MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PEMBUATAN LAPORAN PENGUKURAN

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

PRINSIP KERJA DAN PROSEDUR PENGGUNAAN THEODOLITE. Prinsip kerja optis theodolite

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PEMBUATAN LAPORAN PENGUKURAN

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN JADWAL KONSTRUKSI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN JILID 2

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1 SENTERING, PENGATURAN SUMBU I VERTIKAL DAN PEMBACAAN SUDUT PADA TEODOLIT FENNEL KASSEL

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

Ir. Atut Widhi Karono APA PERANAN GEODESI DIAREA OILFIELD- ONSHORE PROJECT. Penerbit Ganesha Ilmu Persada

PANDUAN PENYETELAN THEODOLIT DAN PEMBACAAN SUDUT (Latihan per-individu dengan pengawasan Teknisi Laboratorium)

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL

PENGUKURAN WATERPASS

DAFTAR ISI. Hal Kata Pengantar... i Daftar Isi BAB I KONSEP PENILAIAN Latar Belakang Tujuan Metoda Penilaian...

alat ukur waterpass dan theodolit

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG

SURVEYING (CIV -104)

MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

Alat ukur sudut. Alat ukur sudut langsung

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab VI Pengukuran Kelurusan, Kesikuan, Keparalellan, Dan Kedataran BAB VI

TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN JILID 2

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

Pertemuan Pengukuran dengan Menyipat Datar. Can be accessed on:

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN BEDA TINGGI MENGGUNAKAN ALAT THEODOLIT Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Teknik

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN JADWAL KONSTRUKSI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pita ukur... 2 Gambar 2. Bak ukur... 3 Gambar 3. Pembacaan rambu ukur... 4 Gambar 4. Tripod... 5 Gambar 5. Unting-unting...

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi. B. Prasyarat. C. Petunjuk Penggunaan Modul

BAB. XVI. THEODOLIT 16.1 Pengertian 16.2 Bagian Theodolit

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN JADWAL KONSTRUKSI

Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman, Kriteria dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota

MODUL AJAR PRAKTIKUM POLIGON & TACHIMETRI DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG SIPIL. Tukang Pasang Bata. Pembuatan Pasangan Bata Dekoratif F.45 TPB I 08

BAB VI PERALATAN UKUR SUDUT/ ARAH

Gambar 1. Skema sederhana pesawat Theodolit.

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik dengan tabung pitot

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.3

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI

PENGENALAN MATA KULIAH SURVEY DIGITAL

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab III Pengukuran Sudut

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

THEODOLITE T2 CARA KERJA PENGGUNAAN. Disusun oleh : Kelompok 3 Survei dan Pemetaan (A)

Mikrometer adalah alat ukur yang dapat melihat dan mengukur benda dengan satuan ukur yang memiliki ketelitian 0.01 mm

Kesalahan Sistematis ( Systhematical error ) Kesalahan acak ( Random error ) Kesalahan besar ( Blunder )

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON KEGIATAN AKHIR PENGOPERASIAN CONCRETE PUMP

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

LAPORAN PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI MODUL 5 : PROFIL PROYEKTOR. Disusun Oleh : JOSSY KOLATA ( ) KELOMPOK 5

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling

Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah

Cara uji penetrasi aspal

BAB IX MACAM BESARAN SUDUT

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

METODA-METODA PENGUKURAN

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR)

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS KEGIATAN AKHIR PRODUKSI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG SIPIL. Tukang Pasang Bata PELAKSANAAN PEKERJAAN PASANGAN BATA

Penyamaan Persepsi Tim Perencana

INSTRUKSI KERJA PEMAKAIAN ALAT LABORATORIUM PEDOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

Transkripsi:

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR NO. KODE : INA.5230.223.23.03.07 BUKU INFORMASI

INA.5230.223.23.03.07 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENGANTAR... 4 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi... 4 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan... 4 1.2.1. Desain Materi Pelatihan... 4 1.2.2. Isi Materi Pelatihan... 4 1.2.3. Penerapan Materi Pelatihan.... 5 1.3. Pengakuan Kompetensi Terkini (Recognition of Current Competency- RCC)... 6 1.4. Pengertian-pengertian Istilah... 6 1.4.1. Profesi.... 6 1.4.2. Standardisasi.... 6 1.4.3. Penilaian / Uji kompetensi.... 6 1.4.4. Pelatihan.... 6 1.4.5. Kompetensi.... 7 1.4.6. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)... 7 1.4.7. Standar Kompetensi.... 7 1.4.8. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)....7 1.4.9. Sertifikat Kompetensi.... 7 1.4.10. Sertifikasi Kompetensi.... 8 BAB II STANDAR KOMPETENSI... 8 2.1. Peta Paket Pelatihan... 8 2.2. Pengertian Unit Standar... 8 2.2.1. Unit kompetensi.... 8 2.2.2. Unit kompetensi yang akan dipelajari.... 8 2.2.3. Durasi / waktu pelatihan.... 8 2.2.4. Kesempatan untuk menjadi kompeten.... 8 2.3. Unit Kompetensi yang Dipelajari... 9 Batasan Variabel.... 10 Panduan Penilaian.... 11 Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 1 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BAB III STRATEGI DAN METODE PELATIHAN... 13 3.1. Strategi Pelatihan... 13 3.1.1. Persiapan / perencanaan.... 13 3.1.2. Permulaan dari proses pembelajaran.... 13 3.1.3. Pengamatan terhadap tugas praktek.... 13 3.1.4. Implementasi.... 13 3.1.5. Penilaian.... 14 3.2. Metode Pelatihan... 14 3.2.1. Belajar secara mandiri.... 14 3.2.2. Belajar berkelompok.... 14 3.2.3. Belajar terstruktur.... 14 BAB IV PENGUASAAN PERALATAN UKUR...... 15 4.1. Umum...15 4.2. Pemeriksaan Peralatan Ukur... 15 4.2.1. Persiapan Peralatan Ukur.... 15 4.2.2. Pengecekan kondisi peralatan ukur yang sudah terkalibrasi.... 43 4.2.3. Pembuatan laporan kondisi/kualitas peralatan ukur terkalibrasi... 68 4.3. Mengoperasikan Peralatan Ukur...73 4.3.1. Persiapan peralatan ukur di lapangan berdasarkan jenis pekerjaan... 73 4.3.2. Penyetelan/setting peralatan ukur... 74 4.3.3. Prosedur pengoperasian peralatan ukur... 78 4.4. Melakukan Perawatan Peralatan Ukur... 84 4.4.1. Pemeriksaan kesiapan dan kelayakan tempat penyimpanan peralatan ukur... 85 4.4.2. Pengaturan kondisi kelembaban dan suhu tempat penyimpanan peralatan... 87 4.4.3. Pemeliharaan fungsi dan kebersihan peralatan ukur... 88 Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 2 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BAB V SUMBER-SUMBER YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI... 90 5.1. Sumber Daya Manusia... 90 5.1.1. Pelatih.... 90 5.1.2. Penilai.... 90 5.1.3. Teman kerja / sesama peserta pelatihan... 90 5.2. Sumber-sumber Kepustakaan / Buku Informasi... 90 5.3. Daftar Peralatan Ukur dan Perlengkapan... 91 Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 3 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BAB I PENGANTAR 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK). Pelatihan berbasis kompetensi. Pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja. Kompeten di tempat kerja. Jika seseorang kompeten dalam pekerjaan tertentu, maka yang bersangkutan memiliki seluruh keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang perlu untuk ditampilkan secara efektif di tempat kerja, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan. 1.2.1. Desain Materi Pelatihan. Materi Pelatihan ini didesain untuk dapat digunakan pada Pelatihan Klasikal dan Pelatihan Individual / Mandiri : Pelatihan klasikal adalah pelatihan yang disampaiakan oleh seorang instruktur. Pelatihan individual / mandiri adalah pelatihan yang dilaksanakan oleh peserta dengan menambahkan unsur-unsur / sumber-sumber yang diperlukan dengan bantuan dari pelatih. 1.2.2. Isi Materi Pelatihan. 1) Buku Informasi. Buku informasi ini adalah sumber pelatihan untuk pelatih maupun peserta pelatihan. 2) Buku Kerja. Buku kerja ini harus digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencatat setiap pertanyaan dan kegiatan praktek, baik dalam Pelatihan Klasikal maupun Pelatihan Individual / Mandiri. Buku ini diberikan kepada peserta pelatihan dan berisi: Kegiatan-kegiatan yang akan membantu peserta pelatihan untuk mempelajari dan memahami informasi. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 4 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Kegiatan pemeriksaan yang digunakan untuk memonitor pencapaian keterampilan peserta pelatihan. Kegiatan penilaian untuk menilai kemampuan peserta pelatihan dalam melaksanakan praktek kerja. 3). Buku Penilaian. Buku penilaian ini digunakan oleh pelatih untuk menilai jawaban dan tanggapan peserta pelatihan pada Buku Kerja dan berisi : Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan sebagai pernyataan keterampilan. Metode-metode yang disarankan dalam proses penilaian keterampilan peserta pelatihan. Sumber-sumber yang digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencapai keterampilan. Semua jawaban pada setiap pertanyaan yang diisikan pada Buku Kerja. Petunjuk bagi pelatih untuk menilai setiap kegiatan praktek. Catatan pencapaian keterampilan peserta pelatihan. 1.2.3. Penerapan Materi Pelatihan. 1) Pada pelatihan klasikal, instruktur akan : Menyediakan Buku Informasi yang dapat digunakan peserta pelatihan sebagai sumber pelatihan. Menyediakan salinan Buku Kerja kepada setiap peserta pelatihan. Menggunakan Buku Informasi sebagai sumber utama dalam penyelenggaraan pelatihan. Memastikan setiap peserta pelatihan memberikan jawaban / tanggapan dan menuliskan hasil tugas prakteknya pada Buku Kerja. 2) Pada pelatihan individual / mandiri, peserta pelatihan akan : Menggunakan Buku Informasi sebagai sumber utama pelatihan. Menyelesaikan setiap kegiatan yang terdapat pada Buku Kerja. Memberikan jawaban pada Buku Kerja. Mengisikan hasil tugas praktek pada Buku Kerja. Memiliki tanggapan-tanggapan dan hasil penilaian oleh pelatih. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 5 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 1.3. Pengakuan Kompetensi Terkini Pengakuan Kompetensi Terkini (Recognition of Current Competency-RCC). Jika seseorang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk elemen unit kompetensi tertentu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan pengakuan kompetensi terkini, yang berarti tidak akan dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan. Seseorang mungkin sudah memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, karena telah: 1) Bekerja dalam suatu pekerjaan yang memerlukan suatu pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sama atau 2) Berpartisipasi dalam pelatihan yang mempelajari kompetensi yang sama atau 3) Mempunyai pengalaman lainnya yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang sama. 1.4. Pengertian-Pengertian / Istilah. 1.4.1 Profesi. Profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang menuntut sikap, pengetahuan serta keterampilan/keahlian kerja tertentu yang diperoleh dari proses pendidikan, pelatihan serta pengalaman kerja atau penguasaan sekumpulan kompetensi tertentu yang dituntut oleh suatu pekerjaan / jabatan. 1.4.2 Standardisasi. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan serta menerapkan suatu standar tertentu. 1.4.3 Penilaian / Uji kompetensi. Penilaian atau Uji Kompetensi adalah proses pengumpulan bukti melalui perencanaan, pelaksanaan dan peninjauan ulang (review) penilaian serta keputusan mengenai apakah kompetensi sudah tercapai dengan membandingkan bukti-bukti yang dikumpulkan terhadap standar yang dipersyaratkan. 1.4.4 Pelatihan. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai suatu kompetensi tertentu dimana materi, metode dan fasilitas pelatihan serta lingkungan belajar yang ada terfokus kepada pencapaian unjuk kerja pada kompetensi yang dipelajari. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 6 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 1.4.5 Kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau sesuai dengan standar unjuk kerja yang ditetapkan. 1.4.6 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. 1.4.7 Standar Kompetensi. Standar kompetensi adalah rumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan. 1.4.8 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.4.9 Sertifikat Kompetensi. Adalah pengakuan tertulis atas penguasaan suatu kompetensi tertentu kepada seseorang yang dinyatakan kompeten yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. 1.4.10 Sertifikasi Kompetensi. Adalah proses penerbitan sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/ atau internasional. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 7 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BAB II STANDAR KOMPETENSI 2.1. Peta Paket Pelatihan. Materi Pelatihan ini merupakan bagian dari Paket Pelatihan Jabatan Kerja Juru Ukur Bangunan Gedung yaitu sebagai representasi dari Unit Kompetensi Penerapan Jadwal Konstruksi, sehingga untuk kualifikasi jabatan kerja tersebut diperlukan pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan dari materi pelatihan lainnya, yaitu: 2.1.1. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan benar. 2.1.2. Penerapan Jadwal Konstruksi. 2.1.3. Stake Out dan Monitoring. 2.1.4. Pengukuran Dimensi dan Perhitungan Volume. 2.1.5. Pembuatan Laporan Pengukuran. 2.2 Pengertian Unit Standar Kompetensi. 2.2.1 Unit kompetensi. Unit kompetensi adalah bentuk pernyataan terhadap tugas / pekerjaan yang akan dilakukan dan merupakan bagian dari keseluruhan unit komptensi yang terdapat pada standar kompetensi kerja dalam suatu jabatan kerja tertentu. 2.2.2 Unit kompetensi yang akan dipelajari. Salah satu unit kompetensi yang akan dipelajari dalam paket pelatihan ini adalah Penguasaan Peralatan Ukur. 2.2.3 Durasi / waktu pelatihan. Pada sistem pelatihan berbasis kompetensi, fokusnya ada pada pencapaian kompetensi, bukan pada lamanya waktu. Peserta yang berbeda mungkin membutuhkan waktu yang berbeda pula untuk menjadi kompeten dalam melakukan tugas tertentu. 2.2.4 Kesempatan untuk menjadi kompeten. Jika peserta latih belum mencapai kompetensi pada usaha/kesempatan pertama, Pelatih akan mengatur rencana pelatihan dengan peserta latih yang bersangkutan. Rencana ini akan memberikan kesempatan kembali kepada peserta untuk meningkatkan level kompetensi sesuai dengan level yang diperlukan. Jumlah maksimum usaha / kesempatan yang disarankan adalah 3 (tiga) kali. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 8 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 2.3 Unit Kompetensi Kerja Yang Dipelajari. Dalam sistem pelatihan, Standar Kompetensi diharapkan menjadi panduan bagi peserta pelatihan atau siswa untuk dapat : Mengidentifikasikan apa yang harus dikerjakan peserta pelatihan. Mengidentifikasikan apa yang telah dikerjakan peserta pelatihan. Memeriksa kemajuan peserta pelatihan. Menyakinkan bahwa semua elemen (sub-kompetensi) dan kriteria unjuk kerja telah dimasukkan dalam pelatihan dan penilaian 2.3.1 Kemampuan Awal. Peserta pelatihan harus telah memiliki pengetahuan awal : K3, APD, APK, jadwal pekerjaan dan pekerjaan penerapan jadwal konstruksi, penguasaan alat ukur. 2.3.2 Judul Unit : Penguasaan Peralatan Ukur. 2.3.3 Kode Unit : INA.5230.223.23.03.07 2.3.4 Deskripsi Unit. Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan dalam Penguasaan Peralatan Ukur yang dilakukan oleh Juru Ukur Bangunan Gedung. ELEMEN KOMPETENSI 1. Memeriksa peralatan ukur 2. Mengoperasikan peralatan ukur 3. Melakukan perawatan peralatan ukur KRITERIA UNJUK KERJA 1.1. Peralatan ukur berdasarkan jenis pekerjaan dipersiapkan secara lengkap. 1.2. Pengecekan terhadap kondisi peralatan ukur yang yang sudah terkalibrasi dilakukan secara teliti. 1.3. Laporan kondisi/kualitas peralatan ukur terkalibrasi dibuat secara lengkap. 2.1. Peralatan ukur di lapangan berdasarkan jenis pekerjaan dipersiapkan secara lengkap dan cermat. 2.2. Peralatan ukur berdasarkan jenis pekerjaan dioperasikan sesuai prosedur standar. 3.1. Kesiapan dan kelayakan tempat penyimpanan peralatan ukur diperiksa dengan cermat. 3.2. Kondisi kelembaban & suhu tempat penyimpanan peralatan dijaga. 3.3. Fungsi dan kebersihan peralatan ukur dipelihara dengan baik. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 9 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BATASAN VARIABEL 1. Konteks Variabel. 1.1. Unit kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja individu dan atau berkelompok, pada lingkup pekerjaan jasa konstruksi utamanya pada pekerjaan Pengukuran Bangunan Gedung. 1.2 Unit ini berlaku untuk melakukan pengukuran bangunan gedung sesuai dengan instruksi kerja dalam melaksanakan pekerjaan pada: 1.2.1. Bangunan gedung. 1.2.2. Jalan dan jembatan. 1.2.3. Bangunan air. 1.2.4. Bangunan fisik lainnya. 2. Peralatan dan Perlengkapan serta bahan yang diperlukan. 2.1. Peralatan : 2.1.1. Theodolite. 2.1.2. Total station. 2.1.3. Alat ukur jarak elektronik (EDM). 2.1.4. Waterpass. 2.1.5. Meteran (pita ukur). 2.1.6. Bak ukur (rambu ukur). 2.1.7. Yalon (target). 2.1.8 Prisma. 2.1.9 Plummet (nivo) 2.1.10 Statief/tripot. 2.1.11 Sepatu bak ukur. 2.2. Perlengkapan dan bahan : 2.2.1. Gambar Kerja. 2.2.2. Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pelindung Kerja (APK). 2.2.3. Patok. 2.2.4. Palu. 2.2.5. Cat dan kuas. 2.2.6. Paku. 2.2.7. Alat-alat tulis dan kantor. 2.2.8. Alat hitung (calculator/komputer). Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 10 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 2.2.9 Payung. 2.2.10 Tataan penulis lapangan. 3. Tugas-tugas yang harus dilakukan. 3.1. Penyiapan peralatan ukur dan perlengkapannya. 3.2. Pemeriksaan peralatan ukur dan perlengkapannya. 3.3. Kemampuan penggunaan/pengoperasian alat ukur. 3.4. Pengecekan hasil kalibrasi peralatan ukur. 3.5. Pembuatan laporan kondisi kualitas alat ukur. 3.6. Perawatan dan pemeliharaan alat ukur 3.7. Penyimpanan alat ukur 4. Peraturan-peraturan yang diperlukan. PANDUAN PENILAIAN 1. Kondisi Pengujian. Kompetensi ini yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus di ujikan secara konsisten pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau di luar kerja secara simulasi dengan kondisi seperti tempat kerja normal dengan menggunakan kombinasi metode uji untuk mengungkap pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan tuntutan standar. Metode uji antara lain : 1.1. Tes tertulis. 1.2. Tes lisan/wawancara. 1.3. Praktek menggunakan alat peraga/simulasi. 1.4. Praktek ditempat kerja. 1.5. Portofolio atau metode lain yang relevan. 2. Keterkaitan dengan unit lain. 2.1. Penerapan jadwal konstruksi. 2.2. Stake out dan monitoring. 2.3. Pengukuran dimensi dan perhitungan volume. 2.4. Pembuatan laporan pengukuran. 3. Pengetahuan yang dibutuhkan. 3.1. Spesifikasi teknis peralatan ukur. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 11 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 3.2. Spesifikasi teknis pengukuran. 3.3. Penyetelan peralatan ukur. 3.4. Penggunaan peralatan ukur. 3.5. Verifikasi peralatan ukur. 3.6. Perawatan peralatan ukur. 3.7. Penyimpanan peralatan ukur. 4. Keterampilan yang dibutuhkan. 4.1. Penyetelan/setting peralatan ukur dilapangan. 4.2. Pengoperasian/penggunaan peralatan ukur dilapangan. 4.3. Perawatan peralatan ukur. 4.4. Pengukuran dan pencatatan data ukur secara cermat dan teliti. 4.5. Pengecekan peralatan ukur. 5. Aspek Kritis. 5.1. Menunjukkan kecermatan dan ketelitian dalam pemeriksaan alat ukur. 5.2. Menunjukkan kemampuan dalam membaca hasil kalibrasi alat ukur. 5.3. Menunjukkan kemampuan dalam mengelompokkan alat-alat ukur. 5.4. Menunjukkan kecermatan dalam membuat laporan kondisi alat ukur. 5.5. Menunjukkan kemampuan dalam penggunaan dan pengoperasian peralatan ukur. 5.6. Menunjukkan kemampuan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. 6. Kompetensi Kunci No. Kompetensi Kunci dalam unit ini Tingkat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mengumpulkan, menganalisa dan mengorganisasikan informasi Mengkomunikasikan informasi dan ide-ide Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis Memecahkan masalah Menggunakan teknologi 1 1 1 2 2 2 1 Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 12 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BAB III STRATEGI DAN METODE PELATIHAN 3.1. Strategi Pelatihan. Belajar dalam suatu sistem pelatihan berbasis kompetensi berbeda dengan pelatihan klasikal yang diajarkan di kelas oleh pelatih. Pada sistem ini peserta pelatihan akan bertanggung jawab terhadap proses belajar secara sendiri artinya, bahwa peserta pelatihan perlu merencanakan kegiatan / proses belajar dengan Pelatih dan kemudian melaksanakannya dengan tekun sesuai dengan rencana yang telah dibuat. 3.1.1 Persiapan / perencanaan. 1) Membaca bahan/materi yang telah diidentifikasi dalam setiap tahap belajar dengan tujuan mendapatkan tinjauan umum mengenai isi proses belajar yang harus diikuti. 2) Membuat catatan terhadap apa yang telah dibaca. 3) Memikirkan bagaimana pengetahuan baru yang diperoleh berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. 4) Merencanakan aplikasi praktek pengetahuan dan keterampilan. 3.1.2 Permulaan dari proses pembelajaran. 1) Mencoba mengerjakan seluruh pertanyaan dan tugas praktek yang terdapat pada tahap belajar. 2) Mereview dan meninjau materi belajar agar dapat menggabungkan pengetahuan yang telah dimiliki. 3.1.3 Pengamatan terhadap tugas praktek. 1) Mengamati keterampilan praktek yang didemonstrasikan oleh pelatih atau orang yang telah berpengalaman lainnya. 2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih tentang kesulitan yang ditemukan selama pengamatan. 3.1.4 Implementasi. 1) Menerapkan pelatihan kerja yang aman. 2) Mengamati indikator kemajuan yang telah dicapai melalui kegiatan praktek. 3) Mempraktekkan keterampilan baru yang telah diperoleh. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 13 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 3.1.5 Penilaian. Melaksanakan tugas penilaian untuk penyelesaian belajar peserta pelatihan 3.2. Metode Pelatihan. Terdapat tiga prinsip metode belajar yang dapat digunakan. Dalam beberapa kasus, kombinasi metode belajar mungkin dapat digunakan. 3.2.1 Belajar secara mandiri. Belajar secara mandiri membolehkan peserta pelatihan untuk belajar secara individual, sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing. Meskipun proses belajar dilaksanakan secara bebas, peserta pelatihan disarankan untuk menemui pelatih setiap saat untuk mengkonfirmasikan kemajuan dan mengatasi kesulitan belajar. 3.2.2 Belajar berkelompok. Belajar berkelompok memungkinkan peserta pelatihan untuk datang bersama secara teratur dan berpartisipasi dalam sesi belajar berkelompok. Walaupun proses belajar memiliki prinsip sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing, sesi kelompok memberikan interaksi antar peserta, pelatih dan pakar / ahli dari tempat kerja. 3.2.3 Belajar terstruktur. Belajar terstruktur meliputi sesi pertemuan kelas secara formal yang dilaksanakan oleh pelatih atau ahli lainnya. Sesi belajar ini umumnya mencakup topik tertentu.. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 14 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 BAB IV PENGUASAAN PERALATAN UKUR 4.1. Umum. Modul TS-03 : Teori penguasaan peralatan ukur mempresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Juru Ukur Bangunan Gedung (Technician Surveying) Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tapi tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya. Yang dipresentasikan sebagai modulmodul relevan adalah ; peralatan ukur berdasarkan jenis pekerjaan dipersiapkan secara lengkap, pengecekan terhadap kondisi peralatan ukur yang sudah terkalibrasi dilakukan secara teliti, laporan kondisi/kualitas peralatan ukur dilapangan berdasarkan jenis pekerjaan dipersiapkan secara lengkap dan cermat. Penyetelan/setting peralatan pengukuran dilakukan sebelum pengukuran, peralatan ukur berdasarkan jenis pekerjaan dioperasikan sesuai prosedur standar. Kesiapan dan kelayakan tempat penyimpanan peralatan ukur diperiksa dengan cermat, kondisi kelembaban & suhu tempat penyimpanan peralatan dijaga. Fungsi dan kebersihan peralatan ukur dipelihara dengan baik. 4.2. Pemeriksaan Peralatan Ukur. Suatu peralatan ukur, sebelum digunakan harus dicek atau diperiksa terlebih dahulu. Pemeriksaan itu perlu dilakukan baik terhadap peralatan utama seperti theodolite, total station dan waterpass maupun pemeriksaan terhadap peralatan-peralatan pendukung. Pemeriksaan terhadap peralatan utama dilakukan terhadap kegunaan peralatan ukur, kondisi peralatan ukur dan spesifikasi teknis peralatan ukur. Sedangkan peralatan pendukung diperiksa kelengkapan dan ketersediaannya, sehingga peralatan yang sudah diperiksa dinyatakan layak untuk digunakan. 4.2.1. Persiapan Peralatan Ukur. Sebelum pelaksanaan pengukuran maka peralatan ukur dan peralatan pendukungnya harus disiapkan di lapangan, sehingga pelaksanaan pengukuran berjalan dengan baik. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi sangat memerlukan dukungan tim pengukuran meliputi pekerjaan staking out, marking, arahan, pengecekan dan mutual check. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 15 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 4.2.1.1. Pengelompokan jenis pekerjaan berasarkan jenis pekerjaan. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan konstruksi bangunan gedung, keterlibatan pengukuran sangat diperlukan sejak awal sampai selesainya pekerjaan. Untuk pelaksanaan pengukuran tersebut diperlukan peralatan ukur utama dan peralatan pendukung secara garis besarnya dapat dilihat dalam tabel 1 berikut hubungan jenis peralatan berdasarkan pemakaiannya. Tabel 1 Peralatan Utama Peralatan Pendukung Jenis Pekerjaan 1. Theodolite - Statif - Target - Rambu ukur - Unting-unting - Patok, cat, paku, palu - Payung - Alat komunikasi - ATK 2. Total Station - Statif - Target - Reflektor - Unting-unting - Patok, cat, paku,palu - Payung - Alat komunikasi - ATK 3. Waterpass - Statif - Rambu ukur - Tataan bak ukur - Payung - ATK - Pengukuran poligon - Pengukuran beda tinggi - Stake out horizontal - Monitoring/ pengarahan horizontal dan vertikal - Marking - Pengukuran poligon - Pengukuran beda tinggi - Stake out horizontal - Monitoring/ pengarahan horizontal dan vertikal - Marking - Pengukuran beda tinggi/ketinggian - Stake out vertikal - Marking 4.2.1.2. Penyiapan peralatan ukur berdasarkan jenis pekerjaan. Peralatan ukur utama yaitu : Theodolite. Total station. Waterpass. 1. Theodolite. Theodolite adalah suatu alat untuk mengukur sudut horisontal dan vertikal yang banyak dipakai dalam berbagai pekerjaan seperti : pemetaan, sipil, pertanahan, perpipaan dan lain-lainnya. Sampai pada tingkat-tingkat tertentu, berbagai macam theodolite mempunyai perbedaan baik bagian dalamnya maupun penampilannya, Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 16 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 tergantung dari pengerjaannya, pabrik pembuatannya dan lain-lain, akan tetapi secara umum mempunyai prinsip mekanisme yang sama seperti tertera pada gambar 4.1. Secara umum theodolite dapat dipisahkan menjadi bagian atas dan bagian bawah. Gambar 4.1 adalah contoh alat theodolite yang banyak digunakan untuk keperluan di atas. Gambar 4.1 Alat theodolite Bagian atas terdiri dari : a. Pelat atas yang langsung dipasangkan pada sumbu vertikal. b. Standar yang secara vertikal dipasangkan pada a. c. Sumbu horisontal didukung oleh a dan b. d. Teleskop tegak lurus sumbu horisontal dan dapat berputar mengelilingi sumbunya. e. Lingkaran graduasi vertikal dengan sumbu horisontal sebagai pusatnya. f. Dua buah (kadang-kadang hanya sebuah) nivo tabung, dengan sumbu-sumbunya yang saling tegak lurus satu dengan lainnya. g. Dua pembacaan graduasi yang berhadapan. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 17 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Bagian bawah terdiri dari : a. Pelat bawah. b. Lingkaran graduasi. c. Tabung sumbu luar dari sumbu vertikal yang dipasangkan tegak lurus terhadap lingkaran graduasi horisontal. d. Pelat-pelat sejajar dan sekrup-sekrup penyipat-datar untuk menghorisontalkan theodolite secara keseluruhan. Pelat atas dan pelat bawah dapat berputar mengelilingi sumbu vertikal dengan bebas dimana terdapat sekrup-sekrup tangens untuk sedikit menggeser kedua pelat tersebut. Agar dapat dipergunakan untuk pengukuran sudut vertikal, maka pada theodolite dipasang nivo teleskop dan dilengkapi pula dengan sekrup klem untuk mengencangkan teleskop dan sekrup tangennya. Theodolite seperti yang terlihat pada gambar 4.2 dinamakan theodolite tipe sumbu ganda dan digunakan untuk pengukuran dengan ketelitian yang rendah. Terdapat pula theodolite yang tidak mempunyai klem bawah dan hanya mempunyai sumbu dalam, karena bagian yang berputar dengan tabung sumbu luar dan pelat atas sejajar disatukan. Tipe ini disebut theodolite tipe sumbu tunggal (lihat gambar 4.3). Theodolite tipe ganda mempunyai dua buah sumbu pada bagian dalam dan bagian luar, sehingga memungkinkan pengukuran sudut dengan pengulangan (repetition) tertentu. Akan tetapi dalam pembuatannya di pabrik amatlah sulit untuk membuat sedemikian rupa sehingga kedua sumbu-sumbu tersebut sungguh-sungguh terpusat, maka theodolite tipe ini tidak cocok untuk pengukuran teliti. Theodolite tipe sumbu tunggal kadang-kadang disebut alat pengukuran satu arah dan theodolite tipe sumbu ganda disebut alat pengukuran dengan perulangan. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 18 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Gambar 4.2 theodolite (tipe sumbu ganda) Gambar 4.3 theodolite (tipe sumbu tunggal) Bagian-bagian utama theodolite. Bagian-bagian theodolite terdiri dari teleskop, nivo, lingkaran graduasi & pembacaan sudut horisontal, perlengkapan pengukur sudut vertikal, perlengkapan pengukur sipat-datar dan alat penegak. a. Teleskop. Teleskop terdiri dari bagian-bagiannya yaitu, benang silang, sistim pembidik dan tabung (lihat gambar 4.4) Gambar 4.4 Teropong I. Sistem lensa obyektif. Kegunaan teleskop adalah untuk mengetahui arah sasaran (garis kolimasi). Karena itu disyaratkan agar bidang pandangan harus terang, pembesaran harus cukup memadai dan bayangan harus nyata. Bagian ini direncana sesuai dengan daya penglihatan mata (kira-kira 60 detik), graduasi dengan pembacaan yang teliti dan lain sebagainya. Cahaya yang menimpa lensa, sebagian dipantulkan oleh permukaan lensa. Untuk mengurangi pantulan cahaya tersebut, maka lensa tersebut dilapisi dengan magnesium fluoride setebal ¼ panjang Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 19 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 gelombang cahaya yang menimpa lensa tersebut sehingga berkas cahaya yang dipantulkan dari permukaan berlapis magnesium fluoride dapat disimpangkan setengah panjang gelombang pantulan cahaya dari permukaan gelas secara bertahap untuk mengurangi jumlah pantulan cahaya. Pada sistem 5 lensa tanpa lapisan, bagian cahaya yang terpantul kembali adalah 20%, sedang sistem lensa dengan lapisan hanya 6% yang terpantul kembali yang berarti suatu perbaikan yang cukup besar juga. Pada diameter lensa obyektif tertentu, dengan semakin meningkatnya pembesaran bayangan, maka bidang pandangan akan semakin buram. Karenanya, apabila cahaya yang melalui lensa diteliti, semakin pendek gelombang cahaya tersebut, maka cahaya terpantul akan semakin banyak pula (gambar 4.5). Karena sinar putih terdiri dari kombinasi dari berbagai cahaya yang mengandung bermacam-macam panjang gelombang, maka bayangan yang diperoleh menjadi buram. Fenomena ini dinamakan penyimpangan kromatik (chromatic). Apabila berkas cahaya sejajar menimpa sebuah lensa (gambar 4.6), berkas cahaya yang berada dekat dengan sumbu optik, panjang fokusnya lebih besar, sedang yang berada lebih jauh dari sumbu optik, panjang fokusnya lebih kecil. Fenomena ini disebut penyimpangan speris lensa. Terdapat juga penyimpangan-penyimpangan lensa lainnya dan pengaruh-pengaruh ini dapat dihilangkan dengan suatu kombinasi lensa pembalik pantulan (lensa negatif). Pada umumnya sistem lensa obyektif teleskop untuk pengukuran terdiri dari dua atau lebih kombinasi lensa. Gambar 4.5 Penyimpangan kromatik Gambar 4.6 Penyimpangan speris Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 20 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 II. Benang silang. Titik perpotongan benang silang (cross-hair) adalah untuk menempatkan sasaran pada titik tertentu dalam teleskop. Garis lurus yang menghubungkan pusat optik obyektif dengan titik tersebut dinamakan garis kolimasi (garis bidik). Berbagai macam cara untuk pembuatan benang silang, antara lain dengan mengunakan benang sarang laba-laba, atau benang nylon yang direntangkan pada bingkai melingkar atau garis-garis halus yang diguratkan pada lempeng gelas yang tebalnya kira-kira 1 sampai 3μ seperti yang tertera pada gambar 4.7. posisi benang silang yang berarti pula posisi garis kolimasi dapat digeser-geser dan disesuaikan dengan empat buah sekrup. Tipe benang silang dapat dilihat pada gambar 4.8. Gambar 4.7 Diafragma (benang silang) Gambar 4.8 Tipe benang silang III. Sistem pembidik. Pada dasarnya pembidik adalah kombinasi dari sebuah lensa pandang (field view lens) dan lensa bidik (eye piece). Umumnya digunakan tipe Ramsden dan untuk mengurangi penyimpanganpenyimpangan, maka kedua lensa harus mempunyai panjang fokus yang sama serta penempatan jarak kedua lensa sama dengan ¾ panjang fokusnya (lihat gambar 4.9) Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 21 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 IV. Gambar 4.9 Pembidik Ramsden Tombol fokus. Sasaran yang diukur meliputi jarak-jarak yang amat pendek sampai puluhan kilometer dan karenanya apabila jarak antara sistem obyek dan benang silang sudah tertentu maka bayangan yang jelas dari sasaran tak selalu muncul pada bidang benang silang. Karenanya pada teleskop terdapat tombol penyetel agar bayangan dari sasaran terlihat jelas pada bidang benang silang. Ditinjau dari cara pengfokusannya, maka terdapat 2 tipe teleskop yaitu : Teleskop pengfokus luar (external focussing telescope) dimana lensa obyektif yang digeser-geser dan kelemahannya adalah bahwa penggeseran obyektif mengakibatkan mudah bergesernya titik pusat teleskop dan selanjutnya garis kolimasi bergeser pula. Teleskop pengfokus dalam (internal focussing telescope) dimana di antara obyektif dan benang silang ditempatkan sistem lensa cekung (lensa fokus) Gambar 4.10 teleskop pengfokus dalam b. Nivo. (i) Nivo Tabung. Pengukuran sudut dimulai dengan menempatkan sumbu vertikal theodolite sedemikian rupa sehingga berhimpit dengan garis vertikal dan kemudian dilakukan pembacaan sudut horisontal dan sudut vertikalnya. Pengukuran ini dilakukan dengan pertolongan nivo. Nivo bekerja pada prinsip bahwa cairan akan berada dalam keadaan tenang, jika permukaannya dalam posisi vertikal terhadap arah gaya tarik bumi. Terdapat dua tipe nivo, yaitu nivo batangan (bar bubble Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 22 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 tube) dan nivo tabung bundar (circular bubble tube). Nivo tabung batangan (lihat gambar 4.11) dibuat dengan membentuk busur lingkaran pada dinding dalam (inside surface) bagian atas tabung gelas dengan arah axial yang kemudian sebagian diisi dengan campuran alkohol dan ether, serta sebagian lagi masih terisi udara, sedang nivo tabung bundar dibuat dengan mengasah dinding dalam bagian atas tabung sehingga berbentuk speris dan kemudian diisi cairan seperti tipe pertama (lihat gambar 4.12). Kedua tipe tersebut mempunyai prinsip kerja yang sama tetapi nivo tabung bundar lebih baik karena kemiringannya kesegala arah dapat diketahui dengan segera. Sebaliknya untuk kepekaan yang lebih tinggi maka nivo memerlukan tabung dengan ukuran yang lebih besar, sedangkan tabung ukuran besar tidaklah akan serasi untuk dipasang pada alat pengukuran. Karena itu hanya diproduksi nivo tabung dengan kepekaan yang rendah yang digunakan untuk alat-alat pengukuran berketelitian rendah atau untuk alat penyipat-datar pertama pada alat-alat pengukuran berketelitian tinggi. Gambar 4.11 Nivo tabung batangan Gambar 4.12 Nivo tabung bundar (ii) Kepekaan nivo tabung. Apabila kemiringan nivo tabung adalah θ (lihat gambar 4.13), maka gelembung nivo bergerak dari titik A ke titik B dan akan diperoleh persamaan sebagai berikut : Rθ = S d 1 θ = ds R atau d θ = ds R Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 23 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Apabila ds = 2 mm, dan dθ dinyatakan dalam detik, maka akan diperoleh : dθ = 1 413 R Gambar 4.13 Hubungan antara gerakan gelembung dan inklinasi Secara internasional untuk menentukan kepekaan nivo tabung telah disepakati dengan kemiringan tertentu dari nivo tersebut, sehinga menyebabkan pergeseran gelembung sebesar 2mm, dengan demikian harga-harga dθ dan R disesuaikan seperti pada tabel dibawah ini : Kepekaan (detik) 30 20 10 Jari-jari lengkung (cm) 14 21 41 c. Lingkaran graduasi dan pembacaan. I. Lingkaran Graduasi Lingkaran graduasi umumnya terbuat dari bahan baja atau gelas. Akan tetapi sifat baja yang mudah berdeformasi, akibat berat sendiri sehingga tidak dapat digunakan untuk theodolite berketelitian tinggi. Sebagai pembacaan pada lingkaran graduasi baja umumnya digunakan vernir atau mikrometer. Dewasa ini lingkaran graduasi umumnya terbuat dari gelas dengan gradasi yang sangat halus (hanya berupa mikron saja). Kelebihan dari bahan gelas ini adalah ringan, transparan, seragam dan lain-lain sehingga sangat cocok untuk perlengkapan theodolite. Lingkaran graduasi mempunyai skala besar pada interval-interval 20 menit, 30 menit atau satu derajat dan sebagainya dan harga-harga yang lebih kecil biasanya dibaca dengan mikrometer. Berbagai macam graduasi diperlihatkan pada gambar 4.14. umumnya lingkaran graduasi horisontal seperti terlihat pada gambar 4.14 sedang lingkaran graduasi vertikal seperti gambar 4.15. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 24 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Gambar 4.14 berbagai macam lingkaran graduasi Gambar 4.15 Vernir langsung II. Vernir Vernir terdiri dari empat tipe yaitu vernir langsung (direct vernier), vernir mundur (refrograde vernier), vernir ganda dan vernir lipat ganda (double folded vernier). Seperti yang tertera pada gambar 4.15, untuk vernir langsung graduasinya panjang dari pembagian (n 1) skala besar, dibagi dengan n bagian sama panjang. Apabila satu interval graduasi dari pada skala besar adalah L M, maka akan terjadi hubungan berikut : ( n 1) L M = nl V ( n 1) L M L L L L M M V = M = n n Karena itu /n adalah unit minimum untuk memungkinkan L M pengukuran dengan vernir. Pecahan-pecahan dapat dibaca dari graduasi vernir, apabila skala besar dan vernir berhimpit satu dengan lainnya (gambar 4.16). Umpamanya pembacaan dengan vernir dibutuhkan untuk 20 pada interval-interval graduasi minimum pada skala 20 20 = L M /n =20"/60 jadi 59 graduasi pada skala besar harus dibagi menjadi 60 bagian yang sama seperti graduasi pada vernir. Vernir tidak langsung mempunyai graduasi yang dibuat dengan membagi rata panjang graduasi (n-1) pada Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 25 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 skala besar menjadi n bagian dan gambar graduasi pada vernir berlawanan dengan skala besar (gambar 4.17). Ada juga theodolite yang mempunyai dua graduasi pada pada kedua arah dan karenanya terdapat vernir dengan graduasi pada kedua sisinya dengan 0 sebagai pusatnya yang disebut vernir ganda. Karena vernir ganda tersebut umumnya panjang, terdapat vernir dengan dua graduasi dalam dua arah dan tipe ini dinamakan vernir ganda balik (gambar 4.18) menunjukan contoh-contoh pembacaan vernir. Gambar 4.16 Pembacaan vernir langsung Gambar 4.17 Pembacaan vernir mundur Gambar 4.18 Pembacaan berbagai macam vernir Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 26 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 III. Mikrometer skala. Mikrometer skala adalah mikrometer yang mempunyai lempeng gelas dengan graduasi skala kecil dari satuan graduasi skala besar, ditempatkan pada bidang fokus dari lensa obyektif (gambar 4.19) Gambar 4.19a Sistem optis theodolite mikrometer skala Gambar 4.19b Pembacaan mikrometer skala IV. Mikrometer optik. Untuk menghilangkan kesalahan eksentris lingkaran graduasi, haruslah dibaca suatu graduasi 180 0 yang terpisah pada lingkaran graduasi tersebut. Wild menemukan cara di mana arah masuk berkas cahaya dipindahkan secara paralel dengan menggunakan lempeng gelas datar sejajar dan pergeseran mikrodial akibat perpindahan diperbesar untuk pengukuran sudut dan memungkinkan pengukuran sampai 0,1. Prinsip ini ditunjukan pada gambar 4.20 dan 4.21 menunjukan bayangan graduasi 180 0 terpisah satu dengan lainnya. Bayangan-bayangan graduasi dapat terlihat melalui lempeng gelas sejajar dan sistem gelas prisma. Pada saat pelaksanaan pengukuran, mikrodial digeser agar A dan B yang berlawanan dapat berhimpit. Dial atau piringan tempat angka-angka mempunyai graduasi berputar yang halus dan graduasi ini juga masuk dalam bidang pandangan mikrometer sehingga dapat dibaca bersama skala besar. Dewasa ini penggunaan lempeng gelas sejajar untuk mekanisme pembacaan alat pengukuran sudah sangat populer. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 27 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Gambar 4.20 Sistem optis mikrometer tipe berhimpit. Gambar 4.21 Contoh pembacaan mikrometer tipe berhimpit Gambar 4.22 Sistem optis theodolite dengan pembacaan tipe berhimpit d. Alat pengukur sudut vertikal. Akibat dari terjadinya ayunan berkas cahaya yang melintas udara terbuka, maka pengukuran-pengukuran sudut vertikal menghasilkan ketelitian yang rendah, sehingga dimensi lingkaran graduasi vertikal umumnya dibuat lebih kecil dibandingkan dengan lingkaran graduasi Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 28 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 horisontalnya. Karena pengukuran sudut vertikal dilaksanakan sesuai dengan arah vertikal, theodolite dilengkapi dengan alat penyipat-datar yang mempunyai ketelitian relatif tinggi dari kelas 10 sampai 20 atau tabung libel silang khusus. e. Alat penyipat-datar Alat penyipat-datar (leveling device) pada theodolite digunakan untuk membuat agar sumbu vertikal theodolite berhimpit dengan garis vertikal. Tipe alat penyipat-datar terdiri dari alat penyipat-datar speris (spherical leveling device) dan alat penyipat tipe sekrup (screw type leveling device). Alat penyipat-datar speris digunakan pada alat-alat berketelitian rendah (gambar 4.23). Gambar 4.23 Alat penyipat-datar speris. f. Alat penegak. Alat penegak (flumbing device) umumnya terdiri dari tipe unting-unting (plump bob) dan tipe penegak optik (optical plumbing device) gambar 4.24 menunjukkan potongan melintang sebuah unting-unting. Gambar 4.25 menunjukkan alat penegak optik yang banyak digunakan theodolite. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 29 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Gambar 4.24 Unting-unting. Gambar 4.25 Alat penegak optis 2. Total station. Gambar 4.26 adalah contoh alat total station yang banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan : sipil, pemetaan, pertanahan, perpipaan dan lain-lainnya. Gambar 4.26 alat total station Total station adalah pengenmbangan dari theodolite yang dilengkapi dengan pengukuran jarak dan sudut secara elektronik dengan dibantu reflektor sebagai target dan pengganti rambu ukur. Di samping itu untuk mempermudah proses data dilengkapi juga dengan komputer. Konstruksi utama seperti rambu pertama, rambu kedua dan garis bidik sama dengan theodolite. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi adalah : a. Ketelitian bacaan sudut horizontal. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 30 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 b. Ketelitian bacaan sudut vertikal. c. Ketelitian bacaan jarak horizontal dan vertikal (beda tinggi). d. Kemampuan software untuk menghasilkan hitungan beda tinggi. e. Kemampuan software untuk menghasilkan hitungan koordinat. f. Sumbu pertama vertikal. g. Sumbu kedua mendatar. h. Sumbu kedua tegak lurus sumbu pertama. Di samping persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi bagianbagian total station harus berfungsi dengan baik. Bagian-bagian tersebut adalah ; a. Sekrup-sekrup dan klem untuk penyetelan harus berfungsi dengan baik dan normal. b. Nivo-nivo harus berfungsi dengan baik. c. Kejernihan lensa atau kaca pada teropong harus benar-benar dalam kondisi baik dan normal. d. Tampilan bacaan (display) harus jelas. 3. Alat ukur penyipat-datar (waterpass). a. Alat Ukur Penyipat-datar yang sederhana tanpa teropong. Alat ukur penyipat-datar yang sederhana terdiri atas : selang dari karet dan dua tabung gelas diberi skala dalam mm. Alat dengan selang karet ini banyak digunakan pada pembuatan jalan-jalan, jembatan, kanalisasi dan bangunan gedung-gedung. Setelah selang dihubungkan pada dua tabung gelas dengan panjang yang diperlukan, alat diisi dengan air yang telah dihilangkan dari gelembung-gelembung udara. Kedua tabung gelas ini dipasang tegak lurus dan berdekatan untuk melihat apakah ada perbedaan tinggi kedua permukaan air didalam dua tabung itu; dengan demikian, bila perlu dapat ditentukan koreksi titik nol skala pada tabung gelas. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 31 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 Gambar 4.27 Kedua tabung gelas selanjutnya dibawa kedua titik yang akan ditentukan beda tingginya, ditunggu beberapa menit, hingga permukaan air dalam keadaan tidak bergerak lagi, barulah tinggi permukaan air didalam dua tabung gelas dibaca beberapa kali. Setelah pembacaan rata-rata diambil, maka selisih dua pembacaan akan menjadi beda tinggi dua titik yang ditempati oleh tabung gelas itu. Bila pengukuran dilakukan dengan teliti, maka dapatlah dicapai ketelitian hasil pengukuran yang sama dengan + 1 a 2 mm. Selang karet yang digunakan mempunyai lubang yang garis tengahnya sama dengan 10 mm dan dapat dicapai panjang 125 m. Alat ini dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi dua titik yang letak didua tepi sungai. Alat lain yang sederhana pula terdiri atas batang ukur A dan mistar B yang diberi skala dalam dm. Batang A harus dapat dibuat mendatar dengan sebuah nivo tabung dari tabung nivo mana garis alasnya harus sudah sejajar dengan garis arah nivo. Panjang batang A adalah paling sedikit 3 m. Penggunaan alat ini dapat dilihat pada gambar. Pada penggunaan yang seksama dicapai ketelitian hasil pengukuran sebesar + 0,5 cm dan bila jarak antara dua titik A dan B yang harus ditentukan beda tingginya ada nx panjang batang ukur A, maka ketelitian yang dapat dicapai ada + 0,5 n cm. Alat ini hanya dapat digunakan untuk jarak-jarak yang Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 32 dari 92

INA.5230.223.23.03.07 pendek. Untuk jarak-jarak yang panjang harus digunakan alat ukur penyipat-datar yang dilengkapi dengan teropong. Gambar 4.28 Waterpass (sipat datar) sederhana gambar 4.29. alat untuk menentukan beda tinggi antaran dua titik dan penggunaannya sangat luas seperti pekerjaan sipil, pemetaan, pertanahan dan lainlainnya. Gambar 4.29 Alat waterpass 1. Lingkaran horizontal berskala. 8. Sekrup ungkit. 2. Skala pada lingkaran horizontal. 9. Sekrup pendatar. 3. okuler teropong. 10. Obyektif teropong. 4. Alat bidik dengan celah pejera. 11. Nivo tabung. 5. Cermin nivo. 12. Nivo kotak. 6. Sekrup penyetel fokus. 13. Kepala kaki tiga. 7. Sekrup penggerak horizontal. Buku Informasi Edisi : 2011 Halaman: 33 dari 92

Alat penyipat datar sederhana (lihat gambar 4.29) terdiri dari sebuah teropong dengan garis bidik (garis vizier) dapat dibuat horizontal dengan sebuah nivo tabung (no.11) untuk mencari sasaran sembarang sekeliling alat penyipat datar, maka teropong dan nivo tabung dapat diputar pada sumbu pertama yang dapat diatur pada tiga sekrup pendatar (no.9). dengan sekrup penyetel fokus (no.6) bayangan rambu ukur dapat disetel tajam. Dengan sekrup penggerak horizontal (no.7) bayangan dapat disetel tajam. b. Syarat-syarat untuk Alat Ukur Penyipat-datar. Syarat utama yang harus dipenuhi oleh semua macam alat ukur penyipat-datar ialah : garis bidik didalam keadaan sejajar dengan garis arah nivo. Syarat-syarat berikut adalah syarat-syarat tambahan yang dimaksudkan untuk mempercepat dan memudahkan pengukuran. Gambar 4.30 Syarat tambahan pertama ialah : garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu. Bila garis bidik yang telah sejajar dengan garis arah nivo tidak tegak lurus pada sumbu kesatu, maka garis bidik akan membuat sudut α < 90 0 dengan sumbu kesatu. Bila garis bidik diarahkan ke mistar kiri dengan gelembung nivo ditengahtengah, maka garis arah nivo dan garis bidik akan mendatar. Tetapi karena garis arah nivo tidak tegak lurus pada sumbu kesatu, maka sumbu kesatu akan miring (tidak vertikal) (lihat gambar 4.2.c.4). Bila sekarang teropong diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar dan garis bidik diarahkan ke mistar kanan, maka sudut α antara garis arah nivo dan sumbu kesatu pindah kesebelah Halaman: 34 dari 92

kanan dan ternyata garis arah nivo dan dengan sendirinya garis bidik tidak mendatar, sehingga garis bidik yang tidak mendatar tidaklah dapat digunakan untuk melakukan pembacaan pada mistar. Untuk mendapat pembacaan b dengan garis bidik yang mendatar, haruslah teropong dipindahkan keatas, sehingga gelembung ditengah-tengah. Akan dilihat keadaan bila garis arah nivo telah tegak lurus pada sumbu kesatu. Dengan gelembung ditengah-tengah garis bidik yang menjadi datar, diarahkan ke mistar kiri. Dan karena garis arah arah nivo telah tegak lurus pada sumbu kesatu, sumbu kesatu akan letak tegak lurus. Sekarang teropong diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar dan garis bidik diarahkan ke mistar kanan, maka garis arah nivo akan mendatar pula, karena garis arah nivo telah tegak lurus pada sumbu kesatu. Jadi sekarang untuk menghemat waktu tak perlu lagi mendatarkan garis bidik dengan menempatkan gelembung ditengah-tengah, sehingga pekerjaan dapat berjalan lebih cepat. Gambar 4.31 Syarat tambahan yang kedua ialah : benang mendatar diafragma dalam keadaan tegak lurus pada sumbu kesatu. Pengukuran beda tinggi dengan cara menyipat datar adalah pembacaan berpotongan garis bidik yang mendatar dengan mistar-mistar ukur yang dipasang diatas titik-titik. Garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan titik potong dua benang diafragma dengan titik tengah lensa obyektif, teropong. Maka pada pengukuran beda tinggi akan selalu dibaca pada mistar-mistar ukur tempat titik Halaman: 35 dari 92

potong dua garis diafragma itu pada mistar-mistar ukur, gelembung nivo selalu ditempatkan ditengah-tengah supaya pembacaan dilakukan pada garis bidik yang mendatar (syarat utama telah dipenuhi), sehingga sumbu kesatu dalam posisi vertikal (syarat tambahan kesatu telah dipenuhi). Bila garis mendatar diafragma tidak tegak lurus pada sumbu kesatu, garis mendatar a-a diafragma akan miring. Titik potong garis bidik dengan mistar ukur ditentukan dengan menentukan perbandingan x dan y hingga dua angka perbandingan harus mempunyai jumlah sama dengan 10 (x+y=10), supaya x dinyatakan dengan mm, bila satu garis pada mistar ukur ada 1 cm. Penentuan x dan y akan lebih mudah dilakukan, bila garis a-a diafragma mendatar. Garis a-a diafragma akan mendatar, bila garis tersebut tegak lurus pada sumbu kesatu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi alat ukur penyipat-datar ialah : a. Syarat utama : garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. b. Syarat kedua : garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu. c. Syarat ketiga : garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu. d. Syarat keempat : sumbu pertama harus dalam keadaan vertikal. Sebelum alat ukur penyipat-datar digunakan untuk mengukur, maka syarat-syarat ini harus dipenuhi lebih dahulu atau dengan perkataan lain : alat ukur penyipat-datar harus diatur/ disetel lebih dahulu, supaya empat syarat itu dapat dipenuhi. 3 macam-macam alat ukur penyipat-datar : a. Alat ukur penyipat-datar wye. b. Alat ukur penyipat-datar tabung. c. Alat ukur penyipat-datar ungkit. d. Alat ukur penyipat-datar otomatis. Garis besar alat sipat datar adalah sebagai berikut : a. Alat sipat datar wye. Alat sipat datar wye adalah teleskop dengan nivo yang didukung oleh penyangga berbentuk Y (gambar 4.2c5). Hal Halaman: 36 dari 92

yang terpenting dari alat ini adalah bahwa garis kolimasi, sumbu dan lain-lainnya dapat disetel. Karena alat ini mempunyai banyak bagian-bagian yang dapat disetel yang memungkinkan terjadi kesalahan-kesalahan pada bagianbagian yang dapat disetel tersebut. Karenanya alat ini jarang digunakan kecuali untuk pengukuran-pengukuran yang kasar. Gambar 4.32 Konstruksi alat sipat-datar Wye. b. Alat sipat datar tabung Alat ini sama dengan alat sipat datar wye tetapi kebanyakan bagian yang dapat digerakan sudah dikencangkan. Sekali penyetelan telah selesai, secara mekanis alat menjadi amat stabil dan cocok untuk pengukuran dengan penanganan yang kasar, misalnya pada kondisi lapangan pengukuran yang sukar (periksa 4.33). Gambar 4.33 Alat sipat-datar tabung. Halaman: 37 dari 92

c. Alat sipat datar ungkit Alat ini adalah yang paling banyak digunakan dalam dunia pengukuran dan sangat cocok untuk semua tipe pekerjaan sipat datar, tidak seperti kedua tipe sebelumnya, maka selama penggunaannya pada alat ini tidak diperlukan penempatan sumbu vertikal berhimpit dengan garis vertikal serta sumbu nivo dan garis kolimasi teleskop dapat dengan mudah ditempatkan tegak lurus garis vertikal dengan sekrup pengungkit. Selain itu waktu yang dibutuhkan untuk pengukuran relative pendek (periksa gbr. 4.35). Selanjutnya dalam penggunaannya, mulamula sumbu vertikal ditempatkan hampir vertikal dengan memutar sekrup-sekrup penyipat-datar dan nivo bulat serta untuk pembacaan rambu atau jalan, gelembung nivo teleskop ditempatkan ditengah-tengah dengan sekrup pengungkit tangent (periksa gbr. 4.36). Gambar 4.34 Konstruksi alat sipat-datar ungkit. Gambar 4.35 Alat sipat-datar ungkit. Halaman: 38 dari 92

d. Alat sipat datar otomatis Alat ini mempunyai kompensator yang terdapat dalam teleskop. Penggunaan nivo tabung memungkinkan pandangan sasaran yang sama seperti apabila dibidik horisontal meskipun garis kolimasi tidak sungguh-sungguh horisontal (gbr. 4.36). Karena mudah pemasangannya, alat ini digunakan untuk pengukuran pada pekerjaan konstruksi dengan ketelitian yang relative rendah, akan tetapi akhir-akhir ini alat tersebut telah dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk sipat datar teliti. Walaupun demikian alat ini mempunyai kekurangan yaitu mudah dipengaruhi getaran, karena sebagai kompensatornya dipergunakan sistem pendulum. Gambar 4.36 Konstruksi alat sipat-datar otomatis. 1. Lensa obyektif (depan) 11. Sekrup penyetel pegangan. 2. Lensa obyektif (belakang) 12. pusat. 3. Lensa pengfokus 13. Lingkaran horisontal. 4. Kolimator pembidik. 14. Landasan speris. 5. Prisma kompenstor. 15. Sekrup klem landasan speris. 6. Prisma tetap. 16. Sekrup putaran horisontal. 7. Pelembab. 17. Sekrup penyipat-datar. 8. Prisma pemilih. 18. Pelat landasan. 9. Pegangan. 19. Sekrup landasan. 10. Lensa pembidik. Halaman: 39 dari 92

Peralatan Pendukung. Sedangkan peralatan tambahan adalah peralatan-peralatan pendukung yang menyebabkan peralatan ukur itu dapat difungsikan misalnya : a. Statip (kaki tiga). b. Rambu ukur. c. Prisma atau target. d. Patok tetap (patok beton) maupun patok sementara (patok kayu). e. Paku payung. f. Unting-unting. g. Spidol atau cat sebagai alat penanda (marking). h. Bendera sebagai alat pengarah atau penanda. i. Peralatan komunikasi. j. Formulir. k. Sepatu/tataan rambu ukur. l. Roll meter (meteran, pita ukur) Seperti diketahui, peralatan pendukung ini sangatlah penting karena seperti statip, di atas statip yang stabil dan berfungsi dengan baik peralatan ukur dapat disetel. Selain itu rambu ukur juga diperlukan untuk mengetahui bacaan bidikan peralatan ukur terutama theodolite dan waterpass sehingga dapat dibaca jarak optis maupun beda tinggi antar dua titik yang diukur. Sedangkan prisma atau target berfungsi untuk mengarahkan bidikan teropong dan memantulkan gelombang elektromagnetik yang dapat memberikan informasi mengenai arah dan jarak untuk peralatan Total station. Gambar 4.37 Contoh prisma target Halaman: 40 dari 92

Gambar 4.38 Contoh rambu ukur Gambar 4.39 Contoh sepatu/tataan rambu ukur Gambar 4.40 Contoh kaki tiga Gambar 4.41 Theodolite (a) Pita ukur kain (b) Pita ukur baja Halaman: 41 dari 92

(c) Pita ukur dengan campuran serat gelas dan serat kimia Gambar 4.42 (a) (b) (c) Contoh pita ukur Gambar 4.42 (a) (b) (c) contoh-contoh pita ukur untuk mengukur jarak langsung yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan seperti pada pembangunan gedung, pemetaan, pekerjaan sipil, pertanahan, perpipaan dan lain-lainnya. Perlengkapan pendukung, digunakan untuk mendukung pekerjaan pengukuran, sebagai contoh : patok tetap maupun sementara digunakan untuk mendapatkan atau menyimpan koordinat dan ketinggian dari titiktitik yang digunakan sebagai acuan atau referensi. Biasanya patok tetap diwujudkan dengan tugu beton yang secara umum dinamakan Bench Mark (BM), sedangkan patok sementara biasanya dibuat dengan menggunakan kayu seukuran kaso dipancang pada permukaan tanah dan diberi paku payung di atasnya. Pada permukaan tanah yang sudah dilindungi dengan lantai atau perkerasan lainnya titik sementara biasanya hanya berupa paku payung yang ditanam dan diberi tanda lingkaran serta diberi penanda lain seperti tulisan kode dan sebagainya dengan menggunakan cat atau spidol serta pada daerah sekitarnya dipasang bendera dengan warna yang mencolok. Halaman: 42 dari 92

(a) Contoh patok tetap dari paralon (b) Contoh Bench Mark (c) Contoh patok sementara dari kaso Ф 12 ~15 cm 5 x 7 cm Gambar 4.43 Contoh gambar Bench mark (BM) Peralatan komunikasi diperlukan untuk berkomunikasi antara Juru ukur dengan tenaga pembantu atau dengan atasan langsung, hal ini dikarenakan di samping jarak yang mungkin jauh juga dikarenakan disekelilng tempat kerja mungkin dipenuhi dengan suara alat-alat berat, suara mesin mobil atau suara-suara lain yang menggangu komunikasi apabila hanya dilakukan dengan suara manusia saja (mulut), disamping itu juga untuk mengefektifkan kerja dari Juru ukur maupun tenaga pembantunya karena tidak perlu bolak-balik untuk berkomunikasi. Sedangkan formulir, disiapkan untuk keperluan mencatat data yang diperoleh selama melakukan aktivitas pengukuran. Formulir disiapkan menurut keperluan baik untuk melakukan pengukuran sudut dan jarak maupun untuk mencatat pengukuran beda tinggi dan keterangan/sketsa lapangan. 4.2.2. Pengecekan kondisi peralatan ukur yang sudah terkalibrasi. 4.2.2.1. Pengecekan peralatan ukur yang sudah dikalibrasi. Peralatan ukur dan perlengkapannya dicek terlebih dahulu sebelum digunakan. Terutama peralatan ukur yang telah dikalibrasi harus diperiksa dengan teliti. Sekrup-sekrup penyetelan, nivo-nivo, sumbu pertama, sumbu kedua, garis bidik dan hasil pembacaan harus diperiksa dengan Halaman: 43 dari 92

cermat dan teliti. Apabila hasil pemeriksaan belum baik maka alat ukur harus dikembalikan/dikalibrasi lagi. Pengecekan terhadap peralatan ukur yang akan digunakan untuk melaksanakan pekerjaan pengukuran sangat perlu dilakukan agar peralatan peralatan tersebut dapat digunakan secara normal sesuai dengan standar dan batas toleransi yang dikeluarkan oleh pembuat peralatan ukur. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebuah alat ukur dikelompokkan sesuai dengan jenis dan fungsi dari masing-masing peralatan ukur. Secara garis besar pengelompokkan persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : a. Theodolite. Pada waktu theodolite akan digunakan untuk melakukan pengukuran, bagian-bagian theodolite utama harus berada dalam keadaan yang baik. Bagian-bagian dan keadaannya adalah : a. Sumbu kesatu dalam keadaan tegak lurus (vertikal). b. Sumbu kedua dalam keadaan mendatar dan tegak lurus sumbu kesatu. c. Garis bidik dalam keadaan tegak lurus pada sumbu kedua. d. Kesalahan indeks pada skala lingkaran tegak harus sama dengan nol. Maka theodolite harus diatur lebih dahulu, supaya memenui syaratsyarat tersebut : a. Untuk membuat tegak lurus/vertikal sumbu kesatu, digunakan sebuah nivo, karena pada nivo didapat suatu garis lurus, ialah garis jurusan nivo, yang dapat dibuat mendatar dengan teliti. Bila garis jurusan nivo mendatar maka sumbu kesatu akan tegak lurus/vertikal. Maka lebih dahulu garis jurusan nivo dibuat tegak lurus pada sumbu kesatu dan selanjutnya sumbu kesatu dibuat tegak lurus pada garis jurusan nivo dalam dua jurusan, supaya sumbu kesatu menjadi tegak lurus/vertikal. Untuk ini digunakan nivo yang terletak di atas pelat nonius mendatar. Halaman: 44 dari 92

Gambar 4.44 Membuat garis jurusan nivo tegak lurus pada sumbu kesatu dilakukan sebagai berikut : Putarlah nivo dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar sedemikian rupa hingga nivo sejajar dengan dua sekrup penyetel A dan B. Dengan dua sekrup penyetel ini gelembung ditempatkan ditengah-tengah, dengan demikian garis jurusan nivo mendatar ( a 1b1). Bila misalkan garis jurusan belum tegak lurus pada sumbu kesatu maka sudut antara sumbu kesatu dan garis jurusan nivo ada 90 0 - α. Sekarang putarlah nivo 180 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar, maka garis jurusan nivo menjadi b a dan sudut 2 2 900 α yang tadinya sebelah kiri pindah kesebelah kanan. Ternyata bahwa garis jurusan nivo b a 2 2 tidak mendatar lagi dan gelembung pindah kesebelah kiri yang lebih tingi dari ujung kanannya. Pemindahan gelembung dari tengah-tengah menyatakan perubahan sudut miring garis jurusan nivo a b ke garis jurusan 1 1 b a 2 2 dan perubahan ini ada 2α (lihat gambar 4.40). Supaya garis jurusan nivo tegak lurus pada sumbu kesatu maka sudut 90 0 α antara dua garis ini harus ditambah dengan α. Hal ini dilakukan dengan menurunkan b 2 menjadi b 3 atau menaikkan a 2 Halaman: 45 dari 92

menjadi a 3, sehingga garis jurusan b 3a3 mempunyai sudut miring = α. Karena pindahnya gelembung dari tengah-tengah tadi menyatakan perubahan sudut 2 α, maka untuk perubahan sudut α saja putarlah sekrup koreksi nivo sedemikian jauhnya, sehingga gelembung pindah kembali setengahnya ke tengah-tengah. Maka garis jurusan nivo b a 3 3 akan letak tegak lurus pada sumbu kesatu. Dengan sekrup penyetel A dan B gelembung dipindahkan ketengah-tengah, maka garis jurusan nivo akan mendatar lagi, dengan demikian sumbu kesatu baru tegak lurus pada satu jurusan yang mendatar. Supaya sumbu kesatu tegak lurus pada satu jurusan mendatar lainnya putarlah sekarang nivo hanya 90 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar. Umumnya gelembung tidak di tengah-tengah setelah pemutaran ini. Maka putarlah sekrup penyetel C sedemikian rupa, hingga gelembung kembali lagi ketengah-tengah. Sekarang sumbu kesatu tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar, maka sumbu kesatu akan letak tegak lurus/vertikal. Jalannya pekerjaan adalah sebagai berikut : - Tempatkan nivo sejajar dengan dua sekrup penyetl A dan B, dan dengan dua sekrup penyetel ini gelembung ditempatkan ditengah-tengah. - Putarlah nivo 180 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar. Umumnya gelembung akan pindah dari tengah-tengah. - Pindahkan gelembung setengahnya kembali ketengah-tengah, dengan memutar sekrup koreksi nivo, maka garis jurusan nivo akan tegak lurus pada sumbu kesatu. - Ulangi pekerjaan sehingga gelembung tetap ditengah-tengah, sebelum dan sesudah nivo diputar 180 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar. - Putar sekarang nivo 90 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar. Tempatkan gelembung ditengah-tengah dengan memutar sekrup penyetel ketiga C. Maka sumbu kesatu tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar dan akan tegak lurus. Halaman: 46 dari 92

- Ulangi pekerjaan sehinga pada semua jurusan gelembung tetap di tengah-tengah. Bila ada nivo lainnya yang dipasang pada kaki penyangga sumbu kedua dan tegak lurus pada nivo yang letak di atas pelat nonius mendatar, maka pekerjaan berjalan seperti berikut : - Tempatkan nivo yang letak pada pelat nonius mendatar sejajar dengan dua sekrup penyetel A dan B, dan nivo pada kaki penyangga sumbu kedua dengan sendirinya ke arah sekrup penyetel C. Tempatkan gelembung kedua nivo ditengah-tengah dengan sekrup-sekrup penyetel A, B dan C. - Putar kedua nivo 180 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar. Kedua gelembung nivo umumnya akan pindah dari tengah-tengah. - Kembalikan gelembung kedua nivo setengahnya ke tengahtengah dengan sekrup koreksi nivo masing-masing. Maka sumbu kesatu akan letak tegak lurus pada garis jurusan kedua nivo. - Kembalikan ke tengah-tengah gelembung nivo yang letak di atas pelat nonius mendatar dengan dua penyetel A dan B, dan gelembung nivo yang letak pada kaki penyangga sumbu kedua dengan sekrup penyetel C. Maka sumbu kesatu tegak lurus pada dua garis yang mendatar, jadi akan letak tegak lurus. - Ulangi pekerjaan, sehingga pada semua jurusan gelembung selalu di tengah-tengah. Bila ada dua nivo yang letak saling tegak lurus, pemutaran nivo 90 0 dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar tidak perlu lagi, karena untuk jurusan kedua yang mendatar digunakan garis arah nivo yang letak pada kaki penyangga sumbu kedua. b dan c. untuk mengatur sumbu kedua supaya mendatar dan mengatur garis bidik supaya tegak lurus pada sumbu kedua ada berbagai cara. Di sini akan diambil satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatur sumbu kedua dan garis bidik bersama-sama. Pada peninjauan pengaruh miringnya sumbu kedua dan belum tegak lurusnya garis bidik pada sumbu kedua, maka sumbu kesatu dianggap sudah letak tegak lurus. Untuk menyelidiki pengaruh kesalahan-kesalahan sumbu Halaman: 47 dari 92

kedua dan garis bidik, alat theodolite dipasang 3 a 5 m di muka sebuah dinding yang terang. Dengan garis bidik yang mendatar dan kira-kira tegak lurus pada bidang dinding, dibuat lebih dulu satu titik T pada dinding yang berhimpit dengan titik potong dua garis diafragma. Dengan menggunakan unting-unting dibuat titik P tegak lurus di atas titik T yang tingginya dua kali tinggi titik T (tinggi titik T = tinggi sumbu kedua) dan titik Q tegak lurus di bawah titik T dan yang letak di kaki dinding. Keadaan di bawah ini berturut-turut akan ditinjau satu persatu. i. Keadaan yang sempurna : Sumbu kesatu dalam keadaan tegak lurus/vertikal. Sumbu kedua dalam keadaan mendatar. Garis bidik dalam keadaan tegak lurus pada sumbu kedua. ii. Keadaan sumbu kedua salah : Sumbu kesatu sudah letak tegak lurus. Sumbu kedua belum mendatar. Garis bidik telah tegak lurus pada sumbu kedua. iii. Keadaan garis bidik salah : Sumbu kesatu sudah letak tegak lurus. Sumbu kedua sudah letak mendatar. Garis bidik belum tegak lurus pada sumbu kedua. iv. Keadaan sumbu kedua dan garis bidik salah : Sumbu kesatu sudah letak tegak lurus. Sumbu kedua belum letak mendatar. Garis bidik belum tegak lurus pada sumbu kedua. i. Keadaan yang sempurna. Arahkan garis bidik ke titik T kemudian goyangkan teropong ke atas dan ke bawah. Karena sumbu kesatu tegak lurus/vertikal dan garis bidik tegak lurus pada sumbu kedua, maka pada gerakan teropong ke bawah dan ke atas, garis bidik akan membuat suatu bidang tegak lurus pada sumbu kedua. Bidang yang dibuat garis bidik ini akan tegak lurus/vertikal. Garis bidik ke atas dan ke bawah akan ke arah titik P dan Q yang terletak pada dinding. Titik P, Q dan T terletak Halaman: 48 dari 92

pada satu garis bidik yang tegak lurus (vertikal) dan dapat diplot di dinding. Gambar 4.45 Maka berjalannya garis bidik pada dinding dari titik P di atas melalui titik T ke titik Q di bawah, titik-titik mana letak di satu garis tegak pada dinding, merupakan suatu tanda, bahwa sumbu kesatu telah tegak lurus, sumbu kedua telah mendatar dan garis bidik telah tegak lurus pada sumbu kesatu (gambar 4.45i) ii. Kesalahan hanya pada sumbu kedua yang belum mendatar. Karena garis bidik letak tegak lurus pada sumbu kedua, maka pada gerakan teropong kebawah dan ke atas, garis bidik tetap membuat bidang datar yang tegak lurus pada sumbu kedua. Sekarang sumbu kedua tidak mendatar, tetapi miring. Maka bidang datar yang dibuat oleh garis bidik tidak akan tegak lurus, tetapi miring pula, sehingga ke atas garis bidik tidak ke arah titik P dan ke bawah tidak ke arah titik Q, tetapi ke atas akan ke arah titik A dan ke bawah ke arah titik B sedemikian rupa, hingga titik-titik A, T dan B letak di satu garis lurus. Karena titik P letak dua kali lebih tinggi daripada titik T, maka berhubung dengan keadaan simetris terhadap titik T, pemindahan Halaman: 49 dari 92

PA = pemindahan QB = x, dan titik A dan titik B letak di sebelah yang berlainan terhadap garis PQ. Berjalannya garis bidik pada dinding melalui garis lurus A-T-B sedemikian rupa, hingga PA =QB dan titik-titik A dan B letak kedua belah terhadap garis lurus P-T-Q, menjadi suatu tanda bahwa sumbu kedua belum mendatar. Jarak PA = QB = x adalah pengaruh tidak mendatarnya sumbu kedua (gambar 4.45ii) iii. Kesalahan pada garis bidik yang tidak tegak lurus pada sumbu kedua. Pada penggerakan teropong ke atas dan ke bawah, garis bidik yang tidak letak tegak lurus pada sumbu kedua akan membuat suatu bidang kerucut, dengan sumbu kedua yang mendatar sebagai poros kerucut. Bidang kerucut ini dipotong oleh bidang dinding yang sejajar dengan poros kerucut. Maka garis potong merupakan garis lengkung yang dinamakan garis hiperbola. Garis hiperbola ini mempunyai titik puncaknya di titik T dan mempunyai sebagai sumbunya garis proyeksi sumbu kedua pada dinding, hingga ke atas dan ke bawah garis hiperbola ini simetris terhadap titik T. Maka pada waktu ke atas garis bidik akan ke arah titik C dan ke bawah ke arah titik D sedemikian rupa, hingga PC = QD = y dan titik-titik C dan D letak di sebelah yang sama terhadap garis lurus P-T-Q. Berjalannya garis bidik pada dinding melalui garis lengkung C-T-D dengan PC = QD dan titik-titik C dan D letak di sebelah yang sama terhadap garis lurus P-T-Q menjadi suatu tanda, bahwa garis bidik belum letak tegak lurus pada sumbu kedua. Jarak PC = QD = y adalah pengaruh belum tegak lurusnya garis bidik pada sumbu kedua (gambar 4.45iii). iv. Kesalahan pada sumbu kedua yang tidak mendatar, dan garis bidik yang tidak tegak lurus pada sumbu kedua. Keadaan ini adalah kombinasi dari keadaan ii dan keadaan iii, sehingga gambar 4.45iv didapat dari superposisi gambar 4.45ii dan Halaman: 50 dari 92

gambar 4.45iii. didapat lebih dahulu garis E-T-F karena miringnya sumbu kedua dengan PE = QF = x, setelah itu garis lengkung hiperbola G-T-H dengan EG = FH = y. Bila y < x, maka titik titik G dan H akan letak di kedua belah yang berlawanan terhadap garis P- T-Q. Tanda untuk kesalahan-kesalahan sumbu kedua dan garis bidik ialah, bahwa garis bidik ke atas ke arah titik G dan ke bawah ke arah titik H sedemikian rupa hingga PG # QH dan mungkin pula titik G dan titik H tidak letak di seblah yang sama terhadap garis P-T-Q. Dari gambar 3.2iv dapat ditulis, bahwa : PG = PE + EG = x + y QH = FH QF = y x. Maka pekerjaan pengaturan sumbu kedua dan garis bidik dapat berjalan sebagai berikut : Sebagai persiapan tentukanlah lebih dahulu titik T yang dihimpitkan dengan titik potong dua garis diafragma, bila garis bidik yang mendatar diarahkan ke dinding yang cukup terang, sehingga titik T dapat diambil setinggi sumbu kedua. Dengan unting-unting ditetapkan titik P dan Q yang letak pada benang unting-untingyang melalui titik T. Tinggi titik P dibuat dua kali tinggi titik T. Pasanglah selanjutnya kertas milimeter yang mendatar di titik P dan titik Q sedemikian rupa hingga titik nol skala pada milimeter dihimpitkan dengan titik-titik P dan Q. Maka dari gambar 4.45iv didapat : a = x + y b = y x Dari dua persamaan ini dapatlah dihitung pengaruh x tidak mendatarnya sumbu kedua da pengaruh y tidak tegak lurusnya garis bidik pada sumbu kedua. x = ½ (a - b) y = ½ (a + b) Halaman: 51 dari 92

Arahkan garis bidik ke skala atas. Untuk membuat sumbu kedua mendatar, pengaruh x harus hilang. Maka putarlah sekrupkoreksi sumbu kedua sedemikian rupa hingga pembacaan pada skala sama dengan y adalah pengaruh tidak tegak lurusnya garis bidik pada sumbu kedua. Ulangi pekerjaan ini sehingga pada skala atas dan pada skala bawah didapat dua pembacaan yang sama dan yang letak di sebelah yang sama terhadap garis lurus P-T-Q (gambar 4.45iii). Arahkan sekarang garis bidik ke skala atas. Supaya garis bidik tegak lurus pada sumbu kedua, maka putarlah sekrup koreksi diafragma, sehingga garis bidik ke arah titik nol skala. Ulangi pekerjaan, sehingga ke atas dan ke bawah garis bidik ke arah titiktitik nol kedua skala (P dan Q). Maka dengan demikian sumbu kedua mendatar dan garis bidik tegak lurus pada sumbu kedua (gambar 4.45i) d. Menghilangkan kesalahan indeks pada lingkaran tegak. Lingkaran berskala tegak digunakan untuk mengukur sudut miring atau sudut zenith. Berlainan dengan lingkaran berskala mendatar, yang turut berputar dengan garis bidik (teropong) adalah lingkaran berskala tegak dan alat pembaca nonius tetap tidak berubah dari tempatnya. Pada waktu garis bidik dalam keadaan mendatar, maka sudut miring garis bidik = 0 0 atau sudut zenith garis bidik = 90 0. Karena yang turut berputar dengan garis bidik adalah skala lingkaran, maka dapatlah dimengerti bahwa garis skala yang letak berdekatan dengan garis bidik adalah garis 0 0 atau garis 90 0. tidak ada kesalahan indeks, bila pembacaan 0 0 atau 90 0 pada waktu garis bidik dalam keadaan mendatar. Bila pada waktu garis bidik mendatar pembacaan tidak sama dengan 0 0 atau 90 0, karena garis skala 0 0 atau 90 0 tidak berhimpit dengan garis indeks nonius, maka dikatakan, ada kesalahan indeks. Busur antara skala 0 0 atau 90 0 dengan garis indeks nonius sama dengan besarnya kesalahan indeks. Halaman: 52 dari 92

Umumnya skala pada lingkaran tegak theodolite dibuat sedemikian rupa, hingga yang diukur adalah sudut zenith z. Dan bilamana ada kesalahan indeks p, maka dengan pembacaan adalah dua besaran z dan p yang harus dicari. Untuk mencari dua besaran z dan p diperlukan dua persamaan dengan dua pembacaan. Dua pembacaan ini didapat dengan pengukuran dua kali, yang pertama dengan teropong dalam keadaan biasa B, bila alat bidik penolong letak di atas teropong dan yang kedua dengan teropong dalam keadaan luar biasa LB yang didapat dengan membalikkan teropong sedemikian rupa, hingga alat bidik penolong letak di bawah teropong. Gambar 4.46i Gambar 4.46ii Lakukan pembacaan-pembacaan pada lingkaran tegak selalu dengan gelembung nivo yang ditempatkan pada pelat nonius tegak di tengah-tengah. Misalkan pada gambar 4.46i garis bidik ke arah suatu titik P dengan teropong dalam keadan biasa. Garis B skala lingkaran berhimpit dengan garis indeks nonius N setelah gelembung nivo diketengahkan. Baliklah teropong dengan memutar teropong dengan sumbu kedua sebagai sumbu putar, maka teropong berada dalam keadaan luar biasa. Supaya garis bidik dengan segera kearah titik P lagi, setelah Halaman: 53 dari 92

teropong diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar maka pada waktu membalikkan teropong, teropong harus diputar 2z dengan sumbu kedua sebagai sumbu putar (gambar 4.46ii). dengan demikian garis skala LB yang berhimpit dengan garis indeks nonius N pada waktu teropong dalam keadaan luar biasa, letak dengan jarak 2z dari garis B yang tadi berhimpit dengan garis indeks nonius pada waktu teropong dalam keadaan biasa, karena di sini yang turut berputar dengan teropong adalah skala lingkaran tegak. Gambar 4.46iii Bila sekarang gambar 4.46i dan gambar 4.46ii dijadikan satu, dengan catatan bahwa yang digunakan adalah gambar 4.46i yang ada kesalahan indeksnya, dan pada skala yang digambar hanya garis B dan garis LB skala lingkaran, maka didapatlah gambar 4.46iii, dari gambar mana akan dicari hubungan antara kedua pembacaan B dan LB yang diketahui dari z dan p yang tidak diketahui. Ingatlah, bahwa angka-angka pada skala lingkaran selalu menyatakan besarnya busur antara angka nol skala dan angka skala yang bersangkutan. Maka dengan mudah dapatlah dimengerti dari gambar 4.46iii bahwa : B = z + p (1) LB = 360 0 + p z (2) Halaman: 54 dari 92

Dari (1) (2) didapat z = ½ {(B + LB) + 360 0 } Dan dari (1) + (2) didapat p = ½ {(B + LB) 360 0 } Kembalikan teropong sekarang dalam keadaan biasa dan arahkan garis bidik yang diukur tadi. Dengan memutar sekrup penggerak pelat nonius, pembacaan dibuat sama dengan z (dengan pemutaran ini garis bidik tidak berubah dan tetap ke arah titik yang diukur). Maka gelembung nivo yang ditempatkan pada pelat nonius ini tidak di tengah-tengah. Putarlah sekrup koreksi nivo sedemikian rupa, hingga gelembung berada di tengah-tengah. Maka keadaan yang baik ini tercapai ialah : Garis bidik ke arah titik yang diukur. Pembacaan sama dengan sudut zenith z yang betul. Gelembung nivo pada pelat nonius di tengah-tengah. Ulangi pekerjaan ini, sehingga didapat p = 0 atau B + LB = 360 0. Dan ingatlah, bahwa semua pembacaan harus dilakukan dengan gelembung nivo yang dipasang pada pelat nonius tegak yang ditempatkan di tengah-tengah. Macam-macam theodolite : (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 4.47 Macam-macam theodolite Theodolite dengan kompas : (a) Boussole, (b) Wild T0 Halaman: 55 dari 92

Theodolite dengan skala : (c) Wild T1A, (d) Wild T2A Theodolite digital : (e) Leica T110 dan (f) Sokkia DT10 b. Total station. Total station adalah pengembangan dari theodolite, sehingga persyaratan-persyaratan utama pada theodolite berlaku pula pada total station. Pengembangan yang dimaksud adalah, total station dilengkapi dengan alat-alat pengukur sudut, pengukur jarak secara elektronik dan digital serta dilengkapi dengan komputer. Dengan sistim komputer ini koordinat dan elevasi bisa dihitung. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi adalah : 1. Ketelitian bacaan sudut horisontal. 2. Ketelitian bacaan sudut vertikal. 3. Ketelitian bacaan jarak. 4. Kemampuan software untuk menghasilkan hitungan beda tinggi. 5. Kemampuan untuk menghasilkan hitungan koordinat. 6. Sumbu pertama dalam keadaan vertikal. 7. Sumbu kedua dalam keadaan mendatar/horisontal. 8. Sumbu kedua tegak lurus sumbu pertama. Pengecekan persyaratan-persyaratan butir 6, 7 dan 8 sama dengan prosedur pengecekan theodolite. c. Sipat datar (waterpass). Dalam penyetelan alat ini, hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah : 1) Penempatan agar sumbu nivo tabung tegak lurus vertikal. Pada alat sipat datar ungkit, hal ini tidak begitu penting. 2) Penempatan agar sumbu nivo tabung sejajar dengan garis kolimasi. Hal ini tidak diperlukan pada alat sipat datar otomatis. 3) Penyetelan garis horisontal benang silang alat sipat datar. Hal-hal tersebut diatas merupakan dasar dari penyetelan alat sipat datar, sedang untuk penyetelan masing-masing tipe alat sipat datar adalah : Halaman: 56 dari 92

(1) Penyetalan alat sipat-datar Wye. a) Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan garis-garis rangka teleskop (gambar 4.48). Membidikan pada kertas putih yang dipasang sejauh 50 m dengan teleskop diatas penyangga berbentuk Y dan dipusat benang silang pada kertas putih sebagai titik a. kemudian memutar teleskop 180 0 mengitari sumbu teleskop dan membidik lagi kertas putih tersebut. Apabila pusat benang silang tidak berhimpit dengan titik a di atas, titik tersebut ditandai sebagai b dan di setel agar titik pusat benang silang jatuh tepat pada c titik tengah antara a dan b. Gambar 4.48 b) Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan sumbu nivo tabung dari teleskop (gambar 4.49) Gambar 4.49 Menempatkan gelembung pada nivo tabung di tengahtengah dengan sekrup-sekrup penyetel. Halaman: 57 dari 92

Apabila gelembung bergerak ketika teleskop diputar kirakira 300 pada sumbunya, maka dibuat dalam keadaan tidak bergerak dengan sekrup penyetel gelembung lateral (gambar 4.50). Mengangkat teleskop dari penyangga berbentuk Y dan menempatkan kembali dalam arah lainnya untuk memastikan apakah gelembung bergeser. Apabila masih juga bergeser, geserkan setengah pergeserannya ke belakang dengan sekrup penyetel gelembung vertikal dan setengah pergeseran kebelakang lainnya dengan sekrupsekrup penyetel yang tersedia. Gambar 4.50 Penyetelan alat sipat-datar Wye c) Penyetelan agar garis kolimasi tegak lurus sumbu vertikal. Setelah melakukan penyetelan-penyetelan pada (a) dan (b) di atas maka diperlukan pengaturan selanjutnya yaitu : Menempatkan gelembung di tengah-tengah dengan sekrupsekrup penyetel. Memutar teleskop 180 0 mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek pergeseran gelembung. Apabila gelembung ternyata bergeser, dengan pertolongan sekrup penyetel salah satu penyangga Wye gelembung di tempat pada setengah pergeseran ke belakang dan setengah pergeseran ke belakang lainnya dengan pertolongan sekrup-sekrup penyetel. (2). Penyetelan alat sipat-datar tabung. a) Penyetelan agar sumbu nivo tegak lurus sumbu vertikal. Halaman: 58 dari 92

Menempatkan gelembung di tengah-tengah dengan sekrupsekrup penyetel dan putar teleskop 180 0 mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek apakah gelembung bergeser atau tidak. Apabila gelembug bergeser, maka dengan sekrup penyetel, gelembung ditempatkan pada setengah pergeseran ke belakang lainnya dengan sekrup-sekrup penyetel lainnya. b) Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan sumbu nivo (pengatur patok). Menempatkan patok pada titik A dan B terpisah satu dengan lainnya sejauh beberapa puluh sampai 100m, kemudian mengukur jarak antara horisontalnya secara tepat dan akhirnya memasang sebuah patok lagi di tengah C. Menempatkan alat sipat-datar di titik C dan membaca graduasi a 1 dan b 1 pada rambu yang dipegang pada titik A dan titik B, maka a ) adalah perbedaan tinggi antara ( 1 b1 titik A dan titik B. Kemudian memindah-tempatkan alat sipat-datar tersebut pada titik D sejauh 5 m di belakang titik A atau titik B dan selanjutnya membaca graduasi a 2 dan b 2 pada rambu yang dipegang pada titik A dan titik B (gambar 4.51) Gambar 4.51 Apabila a b ) = ( a ) maka penyetelan tidak ( 1 1 2 b2 diperlukan lagi. Akan tetapi apabila a b ) ( a ), ( 1 1 2 b2 maka diperlukan penyetelan benang silang sedemikian rupa sehingga dapat dilihat graduasi ( a 2 + x) pada garis kolimasi alat sipat-datar yang telah ditempatkan pada titik D Halaman: 59 dari 92

D + d tersebut. Adapun x = {( ) e}, di mana d e = b b ) ( a ). ( 2 1 2 a1 (3) Penyetelan alat sipat-datar ungkit a) Penyetelan hubungan antara nivo bundar dan sumbu vertikal. Memasang sekrup pengungkit pada posisi sentral dari perpindahan menyeluruh. Menempatkan gelembung pada posisi di tengah-tengah dengan sekrup-sekrup penyipat-datar. Memutar teleskop 180 0 mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek apakah gelembung bergeser dari posisinya. Apabila terjadi pergeseran, maka gelembung supaya ditempatkan pada setengah pergeseran ke belakang lainnya dengan sekrup-sekrup penyipat-datar. Memutar teleskop 90 0 mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek apakah gelembung masih bergeser. Apabila masih juga bergeser, maka penyetelannya dilakukan hanya dengan sekrup-sekrup penyipat-datar. b) Penyetelan agar garis kolimasi sejajar sumbu nivo. Metode patok dapat digunakan sebagaimana halnya pada penyetelan alat sipat-datar tabung. Meskipun benang silang digeser untuk menyetel alat sipatdatar tabung, akan tetapi sekrup pengungkit harus disetel sedemikian rupa agar graduasi ( a + x) pada rambu A dapat dibaca. Pada saat ini karena gelembung bergerak, gelembung ini harus dibawa ke tengah dengan sekrup pengatur nivo atau bayangan gelembung harus mencapai keadaan sentris untuk alat tipe sentris. (4) Penyetelan alat sipat-datar otomatis. Apabila sumbu vertikalnya dalam posisi dengan kemiringan yang terlalu besar, alat sipat-datar tipe ini tidak dapat berfungsi dengan Halaman: 60 dari 92

baik dan ketelitiannyapun akan sangat menurun, karena penyetelan nivo bundarnya harus sesempurna mungkin. Adapun caranya adalah : a) Mengadakan penyetelan-penyetelan seperti yang telah diuraikan pada penyetelan alat sipat-datar ungkit, poin a). b) Menyetel garis kolimasi seperti yang telah diuraikan pada metode patok. Rambu untuk pengukuran sipat-datar (leveling) diklasifikasikan ke dalam dua tipe : a) Rambu sipat-datar dengan pembacaan sendiri. b) Rambu sipat datar sasaran. Untuk pengukuran yang teliti, umumnya digunakan rambu tipe a), sedang tipe b) biasanya cocok digunakan untuk pengukuran di hutan-hutan, dan di daerah-daerah yang gelap. (a) (b) (c) (d) Halaman: 61 dari 92

(e) (f) (g) (h) (i) Gambar 4.52 d. Mistar dan perlengkapannya. Mistar yang digunakan pada pengukuran penyipat-datar dibuat dari kayu atau alumunium dan pajangnya ada 3 dan 4 meter, bahkan ada yang 5 meter. Karena panjangnya ini dan untuk memudahkan pengangkutannya, maka mistar-mistar dapat dilipat @ 1,50 meter atatu @ 2,00 meter. Skala mistar dibuat dengan cm, tiap-tiap cm adalah blok merah, putih atau hitam. Tiap-tiap meter diberi warna yang berlainan, merah-putih dan hitam-putih untuk memudahkan pembacaan meter. Gambar 4.53 Pada gambar 4.d1 ada beberapa contoh skala mistar. Pada gambar pertama tiap-tiap dm diberi dua bagian @ 5 cm yang berbentuk E, satu dengan latar merah atau latar hitam, sesuai dengan warna meternya, dan lainnya dengan latar putih. Pada mistar kelihatan bentuk E yang Halaman: 62 dari 92

berwarna putih, merah atau hitam dan kombinasi sebagai E merah E putih, dan E hitam E putih. Bila garis tengah diafragma memotong garis cm yang berwarna hitam atau merah, maka sukarlah untuk menentukan perbandingan jarak garis tengah diafragma dengan kedua garis ujung garis cm. Akan lebih mudah, untuk menetukan perbandingan ini, bila garis tengah dafragma memotong garis cm yang putih, karena letak garis tengah diafragma kelihatan terang antara dua ujung garis cm mistar. Maka supaya garis diafragma selalu dapat memotong bagian cm yang berwarna putih, dibuat di sebelah kanan mistar itu di blok-blok cm yang berlawanan warnanya dengan blok-blok cm di sebelah kiri, seperti dapat dilihat pada gambar kedua. Gambar ketiga adalah cara lain untuk membuat skala pada mistar. Angka-angka yang dilihat pada mistar harus ditempatkan sedemikian rupa hingga angka itu dapat ditulis dengan segera, yang merupakan sebagian dari angka pembacaan. Bila sekarang dimisalkan garis tengah diafragma letak 5 cm di atas kaki mistar, maka jumlah dm adlah 0, jadi dua angka pembacaan adalah 0,0 sehingga angka 0,0 ini harus ditulis di ruang antara kaki rambu dan garis 1 dm pertama mistar. Selanjutnya angka 0,1 harus ditulis diantara garis dm pertama dan garis dm kedua. Sebaliknya bila garis tengah diafragma memotong angka mistar 18 maka berarti bahwa tinggi garis tengah diafragma di atas kaki mistar letak antara 1,80 m dan 1,90 m sehingga dua angka pertama pembacaan pada mistar menjadi 1,8. Pengukuran menyipat-datar dimaksudkan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik, bila dua titik tentu itu letak jauh dengan jarak yang lazimnya dibuat kira-kira 2 km, maka beda tinggi antara dua titik itu ditentukan dengan mengukur beda tinggi titik-titik penolong yang dibuat antara dua titik yang tentu itu. Jarak antara titik-titik penolong dibuat 30 @ 60 m, tergantung pada keadaan lapangan. Pada titik-titik penolong ini ditempatkan mistar-mistar yang dibaca dengan alat ukur penyipat-datar. Dapat dimengerti bahwa mistar-mistar itu harus letak tetap dan pada waktu dibaca tingginya tidak boleh dirubah, supaya Halaman: 63 dari 92

perbedaan tinggi yang didapat dari pembacaan itu betul. Untuk memberi tempat pada mistar sedemikian rupa hingga mistar dalam keadaan tetap tegak, digunakan landasan untuk mistar-mistar ukur. Landasan ini dibuat dari logam dan di bagian bawahnya dibentuk meruncing, supaya dapat ditekankan ke dalam tanah. Pada gambar pertama landasan berdiri di atas satu kaki yang runcing. Lebih baik adalah konstruksi seperti pada gambar kedua dan ketiga, landasan berdiri di atas tiga kaki. Pada penggunaan, landasan dijatuhkan ke tanah, dan karena beratnya dengan sendirinya landasan akan masuk ke dalam tanah dan supaya letak lebih kuat lagi dalam tanah, pemegang mistar harus meloncat dengan kedua kakinya bersamasama di atas landasan beberapa kali. Barulah mistar diletakkan di atas landasan untuk pengukuran. Karena syarat untuk mistar, tidak diperkenankan bergerak tegak lurus pada waktu digunakan, maka janganlah mistar diletakkan di atas aspal bila pengukuran menyipat-datar dilakukan di sepanjang jalan raya. Tempatkan mistar di atas landasan yang letak di atas tanah, pilihlah selalu tanah untuk tempat landasan di tepi jalan, sekali-kali jangan di atas aspal. Penentuan beda tinggi antara dua titik Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara penempatan alat ukur penyipat-datar, tergantung pada keadaan lapangan. Cara pertama. Ialah dengan menempatkan alat ukur penyipat-datar di atas salah satu titik, misalnya pada gambar 4d3 di bawah ini, di atas titik B. Tinggi a adalah tinggi garis bidik (titik tengah teropong), di atas titik B di ukur dengan mistar, letakkan mistar dititik B. Dengan gelembung di tengahtengah, garis bidik diarahkan ke mistar yang diletakkan di atas titik lainnya, ialah titik A. Pembacaan pada mistar A misalkan b, maka angka b ini menyatakan jarak angka b itu dengan alas mistar. Maka beda tinggi antara titik A dan titik B ada t = b a. Halaman: 64 dari 92

Gambar 4.54 Cara kedua. Alat ukur penyipat-datar ditempatkan antara titik A dan titik B, sedang di titik titik A dan B ditempatkan dua mistar. Tempatkan alat ukur penyipat-datar kira-kira berjarak sama antara mistar A dan mistar B, sedang alat ukur penyipat-datar tidak perlu terletak pada garis lurus yang menghubungkan dua titik A dan B. Arahkan garis bidik dengan gelembung di tengah-tengah ke mistar A (belakang) dan ke mistar B (muka), dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut ada b (belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka-angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titiktitik A dan B ada t = b m. Gambar 4.55 Cara ketiga. Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur penyipat-datar diantara dua titik A dan B, misalnya karena antara titik A dan titik B ada selokan, maka dengan cara ketiga alat ukur penyipat-datar ditempatkan tidak di antara titik A dan titik B, tidak pula di atas salah Halaman: 65 dari 92

satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau di sebelah kanan titik B, jadi di luar garis AB. Pada gambar 4d5 alat ukur penyipat-datar diletakkan di sebelah kanan titik B. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas titik-titk A dan B sekarang adalah berturut-turut b dan m lagi, sehingga di gambar didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b m. Gambar 4.56 Dari tiga cara pengukuran menyipat-datar dengan alat ukur penyipatdatar yang diletakkan di antara dua mistar yang memberi hasil paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih ada pada pengaturan dapat saling memperkecil, apalagi bila jarak antara alat ukur penyipatdatar ke kedua mistar dibuat sama, akan hilanglah pengaruh tidak sejajarnya garis bidik dan garis arah nivo, hal mana nanti akan dibicarakan lebih lanjut pada peninjauan kesalahan-kesalahan yang mungkin dibuat pada waktu melakukan pekerjaan menyipat-datar. Dengan demikian beda antara pembacaan mistar belakang dan pembacaan mistar muka akan menjadi beda tinggi. Cara ini dinamakan menyipat datar dari tengah-tengah dan digunakan pada pengukuran menyipat datar yang memanjang. Bila ingin mengetahui tinggi titik-titik yang letak di sekitar titik yang ditempati oleh alat ukur penyipat-datar, digunakan menyipat-datar di dalam bidang garis bidik. Ingatlah : untuk mendapat beda tinggi antara dua titik selalu diambil pembacaan mistar belakang dikurangi dengan pembacaan mistar muka, hingga t = b m. Halaman: 66 dari 92

Bila (b-m)>0 maka ini berarti, bahwa titik muka lebih tinggi daripada titik belakang, dan bila (b-m)<0 maka titik muka lebih rendah daripada titik belakang. 4.2.2.2. Pembacaan hasil kalibrasi peralatan ukur. Peralatan ukur utama : theodolite, total station dan waterpass yang telah dikalibrasi harus memenuhi persyaratan-persyaratan seperti pada subbab 4.2.2.1. Apabila persyaratan-persyaratan telah terpenuhi maka hasil bacaan kalibrasi peralatan ukur memenuhi toleransi dan penggunaannya tergantung dari juru ukurnya. Bacaan hasil kalibrasi peralatan ukur : Theodolite. Posisi alat keadaan Biasa (B) Bacaan sudut horizontal X 0 Y Z Bacaan sudut vertikal a 0 b c Kontrol Luar Biasa (LB) P 0 Q R d 0 e f B - LB 180 0 - Apabila tidak sama dengan 180 0 maka perbedaannya ½ ketelitian bacaan sudut horizontal B + LB - 360 0 Apabila tidak sama dengan 360 0 maka perbedaannya ½ ketelitian sudut vertikal Waterpass. Pembacaan hasil waterpass dilakukan dengan metode pengukuran beda tinggi dua titik dengan dua kali berdiri (double stand), misalkan titik A dan B yang akan ditentukan beda tingginya. 1. Stand pertama dirikan alat di tengah-tengah antara titik A dan B, arahkan ke rambu A bacaan menunjukan bta kemudian arahkan alat ke rambu B bacaan menunjukan btb. Didapat Δ = bt bt. hab I 1 a 1 b 2. Stand kedua, geser alat waterpass ke kiri atau ke kanan sehingga alat dekat ke titik A atau ke titik B alat waterpass, rambu ukur A dan B tidak perlu berada dalam satu garis. Halaman: 67 dari 92

Bacaan ke rambu A = Bacaan ke rambu B = 2 bt a 2 bt b Didapat Δ hab II = bt 2 a bt 2 b Apabila 1 2 Δ h Δh mm menunjukan hasil kalibrasi sudah baik ab ab 2 tetapi kalau 1 2 Δ h Δh > mm ulangi langkah 1 dan 2, dan ab ab 2 apabila diulangi lagi. 1 2 Δ h Δh > mm berarti kalibrasi alat waterpass harus ab ab 2 4.2.3. Pembuatan laporan kondisi/kualitas peralatan ukur terkalibrasi. 4.2.3.1. Kondisi kualitas peralatan ukur yang sudah dikalibrasi. Dari hasil pengecekan kondisi peralatan ukur yang sudah terkalibrasi (butir 4.2.2.) dicatat kondisi setiap peralatan alat ukuran tersebut seperti ; theodolite, waterpass, total station dan lain-lainnya. Kondisi setiap peralatan tersebut dibuatkan laporan untuk diteruskan kepada pihak-pihak terkait. Apabila dari hasil pengecekan telah memenuhi persyaratan seperti apa yang diuraikan pada alat total station, theodolite dan waterpass maka alat ukur langsung bisa digunakan dan apabila belum memenuhi persyaratan alat ukur tersebut dikembalikan untuk dikalibrasi ulang atau dimintakan gantinya. 4.2.3.2. Laporan kondisi kualitas peralatan ukur yang sudah dikalibrasi. Secara periodik kondisi/kualitas peralatan ukur harus dilaporkan terutama apabila ada penyimpangan-penyimpangan waktu digunakan. Peralatan ukur yang terjadi penyimpangan waktu digunakan tidak boleh digunakan karena akan mempengaruhi hasil ukuran. Tabel 2, 3 dan 4 contoh tabel laporan kondisi/kualitas peralatan ukur. Halaman: 68 dari 92

Halaman: 69 dari 92

Halaman: 70 dari 92

Halaman: 71 dari 92

Halaman: 72 dari 92

4.3. Pengoperasian Peralatan Ukur. Sebelum digunakan/dioperasikan untuk melakukan pengukuran, tentunya peralatan ukur perlu di-setting atau distel terlebih dahulu. Cara pengaturan untuk peralatan ukur biasanya sudah merupakan standar yang lazim digunakan sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh pabrikan pembuat peralatan ukur tersebut. Seorang Juru Ukur tentu harus mampu untuk melakukan penyetelan atau setting peralatan ukur dilapangan. Ketepatan dan kesempurnaan penyetelan peralatan ukur merupakan salah satu unsur penting penentu keberhasilan pekerjaan pengukuran. Meskipun kondisi peralatan ukur akan berpengaruh terhadap hasil pengukuran. 4.3.1. Persiapan peralatan ukur di lapangan berdasarkan jenis pekerjaan. 4.3.1.1. Identifikasi lokasi lapangan. Untuk menentukan peralatan ukur yang akan digunakan diperlukan datadata pekerjaan dari gambar kerja dan data lapangan. Data-data tersebut didapatkan dengan cara identifikasi lapangan. Identifikasi gambar kerja dan lapangan untuk mengetahui keadaan topografi lapangan baik kondisi alam maupun kondisi buatan manusia. Kondisi alam seperti : kontur permukaan tanah, saluran pembuang, rawa-rawa, tanaman tumbuh dan lain-lainnya. Kondisi buatan manusia seperti : bangunan-bangunan gedung, jalan dan jembatan, saluran pembuang dan lain-lainnya, sedang data gambar kerja menunjukan jenis konstruksinya. Dengan data-data tersebut maka dipersiapkan peralatan ukur dan perlengkapannya, misalnya : theodolite, waterpass, total station, kompas dan perlengkapan lainnya seperti : prisma, bak ukur, meteran, untingunting, alat komunikasi dan lain-lainnya. Sebagai contoh : Kondisi proyek terdapat tanam tumbuh maka perlu rintisan-rintisan sehingga pengukuran tidak terhalang. Tempat berdiri alat dan jalurjalur pengukuran dibersihkan untuk mempercepat pengukuran dan hasil pengukuran lebih teliti. Apabila kondisi proyek terdapat bangunan-bangunan yang dapat menghalangi pengukuran maka harus dipersiapkan perlengkapan perlengkapan pembantu dan menyiapkan metode pengukuran yang sesuai. Halaman: 73 dari 92

4.3.1.2. Penyiapan peralatan ukur berdasarkan jenis pekerjaan dan kondisi lapangan. Berdasarkan hasil identifikasi gambar kerja dan lapangan maka dapat disiapkan peralatan ukur yang diperlukan. Tabel 5. No Jenis peralatan ukur Jenis pekerjaan 1. Total station/theodolite dan alat pendukung 2. Waterpass dan alat pendukungnya - Pengukuran koordinat jaringan referensi. - Pengukuran stake out tapak bangunan. - Pengukuran stake out tiang pancang. - Pengukuran stake out lantai 2 dan seterusnya. - Dan lain-lainnya. - Pengukuran ketinggian. - Stake out ketinggian. - Stake out ketinggian bagian dalam bangunan. - Dan lain-lainnya. 4.3.2. Penyetelan/setting peralatan ukur. 4.3.2.1. Pemilihan peralatan ukur. Dari butir 4.3.1. diatas diketahui kondisi lokasi/lapangan pekerjaan, sehingga memudahkan untuk memilih tempat-tempat penyetelan alat. Tempat penyetelan alat dipilih agar supaya pelaksanaan pengukuran dapat menjangkau titik-titik sasaran sebanyak mungkin. Titik-titik sasaran kadang-kadang terhalang, sehingga pemilihan alat ukur dan metode pengukuran menjadi pilihan yang harus dipersiapkan oleh Juru ukur. Juru ukur harus kreatif dan inovatif. Mengetahui prosedur, metode dan teknik pengukuran. Berdasarkan gambar kerja dan kondisi lapangan maka direncanakan jenis pengukuran apa yang akan dilakukan. Tentunya tahap pertama adalah penyebaran titik referansi (BM) di areal proyek sebanyak mungkin untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan selanjutnya. Langkah pertama pengukuran koordinat dan elevasi dimulai dari titik referensi. Sejalan dengan itu alat di setel di lokasi titik tersebut. Penyetelan alat, theodolite, waterpass dan total station adalah sudah standar sehingga Juru ukur telah menguasai. Halaman: 74 dari 92

4.3.2.2. Penyetelan/setting peralatan ukur. a. Penyetelan Total station. Peralatan Total station biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran arah, jarak, beda tinggi serta penentuan koordinat secara elektronis. Cara penyetelan atau setting peralatan ini adalah sebagai berikut: a) Pasang kaki tiga penyangga/tripod/statip pada tempat yang dikehendaki, biasanya pada titik ikat atau pada titik yang sudah diketahui koordinat dan elevasinya. b) Pastikan kaki tiga penyangga terpasang secara kuat dan stabil serta posisi pelat tempat dudukan alat ukur (tribrach) pada posisi semendatar mungkin. c) Kencangkan sekrup-sekrup penguat yang ada pada masingmasing kaki secukupnya. d) Pasang Total station pada dudukan atau tribrach dan kencangkan sekrupnya. e) Secara simultan tepatkan penanda ketepatan posisi as vertikal Total station pada titik yang dikehendaki (centering). f) Atur sumbu I sumbu Vertikal dan sumbu II Horisontal dengan menggunakan sekrup penyeimbang nivo kotak, yang biasanya disebut sekrup A,B, C. g) Pengaturan dilakukan pertama-tama dengan posisi nivo sejajar dengan posisi kita berdiri, tepatkan gelembung nivo tepat di dalam lingkaran yang ada. h) Putar Total station terhadap sumbu I sebesar 90 0 terhadap posisi kita, cek apakah posisi nivo masih tetap berada di tengah lingkaran, jika tidak gunakan sekrup C untuk menempatkan nivo kembali ke tengah lingkaran. i) Cek kembali posisi penanda ketepatan as sumbu vertikal apakah masih berada pada posisi titik yang dimaksud. j) Jika bergeser maka kendorkan sekrup pengunci Total station pada tribrach dan geser perlahan-lahan sehingga posisi penanda arah vertikal tepat berada dititik yang dikehendaki lalu kuatkan sekrup pengikat. Halaman: 75 dari 92

k) Cek kembali posisi gelembung apakah masih berada di pusat lingkaran, jika tidak gunakan sekrup A,B,C kembali secara lebih perlahan untuk menempatkan posisi gelembung nivo pada lingkaran yang ada. l) Jika centering dan posisi gelembung pada masing-masing nivo sudah berada pada tengah-tengah bidang nivo, maka alat sudah siap untuk dioperasikan. Pada beberapa alat, perlu dilakukan gerakan teropong secara vertikal atau naik turun untuk memunculkan tampilan pada layar saat posisi saklar pada posisi aktif (on). b. Penyetelan Theodolite Peralatan theodolite biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran sudut (arah), jarak dan beda tinggi secara optis. Cara penyetelan atau setting peralatan ini pada prinsipnya sama dengan penyetelan total station adalah sebagai berikut : a) Pasang kaki tiga penyangga/tripod/statip pada tempat yang dikehendaki, biasanya pada titik ikat atau pada titik yang sudah diketahui koordinat dan elevasinya. b) Pastikan kaki tiga penyangga terpasang secara kuat dan stabil serta posisi pelat tempat dudukan alat ukur (tribrach) pada posisi semendatar mungkin. c) Kencangkan sekrup-sekrup penguat yang ada pada masingmasing kaki secukupnya. d) Pasang Theodolite pada dudukan atau tribrach dan kencangkan sekrupnya. e) Secara simultan tepatkan penanda ketepatan posisi as vertikal Total station pada titik yang dikehendaki (centering). f) Atur sumbu I sumbu Vertikal dan sumbu II Horisontal dengan menggunakan sekrup penyeimbang nivo kotak, yang biasanya disebut sekrup A,B, C. g) Pengaturan dilakukan pertama-tama dengan posisi nivo sejajar dengan posisi kita berdiri, tepatkan gelembung nivo tepat di dalam lingkaran yang ada. h) Putar Theodolite terhadap sumbu I sebesar 90 0 terhadap posisi kita, cek apakah posisi nivo masih tetap berada di tengah Halaman: 76 dari 92

lingkaran, jika tidak gunakan sekrup C untuk menempatkan nivo kembali ke tengah lingkaran. i) Cek kembali posisi penanda ketepatan as sumbu vertikal apakah masih berada pada posisi titik yang dimaksud. j) Jika bergeser maka kendorkan sekrup pengunci Theodolite pada tribrach dan geser perlahan-lahan sehingga posisi penanda arah vertikal tepat berada dititik yang dikehendaki lalu kuatkan sekrup pengikat. k) Cek kembali posisi gelembung apakah masih berada di pusat lingkaran, jika tidak gunakan sekrup A,B,C kembali secara lebih perlahan untuk menempatkan posisi gelembung nivo pada lingkaran yang ada. l) Jika centering dan posisi gelembung pada masing-masing nivo sudah berada pada tengah-tengah bidang nivo, maka alat sudah siap untuk dioperasikan. c. Penyetelan Waterpass. Peralatan Waterpass biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran beda ketinggian antar titik. Cara penyetelan atau setting peralatan ini pada prinsipnya lebih sederhana daripada penyetelan theodolite atau total station. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Pasang kaki tiga penyangga/tripod/statip pada tempat yang dikehendaki, biasanya pada titik ikat atau pada titik yang sudah diketahui koordinat dan elevasinya. b) Pastikan kaki tiga penyangga terpasang secara kuat dan stabil serta posisi pelat tempat dudukan alat ukur (tribrach) pada posisi semendatar mungkin. c) Kencangkan sekrup-sekrup penguat yang ada pada masingmasing kaki secukupnya. d) Pasang Waterpass pada dudukan atau tribrach dan kencangkan sekrupnya. e) Atur sumbu I Vertikal dan sumbu II Horisontal dengan menggunakan sekrup penyeimbang nivo kotak, yang biasanya disebut sekrup A,B, C. Halaman: 77 dari 92

f) Pengaturan dilakukan pertama-tama dengan posisi nivo sejajar dengan posisi kita berdiri, tepatkan gelembung nivo tepat di dalam lingkaran yang ada. g) Putar Waterpass terhadap sumbu I sebesar 90 0 terhadap posisi kita, cek apakah posisi nivo masih tetap berada di tengah lingkaran, jika tidak gunakan sekrup C untuk menempatkan nivo kembali ke tengah lingkaran. h) Jika centering dan posisi gelembung pada masing-masing nivo sudah berada pada tengah-tengah bidang nivo pada segala posisi, maka alat sudah siap untuk dioperasikan. 4.3.3. Prosedur pengoperasian peralatan ukur. 4.3.3.1. Penyiapan perlengkapan ukur. Pengoperasian peralatan ukur sesuai alat dan kegunaannya harus dipahami dan dikuasai oleh Juru Ukur misalnya : theodolite untuk pengukuran sudut, jarak optik dan beda tinggi, waterpass untuk pengukuran beda tinggi dan lain-lain. Total station untuk pengukuran sudut, jarak, beda tinggi dan menghitung koordinat serta elevasi secara komputerisasi. Pengoperasian alat ukur harus dilakukan dengan cermat, teliti dan hati-hati. 4.3.3.2. Pengukuran dengan peralatan ukur. Pengukuran dengan alat ukur utama : Total station, theodolite dan waterpass. a) Total station. Cara pengoperasian Total station biasanya sudah lebih praktis karena peralatan ini secara internal sudah dibekali dengan perangkat lunak (software) untuk melakukan pengukuran berbagai keperluan koleksi data. Langkah awal setelah peralatan Total station di setel sehingga : sumbu pertama vertikal, sumbu kedua mendatar, garis bidik tegak lurus sumbu kedua, garis jurusan nivo mendatar, hidupkan Total station dengan menekan tombol ON/OFF kemudian beberapa menu atau simbol untuk melakukan pengukuran dapat dipilih pada tampilan menu dengan simbol-simbol antara lain : Halaman: 78 dari 92

Gambar 4.57 Sekrup Diafragma Titik Teropong Nonius A Nonius B Rata 2x) P B 238,865 38,860 238,8625 LB 39,130 239,130 39,1300 199,7325 0.134 Diarahkan P LB 38,995 Q B 102,165 302,160 102,1625 Q LB 302,150 102,158 302,1540 0.004 200,0085 B = BIASA LB = LUAR BIASA x) = Dengan dasar nonius A Pelaksanaan mengatur : Dirikan total station sebaik-baiknya Kemudian aturlah sumbu I nya Arahkan teropong pada suatu titik P, lazimnya titik dibuat pada kertas ditempel di tembok. Bacalah pada piringan horisontal. Halaman: 79 dari 92

Gambar 4.58 Contoh target untuk bidikan Kemudian putarlah teropong menjadi dalam kedudukan luar biasa (Luar Biasa), arahkan ke P lagi, kemudian baca piringan horisontal. Carilah harga, berikan koreksi ini kepada pembacaan terakhir dengan memutar skrup gerak halus (mikro) arah horisontal, sampai dengan pembacaan terkoreksi sambil mata melihat ke loupe pembacaan. Akibatnya benang silang tergeser sedikit ke samping, kembalikan benang silang ini ke P dengan memutar skrup diafragma, sebagai tindak penelitian, arahkan ke titik P atau titik lain, dan baca lagi piringan horisontal, seperti diterangkan di atas. Ulangi pekerjaan itu sedemikian hingga hilang atau relative sangat kecil. a. Untuk mengukur arah horisontal menggunakan menu atau simbol Gambar 4.59a b. Untuk mengukur sudut vertikal atau zenith digunakan menu atau simbol Gambar 4.59b c. Untuk mengukur jarak miring digunakan menu atau simbol Gambar 4.59c d. Untuk mengukur jarak datar digunakan menu atau simbol Halaman: 80 dari 92

Gambar 4.59d e. Untuk mengukur beda tinggi antara teropong dengan target lain digunakan menu atau simbol Gambar 4.59e f. Untuk menentukan koordinat titik lain digunakan menu dan simbol Gambar 4.59f b) Theodolite Untuk peralatan Theodolite, pengoperasian alat lebih rumit dari pengoperasian Total station, uraian pengoperasian dapat dijelaskan pada uraian berikut ini : A. Mengukur atau arah horisontal. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Letakkan theodolite pada kaki tiga penyangga atau statip, lakukan centering, setel nivo kotak dan nivo tabung sehingga : sumbu pertama vertikal, garis jurusan nivo mendatar, sumbu kedua mendatar dan garis bidik tegak lurus sumbu ukur. Posisi ini kita namakan Titik A. 2) Kendorkan klem gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat bergerak bebas secara horisontal dan vertikal mengikuti asnya. 3) Bidik titik acuan sebagai arah bacaan awal dengan menggunakan teropong, tepatkan benang silang teropong pada titik target. Jika sudah mendekati titik kunci gerakan horisontal dan vertikal dengan menggunakan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal. 4) Lakukan penempatan benang silang ke titik target dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal. 5) Baca bacaan horisontal arah pada teropong bacaan AB, catat hasilnya pada formulir yang sudah disediakan. Posisi ini kita namakan Titik B. 6) Kendorkan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat bergerak bebas. Halaman: 81 dari 92

7) Bidik titik target dengan menggunakan teropong, tepatkan benang silang teropong pada titik target. Jika sudah mendekati kunci gerakan horisontal dan vertikal dengan menggunakan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal. 8) Lakukan penempatan benang silang ke titik target dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal. 9) Baca bacaan horisontal arah pada teropong bacaan AC, catat hasilnya pada formulir yang sudah disediakan. Posisi ini kita namakan Titik C. 10) Kurangkan bacaan arah horisontal AC target dengan bacaan arah horisontal target awal AB untuk mendapatkan sudut horisontal BAC. Gambar 4.60 BAC = BC = bacaan AC bacaan AB B. Mengukur sudut atau arah vertikal. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Letakkan theodolite pada kaki tiga penyangga atau statip, lakukan centering, setel nivo kotak dan nivo tabung sehingga siap untuk mengukur seperti butir A. Posisi ini kita namakan Titik A. 2) Kendorkan klem gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat bergerak bebas secara horisontal dan vertikal mengikuti asnya. 3) Bidik titik B sebagai arah bacaan awal dengan menggunakan teropong, tepatkan benang silang teropong pada titik target. Jika sudah mendekati titik kunci gerakan horisontal dan vertikal dengan menggunakan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal. 4) Lakukan penempatan benang silang ke titik target dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal. 5) Baca bacaan vertikal pada teropong bacaan sebesar mb kalau sudut miring yang diukur dan zb kalau sudut zenith yang diukur, catat hasilnya pada formulir yang sudah disediakan. Posisi ini kita namakan Titik B. Halaman: 82 dari 92

6) Kendorkan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat bergerak bebas. 7) Bidik titik target C dengan menggunakan teropong, tepatkan benang silang teropong pada titik target. Jika sudah mendekati kunci gerakan horisontal dan vertikal dengan menggunakan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal; 8) Lakukan penempatan benang silang ke titik target dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal. 9) Baca bacaan vertikal pada teropong bacaan sebesar mc kalau sudut miring yang diukur dan zc kalau sudut zenith yang diukur, catat hasilnya pada formulir yang sudah disediakan. Posisi ini kita namakan Titik C. 10) Lihat gambar 3.6. C. Mengukur Jarak Miring, Jarak Datar dan Jarak Vertikal (Beda Tinggi) Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Letakkan theodolite pada kaki tiga penyangga atau statip, lakukan centering, setel nivo kotak dan nivo tabung sehingga theodolite siap untuk mengukur seperti butir A. Posisi ini kita namakan titik A; 2. Kendorkan klem gerakan horisontal dan vertikal agar theodolite dapat bergerak bebas secara horisontal dan vertikal mengikuti asnya; 3. Bidik titik target dengan mengunakan teropong, tepatkan benang silang teropong pada titik target. Jika sudah mendekati kunci gerakan horisontal dan vertikal dengan menggunakaan klem pengunci gerakan horisontal dan vertikal; 4. Pasang rambu ukur di atas target; 5. Baca dan catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb), sudut helling (h), tinggi alatt (Ti); 6. Untuk mendapatkan jarak mirirng digunakan rumus : Dm = (ba-bb)*100 cos h 7. Untuk mendapatkan jarak datar digunakan rumus : D = Dm* Cos 2 h atau D = Dm * Sin2 z h = sudut miring, z = sudut zenith 8. Untuk mendapatkan beda tinggi digunakan rumus : H = ½ Dm * sin 2α + Ti - bt Ilusutrasi pengukuran jarak miring, jarak datar dan beda tinggi dapat dijelaskan seperti gambar berikut : Halaman: 83 dari 92

Gambar 4.61 pengukuran jarak dan beda tinggi Data ukuran : 1. Sudut m, BA, BT, BB Rumus : D = 100 (BA BB) cos 2 m 2. Sudut z, BA, BT, BB Rumus : D = 100 (BA BB) sin 2 z c) Waterpass 1. Letakkan waterpass pada kaki tiga penyangga atau statip diantara titik A dan B kira-kira di tengah-tengah; 2. Lakukan penyetelan nivo kotak. Sehingga garis jurusan nivo mendatar, sumbu pertama vertikal, sumbu kedua mendatar dan garis bidik tegak lurus sumbu kedua; 3. Posisi penempatan waterpass berada di antara titik yang diketahui elevasinya dengan titik yang akan dicari elevasinya; 4. Bidik rambu belakang dan catat bacaan benang tengah (bt), benang atas (ba) dan benang bawah (bb). Bidikan ini kita anggap bacaan titik A; 5. Bidik rambu muka dan catat bacaan benang tengah (bt), benang atas (ba), dan benang bawah (bb). Bidikan ini kita anggap bacaan titik B; 6. Kurangkan bacaan tengah rambu muka dengan rambu tengah belakang untuk mendapatkan beda tinggi A-B; btm btb = HAB b a = HAB Ilustrasi pengukuran waterpass dapat dilihat pada gambar berikut : Halaman: 84 dari 92

H Gambar 4.62 Pengukuran beda tingi dengan waterpass. 4.4. Melakukan Perawatan Peralatan Ukur. Perawatan peralatan ukur mempunyai arti yang sangat penting bagi keberlangsungan fungsi peralatan ukur. Perawatan terhadap peralatan ukur yang dilakukan secara kontinu akan menjaga fungsi dari peralatan tersebut, sehingga akan memperlancar proses pengukuran. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam rangka perawatan peralatan ukur adalah : - Kesiapan dan kelayakan tempat penyimpanan alat ukur - Kondisi kelembaban dan suhu tempat penyimapanan peralatan dijaga - Pemeliharaan fungsi dan kebersihan peralatan ukur harus dilakukan terus menerus. 4.4.1. Pemeriksaan kesiapan dan kelayakan tempat penyimpanan peralatan ukur. 4.4.1.1. Pemeriksaan tempat penyimpanan alat ukur. Tempat penyimpanan peralatan ukur harus diperiksa terlebih dahulu, sebelum digunakan untuk penyimpanan alat. Kondisi tempat tersebut harus layak pakai ; kokoh, bersih, aman dan tidak lembab. 1. Pastikan peralatan ukur aman dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Sebab jika hal ini tidak terpenuhi, memungkinkan pihak-pihak yang tidak berkepentingan tersebut karena rasa penasaran/ingin tahu akan mencoba mengoperasikan peralatan tersebut yang akhirnya bisa mempengaruhi kondisi peralatan ukur tersebut. Hal lain yang lebih ekstrim adalah hilangnya peralatan atau sebagian dari peralatan ukur tersebut yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja juru ukur serta imbasnya mempengaruhi kelancaran pekerjaan konstrruksi secara keseluruhan. 2. Pastikan tempat peralatan ukur kokoh dan stabil. Halaman: 85 dari 92

Sebab jika hal ini tidak dipenuhi, maka peralatan ukur tersebut dapat mengalami goncangan dan bahkan terjatuh dari tempat penyimpanan yang akan menyebabkan berubahnya setelan atau kondisi peralatan ukur tersebut. 3. Pastikan kelembaban tempat penyimpanan terjaga pada ambang batas yang diperbolehkan. Kelembaban yang berlebihan akan menyebabkan cepat munculnya jamur yang akan menempel pada lensa peralatan ukur. 4. Pastikan suhu ruangan terjaga pada ambang batas yang diperbolehkan. Suhu ruangan terjaga akan ikut membantu menjaga kelembaban udara tempat penyimpanan alat. 4.4.1.2. Pemeriksaan kelayakan tempat penyimpanan alat ukur. Kelayakan tempat penyimpanan alat ukur tentunya harus memenuhi persyaratan-persyaratan seperti pada butir 4.4.1.1. tersebut di atas. Apabila ada persyaratan yang tidak terpenuhi maka tempat penyimpanan alat ukur harus diperbaiki kalau ada kerusakan dan dilengkapi apabila ada kekurangannya. Peralatan ukur termasuk peralatan yang sensitif jika sudah dikeluarkan dari tempatnya (casing). Hal-hal yang memungkinkan menjadi penyebab berubahnya kondisi peralatan ukur adalah : a. Goncangan atau benturan, goncangan yang cukup keras dapat mempengaruhi setelan mekanis dari peralatan ukur, akan tetapi untuk pengaruh yang sudah berat maka tugas mekanik peralatan ukur yang diperlukan untuk menservisnya. b. Suhu udara, suhu udara yang berada di bawah atau di atas ambang batas yang diperbolehkan untuk peralatan ukur, akan menyebabkan memuai atau menyusutnya lensa-lensa maupun nivo yang terpasang pada peralatan ukur tersebut. c. Kelembaban, kelembaban yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya jamur yang menempel pada lensa yang pada akhirnya akan membuat kejernihan lensa menjadi terhalang oleh jamur tersebut, sehingga baik untuk membidik target lewat teropong maupun untuk membaca bacaan pada nonius akan terganggu. Halaman: 86 dari 92

d. Uap air, uap air ini biasanya timbul karena peralatan yang terkena hujan saat dipakai di lapangan tidak segera dikeringkan, hal ini akan menyebabkan timbulnya embun yang dapat menutupi lensa-lensa yang ada pada peralatan tersebut. 4.4.2. Pengaturan kondisi kelembaban dan suhu tempat penyimpanan peralatan. 4.4.2.1. Penyiapan tempat penyimpanan peralatan. Kondisi kelembaban dan suhu tempat penyimpanan peralatan harus dijaga agar supaya alat ukur tidak tumbuh jamur, kaca optik tidak buram dan sekrup-sekrup penyetelan mudah dioperasikan. Kelembaban dan suhu tempat penyimpanan peralatan ukur dapat dijaga dengan melengkapi tempat penyimpanan alat ukur tersebut dengan memasang lampu yang cukup serta meletakkan silika gel. Contoh dari lemari tempat penyimpanan peraltan ukur dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.63 contoh lemari penyimpanan peralatan ukur. 4.4.2.2. Pengaturan kondisi kelembaban dan suhu tempat penyimpanan peralatan. Untuk mengatur kondisi kelembaban dan suhu tempat penyimpanan peralatan ukur adalah : - Almari tempat penyimpanan peralatan ukur dilengkapi lampu listrik bersuhu berkisar 5 0 C. - Kotak penyimpanan alat ukur diberi silika gel yang cukup. - Tempat penyimpanan harus dijaga kebersihannya. Halaman: 87 dari 92