Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto

BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and

BAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF,

Catatan Pengarahan FLEGT

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Keterbukan Infomasi Pintu Perbaikan Tata Kelola Hutan

Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

dari Indonesia demi Indonesia

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

Media Briefing. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mengingkari Undangundang Kehutanan dan Keterbukaan Informasi Publik

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

CATATANKEBIJAKAN. Peta Jalan Menuju EITI Sektor Kehutanan. No. 02, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti.

Laporan Tahunan 2010

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

OPEN DATA + INDUSTRI EKSTRAKTIF. Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan Belanja di Sektor Sumberdaya Ekstraktif

2 Mengingat : kembali penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak; c. ba

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

MENGENAL KPMM SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir)

REVITALISASI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa

Perihal: Pengembangan Sistem Data Base dan Informasi MFP3 Referensi:

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix

Nomor : P.38/Menhut-II/2009, Nomor : P.68/Menhut-II/2011, Nomor : P.45/Menhut-II/2012, dan Nomor : P.42/Menhut-II/2013

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 97/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN

Perihal: Media Placement Agency Referensi:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

1. Melibatkan masyarakat 1.1 Pengenalan karakter umum dan

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.95/Menhut-II/2014 TENTANG

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

RENCANA STRATEGIS

KONSEP. Revisi Permenhut Nomor P.43/Menhut-II/2014 jo. PermenLHK Nomor P.95/Menhut-II/2014

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

Shared Resources Joint Solutions

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati:

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

TANGGAPAN DAN KLARIFIKASI TERHADAP LAPORAN JPIK DAN EIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR / PERMEN-KP/2017 TENTANG SATU DATA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Transkripsi:

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia¹ TUJUAN & RINGKASAN Kegiatan pemantauan secara independen terhadap sektor kehutanan oleh organisasi masyarakat sipil di Indonesia telah dilakukan sejak beberapa dekade lalu. Terdapat beberapa lembaga/jaringan yang melakukan pemantauan terhadap isu kehutanan, baik yang menyangkut aspek kelestarian hutan dan lingkungan hidup, keadilan dalam pengelolaan sumberdaya hayati, dan keberlanjutan pemanfaatannya. Inisiatif Pemerintah Indonesia melalui penyusunan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) secara multi-pihak, dan pemberlakuannya sebagai skema sertifikasi wajib di Indonesia memberikan dorongan lebih untuk keterlibatan organisasi masyarakat sipil di Indonesia dalam mengambil peran sebagai pemantau independen. Sejak SVLK ditetapkan pada tahun 2009, beragam upaya yang terkait dengan pemantauan dilakukan oleh lembaga/jaringan lembaga. Proses ini melengkapi pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan lembaga/jaringan pemantau atas kegiatan pemantauan termasuk yang dilakukan sejak sebelum SVLK disusun dan ¹ Hasil Diskusi Pemantau Independen Kehutanan di Yogyakarta, 24-25 Agustus 2017, diselaraskan oleh Zainuri Hasyim 1

dilaksanakan. Dalam perjalanannya, SVLK kemudian menjadi topik utama dalam perjanjian kerjasama sukarela (voluntary partnership agreement) antara Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa dalam skema Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Dan pada 15 November 2016, secara resmi Indonesia menjadi negara eksportir pertama yang meraih FLEGT License. Melalui FLEGT License ini, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk industri kehutanan, mengurangi praktik illegal logging dan perdagangan kayu illegal. Dokumen Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia disusun bertujuan untuk memberikan dukungan strategi terhadap kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh lembaga/jaringan pemantau, setelah berbagai pengalaman dalam kegiatan pemantauan independen dilakukan. Dokumen Rencana Strategis ini dihasilkan dalam sebuah lokakarya yang bertajuk Workshop Penyusunan Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia, berlangsung di Yogyakarta pada 24-25 Agustus 2017. Pada lokakarya ini hadir sebanyak 25 orang dari Aceh hingga Papua yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman terkait dengan pemantauan kehutanan di Indonesia. Lokakarya diawali dengan 'penyegaran' atas SVLK dan perkembangan aturannya, SVLK ditinjau dari FLEGT-VPA, dan refleksi atas pemantauan terhadap SVLK selama ini. Lokakarya ini 2 terselenggara atas kerjasama IFM Fund dan Kaoem Telapak 3. Penyusunan rencana strategis menggunakan pendekatan region (Jawa, Sumatera & Kalimantan, dan Sulawesi & Papua). Pendekatan ini dipakai untuk mendapatkan kondisi-kondisi spesifik yang terdapat di masing-masing wilayah/region, dengan topik diskusi mencakup aspek kelembagaan, sasaran pemantauan, metodologi, dan pendanaan yang merupakan hal-hal yang mempengaruhi kegiatan pemantauan independen selama ini. Hasil diskusi kemudian diselaraskan untuk penyesuaian urutan kegiatan dan kesesuaian format penulisannya. ² Yayasan Pemantau Independen Kehutanan Indonesia/Independent Forest Monitor Fund (IFM Fund) dibentuk dengan tujuan (1) memfasilitasi dukungan pendanaan bagi kegiatan Pemantauan Independen Kehutanan khususnya terhadap pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK); (2) memfasilitas kegiatan yang mendukung kualitas Pemantauan Independen Kehutanan; dan (3) meningkatkan kualitas Tata Kelola Kehutanan melalui kegiatan Pemantauan Independen Kehutanan ³ Kaoem Telapak adalah organisasi perkumpulan berbasis keanggotaan individu, bertujuan untuk melanjutkan kerja-kerja bersama masyarakat adat dan masyarakat temparan menuju keadilan dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam haya di Indonesia. Beberapa anggota Kaoem Telapak terlibat secara ak f dalam penyusunan regulasi SVLK, melakukan pemantauan, dan mengambil peran dalam perbaikan sistem. 2

LANDASAN STRATEGIS SVLK menempatkan organisasi non- Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat umum sebagai pemantau 4 independen (PI). Posisi dan peran PI terlihat jelas dalam sistem sertifikasi kehutanan wajib ini. Sehingga cukup beralasan jika disebutkan bahwa kredibilitas SVLK diletakkan di atas pundak pemantau independen melalui peranannya dalam pemantauan pelaksanaan SVLK. Melihat pentingnya peran PI dalam pemantauan kehutanan selama ini dan ke depannya, menjadikan perlunya menyusun rencana strategis kegiatan pemantauan independen terhadap kehutanan di Indonesia. Berdasarkan pengalaman dalam kegiatan pemantauan terhadap SVLK teridentifikasi titik-titik kritis dalam pelaksanaan SVLK selama ini, yakni tahapan pra-penilaian, tahapan penilaian, dan tahapan pasca-penilaian. Terhadap pengalaman dalam pemantauan SVLK selama ini menjadikan perlunya menyusun rencana strategis kegiatan pemantauan independen terhadap kehutanan di Indonesia. Refleksi yang dilakukan oleh lembaga/jaringan pemantau independen mendapatkan empat aspek penting dalam kegiatan pemantauan, yakni kelembagaan dan kapasitas, sasaran pemantauan, metodologi pemantauan, dan pendanaan. Bagaimana kondisi dan situasi dari empat aspek penting ini perlu didiskusikan, terutama yang terkait dengan perkembangan terkini, untuk kemudian dapat disusun rencana strategis pemantauan ke depannya. TUJUAN STRATEGIS Tujuan strategis yang diharapkan dari dokumen ini adalah adanya arahan bagi lembaga/jaringan pemantau independen di Indonesia dalam menjalankan perannya terkait pemantauan independen dalam bidang kehutanan. Dokumen ini juga dapat menjadi rujukan bagi berbagai pihak, termasuk bagi lembaga pendanaan sehingga dapat menyesuaikan dukungannya dengan rencana strategis yang telah disusun. ⁴ Secara eksplisit, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) P.30/MenLHK/Setjen/PHPL.3/3/2016 menyatakan bahwa pelaksanaan SVLK dipantau oleh PI. Keberadaan peran PI telah dinyatakan sejak peraturan tentang SVLK ini diterbitkan pada 2009. 3

SASARAN (OBJEKTIF) STRATEGIS 1. Pemenuhan Syarat Pemantauan Kegiatan pemantauan independen kehutanan di Indonesia mensyaratkan tersedianya informasi dasar pemantauan yang mencakup dokumen perijinan, rencana kerja umum, rencana kerja tahunan, Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI), dan ringkasan hasil penilaian dan penilika yang dilakukan oleh LP&VI. Ketersediaan dan keterjangkauan informasi-informasi tersebut, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten, oleh pemantau independen menjadi keharusan sebagai dokumen utama dan pendukung dari kegiatan pemantauan. Jaminan atas ketersediaan dan keterjangkauan informasi yang dibutuhkan dalam melakukan pemantauan ini sebagaimana disebutkan dalam PermenLHK P.30/2016 terkadang tak dapat terlaksana terutama di tingkat provinsi dan kabupaten. Terhadap data dasar pendukung untuk kegiatan pemantauan independen, diperlukan kemampuan penyimpanan, pemutakhiran, dan pengolahan data yang disesuaikan dengan tujuan dan metode pemantauan yang akan dilakukan. Sebagaimana biasanya, data dan informasi yang terkumpul disimpan dalam sebuah sistem database dengan tujuan mempermudah kegiatan pemantauan yang akan dilakukan. Bentuk kegiatan yang diusulkan untuk mencapai Sasaran Strategis-1: Advokasi mendapatkan informasi yang diperlukan untuk kegiatan pemantauan sebagai mandat dari Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik; dapat berbentuk gugatan terhadap akses informasi, dan kampanyenya. Peningkatan kapasitas lembaga/jaringan pemantau dalam melakukan penyusunan dan pengolahan data; dapat berbentuk pelatihan/magang/asistensi, dukungan sistem dan peralatan pendukung Penyusunan sistem terpadu database pemantauan independen 4

2. Pengembangan Kapasitas Kegiatan pemantauan independen kehutanan membutuhkan para pemantau dan lembaga pemantau yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Lembaga/jaringan pemantau harus mengenali kemampuan dan kebutuhan para pemantaunya sehingga bisa disediakan upaya peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan dasar (bagi pemantau baru) dan pelatihan lanjutan dalam bentuk penyegaran teknik dan perkembangan peraturan bagi pemantau yang telah mendapatkan pelatihan dasar. Ketersediaan modul pemantauan akan mempermudah proses pengembangan kapasitas bagi lembaga dan personel pemantau. Terkait dengan modul pemantauan, pada 2016 lalu telah tersedia modul pelatihan dasar bagi pemantau yang bisa dipakai untuk pemantau baru baik dari lembaga/jaringan pemantau maupun masyarakat. Diperlukan pemutakhiran atas modul ini terutama yang berhubungan dengan perkembangan peraturan. Pengembangan kapasitas pemantauan tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pemantauan itu sendiri, mulai dari menentukan sasaran, melakukan riset meja, hingga penyusunan laporan. Lembaga/jaringan pemantau dan personel pemantau mutlak memerlukan kegiatan pemantauan yang akan bermanfaat bagi kapasitas termasuk pengembangan metodologi pemantauan yang akan dilakukan selanjutnya. Pengembangan kapasitas juga mencakup kemampuan bagi pemantau dalam menyusun laporan hasil pemantauan. Sebagaimana diketahui bersama, laporan hasil pemantauan seharusnya berujung pada penyampaian laporan keluhan yang akan disampaikan sesuai mekanismenya, dan juga laporan untuk kepentingan kampanye seperti rilis media, kajian kebijakan, dan lainnya. Bentuk kegiatan yang diusulkan untuk mencapai Sasaran Strategis-2: Peningkatan kapasitas bagi lembaga dan personel pemantau; dapat berbentuk pelatihan dasar, pelatihan lanjutan, dan pelatihan untuk pelatih Ketersediaan modul pemantauan; dapat berbentuk penyusunan/pemutakhiran, perbanyakan, dan penyebarluasan modul pemantauan Pelatihan penyusunan laporan dan pengawalan laporan keluhan 5

3. Perluasan & Penguatan Jejaring Kegiatan pemantauan terhadap bidang kehutanan memerlukan upaya perluasan dan penguatan jaringan yang telah ataupun perlu dibangun. Upaya memperluas cakupan pemantau dari masyarakat (adat dan tempatan) telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Diperlukan upaya 'merawat' pemantau dari masyarakat yang telah dilatih dan mempunyai pengalaman dalam pemantauan. Selain itu, tentunya diperlukan upaya perluasan yang lebih masif untuk meningkatkan jumlah dan kualitas pemantau baik dari kalangan CSO maupun dari masyarakat. Di wilayah-wilayah strategis dan penting terkait SVLK: wilayah dengan potensi sumber kayu, sebaran industri pengolahan kayu, dan pelabuhan untuk pengapalan, penting untuk membentuk simpul-simpul pemantau. Instutusi desa saat ini menjadi sorotan atas potensi pendanaan yang dikelola setiap desa melalui alokasi dana desa. Upaya perluasan pemantauan di tingkat masyarakat direkomendasikan untuk juga melihat peluang pelibatan desa untuk mendukungnya. Bukan tidak mungkin, apabila desa bisa diyakinkan, untuk mendukung dan mengalokasikan dana desa untuk kepentingan pemantauan kehutanan yang berada di sekitar desa. Perluasan dan penguatan lembaga dan personel pemantau juga memerlukan konsolidasi dan koordinasi sebagai wadah pertukaran pengalaman dan informasi antar-pemantau. Sebagaimana diketahui, di setiap lembaga dan jaringan pemantau mempunyai mekanisme ini secara internal. Namun, untuk konsolidasi dan koordinasi antarlembaga dan antar-jaringan memerlukan penggalangan (dan ini bisa dilakukan oleh IFM Fund) dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan informasi dan pengalaman dalam pemantauan independen, termasuk potensi kolaborasinya. Bentuk kegiatan yang diusulkan untuk mencapai Sasaran Strategis-3: Perluasan pemantau dari masyarakat; dapat dilakukan melalui pelatihan bagi masyarakat adat dan masyarakat tempatan, baik berbentuk pelatihan dasar maupun lanjutan, hingga pada pelatihan penyusunan dan pengawalan laporan keluhan Pembentukan dan pengembangan simpul-simpul pemantau di lokasi-lokasi strategis; dapat berbentuk inisiasi pemantau independen dari masyarakat, dukungan kegiatan pemantauan bagi masyarakat Pelibatan institusi desa dalam kegiatan pemantauan independen; dapat berbentuk diskursus di tingkat Kementerian/Dinas Provinsi dan Kabupaten dan desa, kajian kebijakan, dan penyusunan media-media informasi Konsolidasi & koordinasi antar-lembaga pemantau/antar-jaringan pemantau untuk pertukaran pengalaman dan informasi 6

4. Pemantauan, Penyampaian Laporan Keluhan, dan Kampanye Kegiatan pemantauan membutuhkan kesiapan yang memadai dari lembaga/personel pemantau dengan menyesuaikan terhadap kondisi wilayah, pilihan prioritas target pemantauan, dan potensi-potensi terkait lainnya. Semisal untuk Pulau Jawa yang menjadi 'muara' peredaran kayu di Indonesia yang berasal dari Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Pulau Jawa juga mempunyai pelabuhan yang strategis (Jawa Timur dan Jawa Tengah), serta menjadi pintu utama untuk ekspor. Atau Papua dengan spesies kayu merbau yang menjadi primadona saat ini. Riset meja sebagai tahapan awal dari kegiatan pemantauan merupakan tahapan penting yang akan menentukan metode dan mekanisme pemantauan yang akan dilakukan. Telah disepakati bahwa sasaran pemantauan independen mencakup pelaksanaan SVLK dan isu-isu kehutanan lainnya ('beyond SVLK'). Strategi pemantauan 'hulu-hilir', yang mencakup pemantauan mulai dari konsesi hutan, pengelolaannya, pemindahannya, pengolahannya di tingkat industri, hingga pengapalan untuk ekspor di pelabuhan. Strategi pemantauan terintegrasi ini dapat dilakukan secara kolaboratif antarlembaga/jaringan pemantau, baik yang berada di wilayah yang sama maupun lintas-wilayah administrasi/pulau. Sasaran spesifik pemantauan mencakup aspek penyelamatan hutan alam dari perambahan hutan untuk sawit, illegal wildlife traffic, konflik dan sumber kayu dari wilayah berkonflik, kebakaran hutan & lahan, illegal logging, pertambangan, dan konversi lahan berhutan untuk penggunaan lain. Khusus untuk kegiatan pemantauan terhadap kegiatan illegal logging dengan skala kecil, diperlukan untuk melihat aliran kayunya didasarkan pada potensinya sebagai bagian dari perdagangan kayu yang lebih besar, termasuk untuk perdagangan ekspor. Keragaman sasaran spesifik ini tergantung pada pilihan, interest, dan isu yang sedang berkembang dari setiap lembaga/jaringan pemantau. Kegiatan pemantauan mutlak membutuhkan protokol keamanan dan keselamatan. Ini diperlukan sebagai 7

antisipasi terhadap potensi kecelakaan dan keamanan pemantau saat melakukan kegiatan pemantauan. Protokol ini seyogyanya telah ada dan diterapkan di setiap lembaga/jaringan pemantau, dan perlu dikembangkan sesuai kondisi dan tantangan yang dihadapi. Kegiatan pemantauan akan berujung pada penyusunan laporan. Telah menjadi refleksi bersama di antara pemantau bahwa diperlukan upaya peningkatan kapasitas untuk keterampilan menyusun laporan hasil pemantauan ini. Dua jenis laporan akhir dapat menjadi hasil akhir dari kegiatan pemantauan, yakni laporan keluhan dan laporan untuk kepentingan kampanye. Laporan keluhan berisi temuan pemantauan (riset meja dan lapangan) yang mencakup ketidaksesuaian dan pelanggaran. Laporan ini disusun sesuai format yang ditentukan, dan disampaikan kepada lembaga penilai dan verifikasi independen (LP&VI). Diperlukan pengawalan atas laporan keluhan yang telah disampaikan, yang mencakup tanggapan LP&VI terhadap laporan dan kegiatan yang akan dilakukan LP&VI berdasarkan ketidaksesuaian dan pelanggaran yang dilaporkan. Pemantauan lanjutan bisa menjadi langkah selanjutnya, dan atau ketidakpuasan atas LP&VI dalam bentuk laporan keluhan kepada Komite Akreditasi Nasional dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Beberapa lembaga/jaringan pemantau juga melakukan strategi kampanye publik selain penyampaian laporan keluhan sebagaimana aturan SVLK. Kampanye publik ini dimaksudkan untuk memperluas cakupan sebaran informasi, termasuk pendidikan publik yang lebih luas, guna mendapatkan tanggapan dari pihak-pihak lain. Kampanye publik ini bisa berbentuk laporan pemantauan, kajian kebijakan, kertas posisi, dan lainnya yang disebarluaskan melalui rilis media, konperensi pers, dan sejenisnya. Selain itu, terdapat pilihan untuk membuat pelaporan kepada penegak hukum apabila temuan pemantauan memenuhi prasyaratnya dan konsekuensi atas pilihan ini telah diantisipasi. Bentuk kegiatan yang diusulkan untuk mencapai Sasaran Strategis-4: Pemantauan; yang mencakup riset meja, investigasi lapangan, penyusunan laporan, dan pengawalan laporan keluhan Fasilitasi penyusunan target/sasaran pemantauan dan pemantauan bersama/kolaboratif Aspek keamanan & keselamatan pemantauan; bisa berbentuk advokasi kebijakan, penyusunan dan penerapan protokol keamanan & keselamatan pemantauan Kampanye publik 8

5. Pendanaan Kegiatan pemantauan independen memerlukan dukungan pendanaan dalam pelaksanaannya. Selama ini, lembaga/jaringan pemantau memanfaatkan dana yang bersumber dari donor untuk mendukung kegiatan pemantauan. Terdapat sumber-sumber lainnya seperti dana publik, dana pemerintah, dan lainnya. Diskusi aspek pendanaan ini difokuskan pada peluang layanan pendanaan oleh IFM Fund, berdasarkan pengalaman lambaga/jaringan pemantau selama ini. IFM Fund dapat segera mengupayakan untuk mewujudkan pendanaan kegiatan pemantauan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam hal ini melalui KemenLHK. Terdapat dua usulan mekanisme dukungan pendanaan untuk kegiatan pemantauan, yakni dukungan secara regular dan dukungan secara setiap saat/emergency. Dukungan secara regular sebagaimana biasa diterapkan lembaga pendanaan dengan aturan mencakup tata waktu, format proposal, durasi kegiatan, jumlah dana, mekanisme pengambilan keputusan, pelaporan, monitoring dan evaluasi. Sedangkan mekanisme dukungan secara setiap saat/emergency dilakukan atas urgensitas kejadian yang sedang terjadi, dan biasanya dengan mekanisme format proposal yang sederhana, waktu yang fleksibel, durasi kegiatan yang pendek, jumlah dana kecil, keputusan yang cepat, pelaporan yang sederhana. Atas usulan layanan pendanaan emergency disarankan bagi IFM Fund untuk menyusun kriterianya, mencakup dukungan untuk risiko-risiko pemantauan dan aspek litigasi yang mengikutinya. Khusus untuk layanan pendanaan yang akan disediakan oleh IFM Fund, disarankan untuk dibuat mekanisme yang mewadahi dua jenis layanan pendanaan di atas yang nantinya dapat disebarluaskan kepada lembaga/jaringan pemantau independen yang berpotensi sebagai penerima dana. IFM Fund juga disarankan untuk membuat periodesasi layanannya sesuai dengan kapasitas pendanaan yang tersedia. Bentuk kegiatan yang diusulkan untuk mencapai Sasaran Strategis-5: Penyediaan model-model dukungan pendanaan operasional pemantauan; regular dan emergency Penyediaan mekanisme layanan pendanaan yang terbuka, mudah, dan dapat diakses Perwujudan dana abadi/perwalian untuk kegiatan pemantauan Perwujudan dana yang bersumber dari APBN untuk kegiatan pemantauan 9