BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA


BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria


PENYALAHGUNAAN KEADAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

A.Latar Belakang Masalah

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Transaksi bisnis, dewasa ini sangat berkembang di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi untuk melakukan suatu transaksi yang berupa kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut harus mengandung hak dan kewajiban para pihak yang terlibat di dalamnya. Hak dan kewajiban para pihak tersebut dapat dituangkan kedalam suatu bentuk tertulis yang berupa perjanjian agar mendapatkan kepastian hukum. Di Indonesia suatu perjanjian diatur di dalam buku III Kitab Undangundang Hukum Perdata, yang secara garis besar dibagi atas dua bagian, yaitu pertama perjanjian pada umumnya (baik yang lahir dari perjanjian maupun yang lahir dari undang-undang) dan yang kedua yaitu perjanjian yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu. Dalam membuat perjanjian ada hal-hal yang juga harus diperhatikan oleh subjek perjanjian itu sendiri mengenai syarat-syarat perjanjian dan hal-hal di luar undang-undang yang telah dibuat sesuai kesepakatan pihak-pihak yang melakukan perjanjian, dengan demikian tidak ada hal-hal yang merugikan pihak-pihak tersebut. Perjanjian adalah hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari

2 pihak yang lain dan yang memberi hak pada satu pihak untuk menuntut sesuatu dari pihak lainnya dan lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. 1 Suatu perjanjian harus mengandung kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu dan kausa hukum yang halal. Syarat-syarat tersebut harus terpenuhi agar suatu perjanjian dianggap sah menurut hukum. Permasalahan yang sering timbul adalah apabila ada salah satu syarat tersebut yang tidak terpenuhi didalam suatu perjanjian, sehingga menimbulkan perjanjian tersebut cacat hukum dan menimbulkan sengketa. Para pihak yang merasa dirugikan akan mengajukan tuntutan ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh kepastian hukum atas haknya didalam perjanjian tersebut. Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. 2 Kasus yang akan diuraikan dan dikaji oleh peneliti adalah mengenai perjanjian jual beli merek dan perjanjian perdamaian, dimana salah satu pihak ingin membatalkan perjanjian tersebut dikarenakan mengandung unsur penyalahgunaan keadaan. Adapun pihak-pihak dalam kasus ini, yaitu: 1 Subekti, 1988, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hlm 122 2 Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta, hlm 242-243.

3 1. Tuan BHH (Penggugat, Terbanding, Pemohon Kasasi) 2. Yayasan HIF (Tergugat I, Pembanding, Termohon Kasasi) 3. LISD (Tergugat II, Pembanding, Termohon Kasasi) 4. Pemerintah Republik Indonesia cq Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat Merek (Turut Tergugat, Turut Terbanding, Turut Termohon Kasasi). 3 Posisi kasus disini bermula dari adanya laporan terhadap BHH yang dibuat oleh Yayasan HIF dan LISD terkait pelanggaran hak cipta atas merek ASC di Polwiltabes Semarang. BHH adalah pemilik sah satu satunya sertifikat merek dari etiket merek yaitu ASC yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat Merek dengan nomor pendaftaran tertanggal 22 Mei 2001. 4 Yayasan HIF dan LISD selaku ketua Yayasan melaporkan BHH ke Polwiltabes Semarang dengan tuduhan pelanggaran hak cipta pada tanggal 8 Agustus 2006. 5 BHH dipanggil Polwiltabes Semarang untuk diserahkan kepada kejaksaan Negeri Semarang mengingat berkas perkara sudah P-21. Polwiltabes Semarang menahan BHH tanggal 5 Oktober 2006. 6 Yayasan HIF dan LISD melalui kuasa hukumnya AN,SH melakukan perbuatan yang merugikan BHH dengan cara melakukan perjanjian perdamaian 3 Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sekarang berganti nama menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia setelah tahun 2009 (Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2015). 4 Ibid 5 Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 237/Pdt.G/2006/PN.Smg 6 Ibid

4 dimana butir isi perdamain tersebut menerangkan bahwa BHH bersedia mengalihkan merek milik BHH dan dilanjutkan dengan adanya perjanjian jualbeli merek dimana BHH menjual merek ASC miliknya kepada Yayasan HIF dengan nilai jual-beli merek sebesar Rp.150.000.000,- (Seratus lima puluh juta rupiah) yang dibayar oleh Yayasan HIF kepada BHH yang dilakukan ketika BHH masih berada di tahanan Powiltabes Semarang. 7 BHH menandatangani Perjanjian jual-beli merek sedangkan Perjanjian perdamaian ditandatangani oleh kuasa hukumnya yang bernama IKDS, SH pada tanggal 6 Oktober 2006, namun BHH tidak pernah menerima pembayaran atas jual beli tersebut. BHH membayar secara terpaksa kepada LISD yang diterima melalui kuasa hukumnya dan Yayasan HIF yang bernama AN, SH melalui anaknya HH yaitu selembar Bilyet Giro No. 210194 senilai Rp. 400.000.000,- (Empat ratus juta rupiah) yang mana uang tersebut menurut LISD diperlukan untuk biaya penyelesaian perkara atau dengan kata lain penyerahan uang tersebut diperlukan untuk mengeluarkan penggugat dari tahanan dengan nantinya LISD akan mencabut laporan polisi. Yayasan HIF dan LISD membuat surat pencabutan laporan ke Kepala Wilayah Kota Besar Semarang pada tanggal 6 Oktober 2006 setelah BHH melakukan perjanjian perdamaian, perjanjian jual-beli merek dan menyerahkan uang sebesar Rp.400.000.000,- (Empat ratus juta rupiah). 8 Polwiltabes Semarang menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Tahanan terhadap BHH tanggal 6 Oktober 2006 dan selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 2006 Polwiltabes Semarang kembali menerbitkan surat ketetapan tentang 7 Ibid 8 Ibid

5 penghentian penyidikan terhadap BHH dengan alasan berdasarkan hasil penyelidikan terhadap BHH, perbuatan pidana yang disangkakan tidak cukup bukti atau peristiwa bukan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum. 9 Berdasarkan rentetan peristiwa hukum tersebut di atas, BHH merasa sangat dirugikan oleh Yayasan HIF dan LISD, oleh karena itu BHH menggugat Yayasan HIF dan LISD ke Pengadilan Negeri Semarang. 10 Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Nomor: 237/Pdt.G/2006/PN.Smg memutuskan bahwa perjanjian perdamaian dan perjanjian jual beli merek ASC antara BHH dan Yayasan HIF tidak sah menurut hukum karena di dalam perjanjian tersebut mengandung unsur penyalahgunaan keadaan atau undue influence/misbruik van omstandigheden sehingga perjanjian tersebut dapat dibatalkan, namun Putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap, karena Yayasan HIF dan LISD melalui kuasa hukumnya (HW, SH, dkk) telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang. 11 Pengadilan Tinggi Semarang dalam Putusan Nomor: 45/Pdt/2008/PT.Smg memberikan putusan yang memutuskan bahwa Perjanjian Perdamain dan Perjanjian Jual beli merek ASC antara BHH dan Yayasan HIF adalah sah menurut hukum. BHH kemudian melanjutkan upaya hukumnya ke tingkat kasasi yang mana majelis hakim di tingkat Kasasi dalam Putusan Nomor 2356K/Pdt/2008 memutuskan bahwa Perjanjian Perdamain dan Jual- beli merek ASC tersebut tidak 9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid

6 sah menurut hukum, sehingga perjanjian-perjanjian tersebut dapat dibatalkan karena majelis hakim berpendapat bahwa terdapat unsur penyalahgunaan keadaan di dalam perjanjian-perjanjian tersebut. Adanya perbedaan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang dengan Majelis Hakim pengadilan Negeri Semarang dan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan terkait permasalahan penyalahgunaaan keadaan ini membuat peneliti ingin menganalisis putusan-putusan tersebut dari segi hukum yang berlaku di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap masing-masing putusan yang berbeda mengenai penyalahgunaan keadaan di dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 237/Pdt.G/2006/PN.Smg, Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 45/Pdt/2008/PT.Smg dan Mahkamah Agung Nomor 2356K/Pdt/2008? 2. Keadaan seperti apakah yang dapat memenuhi syarat suatu tindakan penyalahgunaan keadaan? C. Keaslian Penelitian. Berdasarkan hasil penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, sejauh ini tidak ditemukan penelitian mengenai pembatalan terhadap suatu perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan, namun peneliti menemukan beberapa penelitian yang

7 membahas sebagian unsur penyalahgunaan keadaan dengan kajian yang berbeda, yakni: 1. Tolak ukur yang dijadikan pedoman hakim dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan akta notaris tentang perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence), yang diteliti oleh Yuni Akhadiyah, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 2007. 12 Pembahasan Penelitian ini membahas beberapa rumusan masalah yakni: a. Bagaimana putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap masalah yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan? b. Bagaimana kewenangan dan tanggung jawab notaris terhadap akta yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan? c. Apa tolok ukur yang dijadikan pedoman hakim dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan akta notaris tentang perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan? Kesimpulan dari penelitian yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah yaitu a. Keadaan terpaksa dan ketidakmampuan seseorang dalam putusan No.40/Pdt.G/Yk, dinilai hakim sebagai penyalahgunaan keadaan yang melanggar unsur subyektif dalam perjanjian, oleh karena itu dapat diminta pembatalannya di pengadilan. 12 Yuni Akhadiyah, 2007, Tolak ukur yang dijadikan pedoman hakim dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan akta notaris tentang perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

8 b. Tanggung jawab Notaris/PPAT atas pembatalan akta yang terbukti mengandung unsur penyalahgunaan keadaan karena salah satu pihak melakukan perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata berupa penyalahgunaan keadaan dan apabila Notaris/PPAT memenuhi syarat formil pembuatan akta, Notaris/PPAT tidak bertanggung jawab atas batal dan dicabutnya akta. c. Salah satu tolok ukur yang dijadikan pedoman hakim untuk membatalkan perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan adalah kepatutan dan moralitas dalam membuat perjanjian, dimana kepatutan dan moralitas disini mempunyai arti tidak berlawanan dengan kepentingan umum atau tujuan utama dari kontrak atau perjanjian 2. Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian, yang diteliti oleh Rendy Saputra, Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 2015. 13 Penelitian ini membahas beberapa rumusan masalah yakni: a. Apakah indikator atau tolok ukur adanya penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian? b. Bagaimana pertimbangan yang digunakan hakim dalam memutus perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan? Kesimpulan dari penelitian yang ditulis oleh Rendy Saputra adalah: 13 Rendy Saputra, 2015, Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian, Tesis, Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

9 a. penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian dapat diidentifikasi dengan memperhatikan tiga aspek tolok ukur yakni: 1) aspek posisi para pihak pada fase pra kontraktual yakniadanya posisi para pihak yang tidak seimbang secara ekonomis yang menekan, adanya hubungan ketergantungan relatif seperti gangguan jiwa, tidak berpengalaman, gegabah, kurang pengetahuan, adanya keunggulan secara psikologis seperti hubungan atasan dan bawahan, majikan dengan buruh, pendeta dengan jemaat, dll. 2) Aspek formulasi perjanjian yakni adanya kewajiban timbal balik yang timpang seperti pembabasan majikan/atasan atau salah satu pihak dari kewajiban menanggung resiko dan mengalihkannya kepada pihak lain, serta adanya klausul dalam perjanjian yang tidak masuk akal atau tidak patut atau bertentangan dengan perikemanusiaan yang menyebabkan ketidakseimbangan prestasi secara mencolok (onderlijke contract voorwaarden ataupun faircontracttermes). 3) Aspek moralitas yakni bukan saja nilai-nilai yang bermakna pada moralitas aturan tapi juga nilai-nilai maupun prinsip-prinsip yang ada dan berkembang ditengah-tengah masyarakat yang bernuansa itikad baik (good faith and fair dealing), kewajaran (reasonable), serta keadilan (fairness). b. Dari beberapa putusan yang telah diuraikan terlihat bahwa hakim mendasari pertimbangan putusannya dalam melihat perjanjian yang mengandung unsure penyalahgunaan keadaan dari beberapa aspek tolak

10 ukur yakni aspek posisi para pihak pada fase pra kontraktual, aspek formulasi perjanjian, serta mempertimbangkan aspek moralitas. Namun penggunaan berbagai aspek indicator tersebut diatas tidak diberlakukan secara kumulatif. Walaupun mungkin ketiga aspek indicator penyalahgunaan tersebut diberikan oleh hakim, dalam beberapa pertimbangan putusannya hakim terlihat hanya mempertimbangkan satu atau dua aspek indikator penyalahgunaan keadaan. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa hal mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian dan penulisan penulis dengan penelitian dan penulisan yang sebelumnya mengenai pembatalan perjanjian. Persamaan penelitian dan penulisan tersebut ialah penelitian dan penulisan tersebut sama-sama membahas tentang pembatalan perjanjian karena adanya unsur penyalahgunaan keadaan. Adapun perbedaan dalam penelitian dan penulisan tersebut adalah penelitian dan penulisan yang telah ada tersebut diatas lebih membahas tentang tolak ukur yang menjadi patokan suatu perjanjian apakah terdapat unsur penyalahgunaan keadaan sedangkan Peneliti lebih memfokuskan untuk menganalisis mengenai pertimbangan hakim di dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 237/Pdt.G/2006/PN.Smg, Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 45/Pdt/2008/PT.Smg dan Mahkamah Agung Nomor 2356K/Pdt/2008 yang masing-masing memberikan putusan berbeda mengenai penyalahgunaan keadaan serta keadaan seperti apakah yang dapat memenuhi syarat sebuah tindakan itu masuk dalam suatu tindakan penyalahgunaan keadaan.

11 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk menambah khasanah keilmuan bagi para akademisi dan dunia pendidikan pada umumnya, khususnya dibidang hukum perjanjian dalam kaitannya dengan batalnya suatu perjanjian karena adanya unsur penyalahgunaan keadaan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi hakim/praktisi dalam memutuskan suatu perkara yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan dan para pihak agar tidak membuat suatu perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan. E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim terhadap masing-masing putusan yang berbeda mengenai penyalahgunaan keadaan di dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 237/Pdt.G/2006/PN.Smg, Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 45/Pdt/2008/PT.Smg dan Mahkamah Agung Nomor 2356K/Pdt/2008. 2. Mengetahui dan menganalisis keadaan yang dapat memenuhi syarat sebuah tindakan itu masuk dalam suatu tindakan penyalahgunaan keadaan.