HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan penimbangan bobot badan. Penimbangan dilakukan setiap minggu sekali sampai itik tersebut masak kelamin atau bertelur pertama kali. Setelah itik masak kelamin tidak dilakukan penimbangan supaya tidak mengalami cekaman. Hasil penimbangan bobot badan itik Cihateup betina asal Tasikmalaya dan Garut dari umur 5 sampai umur 20 minggu disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata bobot badan itik Cihateup betina umur 5 sampai 20 minggu. Umur (minggu Tasikmalaya Garut ) n ± XSB KK n ± XSB KK (ekor (%) (eko 5 ) 8.7 r) 6 2 7.79 30 7 2 8.36 30 8 2 9.23 30 9 2.4 30 20 2 5 30 2 0.4 30 6 Keterangan : (g) 293.08±2. 60 39.25±02. 80 375.83±4. 97 398.50±29. 32 42.33±6. 74 434.25±50. 08 (g) 27.07±7. 62 337.97±0. 50 367.43±24. 99 40.47±3. 94 43.37±29. 73 496.20±26. 25 (%) 9.2 5 8.2 6 9. 4 9.4 9.0 6 8.4 4 KK = koefisien keragaman; SB = simpangan baku. Hasil analisis uji-t terhadap bobot badan pada umur 5 sampai dengan 20 minggu itik Cihateup betina asal Tasikmalaya dan asal Garut tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil penelitian Wulandari (2005) menyatakan bahwa, ukuran dan bentuk tubuh itik betina asal Tasikmalaya lebih kecil daripada itik asal Garut. Tetapi pada umur 5 sampai 20 minggu tidak terdapat perbedaan bobot badan keduanya. Artinya itik asal Garut mengalami pertumbuhan dini cepat dan itik asal Tasikmalaya mengalami pertumbuhan dini lambat. Perbedaan pertumbuhan ini yang menyebabkan itik asal Garut mengalami perlambatan pertambahan bobot badan sedangkan itik asal Tasikmalaya mengalami percepatan pertambahan bobot badan. Sehingga akhirnya keduanya memiliki bobot badan yang sama. Laju pertumbuhan dianalisis berdasarkan pertambahan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 3 dan diilustrasikan pada Gambar 2. Tabel 3. Pertambahan bobot badan mingguan itik Cihateup umur 6 sampai 20 minggu. Umur (mingg u) 5-6 6-7 7-8 8-9 9-20 Keterangan : Tasikmalaya Garut n X ± SB KK n X ± SB KK (eko r) 2 2 2 2 2 (g) 26.7±50. 93 a 56.58±42. 45 22.67±32. 74 3.83±80. 92 2.92±35. 02 a (%) 94. 6 75.0 3 44. 42 585. 0 59. 76 (eko r) 30 30 30 30 30 (g) 66.90±42. 66 b 29.47±50. 2 34.03±35. 87 29.90±5. 72 64.83±74. b (%) 63.7 7 70. 38 05. 4 72. 98 4. 3 KK = koefisien keragaman; SB = simpangan baku, Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05). Hasil analisis uji-t menunjukkan tid ak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) antara kedua kelompok itik, kecuali pada minggu ke-6 dan minggu ke-20 pertambahan bobot badan itik asal Garut nyata lebih besar (P<0.05) daripada itik asal Tasikmalaya. Pada umur 6 minggu pertambahan bobot badan itik asal Garut 2.5 kali lipat itik asal Tasikmalaya, pada minggu ke-7 pertambahan bobot badan itik asal Tasikmalaya 2 kali itik asal Garut. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
perbedaan pertambahan bobot badan yang terjadi pada minggu 6, karena itik asal Garut mengalami perkembangan organ reproduksi cepat. Perkembangan organ reproduksi cepat pada itik asal Tasikmalaya terjadi lebih lambat pada minggu 7, namun tidak menyebabkan perbedaan pertambahan bobot badan pada minggu ini. Seperti hasil penelitian Tamzil (995) yang menyatakan bahwa, percepatan perkembangan organ reproduksi itik Cirebon dapat dilihat dari panjang saluran telur, bobot saluran telur dan bobot ovari dimulai pada umur 4 minggu. Pertambahan bobot badan itik asal Garut pada minggu 20 ternyata 3 kali lebih besar dari itik asal Tasikmalaya. Perbedaan pertambahan bobot badan tersebut akibat itik asal Garut sudah mulai masak kelamin sehingga terjadi pembesaran ovarium dan ovum sudah berkembang menjadi kuning telur yang siap diovulasikan. 80 Pertambahan Bobot Badan (g) 70 60 50 40 30 20 0 0 6 7 8 9 20 Umur (minggu) Taikmalaya Garut Gambar 2. Pertambahan bobot badan mingguan itik Cihateup. Pertambahan bobot badan mingguan tertinggi itik Cihateup dari umur 6 sampai 20 minggu untuk itik asal Tasikmalaya dicapai pada minggu ke 7 (56.58 g), untuk itik asal Garut sudah dicapai pada minggu ke 6 (66.90 g). Pertambahan bobot badan tertinggi ini terjadi saat percepatan perkembangan organ reproduksi. Pertambahan bobot badan pada Gambar 2 di atas untuk itik asal Garut setelah percepatan perkembangan organ reproduksi menurun menjelang masak kelamin, kemudian naik pada saat ternak masak kelamin. Itik asal Tasikmalaya, pertambahan bobot badan juga menurun menjelang masak kelamin setelah percepatan perkembangn organ reproduksi. Penurunan pertambahan bobot badan ini akibat penurunan perkembangan organ reproduksi. Koefisien keragaman pertambahan bobot badan kedua kelompok itik sangat tinggi diatas 60% dari minggu 6 sampai minggu 20, karena tingginya keragaman individual dalam kelompok itik yang digunakan. Hal ini menunjukkan seleksi terhadap pertambahan bobot badan pada kedua kelompok itik akan efektif untuk dilakukan. Koefisien keragaman itik asal Tasikmalaya lebih tinggi dari itik
asal Garut, kecuali pada minggu 7. Ini menunjukkan respon bilogi terhadap lingkungan itik asal Tasikmalaya lebih beragam daripada itik asal Garut. Selain itu sampel yang digunakan pada itik asal Tasikmalaya lebih sedikit Bobot Badan Pertama Bertelur dan Umur Masak Kelamin Bobot badan pertama bertelur dan umur masak kelamin yang mer upakan tanda itik telah dewasa kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata bobot badan pertama bertelur dan umur masak kelamin itik Cihateup Peubah Tasikmalaya Asal Itik Garut Bobot badan pertama bertelur (g) Umur masak kelamin (hari) 503.7±6.9 45.75±9.99 53.97± 46.8 39.94±7.89 Hasil analisis uji-t terhadap bobot badan pertama bertelur itik Cihateup asal Tasikmalaya ( 503.7±6.9 g) sama dengan itik asal Garut ( 53.97± 46.8 g). Nilai koefisien keragaman menunjukkan bobot badan pertama bertelur itik asal Garut (9.58 %) lebih seragam dibandingkan itik asal Tasikmalaya (0.72 %). Koefisien keragaman kedua kelompok itik termasuk kecil karena dibawah 20 %, artinya bobot badan pertama bertelur kedua kelompok itik seragam. Bobot badan pertama bertelur itik Cihateup hasil penelitian ini lebih besar apabila dibandingkan dengan bobot badan pertama bertelur itik Tegal ( 447.69± 55.52 g) yang diberi pakan ad libitum dengan kandungan protein 8% hasil penelitian Hardjosworo (989). Perbedaan bobot badan bertelur pertama ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-masing itik, meskipun hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa itik Cihateup mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan itik Tegal. Itik asal Garut bertelur sekitar 6 hari lebih awal dibanding itik asal Tasikmalaya, namun rerata umur masak kelamin itik Cihateup asal Tasikmalaya (45.75±9.99 hari) tidak berbeda (P>0.05) dengan itik asal Garut (39.94±7.89 hari), meskipun itik asal Garut. Umur masak kelamin itik Cihateup asal Tasikmalaya dan asal Garut yang diperoleh berada dibawah kisaran ideal umur masak kelamin itik Tegal hasil tabulasi pengelompokan umur masak kelamin yang dilakukan oleh Hardjosworo (989) yaitu 50-7 hari. Untuk mengetahui kisaran umur masak kelamin itik Cihateup, maka dilakukan pengelompokan umur masak kelamin berdasarkan tabulasi
pengelompokkan umur masak kelamin itik Tegal menurut Hardjosworo (989). Pengelompokan berdasarkan umur masak kelamin itik Cihateup dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase itik Cihateup pada pengelompokan umur masak kelamin Kelompok umur masak kelamin a. <5 hari b. 5 70 hari c. >70 hari Persentase itik masak kelamin (%) Tasikmalay Garut Tegal a 66.67 87.0 54.00 33.32 2.90 36.00 - - 0.00 Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa itik Cihateup asal T asikmalaya maupun Garut sebagian besar mengalami masak kelamin dini (<5 hari) yaitu 66.67 % dan 87.0 %. Jumlah itik yang masak kelamin dini pada itik asal Garut lebih banyak dibandingkan yang berasal dari Tasikmalaya. Menunjukkan itik asal Garut lebih serempak bertelur dibandingkan itik asal Tasikmalaya. Hasil sama juga dilaporkan oleh Hardjosworo (989) yang melakukan penelitian terhadap itik Tegal yang diberi pakan dengan kandungan protein 8 %, bahwa sebagian besar mengalami masak kelamin dini (54.00 %), sedangkan yang masak kelamin ideal sebanyak 46 %. Jumlah itik yang mempunyai umur masak kelamin ideal yaitu berada pada kisaran 50-70 hari itik asal Tasikmalya (33.32 %) lebih banyak dari itik asal Garut (2.90 %). Umur masak kelamin yang baik akan menghasilkan telur yang lebih besar. Penelitian ini menunjukkan itik yang lebih banyak mengalami masak kelamin baik itik yaitu asal Tasikmalaya ternyata tidak mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan. Rerata bobot telur itik asal Tasikmalaya (56.72±3.00 g) sama dengan rerata bobot telur itik asal Garut (58.47±3.76 g). Hasil penelitian tentang bobot badan pertama bertelur dan umur masak kelamin dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah tua umur masak kelamin itik Cihateup tidak berarti semakin bertambahnya bobot badan pertama bertelur. Ini menunjukkan bahwa itik yang mempunyai bakat masak kelamin dini laju pertumbuhannya tinggi, yang berarti cepatnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai bobot badan pertama bertelur.
Itik yang mempunyai bakat masak kelamin dini memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dapat dibuktikan pada penelitian ini, dengan melihat hubungan antara bobot badan masak kelamin (BBMK) dan pertambahan bobot badan masak kelamin (PBB). Rerata pertambahan bobot badan masak kelamin dengan bobot badan masak kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rerata bobot badan masak kelamin (BBMK) dan pertambahan bobot badan masak kelamin (PBB) itik Cihateup dari minggu ke-5. Tasikmalaya Garut Minggu n BBMK PBB n BBMK PBB 20 2 22 >22 (ekor) (%) ---------- (g) --------- (ekor) (%) ----------- (g) --------- 4 33.33 3 25.00 3 25.00 2 6.67 539.75 409.67 a 573.33 465.00 222.75 87.00 296.00 90.00 23 74.9 3 9.68 3 9.68 2 6.45 497.26 675.33 b 600.67 63.00 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) 244.22 369.33 275.67 229.50 Hasil analisis ragam terhadap bobot badan masak kelamin dan pertambahan bobot masak kelamin minggu ke -20, ke-2, ke-22 dan diatas minggu ke-22 untuk itik asal Tasikmalaya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil yang sama terjadi pada itik asal Garut. Artinya dengan umur masak kelamin yang semakin tua ternyata bobot badan masak kelamin dan pertambahan bobot badan masak kelamin kedua kelompok itik sama. Dengan demikian terbukti bahwa itik yang masak kelamin muda mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari itik yang masak kelamin minggu selanjutnya. Sebagian besar itik dari kedua kelompok masak kelamin pada minggu ke - 20 yaitu 33.33 % (Tasikmalaya) dan 74.9 % (Garut), dengan bobot badan masak kelamin berkisar antara 500-550 g. Informasi ini berguna dalam manajemen pemeliharaan itik Cihateup untuk mendapatkan produksi telur yang berkualitas tinggi.
Hasil uji-t menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) bobot badan masak kelamin antara itik Cihateup asal Tasikmalaya dan asal Garut kecuali minggu ke -2. Pertambahan bobot badan masak kelamin antara kedua kelompok itik sama. Pada minggu ke-2 bobot badan masak kelamin itik asal Garut lebih besar dari asal Tasikmalaya, namun pertambahan bobot badan masak kelaminnnya sama. Hasil ini menunjukkan pada minggu ke-2 laju pertumbuhan itik asal Garut lebih tinggi daripada itik asal T asikmalaya. Produksi Telur Produksi telur mingguan itik Cihateup asal Tasikmalaya dan asal Garut diilustrasikan dalam grafik pada Gambar 3. Produksi awal atau produksi minggu pertama itik asal Tasikmalaya (70.3±35.26 %) tidak berbeda (P>0.05) dengan itik asal Garut (72.9±29.6 %). Hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi awal itik Alabio (82.4 %) dan itik Mojosari (79.00 %) hasil penelitian Purba (2004). Perbedaan produksi telur diantara ketiga galur tersebut disebabkan faktor genetik potensi produksi telur. Potensi produksi telur itik Alabio dan itik Mojosari lebih besar dari itik Cihateup. 95 90 Produksi Telur (%) 85 80 75 70 65 60 2 3 4 5 6 7 Minggu Produksi Tasikmalaya Garut Gambar 3. Grafik produksi telur mingguan itik Cihateup. Produksi telur mingguan tertinggi itik Cihateup asal Tasikmalaya selama 7 minggu produksi dicapai pada minggu ke -7 dengan produksi sebesar 79.22±32.80 %, sedangkan itik asal Garut sebesar 86.70±2.9 % yang terjadi pada minggu ke -3 produksi. Produksi tertinggi ini lebih lambat dicapai bila dibandingkan itik Alabio yang terjadi pada minggu ke- 2 (85.29 %) dan pada itik Mojosari yang terjadi pada minggu ke - (78.29 %) hasil penelitian Purba (2004).
pada Tabel 7. Kemampuan bertelur itik Cihateup selama 7 minggu produksi dapat dilihat Tabel 7. Kemampuan bertelur itik Cihateup selama 7 minggu produksi. Jumlah Itik (%) Produksi Telur Tasikmalaya Garut <60 % >60 % 36.36 7.24 63.64 82.76 Total produksi 7.99 77.97 Kemampuan bertelur telur itik Cihateup pada Tabel 6 menunjukkan kedua kelompok itik sebagian besar berproduksi diatas 60 %. Dengan rerata total produksi 7.99 % untuk itik asal Tasikmalaya dan 77.97 % untuk itik asal Garut. Hasil ini memperkuat pendapat masyarakat daerah Tasikmalaya dan Garut yang mengenal itik Cihateup sebagai itik petelur. Produksi yang baik dari kedua kelompok itik juga ditandai dengan intensitas bertelur kedua kelompok itik yang terus menerus setiap minggunya. Sebanyak 72.73 % itik asal Tasikmalaya yang berproduksi setiap minggunya dan hanya 27.27 % yang tidak berproduksi setiap setiap minggu. Itik asal Garut yang berproduksi setiap minggunya lebih besar dari itik asal Tasikmalaya yaitu 86.2 %, yang tidak berproduksi setiap minggunya seba nyak 3.79 % itik. Jumlah Telur, Clutch dan Masa Istirahat Selain produksi telur, karakteristik produksi telur juga dipengaruhi oleh jumlah telur, clutch dan masa istirahat. Hasil uji-t terhadap rataan jumlah telur,
clutch dan masa istirahat itik Cihateup asal Tasikmalaya dan asal Garut disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0.05) jumlah telur yang dihasilkan selama penelitian antara kedua itik tersebut. Jumlah telur yang dihasilkan selama produksi dipengaruhi ole h panjang clutches dan panjang pause (North 984). Tabel 8. Rerata jumlah telur, clutches, dan masa istirahat itik Cihateup selama 7 minggu produksi Peubah Tasikmalaya Garut n (ekor) 2 3 Jumlah telur X ± SB (butir/ekor) 35.27±.57 38.2±9.34 KK (%) 32.80 24.44 n (ekor) 2 3 Clutches X ± SB (hari) 7.92± 6.52 6.84± 3.22 KK (%) 82.32 47.08 n (ekor) 2 3 Masa Istirahat X ± SB (hari) 2.90± 2.25.97±.35 KK (%) 77.59 68.53 Keterangan : SB = simpangan baku, KK = koefisien keragaman Berdasarkan Tabel 8 clutch itik Cihateup asal Tasikmalaya lebih tinggi dari clutch itik asal Garut, namun keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil penelitian terhadap clutch pada itik Cihateup yang merupakan itik lokal menunjukkkan hasil panjang clutch kedua kelompok ini berada pada kisaran panjang clutch ayam ras unggul pada peternakan komersial dalam North (984) yaitu antara tiga sampai delapan. Panjang clutch merupakan faktor genetik yang sangat penting dalam produksi telur. Semakin panjang clutch pada masa produksi, maka jumlah telur yang diproduksi akan semakin banyak. Pada saat produksi mencapai 80% itik harus bertelur empat butir setiap lima hari. Faktor genetik ini yang harus diperhatikan oleh peternak sebagai salah satu indikator agar peternakannya mendatangkan keuntungan yang maksimal.
Hasil analisis uji-t terhadap masa istirahat menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05). Masa istirahat dari itik Cihateup asal Tasikmalaya (3.27 hari) lebih panjang dibanding masa istirahat dari itik asal Garut (2.2 hari) Panjang masa istirahat yang melebihi 2 atau 3 hari diantara clutch memberikan pengaruh yang besar terhadap jumlah total dari telur yang dihasilkan selama produksi (North 984). Panjang masa istirahat pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah total produksi karena berada pada kisaran 2 sampai 3. Dilihat secara deskriptif, itik asal Tasikmalaya mempunyai panjang clutch (7.92±6.52) yang lebih panjang namun memiliki panjang masa istirahat (2.90±2.25) juga lebih panjang. Itik asal Garut meskipun mempunyai panjang clutch (6.84± 3.22) yang lebih pendek tetapi mempunyai panjang masa istirahat yang lebih pendek pula (.97±.35). Apabila dilihat jumlah telur yang dihasilkan itik asal Garut (38.2±9.34) menghasilkan jumlah telur yang lebih banyak dari itik asal Tasikmalaya (35.27±.57). Dapat diambil kesimpulan bahwa memelihara itik Cihateup asal Garut lebih menguntungkan, meskipun panjang clutch yang lebih pendek tetapi dengan diikuti panjang masa istirahat yang pendek menghasilkan telur yang lebih banyak. Secara jelas dapat dilihat pada ilustrasi pola bertelur itik Cihateup asal Tasikmalaya dan asal Garut berdasarkan panjang clutch dan masa istirahat dapat dilihat paga Gambar 4. Itik asal Tasikmalaya Itik asal Garut clutch masa istirahat clutch 8 3 5 clutch masa istirahat clutch 7 2 7 Gambar 4. Pola bertelur itik Cihateup
Gambar 4 menunjukkan selama 6 hari produksi, itik asal Tasikmalaya menghasilkan telur sebanyak 3 butir sedangkan itik asal Garut menghasilkan 4 butir telur. Selama 6 hari produksi telur yang dihasilkan itik asal garut lebih banyak daripada itik asal Tasikmalaya. Hasil ini menunjukkan bahwa, pemeliharaan itik asal Garut lebih efisien daripada itik asal Tasikmalaya, karena dengan biaya pemeliharaan yang sama itik asal Garut dapat menghasilkan telur yang lebih banyak. Respon biologi jumlah telur, panjang clutch dan panjang masa istirahat itik asal Garut terhadap lingkungan lebih seragam dibanding itik asal Tasikmalaya. Nilai koefisien keragaman yang tinggi pada kedua kelompok itik terjadi pada panjang clutch dan panjang masa istirahat yaitu diatas 30 %. Koefisien keragaman yang tinggi ini dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan seleksi, sehingga seleksi terhadap panjang clutch dan panjang masa istirahat akan efektif. Jarak Tulang Pubis Itik telah siap bertelur dapat dikenali dari bobot badan dan lebar tulang pubis. Lebar tulang pubis dijadikan salah satu tanda itik telah siap bertelur karena tulang ini akan meregang menjelang masak kelamin akibat pengaruh hormon estrogen. Lebar tulang pubis itik Cihateup asal T asikmalaya 6.33±.23 cm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) dengan itik asal Garut 6.34±.04 cm. Lebar tulang pubis hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian Hardjosworo (984) terhadap itik lokal sebesar 4.4±0.72 cm. Artinya hormon estrogen pada itik Cihateup menyebabkan peregangan tulang pubis yang lebih lebar. Perbedaan lebar tulang pubis pada kedua penelitian kemungkinan ditentukan pertumbuhan tulang tersebut. Menurut Ensminger (992) tulang medullary pada unggas terdapat pada tulang pubis, tibia, femur, sternum dan scapula yang tumbuh sekitar 0 sampai 4 hari sebelum ternak bertelur untuk pertama kalinya. Tulang ini merupakan sumber kalsium yang digunakan untuk pembentukan kerabang telur.
Apabila dilihat dari koefisie n keragaman, jarak pubis itik Cihateup asal Garut (6.40 %) lebih seragam dibanding asal Tasikmalaya (9.43 %). Jarak tulang pubis yang lebih seragam pada itik asal Garut menyebabkan itik asal Garut bersamaan masak kelamin pada umur kurang dari 50 hari. Menurut Hardjosworo (994) jarak tulang pubis dapat digunakan sebagai indikator bahwa itik telah masak kelamin. Untuk itik Cihateup asal Tasikmalaya dan Garut pada jarak tulang pubis 6 cm merupakan tanda itik telah siap bertelur dengan bobot badan pertama bertelur berkisar 500-550 g. Indeks Telur, Bobot Telur Pertama dan Rerata Bobot Telur Hasil uji-t terhadap indeks telur, bobot telur pertama dan rerata bobot telur dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil analisis uji-t menunjukkan indeks telur selama 7 minggu produksi antara itik Cihateup asal Tasikmalaya (80.8 %) dan asal Garut (8.37 %) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Bila dilihat koefisien keragaman kedua itik tersebut relatif sama seragam. Nilai indeks telur itik Cihateup dalam penelitian ini baik asal Tasikmalaya dan asal Garut masuk dalam kisaran normal, karena menurut Srigandono (99) indeks telur itik yang normal berkisar antara 63.6 sampai 8.7 %. Tabel 9. Indeks telur, bobot telur pertama dan rerata bobot telur itik Cihateup Peubah Tasikmalaya Garut n (ekor) 2 3 Indeks telur X ± SB (%) 80.8± 2.20 8.37± 2.6 (7 minggu produksi) KK (%) 2.74 2.65 n (ekor) 2 3 Bobot telur pertama X ± SB (gram) 5.75± 5.63 52.90± 6.84 KK (%) 0.88 2.93 n (ekor) 2 3 Rerata bobot telur X ± SB (gram) 56.72± 3.00 58.47± 3.76 (7 minggu produksi) KK (%) 5.29 6.43 Keterangan : Sb = simpangan baku, KK = koefisien keragaman
Penampilan telur itik Cihateup pada penelitian ini adalah lebih bulat, karena menurut Romanof dan Romanof (963) indeks telur dibawah 79 % akan memberi penampilan lebih panjang dan indeks telur diatas 79 % penampilannya lebih bulat. Hasil indeks telur pada penelitian ini untuk itik asal Tasikmalaya (80.8±2.20 %) sama dibandingkan dengan indeks telur itik Cihateup asal Tasikmalaya (80.9±2.26 %) hasil penelitian Wulandari (2005), namun untuk itik asal Garut (8.37±2.6 %) hasil penelitian ini secara deskriptif lebih besar dari hasil penelitian Wulandari (2005) yaitu (79.67±2.2 %). Indeks telur dari kedua penelitian ini nilainya diatas 79 %, karena genetik dan bangsa keduanya sama. Seperti dinyatakan oleh Romanof dan Romanof (963) bahwa, indeks telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh genetik, bangsa dan proses-proses yang terjadi selama pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus. Bobot telur pertama itik Cihateup asal Garut (52.90 g) lebih besar dari bobot telur pertama itik Cihateup asal Tasikmalaya (5.75 g). Namun hasil analisis uji-t yang dilakukan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). antara keduanya. Bobot telur pertama yang sama ini ada hubungannya dengan bobot badan pertama bertelur dari induknya, hasil analisis ragam menunjukkan bobot badan pertama bertelur itik Cihateup asal Garut ( 53 g) dan asal Tasikmalaya ( 505 g) tidak berbeda. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Dharma et al. (200) bahwa bobot telur dipengaruhi oleh besar tubuh, galur atau bangsa, umur induk, periode produksi dan banyaknya telur yang dihasilkan serta kualitas pakan. Bobot telur pertama itik Tegal (55.0±7.8 g) dan Mojosari (56.52±6.49 g) hasil penelitian Parasetyo (997) lebih besar dari bobot telur pertama itik Cihateup pada penelitian ini, yaitu Tasikmalaya (5.75± 5.63 g) dan
Garut (52.90±6.84 g). Perbedaan ini disebabkan kegenetikan yang berbeda antara ketiga itik tersebut. Hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa rerata bobot telur selama 7 minggu produksi asal Tasikmalaya (56.72±3.00 g) sama dengan bobot telur itik asal Garut (58.47±3.76 g). Secara deskriptif dapat dilihat bahwa rerata bobot telur itik asal Garut lebih besar dari rerata bobot telur itik asal Tasikmalaya, ini merupakan kelanjutan dari bobot telur pertama itik asal Garut (52.90± 6.84 g) yang lebih besar daripada bobot telur pertama itik asal Tasikmalaya (5.75±5.63 g). Perubahan bobot telur mingguan selama 7 minggu produksi dapat dilihat pada Gambar 5. Bobot telur itik asal Garut mengalami peningkatan setiap minggunya sampai minggu ke-7 produksi. Itik asal Tasikmalaya bobot telurnya meningkat sampai minggu ke-4 produksi, kemudian cenderung menurun sampai minggu ke-7 produksi. Secara keseluruhan rerata bobot telur setiap minggunya untuk itik asal Garut lebih besar daripada itik asal Tasikmalaya. 65 Bobot telur (g) 60 55 50 Tasikmalaya Garut 45 2 3 4 5 6 7 Minggu Gambar 5. Pertambahan bobot telur mingguan itik Cihateup. Hasil penelitian secara umum dapat disimpulakan bahwa bobot telur kedua itik tersebut mengalami