11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teknologi Informasi Teknologi informasi sebagai sebuah taksonomi yang lebih holistik, terbagi menjadi beberapa komponen, yaitu (Luhukay, 1996) : a. Teknologi pengolahan : kelompok ini terdiri dari komponen-komponen elektronik, optik, mekanis dan lojik program yang dibutuhkan untuk pengolahan informasi. Teknologi pengolahan dapat dibedakan menjadi teknologi perangkat keras dan teknologi perangkat lunak. b. Teknologi penyimpanan : kelompok ini mencakup media penyimpanan informasi dan pengelolaannya. Teknologi penyimpanan ini dapat dibedakan menjadi teknologi media dan teknologi data. c. Teknologi komunikasi : kelompok ini mencakup teknologi komunikasi data dan teknologi penyajian informasi. Pada tesis ini, penulis hanya memfokuskan pada teknologi informasi pengolahan terutama pada perangkat lunaknya yang meliputi aplikasi dari sistem informasi yang telah dipergunakan oleh perusahaan pelanggan PT JSR. Peningkatan peran teknologi informasi di dalam organisasi tersebut dapat ditunjukkan oleh dua hal yaitu : peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan
12 pergeseran fokus pemanfaatannya. Pemanfaatan teknologi informasi oleh organisasi umumnya diwakili oleh penggunaan perangkat komputer dan komunikasi yang dihubungkan satu sama lain dalam suatu sistem, yang dikenal sebagai Network-Based Information System. Faktor pendorongnya antara lain : harga komputer dan periferalnya cenderung turun, dan biaya komunikasi sebaliknya cenderung naik. Sementara itu, pergeseran fokus pemanfaatan teknologi informasi di dalam organisasi dapat diamati dari awal, di mana fokus pemanfaatannya hanyalah untuk keperluan Back Office Processing. Kemudian fokus pemanfaatannya bergeser menjadi untuk mendukung Keunggulan Strategik Organisasi di dalam berkompetisi. Peningkatan pemanfaatan yang diikuti dengan pergeseran fokus pemanfaatan teknologi informasi diatas menyebabkan sistem informasi menjadi semakin penting bagi organisasi. Peningkatan ini memberikan dampak atas dua hal, yaitu : keberhasilan sistem informasi merupakan masalah yang kritikal dan perlu dilakukan penyesuaian pada metode pengembangan sistem informasi. Menurut Monger, perkembangan teknologi informasi ini membawa tiga dampak utama yang berpengaruh terhadap struktur organisasi dan struktur industri, yaitu : otomasi, disintermediasi dan integrasi. Ketiga dampak tersebut tidak sekaligus memberikan pengaruh pada organisasi, melainkan melalui suatu evolusi (Wijanto, 1997). Cash, McFarlan dan McKinney (1992), kemudian membedakan tiga era dalam pemanfaatan teknologi informasi. Era pertama muncul sekitar tahun 50-an, yang mana
13 pemanfaatan teknologi informasi lebih ditujukan untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi. Era kedua dimulai dengan pengenalan minikomputer dan timesharing sekitar tahun 70-an, mengakibatkan pergeseran tujuan pemanfaatan teknologi informasi ke arah peningkatan efektivitas dari organisasi. Era ketiga ditandai dengan perkembangan yang pesat dari teknologi komputer dan komunikasi pada tahun 80-an, dan pemanfaatannya untuk mendukung keunggulan strategik dari organisasi di dalam bersaing. Saat ini perusahaan PT JSR berada pada posisi era pertama dan kedua, yaitu selain untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, juga sudah mulai mengarah pada peningkatan efektivitas kinerja dari perusahaan. Menurut Blumberg (1991), teknologi dan sistem komputerisasi yang digunakan untuk mengatur layanan terbagi atas empat fungsi utama, yaitu : a. Penanganan panggilan dan pengiriman, yang meliputi pencatatan informasi mengenai masalah layanan perbaikan, melakukan analisa penyediaan bantuan teknik dan akhirnya pelacakan dan menutup panggilan perbaikan. b. Logistik serta manajemen dan kontrol persediaan, fungsi ini meliputi memasukkan dan memproses order dan pengontrolan persediaan. c. Manajemen Database, meliputi laporan-laporan standard yang dihasilkan, a.l.: karakteristik dari pelanggan, data barang yang sudah pernah di order, jenis barang tertentu yang di order, dan lain-lain.
14 d. Manajemen finansial dan administrasi, fungsi ini meliputi kontrol finansial dari pendapatan dan komponen biaya dari operasi perbaikan. Seperti Faktur dan tagihan, status kredit pelanggan, dan lain-lain. 2.2. Manajemen Kualitas Layanan 2.2.1. Pengertian Kualitas Menurut Townsend and Gebhardt (1988), mengatakan kualitas adalah fakta dan kualitas adalah persepsi. Kualitas berdasarkan fakta berarti konformansi dari suatu spesifikasi, sedang kualitas berdasarkan persepsi berarti pelanggan berfikir bahwa mereka telah menerima kualitas seperti yang diharapkan. Jadi percuma saja mencapai suatu performansi untuk kualitas yang bagus, jika persepsi atas kualitas tersebut adalah rendah atau jelek (Edvardsson, Thomasson and Ovretveit., 1994). Selain itu menurut Gaspersz (1997), definisi kualitas bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Secara konvensional kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti : performansi, keandalan, mudah dalam penggunaan, konformansi, daya tahan, dll. Sedangkan dalam arti strategik kualitas berarti segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan dari pelanggan. Dalam mencapai kualitas yang baik bagi para pelanggan, tidak hanya berupa pengenalan dari dalam akan pentingnya kualitas, tetapi juga persepsi dari para staf dalam
15 mengerjakan pekerjaan mereka. Jadi harus ada komitmen dan kemauan dari seluruh karyawan perusahaan yang ada dalam meningkatkan kualitas produk bagi pelanggannya. Seringkali perngertian dari kualitas itu berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan cenderung berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Seperti kualitas adalah performansi dari spesifikasi (Crosby, 1980) dan mencocokkan sesuatu dengan pengguna (Juran, 1982). Namun semuanya itu bermuara pada kepuasan pelanggan. Definisi kualitas dalam arti luas, yang diambil dari International Standard for Service Quality tahun 1990 yaitu : kumpulan dari seluruh ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan keadaan saat ini atau kebutuhan yang diharapkan akan dapat diperoleh (Edvardsson, Thomasson and Ovretveit., p.79). 2.2.2. Kualitas Layanan Berbeda dengan masa-masa lalu, situasi persaingan bisnis kini telah menjurus pada persaingan super ketat dan kompleks. Salah satu jalan agar bisa bertahan dan bahkan memenangkan persaingan adalah dengan terus-menerus tanpa henti meningkatkan kualitas layanan. Kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Kualitas
16 layanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas layanan dengan layanan yang benar-benar mereka terima. Jika kenyataan yang diterima lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan berkualitas sedangkan jika kenyataannya kurang dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan tidak berkualitas. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan. Kualitas layanan yang dimaksud disini adalah kualitas layanan yang ditujukan pada pelanggan eksternal. Harapan pelanggan bisa berasal dari informasi mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, dan pengalaman masa lalu (Edvardsson, Thomasson, and Ovretveit., 1994). Komunikasi dari mulut Kebutuhan ke mulut Pengalaman masa lalu Dimensi Kualitas Layanan yang Kualitas Layanan yang akan di Layanan di harapkan terima : Tampilan fisik 1. Layanan lebih baik dari harapan Kepercayaan 2. Layanan sama dengan yang di - Ketanggapan harapkan Kepastian Layanan yang 3. Layanan lebih rendah dari yang Perhatian di terima di harapkan Gambar 2.1 Kualitas layanan
17 2.2.3. Dimensi - dimensi Kualitas Layanan Mengklasifikasikan dimensi-dimensi kualitas dalam layanan dan penilaian dari pentingnya bantuan yang diberikan, menentukan prioritas untuk pengembangan kualitas. Persepsi pelanggan atas layanan dari perusahaan tergantung pada beberapa faktor : pengalaman mereka, pengetahuan yang dikombinasikan dengan komitmen dan kemampuan untuk melayani pelanggan; kemampuan menetapi janji dan kepercayaan; perhatian yang tulus yang diberikan kepada para pelanggan; cepat dalam menangani keluhan pelanggan. Dalam beberapa studi yang telah dilakukan, terdapat beberapa dimensi yang mempengaruhi persepsi kualitas pelanggan dalam layanan yang diterima. Menurut Parasuraman et al., (1988) terdapat 5 dimensi kualitas layanan yang terdiri dari (Edvardsson, Thomasson, and Ovretveit, p.100) : 1. Tangibles, yaitu penampilan dan kualitas layanan dari fasilitas dan peralatan. 2. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan sesuai dengan yang telah dijanjikan. 3. Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan sebaik mungkin. 4. Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopantantunan para pegawai perusahaan serta kemampuan mereka untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
18 5. Empathy, yaitu perhatian yang tulus yang diberikan kepada para pelanggan. Terdapat tiga kunci pokok yang muncul dari ke lima dimensi kualitas layanan, yaitu (Zeithaml et al., 1990) : 1. Service quality is more difficult for customers to evaluate than goods quality. 2. Customers do not evaluate service quality solely on the outcome of a service; they also consider the process of service delivery. 3. The only criteria that count in evaluating service quality are defined by the customer. 2.2.4. Pendekatan Kualitas Layanan Terdapat sejumlah pendekatan yang dapat dipakai untuk memberikan layanan yang berkualitas kepada para pelanggan, diantaranya adalah : a. Service Triangle (Segitiga layanan) yang dikembangkan oleh Albrecht dan Zemke. b. Model Kesenjangan yang dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry. Dalam penelitian ini yang akan dipakai untuk membahas kualitas layanan adalah dengan menggunakan model kesenjangan. Model ini memperlihatkan bagaimana kesenjangan-kesenjangan yang terjadi, sehingga perusahaan tidak mampu memberikan layanan yang berkualitas kepada para pelanggannya. Model kesenjangan ini bisa membantu manajer dan para stafnya untuk memeriksa apakah kualitas layanan yang telah diberikan sudah atau telah memenuhi keinginan dan kebutuhan dari konsumen sebagai pelanggan (Edvardsson, Thomasson, and Ovretveit, p.103).
19 Word of month Personal needs Past experience communication Gap 5 Expected service Perceived service Provider Service delivery Gap 4 External ( including pre - communications and post-contacts ) to consumers Gap 3 Gap 1 Translation of perceptions into service quality specs. Gap 2 Management of perceptions of consumer expectations Gambar 2.2 Model Kesenjangan Model yang diperlihatkan pada Gambar 2.2, mengidentifikasikan lima kesenjangan yang menyebabkan penyajian layanan yang tidak berhasil. Kelima kesenjangan tersebut adalah : Kesenjangan 1 (Gap persepsi manajemen) : yaitu adanya perbedaan penilaian layanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Pada umumnya kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi
20 penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan-temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen. Kesenjangan 2 (Gap spesifikasi kualitas) : yaitu kesenjangan yang terjadi antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan ini berupa tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi terhadap ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan yang jelas. Kesenjangan 3 (Gap penyampaian layanan) : yaitu perbedaan antara kualitas dari layanan pengiriman dan spesifikasi kualitas. Bahkan jika kualitas dari layanan yang dispesifikasikan oleh pelanggan adalah betul, hasil dalam pelaksanaannya mungkin berbeda dari apa yang diinginkan. Kualitas layanan sulit untuk di standarisasikan, karena lebih tergantung pada tindakan personal antara pelanggan dan staf perusahaan. Kesenjangan 4 (Gap komunikasi pemasaran) : yaitu perbedaan antara kualitas dari layanan pengiriman dan perjanjian yang telah disepakati. Penting sekali untuk tidak memberikan janji kepada pelanggan lebih dari kemampuan layanan perusahaan.
21 Kesenjangan 5 (Gap dalam layanan yang dirasakan) : yaitu perbedaan antara harapan dan persepsi kualitas layanan. Kesenjangan ini merupakan fungsi dari ke empat kesenjangan tersebut diatas. 2.3. Dampak Teknologi Informasi Menurut Cash, dkk. (1992), dampak dari teknologi informasi yang digunakan oleh perusahaan dapat diketahui dengan memanfaatkan metode strategic grid yang terbagi menjadi empat kuadran, yaitu : a. Kuadran Strategi Perusahaan yang termasuk dalam kuadran ini adalah perusahaan yang dalam menjalankan operasinya, dan dalam perencanaan bisnisnya sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh peran teknologi informasi yang berkualitas. Kegagalan dari penerapan teknologi informasi akan sangat mempengaruhi kelanjutan hidup perusahaan. b. Kuadran Turnaround Pada kuadran ini kinerja dari perusahaan di masa yang akan datang akan sangat ditentukan oleh penggunaan teknologi informasi. Namun perusahaan tidak terlalu tergantung secara penuh pada teknologi informasi pada saat ini, tetapi pada waktu yang akan datang dan sejalan dengan perkembangan dari teknologi informasi akan dapat mempengaruhi keberhasilan strategi jangka panjang.
22 c. Kuadran Factory Dalam kuadran ini sasaran dari penerapan strategi teknologi informasi dan jika dihubungkan dengan strategi perusahaan tidak terlalu mempengaruhi keberhasilan perusahaan di dalam waktu yang akan datang, namun pemanfaatan dari teknologi yang ada dipakai sekarang sangat berpengaruh pada operasi perusahaan pada saat ini. d. Kuadran Support Khusus dalam kuadran ini keberhasilan dan kegagalan dari penggunaan teknologi informasi dalam perusahaan tidak berpengaruh banyak pada kinerja dari perusahaan. High Dampak teknologi pada sistem Factory Strategic yang sedang berjalan Support Turnaround Low High Dampak teknologi pada pengembangan teknologi di masa yang akan datang Gambar 2.3 Strategic Grid
23 2.4. Analisis Rantai Nilai Persaingan adalah inti dari keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan. Suatu perusahaan untuk mendapatkan keunggulan bersaing tidak hanya dapat dipahami dengan memandang perusahaan sebagai suatu keseluruhan. Keunggulan bersaing berasal dari banyak aktivitas, seperti aktivitas dalam mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan, pelayanan dan dukungan pada produknya. Sebagai alat dasar untuk melakukannya, yaitu dengan menggunakan analisis rantai nilai. Menurut Porter (1994), analisis rantai nilai terdiri atas sembilan aktivitas, yang secara garis besar terbagi atas dua aktivitas, seperti terlihat dalam gambar berikut, yaitu : Infrastruktur Perusahaan Manajemen Sumber Daya Manusia Pengembangan Teknologi Pembelian M A R G I N Logistik Operasi Logistik Pemasaran Pelayanan Ke Dalam Ke Luar & Penjualan Gambar 2.4 Analisis Rantai Nilai
24 Penjelasan dari masing-masing aktivitas rantai nilai tersebut, yaitu : A. Aktivitas Utama Logistik Masuk : Aktivitas ini berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan dan penyebaran masukan ke produk, seperti penanganan bahan, pergudangan, pengendalian persediaan, penjadwalan dan pengembalian barang kepada pemasok. Operasi : Aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan masukan menjadi bentuk produk akhir, seperti pengemasan, perakitan, pemeliharan peralatan, pengujian, dan pengoperasian fasilitas. Logistik Keluar : Aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian fisik produk kepada pembeli, seperti pergudangan barang jadi, penanganan bahan, pengiriman, dan penjadwalan. Pemasaran dan Penjualan : Aktivitas yang berhubungan dengan pemberian sarana yang dapat digunakan oleh pembeli untuk membeli produk dan mempengaruhi mereka untuk membeli, seperti iklan, promosi, tenaga penjual, seleksi penyalur, hubungan penyalur dan penetapan harga. Pelayanan : Aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan pelayanan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk, seperti reparasi, pelatihan, pasokan suku cadang dan penyesuaian produk.
25 B. Aktivitas Pendukung Pembelian : Pembelian mencakup fungsi masukan yang digunakan dalam rantai nilai perusahaan, bukan pada masukan yang dibeli itu sendiri. Masukan yang dibeli mencakup bahan baku, pemasok, dan bahan pendukung, serta aset seperti mesin, peralatan dan perlengkapan kantor dan gedung. Pengembangan Teknologi : Setiap aktivitas nilai mengandung teknologi, bisa berupa pengetahuan, prosedur, atau teknologi yang terkandung di dalam peralatan proses. Manajemen Sumber Daya Manusia : Meliputi aktivitas yang terlibat dalam perekrutan, pengangkatan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi untuk semua jenis personel. Infrastruktur Perusahaan : Infrastruktur perusahaan terdiri atas beberapa aktivitas termasuk manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, dan manajemen mutu.