HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

BAHAN METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak. (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik,

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar ataupun

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan bersifat irreversible (Anderson dan Beardall, 1991). Tanaman semasa

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. masing parameter akan disajikan secara berturut turut sebagai berikut : A. Tinggi Tanaman (cm)

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Limbah Cair Tahu pada Tinggi Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi Pengomposan kulit biji kopi dilakukan selama 30 hari, proses pembuatan kompos ini berlangsung secara aerob karena pada saat pembuatan memerlukan adanya oksigen (udara). Kompos pada hari ke-30 dibongkar dan diamati karakteristik fisiknya (warna, bau, dan tekstur). Untuk pengamatan kualitas fisik kompos pengamatan langsung dilakukan oleh panelis ahli (Dosen) dan peniliti (mahasiswa) sedangkan untuk kualitas kimia (ph, kadar air, C-Organik, N-Total, BO, dan Nisbah C/N) dilakukan uji di Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil analisis kompos kulit biji kopi pada pengomposan 30 hari disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi No Parameter Kompos Kulit Biji Kopi SNI Kompos Keterangan 1 Ph 7,07 6,8-7,49 Sesuai 2 Kadar air % 18,74 <50 Sesuai 3 N total % 2,09 >0,4 Sesuai 4 C Organik % 12,49 9,8 32 Sesuai 5 Bahan Organik % 21,54 27 58 Tidak sesuai 6 Rasio C/N 5,96 10 20 Tidak sesuai Sumber : Hasil analisis Laboratorium Tanah UMY, 2016 Pengomposan kulit biji kopi selama 30 hari menghasilkan kompos kulit biji kopi yang warnya coklat kehitaman (Lampiran 10.a), berbau seperti tanah dan teksturnya menyerupai tanah. Hasil kompos kulit biji kopi ini telah memenuhi 39

40 kriteria persyaratan kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004. Menurut SNI 19-7030-2004 karakteristik fisik kompos yang baik yaitu berwarna kehitaman, bertekstur remah dan berbau seperti tanah. Hal ini juga sesuai pendapat Widyarini (2008) bahwa tanda fisik kompos yang sudah matang adalah berwarna gelap (kehitaman), tidak berbau busuk dan teksturnya remah. Hasil uji laboratorium tanah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kompos kulit biji kopi pada Tabel 2. Menunjukan Nilai ph yang didapatkan pada penelitian ini 7,07, kadar air 18,74 %, N-Total 2,09 %, dan C-Organik 12,29 % berada di kisaran nilai standar kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004. Hal ini berarti sudah sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004. Hasil uji pada C/N rasio dan kandungan Bahan Organik kompos kulit biji kopi Tabel 2. yang didapatkan pada penelitian ini memiliki nilai 5,96 dan kandungan bahan organik 21,54 % yang berada di bawah nilai minimal standar kompos berdasarkan SNI : 19-7030-2004. Hal ini berarti tidak sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004. C/N rasio dalam pengomposan mengalami penurunan karena C/N dipengaruhi oleh kadar karbon organik bahan yang cenderung menurun dan perubahan kadar nitrogen yang relatif konstan, sehingga nisbah C/N akan menurun pada akhir proses pengomposan. Kadar karbon organik juga akan mempengaruhi kadar bahan organik. Selama proses dekomposisi berlangsung akan terjadi kehilangan C-organik akibat senyawa karbon organik yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dan menguapnya CO 2 sebagai hasil perombakan bahan-bahan organic yang terdapat pada bahan kompos. Sesuai

41 pendapat Isroi (2007) mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Jurgens (1997) dalam kurniawan et al., (2012) secara umum nilai C-organik turun secara bertahap selama proses pengomposan, disebabkan oleh lepasnya karbondioksida melalui respirasi mikroorganisme. Kadar nitrogen yang relatif konstan disebabkan selama proses dekomposisi bahan organik unsur N akan berubah menjadi Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3). Nitrat akan tetap berada didalam tubuh bakteri dan akan dilepaskan jika bakteri tersebut mati. Hal tersebut sesuai pendapat Roesmarkam dan Yuwono (2002), menyatakan bahwa pada akhir proses dekomposisi terjadi kematian mikroorganisme sehingga unsur hara yang banyak digunakan oleh mikroorganisme seperti unsur N pada sebagian jasad renik yang mati terombak kembali menjadi unsur hara. Dari reaksi tersebut maka dapa diketahui bahwa kandungan C akan menurun sedangkan untuk kandungan N akan tetap sehingga C/N rasio setelah pengomposan akan menurun. Nilai C/N dan bahan organik yang berada di bawah nilai minimal standar kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004, tidak berarti kualitas kompos tidak baik. Rasio C/N akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara, C/N rasio berbanding terbalik dengan ketersediaan unsur hara, artinya bila C/N rasio tinggi maka kandungan unsur hara sedikit tersedia untuk tanaman, sedangkan jika C/N rasio rendah maka ketersediaan unsur hara tinggi dan tanaman dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

42 B. Hasil Aplikasi Kompos Kulit Biji Kopi Pada Tanaman Stroberi Hasil penelitian tentang aplikasi kompos limbah kulit biji kopi sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi (Fragaria x ananassa) dengan parameter pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, panjang akar, bobot kering akar, jumlah buah per-tanaman, diameter buah, dan bobot buah per-tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan semua parameter yang dianalisis dengan menggunakan sidik ragam menunjukan bahwa aplikasi kompos kuli biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak berbeda nyata. Untuk parameter Jumlah Daun, Jumlah Anakan, Jumlah Buah, Diameter Buah dan Bobot Buah per-tanaman memiliki hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan deskripsi tanaman stroberi varietas California (Lampiran 7.) 1. Tinggi Tanaman Salah satu parameter yang diukur pada penelitian ini adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman dihitung dari pangkal batang hingga titik tumbuh. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan hasil sidik ragam pada (Lampiran 6.a) menunjukan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman

43 stroberi. Hasil rerata tinggi tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke- 16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Jumlah anakan Stroberi Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (Helai) Jumlah Anakan (Anakan) A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 3,88 24,89 1,78 A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 4,17 23,89 1,78 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 4,04 23,22 1,45 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 5,03 21,66 1,33 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 4,88 27,34 1,78 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5% Dari Tabel 3. Diketahui bahwa pemberian pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil tinggi tanaman yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 3,88 cm, A2 (kompos 14,5 ton/h) 4,17 cm, A3 (kompos 16,5 ton/h) 4,04 cm, A4 (kompos 18,5 ton/h) 5,03 cm dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 4,88 cm. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman stroberi. Hal tersebut dikarenakan unsur hara N yang terkandung dalam kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang relatif sama yaitu 2,09 % dan 1,72%. Hasil analisis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang dapat dilihat pada (Lampiran 8.). Unsur N merupakan unsur terpenting dalam proses pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti yang diutarakan Novizan (2002) bahwa N merupakan unsur hara utama yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif seperti akar, batang, dan daun.

44 Nitrogen merupakan penyusun protein dan protein merupakan penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel tanaman. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Poerwowidodo (1992) bahwa protein merupakan penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel. Pada penggunaan dosis kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h sudah mampu meningkatkan tinggi tanaman stroberi. Namun, peningkatan dosis kompos kulit biji kopi tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan pemberian kompos limbah kulit biji kopi 14,5 ton/h sudah mampu mencukupi kebutuhan hara tanaman stroberi sehingga peningkatan dosis tidak berpengaruh lagi. Sesuai pendapat Syarief (1986) menyatakan bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel akan berjalan dengan baik. Menurut (Kasniari dan Supadma, 2007) setiap pemupukan dengan dosis yang diberikan akan mempengaruhi besar kecilnya kandungan hara dalam pupuk tersebut, tetapi belum dapat dijamin bahwa semakin besar dosis yang diberikan akan semakin meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan tanaman memiliki batas dan penyerapan hara untuk kebutuhan hidupnya. Setiap pertumbuhan akan menunjukkan perubahan tinggi tanaman. Untuk melihat laju pertumbuhan tinggi tanaman per minggu disajikan pada Gambar 1.

tinggi tanaman (cm) 45 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Minggu ke- A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 1. Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman stroberi Keterangan : A1 = Pupuk Kandang 20 ton/h A2 = Kompos Kulit Biji Kopi 14,5 ton/h A3 = Kompos Kulit Biji Kopi 16,5 ton/h A4 = Kompos Kulit Biji Kopi 18,5 ton/h A5 = Kompos Kulit Biji Kopi 20,5 ton/h Dari Gambar 1. Menunjukkan bahwa pada pada minggu pertama hingga minggu ke-3 penambahan tinggi tanaman terlihat lambat, belum terlihat perubahan tinggi tanaman yang signifikan. Penambahan tinggi tanaman mulai terlihat signifikan pada minggu ke-4 hingga ke-6 dan pada minggu ke-7 hingga minggu ke-16 penambahan tinggi tanaman sudah terlihat linier atau dari minggu ke minggu penambahan tinggi tanaman sama. Hal ini disebabkan pada minggu pertama hingga minggu ke-4 unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang dan kompos belum tersedia sehingga tanaman belum menggunakan hara yang terdapat pada pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi. Hara yang belum tersedia dikarenakan pupuk kadang dan kompos yang termasuk pupuk organik yang mana pelepasan hara berjalan lebih lama atau

46 bersifat slow release, yaitu hara yang dilepaskan oleh kompos lebih lambat tersedia dan sebagian unsur hara tersebut terikat oleh asam organik, sehingga hasil yang ditunjukan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini sesuai pendapat Sutanto (2002) karakteristik umum pupuk organik yaitu ketersediaan unsur hara yang lambat, dimana hara yang berasal dari bahan organik memerlukan kegiatan mikroba untuk merubah dari ikatan kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap tanaman Pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6 penambahan tinggi tanaman mulai terlihat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada minggu ke-4 hingga ke-6, hara pada pupuk kandang dan kompos mulai tersedia tanaman stroberi mulai intensif mengambil unsur hara dan pada minggu ke-7 hingga akhir pengamatan sudah tidak tampak lagi pertambahan tinggi tanaman yang signifikan. Hal ini disebabkan pada umur 7 MST tanaman stroberi telah masuk fase generatif yaitu tanaman telah terbentuk bunga menyebabkan fotosintat yang dihasilkan sebagian besar ditranslokasikan kebagian bunga untuk pembentukan buah stroberi. 2. Jumlah Daun Parameter pertumbuhan vegetatif kedua yang diamati ialah jumlah daun. Daun merupakan bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat penting, karena semua fungsi yang lain tergantung pada daun secara langsung atau tidak langsung (Dwidjoseputro, 1994). Dari proses fotosintesis pada daun akan dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan daun. Banyaknya

47 daun akan mempengaruhi jumlah asimilat yang dihasilkan yang pada akhirnya berpengaruh pula pada pembentukkan daun dan organ tanaman yang lain. Berdasarkan Hasil sidik ragam pada (Lampiran 6.b) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pemberian pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap parameter jumlah daun tanaman stroberi. Hasil rerata jumlah daun tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3. Di atas perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil jumlah daun tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 24,89 helai, A2 (kompos 14,5 ton/h) 23,89 helai, A3 (kompos 16,5 ton/h) 23,22 helai, A4 (kompos 18,5 ton/h) 21,66 helai dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 27,34 helai. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang (Kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil jumlah daun sama. Hal ini dikarenakan jumlah daun dipengaruhi oleh tinggi tanaman akibatnya rerata hasil jumlah daun juga menunjukan hasil yang relatif sama. Hal ini diperkuat oleh Habrina Ananda Putri (2011) bahwa jumlah daun yang di peroleh berkaitan dengan tinggi tanaman. Semakin tingginya tanaman semakin banyak ruas batang yang akan menjadi tempat keluarnya daun, batang tersusun dari ruas yang merentang di antara bukubuku batang tempat melekatnya daun, jumlah buku dan ruas sama dengan jumlah daun.

48 Pemberian berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi belum mampu meningkatkan jumlah daun pada tanaman stroberi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetika dari tanaman stroberi itu sendiri. Terjadinya pertambahan jumlah daun yang terbentuk pada tanaman stroberi seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Jumlah daun dalam suatu tanaman sudah ditentukan oleh banyak sedikitnya primordial daun yang terbentuk pada tanaman, walaupun perlakuan pemberian pupuk kandang (kontrol) dan dosis kompos kulit biji kopi ditingkatkan jumlah daun yang terbentuk disetiap perlakuan hampir sama. Jumlah daun stroberi pada umumnya yaitu 15-20 helai per 8 minggu (Lampiran 7.) sedangkan pada penelitian ini jumlah daun yang dihasilkan pada umur 16 MST yaitu 21 27 helai. Hal ini disebabkan karena penambahan jumlah daun juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Menurut Agus Kurnia (2005) Pada masa pertumbuhan vegetatif, dengan suhu rata-rata 22 C akan terbentuk daundaun baru setiap 8-12 hari. Daun-daun ini akan tumbuh di meristem apikal. Daun dapat bertahan hidup selama 1-3 bulan, kemudian daun akan kering dan mati. Namun, selama penelitian rerata suhu udara dilokasi penelitian berkisar 26-27 0 C. Artinya suhu udara juga berpengaruh terhadap peningkatakan jumlah daun. Terhambatnya pembentukan daun selain disebabkan faktor lingkungan yaitu suhu juga disebabkan tanaman stroberi terkena deficiency unsur Ca. Gejala deficiency yang tampak pada daun, dimana daun-daun muda selain berkeriput mengalami perubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya nampak terbakar gejala nampak pada daun baru, menyebar dari pusat tumbuh dan warna ini menjalar

jumlah daun (helai) 49 diantara tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati. Hal ini sesuai pengamatan dilapangan terlihat pada (Lampiran 10.h). Untuk melihat laju penambahan jumlah daun per-minggu disajikan pada Gambar 2. 30 25 20 15 10 5 A1 A2 A3 A4 A5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Gambar 2. Grafik laju penambahan jumlah daun stroberi Keterangan : A1 = Pupuk Kandang 20 ton/h A2 = Kompos Kulit Biji Kopi 14,5 ton/h A3 = Kompos Kulit Biji Kopi 16,5 ton/h A4 = Kompos Kulit Biji Kopi 18,5 ton/h A5 = Kompos Kulit Biji Kopi 20,5 ton/h Dari Gambar 2. Dapat dilihat bahwa pada masa pertumbuhan vegetatif yaitu pada umur 1 6 MST penambahan jumlah daun lambat. Hal ini dimungkinkan karena akar tanaman stroberi masih melakukan penyesuaian dengan media tanaman yang baru dan juga unsur hara yang yang terkandung dalam pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi bersifat slow realease, yaitu hara yang dilepaskan oleh pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi lebih lambat tersedia. Minggu ke-

50 Pada 7 MST 16 MST pertambahan jumlah daun tidak terlihat signifikan meskipun dimungkinkan akar sudah terbentuk sehingga penyerapan unsur hara didalam tanah dapat berjalan baik dan unsur hara sudah tersedia Hal ini disebabkan tanaman telah masuk fase generatif yaitu tanaman telah terbentuk bunga menyebabkan fotosintat yang dihasilkan sebagian besar ditranslokasikan kebagian bunga untuk pembentukan buah stroberi. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor genetika dari tanaman stroberi itu sendiri. Terjadinya pertambahan jumlah daun yang terbentuk pada tanaman stroberi seiring dengan bertambahnya umur tanaman. 3. Jumlah Anakan Berdasarkan Hasil sidik ragam jumlah anakan stroberi pada (Lampiran 6.c) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap parameter jumlah anakan tanaman stroberi. Hasil rerata jumlah anakan tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3. Menunjukan bahwa pemberian pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil jumlah anakan yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 1,78 anakan, A2 (kompos 14,5 ton/h) 1,78 anakan, A3 (kompos 16,5 ton/h) 1,45 anakan, A4 (kompos 18,5 ton/h) 1,33 anakan dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 1,78 anakan. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi.

51 Aplikasi pupuk kandang (Kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil jumlah anakan yang relatif sama. Hal ini dikarenakan ketersediaan hara mempengaruhi pertumbuhan anakan salah satu unsur hara yang dibutuhkan untuk perningkatkan jumlah anakan yaitu N. Sesuai pendapat Purwanto (2006), nitrogen memiliki manfaat bagi tanaman yaitu memacu pertumbuhan dan pembentukan daun dan anakan, serta terbentuknya akar. Unsur N yang terkandung pada pupuk kandang dan kompos kulit biji relatif sama (Lampiran 8.) sehingga kemampuan unsur N untuk mendorong pertumbuhan anakan pada tanaman stroberi juga sama. Jumlah anakan tanaman stroberi varietas California pada umumnya yaitu 2 hingga 5 anakan (Lampiran 7.). Pada penelitian ini menghasilkan rerata hasil jumlah anakan yaitu 1,33 hingga 1,78 anakan. Hal ini menunjukan bahwa rerata hasil jumlah anakan pada penelitian ini tidak sesuai dengan jumlah anakan stroberi pada umumnya (normal). Ketidaksesuaian jumlah anakan pada penelitian ini disebabkan karena pekembangan tunas stroberi dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Hal ini diperkuat oleh Antunes et al. (2010), perkembangan tunas stroberi dipengaruhi oleh suhu lingkungan, perkembangan tunas terjadi saat suhu diantara 10 hingga 20 0 C. Pada lokasi penelitian suhu rata-rata selama penelitian (bulan januari sampai dengan bulan mei 2016) yaitu 26 27 0 C. Artinya suhu udara juga berpengaruh terhadap peningkatakan jumlah anakan. Untuk melihat laju penambahan jumlah anakan tanaman stroberi dari masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 3. berikut :

jumlah anakan (anakan) 52 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Minggu ke - A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 3. Grafik laju penambahan jumlah anakan tanaman stroberi Keterangan : A1 = Pupuk Kandang 20 ton/h A2 = Kompos Kulit Biji Kopi 14,5 ton/h A3 = Kompos Kulit Biji Kopi 16,5 ton/h A4 = Kompos Kulit Biji Kopi 18,5 ton/h A5 = Kompos Kulit Biji Kopi 20,5 ton/h Berdasarkan Gambar 3. Di atas produksi anakan mengalami peningkatan dari 3 MST - 7 MST kemudian tidak mengalami peningkatan lagi pada 8 MST dan 9 MST. Hal ini diduga karena pada saat tamanan berumur 3 MST pupuk kandang sapi dan kompos kulit biji kopi telah terdekomposisi sehingga dapat berpengaruh pada pembentukan anakan. Dan pada umur 8 MST dan 9 MST tanaman stroberi sudah mulai tidak terjadi penambahan jumlah anakan. Hal tersebut diduga karena masuk fase generatif. Menurut Schneider dan Scarborough (1960) tingkat produksi jumlah anakan yang tinggi pada awal pertumbuhan tanaman, menandakan tanaman memiliki tingkat pertumbuhan yang baik. Penurunan pertambahan jumlah anakan,

53 diduga tanaman dalam masa generatif. Stroberi berada pada masa pembungaan dan awal panen pada umur 85 HST. Tanaman stroberi yang berada pada masa generatif diduga akan memusatkan hasil fotosintesis pada pembungaan dan pembentukan buah. Selain hal tersebut Berdasarkan hasil penelitian Hasrizart (2008) bahwa, kemampuan tanaman dalam berfotosintesis akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang lebih baik sehingga mampu menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak. Menurut Schilletter dan Richey (1999) karbohidrat akan terakumulasi ketika pertumbuhan vegetatif tanaman atau bagian dari tanaman terhambat sehingga karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan organ-organ generatif. Pertumbuhan anakan yang tinggi pada fase generatif tanaman akan menyebabkan fotosintat terbagi antara pertumbuhan generatif dan vegetatif sehingga pertumbuhan generatif tidak optimal. 4. Bobot Basah Tajuk Jumlah dan ukuran tajuk akan mempengaruhi bobot tajuk. Semakin banyak jumlah daun dan semakin tinggi tanaman, maka bobot tajuk akan semakin besar. Bobot basah tajuk juga dipengaruhi pengambilan air oleh tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan hasil sidik ragam bobot basah tajuk tanaman stroberi pada (Lampiran 6.d) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata

54 terhadap bobot basah tajuk. Hasil rerata bobot basah tajuk tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 4. Tabel 3. Rerata bobot basah dan bobot kering tajuk Bobot Basah Perlakuan Tajuk (g) Bobot Kering Tajuk (g) A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 16,81 3,10 A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 13,32 2,68 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 11,7 2,47 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 18,47 3,30 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 19,38 3,67 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5% Dari Tabel 4. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot basah tajuk tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 16,81 g, A2 (kompos 14,5 ton/h) 13,32 g, A3 (kompos 16,5 ton/h) 11,7 g, A4 (kompos 18,5 ton/h) 18,47 g dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 19,38 g. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang (Kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi menunjukkan rerata hasil bobot basah tajuk yang relatif sama. Hal ini karena jumlah dan ukuran tajuk akan mempengaruhi bobot tajuk. Semakin banyak jumlah daun dan semakin tinggi tanaman, maka bobot tajuk akan semakin besar (Sitompul dan Guritno, 1995). Bobot basah tajuk merupakan bobot tajuk yang ditimbang secara langsung setelah panen, sebelum tanaman menjadi layu karena kehilangan air (Lakitan, 1993 dalam Maesarah, 2013). Berdasarkan hal tesebut menunjukkan

55 kandungan air tanaman berpengaruh terhadap bobot basah tajuk. Hal ini diperkuat oleh Sitompul dan Guritno (1995), bobot basah tajuk dipengaruhi pengambilan air oleh tanaman. Artinya bahwa bobot basah tajuk yang dihasilkan menunjukan rerata hasil yang relatif sama diduga dipengaruhi oleh pemberian air atau penyiraman pada tanaman stroberi dengan jumlah yang sama Menurut Loveles (1987) sebagian bobot basah tumbuhan disebabkan oleh kandungan air. Sehingga bobot basah tumbuhan disebabkan oleh kandungan air. Sehingga bobott basah suatu tumbuhan pada umumnya sangat bergantung pada keadaan kelembapan suatu tanaman. Kelembaban tanah yang baik akan meningkatkan metabolisme tanaman yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena proses penyerapan unsur hara dapat berlangsung baik (Cahyono,2003). 5. Bobot Kering Tajuk Bobot kering tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman. Parameter ini merupakan indikator pertumbuhan yang paling respresentatif apabila tujuan utama adalah untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau suatu organ tertentu (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan hasil sidik ragam bobot kering tajuk tanaman stroberi pada (Lampiran 6.e) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap bobot kering tajuk. Hasil rerata bobot kering tajuk tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 4.

56 Dari Tabel 4. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot kering tajuk tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 3,10 g, A2 (kompos 14,5 ton/h) 2,68 g, A3 (kompos 16,5 ton/h) 2,47 g, A4 (kompos 18,5 ton/h) 3,30 g dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 3,67 g. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi menunjukkan rerata hasil bobot kering tajuk yang relatif sama. Hal ini dikarenakan bobot kering tajuk dipengaruhi oleh bobot basah tajuk. Bobot kering tajuk stroberi merupakan hasil penimbangan tajuk tanaman stroberi basah yang telah dikeringkan oven pada suhu 70 o C selama ± 48 jam. Bobot kering tajuk selain dipengaruhi oleh bobot basah juga dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan jumlah daun atau organ-organ yang memacu proses fotosintesis. Pertumbuhan tinggi tanaman yang baik dan jumlah serta ukuran daun yang luas berpengaruh terhadap banyaknya cahaya matahari yang dapat diserap tanaman untuk proses fotosintesis. Adanya peningkatan proses fotosintesis akan meningkatkan pula hasil fotosintesis berupa senyawa- senyawa organik yang akan ditranslokasikan ke seluruh organ tanaman dan berpengaruh terhadap bobot kering tanaman (Nurdin dkk., 2009). Bobot kering tajuk merupakan peubah yang penting untuk mengetahui akumulasi biomassa serta imbangan fotosintesis pada masing-masing organ tanaman (Mahmood et al., 2002).

57 6. Bobot Basah Akar Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sistem perakaran tanaman lebih dikendalikan oleh sifat genetik dari tanaman yang bersangkutan, kondisi tanah atau media tanam. Faktor yang mempengaruhi pola sebaran akar antara lain : penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersedian hara dan air. Berdasarkan hasil sidik ragam bobot basah akar tanaman stroberi pada (Lampiran 6.f) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap bobot basah akar. Hasil rerata bobot basah akar tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 5. Tabel 4. Rerata bobot basah akar, panjang akar dan bobot basah akar stroberi Perlakuan Bobot Basah Akar (g) Panjang Akar (cm) Bobot Kering Akar (g) A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 11 32,17 3,01 A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 8,21 34,85 2,96 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 10,89 41,22 3,88 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 8,59 35,16 2,79 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 11,30 39,36 3,45 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5% Dari Tabel 5. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot basah akar tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 11 g, A2 (kompos 14,5 ton/h) 8,21 g, A3 (kompos 16,5 ton/h) 10,89 g, A4 (kompos 18,5 ton/h) 8,59 g dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 11,30 g. Hal

58 ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang (Kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi menunjukkan rerata hasil bobot basah akar yang relatif sama. Hal ini dikarenakan unsur hara N yang terkandung pada pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi relatif sama (Lampiran 8.). Menurut Poerwowidodo (1992) penambahan N melalui pupuk mampu merangsang pertumbuhan akar dan meningkatkan berat akar tanaman. Selain itu pemupukan N akan merangsang pembentukan akar baru dan rambut-rambut akar yang mempunyai kapasitas serap per persatuan berat sangat tinggi, sehingga semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan, maka semakin banyak pula nitrogen yang diserap oleh akar tanaman. Selanjutnya Fitter dan Hay (1998) menyatakan bahwa ketepatan distribusi dan pertumbuhan sistem perakaran merupakan respon terhadap perbedaan konsentrasi hara tanah, sehingga jumlah akar yang paling tinggi akan terjadi ditanah subur. 7. Panjang Akar Berdasarkan hasil sidik ragam panjang akar tanaman stroberi pada (Lampiran 6.g) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap panjang akar. Hasil rerata panjang akar tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil panjang akar tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang

59 20 ton/h) 32,17 cm, A2 (kompos 14,5 ton/h) 34,85 cm, A3 (kompos 16,5 ton/h) 41,22 cm, A4 (kompos 18,5 ton/h) 35,16 cm dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 39,36 cm. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Panjang akar merupakan kemampuan akar untuk menjangkau unsur hara (Poerwowidodo 1992). Panjang akar menunjukkan aktivitas akar dalam menyerap nutrisi. Oleh karena itu, banyak sedikitnya unsur hara yang terkandung dalam media mempengaruhi perpanjangan akar. Panjang akar lebih pendek jika ketersediaan unsur hara media melimpah (Tisdale & Nelson 1975). Hal ini terlihat pada perlakuan pupuk kandang dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil panjang akar yang relatif sama ini menunjukan bahwa unsur hara yang terkandung dalam media relatif sama. Hasil uji laboratorium Tanah UMY menunjukan kandungan hara pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi relatif sama (Lampiran 8.) sehingga dimungkin besarnya unsur hara terdapat dalam media sama. Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran akar adalah ketersedian air. Sesuai pendapat (Lakitan 1993). Faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar antara lain ialah, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara. Peningkatan panjang akar dapat terjadi saat akar tanaman berusaha menjakau ketempat-tempat yang lebih dalam untuk mencari sumber air. penyerapan air dapat terjadi dengan perpanjangan akar ke tempat baru yang masih banyak air. Panjang akar meningkat bila cekaman air meningkat (Ghidyal dan tomar, 1982). Pada penelitian ini pemberian air atau penyiraman dilakukan dengan volume yang

60 sama sehingga panjang akar yang dihasil dihasil tidak berbeda nyata karena dimungkinkan jangkauan akar untuk mendapatkan sumber air sama. 8. Bobot Kering Akar Dalam melihat pertumbuhan tanaman paling sedikit 90 persen bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis. Biomassa juga memberikan suatu dasar yang mudah bagi tanaman terutama mengukur kemampuan tanaman sebagai penghasil fotosintesis. Nisbah biomassa bagian-bagian yang berlainan terhadap biomassa total yang sering kali digunakan sebagai ikhtisar data pembagian yang baik (Lakitan, 2004). Berdasarkan hasil sidik ragam bobot basah akar tanaman stroberi pada (Lampiran 6.h) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap bobot kering akar. Hasil rerata bobot kering akar tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot kering akar tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 3,01 g, A2 (kompos 14,5 ton/h) 2,96 g, A3 (kompos 16,5 ton/h) 3,88 g, A4 (kompos 18,5 ton/h) 2,79 g dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 3,45 g. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Bobot kering atau biomassa akar merupakan akumulasi fotosintat yang berada diakar. Bobot kering akar berkaitan dengan bobot basah akar, yaitu bobot

61 kering akar diperoleh setelah kandungan air yang terdapat pada bobot basah akar dikeringkan. Kandungan air yang terdapat pada tanaman stroberi sangat berpengaruh untuk pertumbuhan tanaman terutama untuk proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Agung dan Rahayu (2004), bahwa rendahnya jumlah air akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering. Bobot kering tajuk juga memberikan pengaruh terhadap bobot kering akar. Hasil akumulasi hasil fotosintat lebih banyak terakumulasi pada pada tajuk. Hal ini sesuai dengan Salisbury dan Ross 1992 lebih besarnya biomassa tajuk dibandingkan dengan biomassa akar dapat memungkinkan terjadinya pengendalian penyerapan hara oleh tajuk. Hal ini dimungkinkan terjadi karena akar merupakan organ terakhir yang mendapatkan hasil asimilasi yang terbentuk di daun. Inilah yang menyebabkan pertumbuhan akar tidak seiring dengan petumbuhan vegetatif tanaman (Gardner 1991). 9. Jumlah Buah per-tanaman Berdasarkan hasil sidik ragam jumlah buah per-tanaman stroberi pada (Lampiran 6.i) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap jumlah buah per-tanaman. Hasil rerata jumlah buah per-tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 6.

62 Tabel 5. Rerata jumlah buah, diameter buah dan bobot buah stroberi Perlakuan Jumlah Buah (buah) Diameter buah (cm) Bobot Buah (g) A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 0,97 1,04 1,12 A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 1,30 1,13 1,65 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 0,83 0,90 1,02 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 1,65 1,31 2,35 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 0,92 0,90 0,91 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5% Dari Tabel 6. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil jumlah buah tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 0,97 buah, A2 (kompos 14,5 ton/h) 1,30 buah, A3 (kompos 16,5 ton/h) 0,83 buah, A4 (kompos 18,5 ton/h) 1,65 buah dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 0,92 buah. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Berdasarkan Poling (2012), jumlah bunga dalam setiap tandan memang sedikit dari 6 sampai 8 bunga yang ada maksimal hanya 4 yang berkembang menjadi buah. Jumlah bunga yang dihasilkan sangat mempengaruhi jumlah buah yang dihasilkan. Banyaknya bunga yang gugur tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan kompos kulit biji kopi. Banyaknya jumlah bunga yang gugur disebabkan oleh suhu tinggi yaitu 26 27 0 C pada periode Januari-Mei 2016 selama penelitian (Lampiran 9.). Menurut Schneider dan Scarborough (1960) suhu yang terlalu tinggi selama bunga mekar menyebabkan periode bunga mekar dan reseptivitas stigma menjadi pendek sehingga menghambat pembuahan dan menyebabkan bunga gugur sehingga dapat

63 menurunkan jumlah buah dan bobot buah panen. Rukmana (1998) menyatakan tanaman stroberi dapat tumbuh baik didataran tinggi tropis yang memiliki kisaran suhu 14-25 0 C. Hasil analisis di lapangan menunjukkan bahwa tanaman stroberi mengalami deficiency unsur hara Ca. Gejala deficiency unsur Ca yaitu Kuncup bunga dan buah kering atau busuk dan akhirnya akan gugur hal ini sesuai dengan pengamatan dilapangan (Lampiran 10.h). Kekurangan Kalsium dalam tanah, menjadikan tanah bereaksi masam. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sampel tanah tanaman yang terkena deficiency unsur Ca menunjukkan nilai keasaman (ph) yang masam sebesar 5,04. ph yang masam, mengakibatkan unsur hara lain seperti Phospor dan Kalium terikat sehingga tak terserap oleh tanaman dengan maksimal, pemupukan yang diberikan kurang efektif dan tidak efisien. produktifitas tanaman menurun rendah dengan mutu hasil kurang baik. Untuk menaikkan tingkat keasaman dilakukan penambahan dolomit/kapur pertanian dengan dosis 2-4 ton per hektar. 10. Diameter buah Berdasarkan hasil sidik ragam diameter buah stroberi pada (Lampiran 6.k) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap parameter diameter buah stroberi. Hasil rerata diameter buah stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil diameter

64 buah stroberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 1,04 cm, A2 (kompos 14,5 ton/h) 1,13 cm, A3 (kompos 16,5 ton/h) 0,90 cm, A4 (kompos 18,5 ton/h) 1,31 cm dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 0,90 cm. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil diameter buah stroberi yang relatif sama. Hal ini dikarenakan ukuran buah (diameter buah) ditentukan oleh bunga stroberi. Buah yang dihasilkan oleh bunga primer lebih besar daripada buah yang dihasilkan bunga sekunder dan buah dari bunga sekunder lebih besar daripada buah yang berasal dari bunga tersier. Untuk meningkatkan ukuran buah stroberi, dilakukan pembuangan bunga tersier dan kuarter, dan mempertahankan bunga primer dan sekunder. Pembuangan bunga tersier dan kuartener bertujuan untuk mengurangi persaingan penggunaan fotosintat antara buah dan bunga, sehingga fotosintat dapat terkonsentrasi untuk perkembangan buah. Buah stroberi yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukan diameter buah yang kecil jika dibandingkan dengan diameter buah stroberi varietas California pada normalnya (Lampiran 7.). Ukuran buah yang kecil ini dipengaruhi oleh proses penjarangan dikarenakan selama penelitian tidak dilakukan penjarangan buah dan bunga, sehingga translokasi fotosintat menuju buah tersier dapat dialihkan menuju buah sekunder dan tersier. Tidak dilakukannya pembuangan bunga juga akan menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan fotosintat antara buah dan bunga, sehingga fotosintat tidak dapat terkonsentrasi

65 untuk perkembangan buah. Selain itu faktor lingkungan akan mempengaruhi proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi oleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya. Stroberi dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 14-25 0 C (Rukmana, 1998) sedang suhu rata rata pada lokasi penelitian yaitu 26-27 0 C, sehingga suhu udara pada lokasi penelitian tidak sesuai dengan syarat tmbuh tanaman stroberi. Suhu optimum diperlukan tanaman agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gunawan (1996), yang menyatakan bahwa suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian juga sebaliknya suhu yang terlalu rendah. Sedangkan cahaya merupakan sumber tenaga bagi tanaman. 11. Bobot Buah per-tanaman Berdasarkan hasil sidik ragam bobot buah per-tanaman stroberi pada (Lampiran 6.j) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap bobot buah per-tanaman. Hasil rerata bobot buah per-tanaman stroberi pada akhir pengamatan (minggu ke-16 setelah tanam) disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot buah tanaman stoberi yang relatif sama yaitu pada perlakuan A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 1,12 g, A2 (kompos 14,5 ton/h) 1,65 g, A3 (kompos 16,5 ton/h) 1,02 g, A4 (kompos 18,5 ton/h) 2,35 g dan A5 (kompos 20,5 ton/h) 0,91 g. Hal ini

66 menunjukan bahwa pemberian kompos kulit biji kopi dapat menggantikan peranan pupuk kandang dalam budidaya stroberi. Aplikasi pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot buah tanaman stoberi yang relatif sama. Hal ini disebabkan karena bobot buah berkorelasi dengan jumlah buah dan juga diameter buah, semakin banyak jumlah buah dan besar diameter yang dihasilkan tentu bobot yang dihasilkan juga akan semakin besar, tentunya jika jumlah buah dan diameter buah memberikan hasil yang tidak beda nyata maka bobot buah yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara bobot buah pada penelitian ini menunjukkan bahwa produksi yang dihasilkan tanaman tergolong sangat rendah, jika dibandingkan dengan rata-rata bobot buah yang dihasilkan tanaman varietas California adalah 1,5 ons/ tanaman (Lampiran. 7). Perbedaan yang tajam tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan iklim penanaman. Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600 700 mm/tahun. Lamanya penyinaran cahaya matahari adalah 8 9 jam setiap harinya, suhu udara pada siang hari 22-25 C dan malam hari 14-18 C, Kelembaban udara 80 90 % (Rukmana, 1998). Sedangkan pada lokasi penelitian memiliki suhu rata-rata 26-27 C, kelembaban 86-89 % lama penyinaran 43 69 % per bulanan, dan curah hujan 292-532 mm/bulan (Lampiran 9.), sehingga rendahnya produksi stroberi ini karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman stroberi.