BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM 7.1 Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM yang Didapatkan oleh Responden di Desa Gunung Menyan Pemanfaatan dana pinjaman SPP PNPM oleh responden di Desa Gunung Menyan bermacam-macam, yaitu untuk memodali usaha responden sendiri, untuk memodali usaha suami atau saudara responden, dan untuk memenuhi kebutuhan responden. Terdapat juga responden yang menggunakan pinjaman SPP PNPM sebagian untuk memodali usaha dan sebagian lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pinjaman yang digunakan responden untuk memenuhi kebutuhan dimanfaatkan untuk membayar biaya sekolah anak, membeli perabotan rumah, membangun rumah, membayar hutang, dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang bersifat konsumtif. Pemanfaatan dana pinjaman SPP PNPM oleh responden di Desa Gunung Menyan dapat dilihat pada Gambar 17. 32% 17% 29% Modal usaha sendiri Modal usaha keluarga 22% Modal usaha dan konsumsi Konsumsi Gambar 17. Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM oleh Responden di Desa Gunung Menyan (n=52) Setiap anggota dalam satu kelompok memanfaatkan uang pinjaman SPP PNPM dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan mereka masing-masing. Berdasarkan Gambar 17, terlihat bahwa secara dominan responden menggunakan uang pinjaman SPP PNPM yang ia dapatkan tidak sepenuhnya untuk memodali usaha mereka. Dari 52 orang responden, terdapat 17 orang responden (32 persen) yang hanya menggunakan sebagian pinjaman untuk
86 memodali usaha mereka, dan sebagiannya lagi mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Selain itu, sebanyak 14 orang responden (29 persen) menggunakan uang pinjaman sepenuhnya untuk memodali usaha ekonomi milik mereka sendiri, 12 orang responden menggunakan uang pinjaman untuk memodali usaha suami atau saudara mereka (22 persen), dan sembilan orang responden (17 persen) yang menggunakan uang pinjaman tersebut sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang bersifat konsumtif. Sedikitnya jumlah responden yang benar-benar menggunakan uang pinjaman SPP PNPM untuk memodali usaha mereka sendiri, menunjukkan bahwa secara khusus sasaran dan tujuan dari pemberian pinjaman ini belum sepenuhnya tercapai. Pada umumnya responden menggunakan uang pinjaman tersebut untuk memodali usaha suami mereka atau hanya sebagian yang mereka gunakan untuk memodali usaha. Hal ini bisa berakibat pada ketidakmandirian responden tersebut dalam membantu perekonomian keluarga dan bisa juga berakibat pada kesulitan responden untuk membayar cicilan pinjaman setiap bulannya (jika pinjaman juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif). Berdasarkan pada pengamatan peneliti di lapangan, sebagian besar penyebab dari penunggakan yang dilakukan oleh anggota peserta pinjaman SPP PNPM adalah uang pinjaman yang mereka dapatkan tidak sepenuhnya mereka gunakan untuk memodali usaha mereka sendiri. 7.2 Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan Perilaku responden yang dimaksudkan pada penelitian ini dilihat dari ketepatan dalam pemanfaatan dana, kesesuaian jumlah cicilan pinjaman yang dibayar setiap bulan, serta ketepatan waktu pengembalian pinjaman setiap bulannya. Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, perilaku responden terhadap Program SPP PNPM terbagi menjadi patuh (apabila responden menggunakan uang tersebut untuk memodali usaha mereka sendiri dan mengembalikan pinjaman dengan waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan), sedang (apabila responden menggunakan uang tersebut bukan untuk modal usahanya sendiri, tetapi membayar pinjaman dengan waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan), dan tidak patuh (apabila responden menggunakan
87 uang pinjaman tersebut bukan untuk modal usaha dan membayar pinjaman dengan waktu dan jumlah yang tidak sesuai dengan ketetapan). Gambaran mengenai perilaku responden dapat dilihat pada Gambar 18. 46.2 Persentase Perilaku (%) 50 40 30 20 10 0 25 28.29 Patuh Sedang Tidak Patuh Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM Gambar 18. Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM Mandiri di Desa Gunung menyan (n=52) Berdasarkan Gambar 18 di atas dapat disimpulkan bahwa responden yang berperilaku tidak patuh lebih besar jumlahnya (sebesar 46,2 persen) daripada responden yang berperilaku patuh (25 persen). Sementara itu terdapat juga responden yang berperilaku sedang sebesar 28,29 persen. Data yang didapatkan di lapangan menunjukkan bahwa responden yang berperilaku tidak patuh tersebut pada umumnya tidak menggunakan uang pinjaman tersebut sebagai modal usaha, tetapi digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain seperti untuk membayar biaya sekolah anaknya, membayar cicilan kredit motor, untuk berobat, membangun rumah, dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang membuat uang tersebut tidak produktif. Oleh karena itulah mereka sulit mengembalikan pinjaman karena uang tersebut tidak digunakan untuk usaha. Selain itu, mereka membayar pinjaman tidak tepat waktu (sering menunggak) dan terkadang mereka membayar pinjaman dengan jumlah seadanya (tergantung jumlah uang yang mereka miliki). Bahkan, beberapa responden yang tidak patuh tersebut beranggapan bahwa cicilan tidak harus dibayar setiap bulan, yang penting waktu akhir perguliran pinjaman sudah lunas. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan ketentuan program yang mengharuskan anggota untuk membayar pinjaman setiap bulannya. Seperti yang diungkapkan salah satu responden sebagai berikut :
88 ga papa nunggak juga teh. Yang penting bayarannya harus sudah lunas pas di akhir bulan perguliran. (SHT, 28 tahun) Sikap responden yang positif terhadap program tidak menjamin mereka untuk berperilaku patuh. Hal ini sesuai dengan Pandjaitan (1998) yang menyatakan bahwa sikap tertentu belum tentu diikuti oleh tingkah laku yang sesuai dengan sikap tersebut. Meskipun responden memiliki sikap yang positif, sebagian besar dari mereka masih saja berperilaku tidak patuh dalam mengikuti program. Perilaku responden yang tidak patuh tersebut salah satunya juga disebabkan oleh adanya fenomena distribusi tanggung jawab diantara peserta program, yaitu anggota kelompok tidak merasa khawatir jika melanggar aturan dan mereka berpikir perbuatan mereka yang melanggar aturan adalah tanggung jawab semua anggota kelompok. Kemudian, masalah kemiskinan yang dihadapi juga menjadi penyebab dari perilaku peserta program yang tidak patuh. Ketika mereka diberikan pinjaman dengan syarat yang mudah, mereka akan memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan tanpa memikirkan terlebih dahulu pembayaran cicilan berikutnya, akibatnya pada saat pembayaran jatuh tempo mereka merasa kesulitan untuk membayar pinjaman tersebut. Pendampingan yang intensif terhadap kelompok perlu dilakukan. Responden yang sebagian besar menghadapi masalah kemiskinan perlu dimotivasi kearah pemanfaatan dana pinjaman secara benar. Selain itu, pendampingan terhadap kelompok juga dapat memotivasi peserta untuk memiliki rasa percaya diri akan kemampuan untuk berusaha dan keluar dari masalah kemiskinan. Seperti yang dijelaskan pada Petunjuk Teknis Aturan Program, pendampingan dilakukan untuk pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Beberapa responden yang berperilaku sedang menggunakan uang pinjaman SPP PNPM sebagai modal usaha. Namun usaha yang mereka modali bukanlah usaha mereka sendiri, melainkan usaha milik suami atau saudara mereka. Jika dilihat dari segi pemanfaatan, hal tersebut adalah tepat karena uang pinjaman SPP PNPM yang diberikan kepada mereka digunakan untuk memodali usaha. Tetapi,
89 jika dilihat dari segi pencapaian sasaran dan tujuan program hal itu tidaklah sesuai karena tidak memberikan kemandirian kepada responden tersebut. Akibatnya responden tetap saja bergantung kepada pemberian dari suami atau saudara mereka. Sehingga tujuan khusus Program SPP PNPM yang berbunyi memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan modal usaha, serta mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan tidak tercapai. Responden yang berperilaku sedang menggunakan uang pinjaman SPP PNPM untuk membiayai usaha suami atau saudara ataupun sama sekali tidak menggunakan uang pinjaman sebagai modal usaha (digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif). Namun pada hal ketepatan pembayaran cicilan, baik dari segi jumlah maupun waktu, responden tersebut selalu membayar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 7.3 Hubungan Antara Representasi Sosial Program SPP PNPM terhadap Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM Hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap perilaku responden dianalisis dengan menggunakan uji chi square pada α=0,1. Berdasarkan Gambar 19, terlihat dari 33 responden yang memiliki representasi sosial tipe 1 SPP PNPM adalah pinjaman, sebagian besar memiliki perilaku yang tidak patuh dalam mengikuti program (45,46 persen). Dari lima orang responden yang memiliki representasi sosial tipe II Program SPP PNPM memuaskan, satu orang diantaranya (20 persen) berperilaku tidak patuh, tiga orang (60 persen) berperilaku sedang, dan satu orang responden (20 persen) berperilaku patuh dalam mengikuti program. Kemudian, secara dominan pada responden dengan representasi sosial tipe III pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan, tujuh orang responden (77,78 persen) berperilaku tidak patuh dalam mengikuti program. Selain itu, pada representasi sosial tipe IV pinjaman SPP PNPM bermanfaat, satu orang responden (20 persen) berperilaku patuh, tiga orang responden (60 persen) berperilaku sedang, dan satu orang responden (20 persen) berperilaku patuh. Secara grafik, hubungan antara representasi sosial mengenai Program SPP PNPM terhadap perilaku responsen dalam mengikuti program dapat dilihat pada Gambar 19.
90 Persentase Perilaku Responden (%) 80 60 40 20 0 77.78 60 60 45.46 33.33 21.21 20 20 22.22 20 20 0 Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Perilaku Tidak patuh Perilaku Sedang Perilaku Patuh Representasi Sosial Program SPP PNPM *P-value x² = 0,092 Gambar 19. Hubungan Representasi Sosial mengenai Program SPP PNPM terhadap Perilaku Responden di Desa Gunung Menyan (n=52) Nilai uji chi square yang didapatkan dalam menganalisis hubungan representasi sosial program dengan perilaku responden adalah sebesar 0,092. Nilai p-value<0,1 tersebut menandakan bahwa terdapat hubungan antara representasi sosial program dengan perilaku responden dalam mengikuti program. Dengan demikian, hipotesa yang menyatakan diduga ada hubungan antara representasi sosial program dengan perilaku responden dalam mengikuti program diterima. Hal ini sesuai dengan teori yang ditemukan oleh Gunawan (2003) pada penelitiannya mengenai Representasi Sosial tentang Kerja, bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu objek. Hubungan tersebut dapat dibuktikan dengan merujuk pada Gambar 19, dimana pada representasi sosial tipe I dan tipe III jumlah responden yang memiliki perilaku tidak patuh terhadap program lebih besar daripada jumlah responden yang berperilaku sedang dan patuh. Sebagaimana yang telah dijelaskan, responden dengan representasi sosial tipe I SPP adalah pinjaman yang bermakna negatif dan representasi sosial tipe III pinjaman SPP mengkhawatirkan terlihat jelas bahwa hal yang paling mereka ingat mengenai program SPP PNPM adalah kesulitan dalam membayar pinjaman. Hal itu berarti bahwa responden tersebut memiliki representasi sosial yang tidak baik terhadap program. Oleh karena itu dapat disimpulkan representasi sosial yang baik mengenai program akan membawa peserta kepada perilaku yang patuh terhadap program dan sebaliknya. Namun, meskipun terdapat hubungan antara
91 representasi sosial mengenai program SPP PNPM terhadap perilaku peserta program, faktor konteks nampaknya turut membentuk perilaku responden dalam mengikuti program. Kesulitan dan kekhawatiran yang responden rasakan dalam membayar cicilan pinjaman SPP PNPM setiap bulannya sebagian besar disebabkan oleh himpitan ekonomi yang mereka hadapi. Keadaan tersebut memaksa para responden yang berperilaku tidak patuh, yaitu tidak memanfaatkan uang pinjaman untuk memodali usaha, membayar pinjaman dengan jumlah dan waktu yang sesuai dengan ketentuan. Mereka menggunakan uang pinjaman yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif dan tidak produktif. Akibatnya, mereka merasa kesulitan untuk membayar cicilan SPP PNPM pada tanggal jatuh tempo. Hal tersebutlah yang membuat mereka akhirnya berperilaku tidak patuh dalam mengikuti program SPP PNPM. Ikhtisar Hipotesa yang menyatakan diduga ada hubungan antara representasi sosial program dengan perilaku responden dalam mengikuti program diterima. Representasi sosial Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan ternyata memiliki hubungan dengan perilaku responden dalam mengikuti Program SPP PNPM. Representasi sosial Program SPP yang tidak baik, akan menyebabkan responden memiliki perilaku yang tidak patuh dalam mengikuti program. Sebaliknya, representasi sosial yang baik mengenai program akan membawa peserta kepada perilaku yang patuh terhadap program. Namun, faktor konteks nampaknya turut membentuk perilaku responden dalam mengikuti program.