BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel. Pada tahun 2009, American Cancer Society melaporkan bahwa terdapat 21.000 wanita yang menderita kanker ovarium, dimana 70% diantaranya terdiagnosa pada stadium lanjut. Oleh karena itu, kurang dari 50% pasien dapat hidup selama 5 tahun setelah diagnosis awal. 1,2,3,4,5,6 Di seluruh dunia, sekitar 125.000 orang wanita meninggal setiap tahun karena kanker ovarium. Tingkat insiden tertinggi terjadi di negaranegara maju, terutama Eropa Utara. Dari jumlah tersebut, karsinoma ovarium epitelial terdiri dari 90 sampai 95 persen dari semua kasus, termasuk tumor diferensiasi potensi ganas rendah. 2,3,4,6 Menurut penelitian Stephen suh, Tumor ovarium baik jinak maupun ganas merupakan penyakit ginekologi yang sering diteliti dalam studi proteomic, dalam upaya menemukan penanda tumor (tumor marker) paling efektif dalam hal membedakan keduanya. Hal ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan terapi yang optimal untuk tumor ovarium jinak maupun ganas.dalam dua dekade terakhir telah diidentifikasi lebih dari duaratus biomarker untuk kanker ovarium. 3,8
Pemeriksaan klinis yang meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Hal ini dilakukan agar tercapai prognosis yang lebih baik dengan penanganan yang tepat. Dalam studi Systematic Review dinyatakan bahwa prognosis yang lebih baik dapat dicapai pada pasien kanker ovarium, apabila dapat dirujuk sedini mungkin dan ditemukan pada stadium awal sehingga dapat segera mendapat penanganan atau terapi yang tepat oleh ahli onkologi ginekologi pada pusat pelayanan kesehatan yang lengkap. Untuk mendeteksi stadium awal kanker ovarium atau mencegah pembedahan yang tidak perlu, maka diperlukan strategi pemeriksaan dan skrining yang memiliki sensitivitas > 75% dan spesifitas 99,6%. Saat ini prosedur skrining yang dapat digunakan untuk mendeteksi kanker epitel ovarium, yaitu : pemeriksaan ginekologi, serum CA125 dan USG Transvaginal. Pemeriksaan pelvis merupakan bagian yang penting dalam pemeriksaan ginekologi tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya kurang. Pada Penelitian Drenberg, didapati CA125 meningkat pada 80% penderita dengan kanker ovarium, tetapi pada penderita kanker ovarium stadium awal, hanya dijumpai peningkatan 50 %. CA125 dapat juga meningkat pada pasien tumor ovarium jinak. Penelitian Ali di medan, tentang sensitivitas dan spesifitas human epipidymis protein-4 (HE4) dan antigen kanker CA125 pada tumor ovarium didapat sensitivitas dan 1,3,4
spesifitas CA125 sebesar 84,4% dan 78,1%, sedangkan sensitivitas dan spesifitas HE4 masing-masing 75% dan 75%. Sehingga penggunaan HE4 sebagai penanda tunggal dianggap lemah. Penggunaan transvaginal USG dan CA125 meningkatkan sensitifitas, meskipun cara ini kurang praktis untuk skrining kanker karena berpotensi untuk menghasilkan hasil pemeriksaan yang positif palsu. Sehingga perlu dikembangkan penelitianpenelitian tentang biomarker yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dan non invasif. Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium dini. Penanda tumor yang bisa akurat mendeteksi dan mendiagnosis sedini mungkin akan meninggkatkan secara signifikan tingkat kelangsungan hidup pasien dengan kanker ovarium. Penelitian-penelitian saat ini tentang penanda tumor didasarkan pada perjalanan molekular terjadinya kanker ovarium. Baik itu yang diperoleh dari serum maupun dari urin. 3 1,3,4,6,62 Selama perkembangan awal tumor, sel-sel mempunyai kemampuan untuk merangsang angiogenesis. Angiogenesis tumor dimulai dari sel-sel tumor yang melepaskan molekul pemberi sinyal kepada jaringan normal disekitarnya. Sinyal ini mengaktifkan gen-gen tertentu pada jaringan sekitar dan pada akhirnya merangsang pembentukan pembuluh darah baru. Tumor akan tumbuh lambat dan
hanya mencapai ukuran 1-2 mm dipengaruhi oleh growth factor, onkogen dan tumor suppressor genes, namun akan tumbuh cepat dan dapat mencapai ukuran yang tidak terbatas jika telah terjadi vaskularisasi. Untuk memenuhi persyaratan ini, sel-sel neoplastik menghasilkan faktor angiogenik yang merangsang pembentukan pembuluh darah baru dari endotelium pembuluh darah utama. Perubahan ke fenotipe angiogenik selama tahap awal dari perkembangan tumor dimodulasi oleh proangiogenic/ angiogenic growth factors dan antiangiogenic/ angiogenesis inhibitors dalam mode keseimbangan ( angiogenic switch). Banyak faktor yang mempengaruhi mekanisme angiogenesis, salah satunya adalah hipoksia ( hypoxia inducible factor, HFI-1). Pertumbuhan tumor dibagi menjadi fase prevaskular dimana aktivitas angiogenik tidak cukup, tumor tetap kecil dengan volume hanya beberapa millimeter. Fase vaskuler, disini tumor tumbuh cepat menjadi invasive dan potensi metastase meningkat. Maka evaluasi tingkat angioregulator dalam cairan tubuh dapat berkontribusi pada deteksi dini Kanker ovarium epitel. Sifat pertumbuhan tumor yang tergantung angiogenesis sangat relevan untuk tumor ini yang dapat mencapai ukuran besar dan hubungan antara densitas mikrovaskuler dan agresifitas dari tumor telah diketahui. Dengan demikian, analisa faktor angiogenik yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan Kanker Epitel Ovarium mungkin memiliki implikasi penting untuk diagnostik dan prognostik dari penyakit ini. 2,10,12,24,25
Sebelumnya dilaporkan bahwa cairan kista Kanker Epitel Ovarium mengandung sejumlah besar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). VEGF dan Base Fibroblast Growth Factor (bfgf) dievaluasi pada pasien dengan kista ovarium jinak, kista fungsional, tumor borderline, dan pasien dengan tumor ganas. Ada perbedaan yang jelas dalam tingkat VEGF antara kista ganas dan kista jinak, borderline atau kista fungsional. Neoplasma ganas memiliki rata-rata peningkatan 26 kali lipat pada kadar VEGF dibanding lesi jinak dan peningkatan 6 kali lipat dibanding tumor borderline. Tidak seperti VEGF, Base Fibroblast Growth Factor umumnya sangat rendah atau tidak terdeteksi pada kista ganas dan tidak berhubungan dengan keganasan. Dikatakan juga bahwa kadar VEGF dalam cairan kista ovarium adalah 3 kali lipat lebih tinggi pada 6 pasien dengan bukti penyakit 1-2 tahun setelah pembedahan(~ 50 ng / ml) dibandingkan dengan 7 pasien tanpa bukti penyakit (~ 18 ng / ml) [11]. Akibatnya, evaluasi penanda angiogenik atau angiostatik yang beredar atau diekskresikan mungkin relevan secara klinis untuk Kanker Ovarium Epitel. 3,10,13,27 Pada penelitian Drenberg, ditemukan tingginya konsentrasi VEGF dan sitokin angiogenik lainnya pada tumor. Peningkatan kadar faktor pertumbuhan hepatosit (HGF) dapat terlihat dalam darah, urin dan cairan asites pada pasien kanker, termasuk kanker epitel ovarium. Tumor ganas juga menghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES), angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan
angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel. Hasil penelitian Drenberg tersebut didapati kadar angiostatin urin tumor ovarium jinak rata-rata 21.4 ng/ml ± 3,7 dan 41,5 ng/ml ± 8,8. Sebaliknya angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganas memiliki nilai rata-rata 115 ng/ml ± 39,2 dan 276 ng/ml ± 45,8. Peningkatan kadar angiostatin urin pada pasien kanker ovarium epitel tidak dipengaruhi stadium tumor, ukuran, jenis histopatologi, kadar kreatinin, status menopause, atau usia pasien. Angiostatin yang merupakan bagian proteolitik dari plasminogen dapat dipakai sebagai penanda tumor (diagnostik dan prognostik) dan dapat menjadi metode baru yang non invasive untuk deteksi kanker ovarium epitel. 1,3,19,57,58,59 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan urain diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah dijumpai perbedaan kadar angiostatin dalam urin pasien tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas.
1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas berdasarkan karakteristik. 2. Mengetahui distribusi hasil pemeriksaan histopatologi tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas. 3. Mengetahui perbedaan kadar Angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel ganas dan tumor ovarium epitel jinak. 1.4. Manfaat Penelitian Mengetahui kadar angiostatin urin dalam membedakan tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas sebagai landasan untuk penelitian biomarker dalam menegakkan diagnose dan atau prognosis tumor ovarium epitel.