TEORI DAN MODEL KEPEMIMPINAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERTEMUAN VI KEPEMIMPINAN (PENDEKATAN DARI SEGI SITUASI)

PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA ERPEN JUANDA

PENDEKATAN STUDI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan PRESENTED BY: M ANANG FIRMANSYAH

Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan Transformasional

BAB 8 KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGANTAR MANAJEMEN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TAHUN Adman, S.Pd, M.Pd

PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN IKA RUHANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

Disusun Oleh Lista Kuspriatni. Universitas Gunadarma 2014

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Kepemimpinan Pertemuan 3 SM III

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. dari beberapa ahli mengenai Kepemimpinan. Pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II STUDI LITERATUR

Interpersonal Communication Skill

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

Pendetakan tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan.

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Path-goal theory menjelaskan dampak gaya kepemimpinan pada motivasi

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Hal ini bila kita teliti dengan lebih seksama penyebabnya

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Pengembangan organisasi (organizational development) adalah respon

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin agar tujuan yang akan dicapai dapat terlaksana dengan baik.

Leadership Karakteristik, Kompetensi, Perilaku

PEMIMPIN INTEGRASI SOSIAL DAN MANAJEMEN. Muhammad Husni. Dosen IAI Al-Qolam Gondanglegi Malang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Mahakam NursingJournal Vol 2,No.2, Nov2017:74-79 EDITORIAL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG BERPENGARUH POSITIF PADA KEPUASAN KERJA PERAWAT

Pengantar Manajemen KEPEMIMPINAN. Amelia Christyani Dirtaniawan SE.,MBA. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

Pentingnya gy kepemimpinan p bagi seorang wirausaha. Teori kepemimpinan awal Teori kepemimpinan kontemporer

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari

KEPEMIMPINAN. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka segala upaya terus dilakukan untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. (compliance audit) dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003).

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. dikaji dan diteliti, karena paling banyak diamati sekaligus fenomena yang paling

LEADERSHIP IN A DYNAMIC ENVIRONMENT

Kepemimpinan Dalam Perilaku Organisasi

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT DAN LIRIS DI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Lamba dan Choudary (2013) menyebutkan bahwa komitmen adalah

ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL & MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada PT. Kereta Api Indonesia Daop IV Semarang) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang merupakan inti dari kegiatan sekolah.

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pendidikan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pendidikan di

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. kecil, menengah, maupun besar, menjadi semakin ketat dan telah memberikan dampak

Aplikasi Psi Sosial. Bidang Organisasi 1. Kepuasan kerja 2. Perilaku prososial di tempat kerja (OCB) 3. kepemimpinan

Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

BAB I PENDAHULUAN. Disamping sumber daya alam dan sumber daya modal, sumber daya manusia juga memiliki

GAMBARAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DI PT BANK X (STUDI DESKRIPTIF) Octarina Arista Ningrum, Unika Prihatsanti *

NON-ACTIVATED VERSION

Interpersonal Communication Skill

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan komplek

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. persaingan bisnis di dunia semakin terbuka. Setiap perusahaan harus bersaing

KEPEMIMPINAN. Teori Kepemimpinan. Dr. Alimatus Sahrah, M.Si. MM

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ada dengan arah strategis organisasi. Arah strategis organisasi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peran utama dalam menentukan dinamika dari semua sumber yang

Masih dari hasil penelitian Al-Ababneh (2010), tidak ada gaya kepemimpinan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

HOW TO LEAD? Pelatihan KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Bagi Para Kepala Sekolah SD. Yogyakarta, Juli 2009

KEPEMIMPINAN DOSEN : DIANA MA RIFAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Greenberg dan Baron (2003) dalam Alifuddin (2015), menyatakan bahwa

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. akan terjadi di hari esok, segalanya serba tak menentu, akan tetapi kondisi ini

School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan

Pengertian Kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. punggung utama penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) sebelum

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang

Instrumen Kepemimpinan Transformasional. (Multifactor Leadership Questionnaire-MLQ)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam organisasi. Apapun

Transkripsi:

MAKALAH TEORI DAN MODEL KEPEMIMPINAN DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd. Prof. Dr. Paningkat Siburian, M.Pd DISUSUN OLEH Berthon Oktora Nababan NIM. 8156132061 Suriani Ganumba NIM. 8156132092 PRODI ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2015

KATA PENGANTAR Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya makalah yang berjudul Teori dan Model Kepemimpinan dengan baik dan tepat waktu. Materi pada makalah ini adalah pembahasan dari materi Mata Kuliah Teori Administrasi dan Manajemen Pendidikan. Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas pada mata kuliah Teori Administrasi dan Manajemen Pendidikan. Materi pada makalah ini diharapkan dapat memperkaya diri dalam memahami tentang Kepemimpinan di dalam kepengawasan. Pada kesempatan ini Tim Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penyusunan makalah ini. Selain itu Tim Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Tim Penulis i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...3 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kepemimpinan...4 2.2 Teori Kepemimpinan...5 2.3 Model Kepemimpinan...10 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan...19 3.2 Saran... 19 DAFTAR PUSTAKA...20 ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang "Leadership is not about titles, positions, or flow charts. It is about one life influencing another." John C. Maxwell. Kepemimpinan bukan mengenai pangkat, posisi atau diagram alur, tetapi mengenai suatu kehidupan yang berdampak bagi orang lain. Pengawas sekolah adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah (PP 74 tahun 2008). Pengawas adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru. Dalam buku kerja pengawas sekolah (2011) disebutkan bahwa pengawas sekolah yang profesional harus memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik yang harus dimiliki pengawas sekolah yaitu : 1. Menampilkan kemampuan pengawas dalam bentuk kinerja. 2. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. 3. Melaksanakan tugas kepengawasan secara efektif dan efisien. 4. Memberikan layanan prima untuk semua pemangku kepentingan. 5. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan. 6. Mengembangkan metode dan strategi kerja kepengawasan terus menerus. 7. Memiliki kapasitas untuk bekerja secara mandiri. 8. Memiliki tanggung jawab profesi. 9. Mematuhi kode etik profesi pengawas. 10. Memiliki komitmen dan menjadi anggota organisasi profesi kepengawasan sekolah. Kepemimpinan pada seorang pengawas sekolah merupakan sesuatu yang mutlak untuk dimiliki, karena berkaitan langsung dengan tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukannya. Oleh karena itu seorang pengawas harus dapat menjadi pemimpin bagi guru dan kepala sekolah yang akan dilayaninya. Tetapi apakah kepemimpinan itu sebenarnya, bagaimana kepemimpian itu dapat muncul, dan bagaimana para pemimpin di berbagai organisasi yang ada menampilkan gaya kepeimpinan mereka?. Makalah ini akan membahas masalah tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1

Dari Latar Belakang masalah yang diuraikan penulis, banyak permasalahan yang ditemukan penulis. Permasalahan tersebut antara lain: 1. Apa itu Kepemimpinan? 2. Bagaimana Teori-teori dalam kepemimpinan? 3. Bagaimana Model-model dalam kepemimpinan? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari Makalah ini adalah: 1. Sebagai penyelesaian tugas Mata Kuliah Teori Administrasi dan Manajemen Pendidikan. 2. Menjelaskan tentang Teori Kepemimpinan dan Model Kepemimpinan. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kepemimpinan Kepemimpinan telah menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Bahkan jika kita menggunakan mesin pencari kata Google, maka penelusuran kata Kepemimpinan memiliki hasil sekitar 3.100.000 artikel. Sedangkan kata Pemimpin 2

memiliki hasil penelusuran sebanyak 7.940.000. ini merupakan hasil penelusuran yang sangat fantastis. Hal ini menandakan bahwa topik tentang Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan topik yang banyak dicari orang di dunia maya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kepemimpinan adalah perihal pemimpin; cara memimpin. Sedangkan dalam Kamus Merriam-Webster kata Leadership (Kepemimpinan) diterjemahkan sebagai: 1. A position as a leader of a group, organization, etc 2. The time when a person holds the position of leader 3. The power or ability to lead other people. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tampak bahwa defenisi kepemimpinan sangat berkaitan dengan pemimpin dan cara memimpin, defenisi ini tampaknya sangat luas untuk ditafsirkan. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Inggris Merriam-Webster Kata Leadership atau Kepemimpinan lebih dijelaskan lebih terperinci sebagai suatu kekuasaan atau kemampuan untuk memimpin orang lain. Hal ini senada dengan defenisi Kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli. 1. Sthepen P. Robins mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan 2. Rhicard L. Daft mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang yang mengarah pada pencapaian tujuan. 3. R. Terry memberikan defenisi Leadership sebagai Is the activity of influencing people to strive willingly for mutual objectives. 4. Ricky W. Griffin mengatakan bahwa pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain, tanpa harus mengandalkan kekerasan, pemimpin adalah individu yang diterima orang lain. Tim penulis buku Perilaku Organisasi (2004) menyimpulkan Kepemimpinan adalah gaya dan kemampuan seseorang pimpinan dalam memberdayakan (empowering), memberikan pengarahan (coaching) kepada bawahannya dalam mewujudkan visi, melaksanakan misi dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dari penjelasan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan (Leadership) adalah segala upaya yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain dengan cara memberdayakannya, mengarahkannya untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. 3

2.2 Teori Kepemimpinan Pada dasarnya kepemimpinan muncul sejak adanya peradaban. Pada awal masa peradaban, kepemimpinan muncul sebagai usaha untuk mempertahankan eksistensi (keberadaan) kelompok mereka untuk bertahan hidup. Pemimpin yang diangkat biasanya adalah mereka yang memiliki fisik yang paling kuat, paling berani, paling cerdas. Sebab musabab inilah yang mendorong banyak ahli untuk menyatakan teorinya tentang munculnya pemimpin. Teori Kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakannya dalam beberapa segi antara lain, latar belakang sejarah pemimpin, kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban dan kepemimpinan diperlukan dalam setiap masa. Beberapa Teori Kepemimpinan yang ada: 1. Teori Kepemimpinan berdasarkan Watak atau Sifat (Trait Theory) Sejarah teori dan penelitian kepemimpinan dimulai oleh Bernard yang pada tahun 1926 menyatakan bahwa kepemimpinan bisa dijelaskan oleh kualitas internal atau sifat yang dibawa seseorang sejak lahir (Horner, 1997 : 270). Teori ini dinamakan teori sifat (traits theory), dengan inti teori yaitu seorang pemimpin adalah dilahirkan dan bukan dibuat atau direkayasa. Indikator dari teori sifat adalah kemampuan mengarahkan secara alamiah, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan serta pengetahuan yang luas mengenai pekerjaan. Koontz (1980 : 665) menyimpulkan bahwa ada empat sifat utama yang berpengaruh terhadap kesuksesan seorang pemimpin, yaitu kecerdasan, kedewasaan & keluasan hubungan sosial, motivasi diri & dorongan berprestasi dan sikap-sikap hubungan manusiawi. Kesimpulan dari penelitian ini, sebagaimana dinyatakan oleh Bernard pada tahun 1926, mengarahkan pada premis bahwa pemimpin itu dilahirkan. Selanjutnya, Horner (1997 : 270) menyebutkan bahwa setelah teori sifat terungkap, maka peneliti lain mulai melakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan validitas teori ini seperti Stogdill pada tahun 1948. Menurut Stogdill Pemimpin yang berhasil harus memiliki: a) Capacity (kemampuan) b) Achievement (prestasi) c) Responsibilities (tanggung-jawab) 4

d) Status (keadaan yang baik) e) Participation (partisipasi/ikut serta) Menurut Judith R. Gordon, karakter yang dimiliki seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dalam: a) Kemampuan Intelektual b) Kematangan pribadi c) Pendidikan d) Status social dan Ekonomi e) Human relation f) Motivasi intrinsic g) Dorongan untuk maju. Namun ditemukan kelemahan teori ini yaitu tidak adanya jawaban yang valid dan jelas mengenai berbagai macam sifat yang secara konsisten mampu menggambarkan sebuah tipe kepemimpinan yang efektif. Kelemahan teori ini memaksa para peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Bahasan berikutnya adalah mengenai efektivitas kepemimpinan, apa yang dilakukan oleh pemimpin agar efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka mengkomunikasikan ide dan memotivasi pengikutnya, bagaimana mereka mencapai target dalam menyelesaikan tugas, dan bagaimana berbagai perilaku pemimpin mengantarkannya menjadi sukses (Wahjono, 2010 : 269). Selanjutnya Horner (1997 : 270) menambahkan bahwa kelemahan lain dari teori sifat adalah tidak mampu menggambarkan hubungan yang jelas antara atasan dan bawahan serta situasi pekerjaan. 2. Teori Kepemimpinan berdasarkan Perilaku (Behavior Theory) Tidak seperti teori sifat (traits theory) yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, maka pada teori perilaku (behavior theory) justru menyatakan sebaliknya, bahwa pemimpin itu dibentuk dan diarahkan (Wahjono, 2010 : 269). Kelemahan teori sifat menjadi dasar munculnya teori kepemimpinan berdasarkan perilaku, dimana Halpin dan Winer pada tahun 1950 dalam Robbins (1996 : 40) mengemukakan sebuah teori kepemimpinan dengan penekanan pada perbuatan atau perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin dan bukan dinilai dari sifat yang dibawa sejak lahir. Teori ini dinamakan teori perilaku (behavior theory), dengan inti teori yaitu seseorang dikatakan pemimpin atau mengerti konsep kepemimpinan tergantung dari perilaku yang ditunjukkan dalam meningkatkan efektifitas dalam mencapai tujuan organisasi. Halpin dan Winer pada tahun 5

1950 menambahkan bahwa semua orang dapat menjadi pemimpin yang sukses atau mengerti konsep kepemimpinan dengan mempelajari perilaku seorang pemimpin yang telah sukses. Yukl (1989 : 257) menyebutkan bahwa banyak peneliti yang telah melakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan validitas teori ini, di antaranya Mintzberg (1973), McCall, Morrison dan Hannan (1978), McCall dan Segrist (1980), Kotter (1982), Kurke dan Aldrich (1983), Kanter (1983), Gabarro (1985), dan Kaplan (1986). Penelitian lanjutan mengenai teori ini dilakukan oleh Universitas Ohio dan Michigan yang menghasilkan dua dimensi kepemimpinan berdasarkan perilaku, yaitu (Robbins, 1996 : 41): a. Consideration atau kepemimpinan yang berorientasi pekerja, yang menekankan pada rasa dan hubungan antar individu pekerja. b. Initiating structure atau kepemimpinan yang berorientasi tugas, yang menekankan pada pekerjaan dalam mencapai tujuan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pada pekerja diyakini dapat menimbulkan produktivitas yang tinggi dan kepuasan kerja. Selanjutnya Universitas Iowa mengemukakan pendekatan lain yang dianggap mampu menjelaskan mengenai teori kepemimpinan, yaitu: a. Democratic, yaitu mendelegasikan tugas dan selalu melibatkan karyawan b. Autocratic, yaitu melakukan sentralisasi perintah dan pendiktean c. Laissez-faire style, yaitu kebebasan dalam melakukan apapun atau pemimpin yang tidak terlalu peduli pada aktivitas karyawan (no leadership) Blake, shepard dan Mouton pada tahun 1964 mengembangkan model kepemimpinan lanjutan dengan berbasis pada hasil penelitian dari universitas Ohio, Michigan dan Iowa (Horner, 1997 : 271). Blake, Shepard dan Mouton merumuskan dua dimensi yang hampir serupa dengan penelitian Ohio dan Michigan yaitu concern for people dan concern for output dan dikemudian hari mereka menambahkan dimensi yang ketiga, yakni fleksibilitas. Namun seperti penelitian yang dilakukan pada teori sifat, teori kepemimpinan berbasis perilaku gagal dalam pelaksanaannya karena teori ini belum sepenuhnya dapat menjelaskan mengenai kepemimpinan dan mengabaikan faktor situasi. Faktor situasi pekerjaan seharusnya tidak boleh diabaikan karena tidak ada satupun gaya kepemimpinan 6

yang tepat bagi setiap pemimpin pada seluruh situasi pekerjaan (Uprihanto, Harsiwi & Hadi dalam Rahyuda, 2008 : 12). 3. Teori Kepemimpinan berdasarkan Situasi (Situational Theory) Berdasarkan kelemahan teori sifat dan teori perilaku yang mengabaikan faktor situasi pekerjaan, maka pendekatan mengenai teori kepemimpinan yang menghububungkan sifat maupun perilaku dengan situasi pekerjaan mulai dilakukan. Pendekatan ini dinamakan pendekatan situasional yang mengemukakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada kesesuaian antara kepribadian, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi. Pendekatan ini dianggap sebagai pendekatan paling ideal dalam menjelaskan hubungan antara pemimpin, bawahan dan situasi (Horner, 1997 : 271). Menurut Horner (1997 : 271), inti dari teori situasional menggambarkan bahwa tipe yang digunakan oleh pemimpin tergantung pada faktor-faktor seperti pemimpin itu sendiri, pengikut serta situasi. Dengan kata lain, seorang pemimpin harus mampu mengubah tipe kepemimpinan secara cepat, tepat dan akurat sesuai dengan kebutuhan situasi. Salah satu teori kepemimpinan yang menggunakan pendekatan situasional adalah teori kepemimpinan kontingensi yang dikembangkan oleh Fiedler pada tahun 1967 (Luthans, 2005 :649). Teori kepemimpinan kontingensi menyatakan bahwa kinerja pegawai yang efektif hanya dapat tercapai apabila terjadi kesamaan visi antara tipe kepemimpinan seorang pemimpin dengan bawahannya serta sejauh mana pemimpin mampu mengendalikan situasi. Tiga dimensi penting yang muncul pada model kepemimpinan kontingensi, yaitu: a. Leader-member relations (hubungan pemimpin-anggota), yaitu hubungan pemimpin dengan anggota, besaran kadar kepercayaan serta respek dari bawahan terhadap pemimpin. b. Task structure (tingkat strukur tugas), yaitu kadar formalisasi dan prosedur operasional standar pada struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin. c. Position power (kekuasaan posisi pemimpin), yaitu otoritas pada suatu situasi seperti penerimaan dan pemberhentian pegawai, disiplin, promosi serta peningkatan upah. Teori kepemimpinan situasional lainnya dikemukakan oleh Vroom dan Yetton pada tahun 1973 (Horner, 1997 : 271). Teori yang dinamakan teori normatif Vroom- Yetton ini menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin bawahan dalam 7

berbagai situasi. Model ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun tipe kepemimpinan yang dapat efektif diterapkan dalam berbagai situasi. Pilihan mengenai tipe kepemimpinan yang akan dianut hanya efektif jika sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selanjutnya House dan Mitchell pada tahun 1974 mengemukakan teori situasional dengan berbasis pada hasil penelitian dari Universitas Ohio (Robbins, 1996 : 52). Teori yang dinamakan sebagai teori path-goal ini mengungkapkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tugas untuk membantu bawahan dalam mencapai tujuan-tujuan (goal) mereka dan menyediakan petunjuk (path) atau dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan tersebut sejalan dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Pada intinya, teori path-goal menjelaskan empat perilaku pemimpin, yaitu (Wahjono, 2010 : 284): a. Pemimpin direktif, mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, dan memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok. b. Pemimpin suportif, melakukan berbagai usaha agar pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan pengikut dengan adil, bersahabat, dan mudah bergaul serta memperhatikan kesejahteraan bawahannya. c. Pemimpin partisipatif, melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan. d. Pemimpin yang berorientasi pada kinerja, menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistik dan memenuhi standar-standar yang tinggi. Intinya, teori path goal mengasumsikan bahwa pemimpin harus fleksibel sehingga apabila situasi membutuhkan perubahan tipe kepemimpinan, maka pemimpin mampu mengganti tipe kepemimpinannya secara cepat. Namun Horner (1997 : 271) mengungkapkan bahwa dari sekian banyak peneliti yang meneliti tentang teori situasional, ternyata diketahui bahwa teori situasional sangat ambigu karena teori ini lebih menjelaskan konsep-konsep manajerial, dengan kata lain teori tersebut seharusnya ditujukan untuk manajer. Selain itu, teori situasional tidak mampu menjelaskan mengenai konsep kepemimpinan itu sendiri. Kelemahan lain dari teori ini adalah tidak menjelaskan perlu atau tidaknya pekerja mengubah perilaku, seperti yang dilakukan pemimpin, sesuai dengan perubahan situasi pekerjaan. 8

2.3 Model Kepemimpinan Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin. Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin. Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek. Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi. Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur. 9

(a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership) Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970). Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut. (b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership) Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang 10

pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin. Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu. (c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders) Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi 11

ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations). Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya. (d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk 12

mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugastugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugastugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions). Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional. (e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership) Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk 13

memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and 14

Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan 15

konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978). Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individuindividu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasal dari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran. Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hypercompetition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru. 16

Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kepemimpinan (Leadership) adalah segala upaya yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain dengan cara memberdayakannya, mengarahkannya untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. Dalam usaha memiliki kepemimpinan yang efektif dan berdaya guna dilakukanlah penelitian yang menghasilkan beberapa teori kepemimpinan yaitu: 1. Teori berdasarkan watak atau sifat (Trait Theory) 2. Teori berdasarkan Perilaku (Behavior Theory) 3. Teori Kepemimpinan berdasarkan Situasi (Situational Theory) Berdasarkan teori-teori kepemimpinan yang berhasil dirumuskan di atas, dibentuklah beberapa model kepemimpinan yaitu : 1. Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership) 2. Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership) 3. Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders) 4. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) 5. Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership) 17

3.2 Saran Berdasarkan teori dan model kepemimpinan yang telah dipaparkan, kita dapat mengadaptasi bahkan membuat model kepemimpinan yang baru sesuai dengan setiap pribadi kita masing-masing, dengan tentu saja menekankan pada pencapaian tujuan akhir yang terbaik dan berdaya guna untuk kebersamaan akibat dari suatu kepemimpinan. Kami menyadari dari uraian di atas akan ada hal-hal yang memunculkan pandangan-pandangan baru. Oleh sebab itu, kami sangat terbuka dengan segala saran yang tentunya membangun sehingga makalah ini menjadi lebih layak sebagai referensi kita dalam menjalankan kepemimpinan di masa yang akan datang di Negara kita dengan cinta sepenuh hati. Tiada gading yang tak retak karena retaknyalah nilai jualnya mahal. Tiada insan yang tak khilaf karenanya berilah maaf janganlah maaf dijual mahal. Semoga setiap perjuangan kita diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa, amin. 18

DAFTAR PUSTAKA Ambarita, Biner dkk, 2014, Perilaku Organisasi, Penerbit Alfabeta, Bandung Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership, Sage, Thousand Oaks. Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers, New York. Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, Harper and Row, New York. Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations, Sage, London. Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York. Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York. 19

French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in D. Cartwright and A. Zander (eds.), Group 20