter umum, dan perawat, sedangkan tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien tidak ikut dalam tim penyusunan clinical pathway skizofrenia. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang spesifik tentang clinical pathway serta dokter, perawat dan tenaga professional lain belum semuanya mendapat pelatihan penggunaan clinical pathway. Selama ini adalah pelatihan clinical pathway secara umum dan dirangkaikan dengan kegiatan lain. Faktor penting lain yang berpengaruh adalah format clinical pathway belum sesuai standar. Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Persiapan implementasi clinical pathway skizofrenia di RSJ Mutiara Sukma NTB. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Apa saja upaya untuk persiapan implementasi clinical pathway skizofrenia di RSJ Mutiara Sukma NTB?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan umum Menyusun upaya persiapan implementasi clinical pathway skizofrenia baru di RSJ Mutiara Sukma NTB. Tujuan khusus 1. Menyusun dokumen clinical pathway skizofrenia baru berdasarkan ICPAT di RSJ Mutiara Sukma NTB 2. Menyepakati alokasi sumber dana untuk melaksanakan pelatihan implementasi clinical pathway skizofrenia baru di RSJ Mutiara Sukma NTB 3. Mengidentifikasi bukti kemungkinan risiko yang terjadi sebelum implementasi clinical pathway skizofrenia baru di RSJ Mutiara Sukma NTB 4. Menyepakati tempat penyimpanan clinical pathway skizofrenia baru di RSJ Mutiara Sukma NTB 5. Membuat sistem umpan balik terhadap variasi yang terjadi dalam implementasi clinical pathway skizofrenia baru di RSJ Mutiara Sukma NTB 6. Melaksanakan pelatihan penggunaan clinical pathway skizofrenia baru bagi staf di RSJ Mutiara Sukma NTB D. Manfaat Penelitian 1. Bagi rumah sakit a. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi organisasi rumah sakit agar pelayanan yang diberikan lebih efisien dan efektif setelah implementasi clinical pathway sebagai instrumen kendali mutu dan kendali biaya b. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan evidence based clinical practice guideline c. Mengurangi komplain dari pasien dan keluarga salama mendapatkan perawatan di rumah sakit

7 2. Bagi klinisi Memberikan arahan dan kemudahan bagi klinisi dalam pemberian pelayanan kepada pasien 3. Bagi pasien a. Mendapatkan pelayanan yang bermutu sesuai standar evidence based dan pelayanan yang terjangkau b. Memberikan kepastian jumlah biaya bagi pasien dan keluarga

8 Penulis (Tahun) Jabbour M, et al., (2013) Nakanishi M, et al., (2010) Tujuan Lokasi Rancangan Penelitian Ontario Kanada Untuk mendisain teori dasar dan pengetahuan pengguna sebagai strategi intervensi untuk mengimplementasikan CP anak di Unit Gawat Darurat (UGD), untuk mengevaluasi efektifitas dari strategi implementasi, untuk melakukan proses evaluasi terhadap strategi implementasi, untuk melakukan analisis ekonomi terhadap keuntungan dan biaya implementasi Mengembangkan clinical pathway pada pasien skizofrenia rawat inap jangka panjang Toky, Jepang E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian RCT Rumah Sakit dan tim UGD, mencakup staf Deskriptif crossection al, yaitu review rekam medis pasien Sampel Hasil Utama Kebaruan dan UGD, administrasi UGD dokter staf 27 Pasien, yang diambil dari tahun 2004-2007, yang sesuai dengan kriteria inklusi Berkontribusi pada strategi pendukung yang efektif untuk implementasi CP, mengurangi telaah terhadap kesenjangan praktik dengan rekomendasi perawatan berbasis bukti melalui implementasi clinical pathway. adanya pengembangan pathway. Pertama pada fase pengkajian dan penentuan tujuan, kedua pada fase pulang. Pada penelitian ini menggunakan: a. Metode penelitian Action Research b. Subyek penelitian adalah manjemen dan staf RSJ yang terlibat aktif di dalam proses persiapan implementasi clinical pathway skizofrenia c. Alat ukur penelitian ini adalah ICPAT, pedoman wawancara terstruktur, dan pedoman DKT Barbui C, et al., (2014) Menguji efikasi dari strategi implementasi guideline dalam meningkatkan proses pelayanan dan luaran pasien. Mengeksplorasi komponen dari perbedaan strategi implementasi yang dapat mempengaruhi proses dan luaran pasien. Verona, Italia RCT Dewasa dengan skizofrenia, atau yang berhubungan dengan gangguan mental luarannya memberi dampak kepuasan pada perawatan, kepatuhan pengobatan, sikap terhadap pengobatan dan kualitas hidup. 8