HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu. Hak cipta 2015 BB-Pascapanen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl 2 terhadap Susut

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia dan

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

5.1 Total Bakteri Probiotik

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Tanaman jeruk di Indonesia ada yang tumbuh baik secara alami dan

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

BAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

PENGGUNAAN KALIUM PERMANGANAT UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH PEPAYA (Carica papaya L.,)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Noveria Sjafrina Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

PENGATURAN KEMASAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga

PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya, L.) IPB 1. Oleh: ADRIANA NITA KRISNA F

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Karakteristik mutu daging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4 Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

III. TINJAUAN PUSTAKA

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai

Transkripsi:

19 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Jeruk Keprok Madu Terigas Jeruk keprok madu Terigas dipanen pada umur 31 minggu SBM (setelah bunga mekar) di mana pada umur ini buah sudah tidak terlalu keras jika dipegang, bagian bawahnya agak empuk, dan bila dijentik dengan jari bunyinya tidak nyaring. Hasil analisis mutu jeruk keprok madu Terigas yang disajikan pada Tabel 2, menunjukkan karakteristik jeruk keprok madu Terigas sebelum diberikan perlakuan degreening dan merupakan data hari ke-0 pada semua perlakuan. Hasil analisis mutu dengan 3 ulangan menunjukkan bahwa warna jeruk keprok madu Terigas cenderung menampakkan warna hijau dengan nilai a* sebesar -12.31 dan nilai b* sebesar 24.21. Derajat kecerahan pada jeruk keprok madu Terigas juga cukup rendah yaitu 43.01. Rata-rata kekerasan pada jeruk keprok madu Terigas adalah 3.01 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa buah jeruk masih memiliki tekstur yang keras. Tabel 2 Hasil Analisis mutu jeruk keprok madu Terigas Komponen Rerata Derajat kecerahan (L*) 43.01 ± 1.89 Derajat warna hijau (a*) -12.31 ± 0.92 Derajat warna kuning (b*) 24.22 ± 2.39 Kekerasan (kgf) 3.01 ± 0.04 TPT ( o Brix) 9.76 ± 0.73 Vitamin C (mg/100g) 41.18 ± 11.42 Total klorofil (mg/l) 3.46 ± 0.15 Total karotenoid (mg/l) 0.03 ± 0.00 Kadar air (%) 92.36 ± 0.51 Diameter (cm) 6.83 ± 0.35 Kandungan rata-rata total padatan terlarut yaitu 9.76 o Brix, hal ini menggambarkan bahwa kandungan gula pada jeruk tersebut cukup tinggi dan buah memiliki rasa manis. Menurut Didik (2010), target mutu jeruk keprok madu Terigas untuk total padatan terlarut adalah sebesar 10 o Brix. Departemen Pertanian (2004), menambahkan bahwa buah jeruk siap dipanen bila kandungan jusnya 33 40%, dan nilai TPT nya 10-12 o Brix. Kandungan vitamin C jeruk keprok madu Terigas adalah sebesar 41.18 mg/100g. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropik (2012), menyatakan bahwa kandungan vitamin C dalam jeruk keprok madu Terigas adalah sebesar 32.27 mg/100g. Sedangkan

20 kadar vitamin C dalam jeruk keprok Batu adalah sebesar 38.21 mg/100 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan vitamin C yang dimiliki jeruk keprok memiliki kisaran yang sama. Total klorofil pada jeruk keprok madu Terigas adalah 3.46 mg/l, sedangkan total karotenoid adalah 0.03 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen warna hijau lebih besar dibandingkan pigmen warna kuning meskipun jeruk telah matang. Kadar air pada jeruk keprok madu Terigas cukup tinggi yaitu 92.36%. Menurut Varheij dan Coronel (1993), buah jeruk matang memiliki kadar air 77-92%. Diameter jeruk menunjukkan rerata 6.83 cm sehingga jeruk digolongkan pada grade A. Pengaruh Konsentrasi Etilen Terhadap Warna Buah Jeruk Penelitian pendahuluan degreening menggunakan jeruk Siam berwarna hijau dengan perlakuan konsentrasi etilen ternyata memiliki respon yang berbeda terhadap perubahan warna (Gambar 9, 10, dan 11). 70 65 kecerahan (L*) 60 55 50 45 40 0 2 4 6 hari ke - Gambar 9 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm (, 1500 ppm (, dan 2000 ppm ( ) terhadap perkembangan derajat kecerahan (L*) buah jeruk Siam setelah ditrigger selama 30 jam

21 Derajat warna hijau (a*) 15 10 5 0-5 -10-15 0 2 4 6 Hari ke- Gambar 10 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm (, 1500 ppm (, dan 2000 ppm ( ) terhadap derajat warna hijau (a*) buah jeruk Siam setelah ditrigger selama 30 jam derajat warna kuning (b*) 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 0 2 4 6 hari ke - Gambar 11 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm (, 1500 ppm (, dan 2000 ppm ( ) terhadap derajat warna kuning (b*) buah jeruk Siam setelah ditrigger selama 30 jam Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada hari ke 0, 2, 4, dan 6 didapat bahwa jeruk Siam tanpa perlakuan etilen memiliki kecerahan (L*), derajat warna hijau (a*) dan derajat warna kuning (b*) terendah dibandingkan dengan jeruk Siam dengan perlakuan konsentrasi etilen 1500 ppm dan 2000 ppm. Sedangkan jeruk Siam dengan perlakuan konsentrasi etilen 2000 ppm memiliki kecerahan, derajat warna hijau dan derajat warna kuning tertinggi di antara jeruk Siam dengan perlakuan yang lain. Namun perbedaan kecerahan (L*), derajat warna hijau (a*), dan derajat warna kuning (b*) antara konsentrasi etilen 1500 maupun 2000 ppm tidak berbeda nyata, sehingga ada kemungkinan konsentrasi etilen yang

22 Konsentrasi etilen (ppm) lebih rendah akan menghasilkan nilai L*, a*, dan b* yang tidak berbeda nyata pula dengan konsentrasi 1500 dan 2000 ppm. Oleh sebab itu range konsentrasi etilen pada penelitian utama menjadi 0, 1000, 1500, dan 2000 ppm. Perubahan warna yang terjadi pada jeruk lokal pada nilai kecerahan, derajat warna hijau dan kuning memiliki pola yang sama antara ketiga perlakuan yaitu semakin meningkat dari hari ke hari. Hal tersebut disebabkan karena telah terjadi degradasi warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning. Kitagawa et al. (2001), mengatakan bahwa dalam 3-4 hari setelah pemindahan jeruk dari tempat pemaparan etilen, degradasi klorofil terjadi. Proses Degreening Proses degreening merupakan proses perombakan atau degradasi klorofil disertai dengan sintesis karotenoid. Proses tersebut berimplikasi terhadap terjadinya perubahan warna buah di mana hilangnya klorofil dan terbentuknya karotenoid akan memperlihatkan warna kuning pada kulit buah (Pantastico 1986). Warna merupakan salah satu faktor penentu mutu dan kualitas buah-buahan. Perubahan warna pada buah seringkali dijadikan kriteria utama oleh konsumen dalam menentukan kematangannya. Pada jeruk, warna kuning cerah pada umumnya lebih disukai dan lebih menarik dibandingkan warna hijau walaupun seringkali jeruk yang telah matang tidak menunjukkan perubahan warna hijau menjadi kuning seragam. Perubahan warna hijau menjadi kuning pada jeruk yang matang dengan keadaan warna hijau harus dibantu dengan degreening. Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap warna jeruk keprok madu Terigas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap warna jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di udara terbuka Trigger time (jam) Keterangan : Total Klorofil (mg/l) Total Karotenaoid (µmol/l ) Parameter warna L* a* b* 0 10 0.85 ± 0.18 a 0.015 ± 0.001 a 50.99 ± 0.66 a -13.83 ± 0.74 a 40.12 ± 1.92 a 20 0.48 ± 0.66 a 0.009 ± 0.001 a 50.52 ± 0.31 a -11.34 ± 4.67 a 41.26 ± 3.46 a 30 0.82 ± 0.55 a 0.009 ± 0.002 a 57.97 ± 1.99 a -8.06 ± 2.32 a 50.95 ± 1.29 a 1000 10 0.57 ± 0.39 a 0.013 ± 0.001 a 61.26 ± 4.81 a -3.11 ± 5.80 a 54.64 ± 8.39 a 20 0.88 ± 0.30 a 0.012 ± 0.003 a 57.80 ± 4.09 a -3.77 ± 3,52 a 48.76 ± 6.69 a 30 0.21 ± 0.08 a 0.009 ± 0.001 a 70.59 ± 0.18 a 4.05 ± 1.21 a 63.97 ± 1.35 a 1500 10 0.82 ± 0.33 a 0.017 ± 0.002 a 59.20 ± 2.25 a -3.57± 4.37 a 45.06 ± 3.43 a 20 0.28 ± 0.23 a 0.012 ± 0.002 a 60.71 ± 3.13 a -3.59 ± 3.24 a 47.61 ± 1.18 a 30 0.23 ± 0.04 a 0.013 ± 0.000 a 66.18 ± 0.27 a 2.95 ± 0.78 a 58.88 ± 0.98 a 2000 10 0.61 ± 0.15 a 0.014 ± 0.004 a 63.18 ± 3.73 a -4.36 ± 3.79 a 52.99 ± 2.82 a 20 0.11 ± 0.01 a 0.016 ± 0.004 a 62.06 ± 4.92 a -4.63 ± 1.59 a 53.94± 7.85 a 30 0.10 ± 0.02 a 0.016 ± 0.004 a 64.02 ± 1.53 a 4.62 ± 0.24 a 58.19 ± 2.01 a Huruf yang sama dalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

23 Analisis statistik pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kecerahan, warna hijau, maupun kuning jeruk keprok madu Terigas, serta tidak berpengaruh pula terhadap kandungan klorofil dan karotenoid totalnya. Total Klorofil dan Karotenoid Kandungan klorofil pada kulit buah tidak hanya mempengaruhi fotosintesis, namun juga berperan dalam pewarnaan buah yang juga merupakan indeks kematangan buah yang penting. Grafik total klorofil jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen ditunjukkan pada Gambar 12a, dan grafik total karotenoid ditunjukkan oleh Gambar 12b. Total klorofil (mg/l) 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) (a) Total karotenoid (µmol/l) 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) (b) Gambar 12 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap (a) total klorofil dan (b) total karotenoid jeruk keprok madu Terigas dengan trigger time 30 jam pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang

24 Hasil penelitian yang direpresentasikan pada grafik Gambar 12a menunjukkan kecendrungan pola menurun. Semakin tinggi konsentrasi etilen menyebabkan kandungan total klorofil semakin menurun dan buah semakin kehilangan warna hijaunya. Hal ini menunjukkan penurunan klorofil total semakin meningkat dengan adanya perlakuan etilen. Senada dengan yang dinyatakan oleh Peng et al. (2013), bahwa kehilangan klorofil secara jelas ditingkatkan oleh adanya aplikasi etilen, meningkat selama 48-72 jam dan mencapai 70% dalam 72 jam setelah perlakuan. Di samping itu, perlakuan aplikasi etilen memicu peningkatan rasio klorofil a dan klorofil b. Shimokawa et al. (1988), menambahkan bahwa menurunnya kandungan klorofil pada buah yang diberi perlakuan etilen disebabkan oleh meningkatnya aktifitas enzim klorofilase dan menurunnya ukuran dan jumlah kloroplas pada kulit jeruk. Nilai kandungan klorofil terendah dicapai oleh perlakuan degreening dengan konsentrasi etilen 2000 ppm yaitu sebesar 0.10 mg/l, sedangkan kandungan klorofil tertinggi didapatkan oleh perlakuan degreening tanpa konsentrasi etilen (0 ppm) yaitu sebesar 0.82 mg/l.. Selama perkembangan buah jeruk, warna berubah dari hijau menjadi kuning atau merah yang berhubungan dengan berkurangnya kandungan klorofil dan bertambahnya karotenoid. Kandungan klorofil dapat pula dipengaruhi oleh biosintesis klorofil, interkonversi klorofi a dan b, dan juga degradasi (Tanaka dan Tanaka 2006). Selain itu, didapatkan bahwa kondisi ikatan klorofil juga mempengaruhi degradasi klorofil. Suhu ruang yang berkisar antara 25-30 o C dalam penyimpanan jeruk setelah trigger time tercapai turut mempercepat terjadinya degradasi klorofil di mana Cohen (1998) menyatakan bahwa degradasi klorofil akibat pemaparan etilen terjadi paling efektif pada suhu kurang lebih 30 o C. Hasil uji Anova pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa konsentrasi etilen maupun trigger time sama-sama berpengaruh nyata terhadap total klorofil jeruk keprok madu Terigas. Uji lanjut Duncan pada taraf 5% menunjukkan antara konsentrasi etilen 0, 1000, dan 1500 ppm tidak berbeda nyata, namun ketiga konsentrasi tersebut berbeda nyata dengan konsentrasi etilen 2000 ppm (Lampiran 20). Uji lanjut Duncan taraf 5% terhadap trigger time menunjukkan antara trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan trigger time 30 jam (Lampiran 21). Jeruk adalah sumber karotenoid yang kompleks dengan jumlah karotenoid terbesar yang ditemukan pada buah. Selama pemaparan, terjadi akumulasi karotenoid bersamaan dengan degradasi klorofil. Gambar 12b memperlihatkan kecendrungan peningkatan total karotenoid yang seiring dengan meningkatnya konsentrasi etilen. Semakin tinggi konsentrasi etilen menyebabkan kandungan total karotenoid semakin meningkat pula. Matsumoto et al. (2009), menyatakan bahwa perlakuan degreening menggunakan etilen dapat meningkatkan nilai karotenoid pada kulit jeruk Satsuma. Zhou et al. (2010), dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan total karotenoid jeruk Ponkan meningkat secara bertahap setelah jeruk didegreening menggunakan etilen. β kripoxantin dan β karoten meningkat secara terus-menerus selama penyimpanan, perubahan ini dipicu oleh perlakuan etilen.

25 Nilai kandungan total karotenoid terendah dicapai oleh perlakuan tanpa konsentrasi etilen (0 ppm) yaitu sebesar 0.009 µmol/l, sedangkan kandungan klorofil tertinggi didapatkan oleh perlakuan dengan konsentrasi etilen 2000 ppm yaitu sebesar 0.016 µmol/l. Hasil uji Anova menunjukkan trigger time berpengaruh nyata dan konsentrasi etilen berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan total karotenoid (Lampiran 22). Lebih jauh lagi dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5 % yang hasilnya menunjukkan bahwa antara perlakuan trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap trigger time 30 jam (Lampiran 24). Uji lanjut Duncan pada taraf 5% terhadap perlakuan konsentrasi etilen menunjukkan antara konsentrasi etilen 0 dan 1000 ppm tidak berbeda nyata, begitu pula antara konsentrasi 1500 dan 2000 ppm. Namun antara konsentrasi etilen 0 dan 1000 ppm dengan 1500 dan 2000 ppm memperlihatkan perbedaan yang nyata (Lampiran 23). Noack (2000) menyatakan bahwa proses pertama yang terjadi dalam degreening adalah proteolisis dari plastid stroma. Degreening terjadi akibat etilen mempercepat aktifitas enzim proteolitik, degenerasi lemak dari kloroplas dengan formasi tetes minyak di mana pigmen kuning (karotenoid) terlarut. Lebih lanjut lagi Roper dan Miller (2001) menyatakan bahwa proses degreening jeruk terjadi akibat etilen dan enzim menghidrolisis plastid stroma sehingga menyediakan zatzat yang dapat digunakan dalam respirasi. Hal tersebut menyebabkan klorofil tidak terlindung sehingga klorofil bertindak berdasarkan klorofilase dan dioksidasi oleh hidrogen peroksida dengan bantuan katalis besi(ii)hidroksida atau oleh besi(iii)hidroksida ditambah katalis kuprum(ii)diroksida. Reaksi tersebut menyebabkan klorofil terdegradasi dan karotenoid terakumulasi. Derajat Kecerahan (L*) Warna yang digunakan dinyatakan dari tingkat L*, di mana nilai L* menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik (putih, abu-abu, dan hitam). Derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 13. Derajat kecerahan (L*) pada kulit jeruk keprok madu Terigas cenderung membentuk pola yang sama yaitu meningkat dengan adanya perlakuan etilen. Nilai L berkisar antara 0-100 di mana 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih. Derajat kecerahan yang ditunjukkan pada Gambar 13 berkisar antara 50.91-70.59. Nilai L yang semakin besar menunjukkan bahwa warna buah semakin cerah sehingga terlihat semakin menarik. Derajat kecerahan tertinggi dicapai oleh perlakuan degreening dengan konsentrasi etilen sebesar 1000 ppm yaitu sebesar 70.59 dengan trigger time 30 jam.

26 80 Derajat kecerahan (L*) 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) 10 jam 20 jam 30 jam Gambar 13 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan perlakuan etilen nilai L* jauh lebih meningkat dibandingkan tanpa perlakuan etilen. Hal ini terlihat di mana pada trigger time 30 jam, pemberian etilen sebesar 1000 ppm dapat meningkatkan nilai L* sebesar 21.77% dari perlakuan tanpa etilen. Hasil uji Anova menunjukkan (Lampiran 32) bahwa konsentrasi etilen dan trigger time berpengaruh sangat nyata terhadap derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas. Uji lanjut Duncan pada taraf 5 % menunjukkan antara konsentrasi etilen 1000, 1500, dan 2000 ppm tidak berbeda nyata namun ketiga konsentrasi etilen tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm (Lampiran 33). Sedangkan uji lanjut Duncan taraf 5% untuk trigger time menunjukkan bahwa trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata namun kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap trigger time 30 jam (Lampiran 34). Barus (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian perlakuan etepon maupun etilen terhadap buah jeruk manis dapat menambah kecerahan warna buah. Perlakuan terbaik konsentrasi etilen adalah 1000 ppm dan trigger time terbaik yaitu selama 30 jam. Derajat Warna Hijau (a*) Buah-buahan yang berwarna hijau banyak mengandung klorofil karena kandungan klorofil jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan karotenoid atau pigmen-pigmen lainnya. Derajat warna hijau (a*) pada berbagai konsentrasi etilen ditunjukkan oleh Gambar 14. Derajat warna hijau (a*) 10 5 0-5 -10-15 -20 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) 10 jam 20 jam 30 jam Gambar 14 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat warna hijau jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang

27 Perlakuan etilen memberikan efek perubahan warna hijau pada jeruk keprok madu Terigas seperti terlihat pada Gambar 14 di mana perlakuan tanpa etilen memiliki nilai a* yang jauh lebih rendah dibandingkan perlakuan dengan konsentrasi etilen 1000, 1500, dan 2000 ppm, namun antara ketiga perlakuan tersebut menghasilkan derajat warna hijau yang tidak jauh berbeda. Derajat warna hijau (a*) jeruk semakin menuju nilai positif setelah mendapatkan perlakuan etilen. Semakin positif nilai a* maka warna hijau pada buah semakin menghilang dan berubah menjadi warna kuning. Setelah buah jeruk didegreening akan menyebabkan semakin berkurangnya warna hijau pada kulit buah dan berubah menjadi kuning. Menurut Pantastico (1986), proses biokimia dalam penguraian klorofil disebabkan oleh enzim klorofilase. Jeruk dengan perlakuan etilen memiliki nilai a* yang lebih cepat meningkat ke arah positif dibandingkan jeruk tanpa perlakuan etilen. Hal ini disebabkan etilen mempercepat degradasi klorofil dan mensintesis karotenoid sehingga warna hijau pada jeruk lebih cepat hilang dan digantikan oleh warna kuning. Ladaniya (2008), menyatakan bahwa pemberian etilen berarti menciptakan klimakterik buatan pada buah jeruk. Etilen berperan mengikat reseptor membentuk kompleks teraktivasi yang memicu reaksi primer, reaksi primer memulai reaksi rantai yang memodifikasi ekspresi gen termasuk di dalamnya sifat warna kulit buah jeruk. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1994), hilangnya warna hijau pada buah terjadi akibat adanya oksidasi atau penjenuhan terhadap ikatan rangkap molekul klorofil. Matto et al. (1986) dalam Pantastico (1986), menyatakan bahwa hilangnya klorofil pada kulit buah diakibatkan meningkatnya aktifitas klorofilase yang menguraikan klorofil menjadi bagian fitol dan inti profirin sehingga tidak berwarna hijau lagi. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa trigger time dalam proses degreening memberikan pengaruh terhadap derajat warna hijau yang dihasilkan. Trigger time 30 jam menghasilkan derajat warna hijau yang jauh lebih tinggi dibandingkan trigger time 10 dan 20 jam. Derajat warna hijau tertinggi dicapai oleh perlakuan konsentrasi etilen 2000 ppm dan trigger time 30 jam dengan nilai a* sebesar 4,624. Berdasarkan hasil uji Anova (lampiran 26) didapatkan bahwa konsentrasi etilen dan trigger time berpengaruh sangat nyata terhadap derajat warna hijau (a*) kulit jeruk keprok madu Terigas. Hasil uji tersebut kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% (lampiran 27) di mana didapatkan bahwa antara perlakuan konsentrasi etilen 1000, 1500, dan 2000 ppm tidak berbeda nyata sedangkan ketiga konsentrasi etilen tersebut berbeda nyata dengan perlakuan tanpa etilen (0 ppm). Hasil uji Duncan pada taraf 5% untuk trigger time memperlihatkan bahwa antara trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata namun keduanya berbeda nyata dengan trigger time 30 jam (Lampiran 28). Dari hasil uji Duncan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik untuk konsentrasi etilen adalah 1000 ppm dan perlakuan terbaik untuk lama pemaparan adalah 30 jam. Derajat Warna Kuning (b*) Derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas pada penelitian ini yang ditunjukkan oleh Gambar 15 cenderung mengalami peningkatan dengan adanya perlakuan etilen. Hal ini berarti etilen menyebabkan warna kuning pada jeruk semakin bertambah.1000 ppm etilen telah cukup meningkatkan derajat

28 warna kuning dibandingkan konsentrasi etilen 1500 dan 2000 ppm, hal ini dibuktikan dengan nilai b* yang lebih tinggi pada perlakuan 1000 ppm etilen dibandingkan perlakuan lainnya. 70 Derajat warna kuning (b*) 60 50 40 30 20 10 0 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) 10 jam 20 jam 30 jam Gambar 15 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat warna kuning jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang Etilen berfungsi merangsang degradasi klorofil dan membentuk karotenoid kulit buah jeruk. Pada penelitiannya tentang pembentukan warna kulit buah menggunakan etilen pada buah jeruk manis Shamouti, Cohen (1998) menambahkan bahwa pada awal pemberian perlakuan etilen warna kulit buah tampak kuning disebabkan karena hancurnya klorofil dan adanya karotenoid pada kulit buah, setelah tahap ini karotenoid mulai terakumulasi hingga kulit buah tampak jingga. Warna kuning pada jeruk keprok madu Terigas berasal dari pigmen karotenoid. Karotenoid merupakan golongan pigmen yang larut lipid dan terdapat pada buah (Harbourne 1987). Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu karoten (tanpa atom oksigen dalam molekulnya) dan xantofil (mempunyai atom oksigen dalam molekulnya). Beta karoten adalah anggota karoten yang paling banyak terdapat pada buah, pigmen ini umumnya menyebabkan warna jingga pada buah serta mempunyai peran penting sebagai pro-vitamin A, sedangkan warna kuning biasanya disebabkan oleh xantofil (Winarno 2002). Menurut Dwijoseputra (1990) dalam Syska (2006), warna kuning dan merah pada bahan hasil pertanian disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid, pembentukan senyawa karotenoid disebabkan oleh senyawa-senyawa yang dilepaskan pada proses degradasi klorofil. Gambar 15 menunjukkan bahwa trigger time juga mempengaruhi peningkatan nilai b* pada jeruk keprok madu Terigas, di mana 30 jam merupakan trigger time dengan derajat warna kuning tertinggi yaitu sebesar 63.97. Hasil uji Anova pada Lampiran 29, menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi etilen dan trigger time berpengaruh sangat nyata terhadap derajat warna kuning (b*) kulit jeruk keprok madu Terigas sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5

29 % (Lampiran 30). Uji menunjukkan bahwa antara konsentrasi etilen 1000 dan 2000 ppm tidak memiliki perbedaan yang nyata, namun kedua konsentrasi etilen tersebut berbeda nyata dengan perlakuan tanpa etilen (0 ppm) dan juga dengan perlakuan 1500 ppm etilen. Perlakuan 1500 ppm etilen juga berbeda nyata dengan perlakuan tanpa etilen. Hasil uji Duncan untuk trigger time (Lampiran 31) menunjukkan bahwa trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata, namun kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan trigger time 30 jam. Dari hasil uji Duncan pada taraf 5% tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik untuk konsentrasi etilen adalah 1000 ppm dan perlakuan terbaik untuk trigger time adalah 30 jam. o Hue Konsentrasi etilen (ppm) Hasil pengukuran nilai a* dan b* dikonversikan ke dalam satuan kromatik derajat Hue ( o hue). Nilai o hue mendeskripsikan warna murni dimana menunjukkan warna dominan dalam campuran beberapa warna. Hasil pengukuran nilai o hue ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan perubahan o hue jeruk keprok madu Terigas dengan trigger time 30 jam o hue Hari ke 0 2 4 6 Warna o hue Warna o hue Warna o hue Warna 0-58.52 ± 0.17 hijau -71.27 ± 2.58 hijau -81.01 ± 2.85 hijau -81.65 ± 3.58 hijau 1000-58.52 ± 0.17 hijau -83.50 ± 3.90 hijau 86.37 ± 4.04 kuning 87.57 ± 1.96 kuning 1500-58.52 ± 0.17 hijau -82.51 ± 0.79 hijau 87.13 ± 3.08 kuning 88.30 ± 2.97 kuning 2000-58.52 ± 0.17 hijau -84.00 ± 1.83 hijau 85.46 ± 2.90 kuning 89.44 ± 3.05 kuning Tabel 4 menunjukkan bahwa hingga hari kedua pemaparan pada suhu ruang, nilai o hue negatif yang menandakan jeruk masih berwarna hijau pada seluruh perlakuan etilen baik konsentrasi 0, 1000, 1500, maupun 2000 ppm. Namun nilai o hue mulai positif pada hari keempat pemaparan pada suhu ruang khususnya pada perlakuan 1000, 1500, dan 2000 ppm. Perlakuan etilen menstimulasi perubahan warna jeruk keprok madu Terigas dari hijau menjadi kuning yang mulai terjadi pada hari keempat pemaparan pada suhu ruang. Nilai o hue berkisar antara -58.52-89.44. Nilai o hue terendah terjadi di hari ke-0 pada seluruh perlakuan dan yang tertinggi terjadi di hari ke-6 pada perlakuan konsentrasi 2000 ppm. Menurut Purvis (2000), klorofilase yang mengkatalis reaksi hidrolisis klorofil in vitro secara drastis meningkat ketika jeruk diekspos dengan etilen. Selain itu struktur internal kloroplas terpecah selama degreening dengan etilen. Aktifitas peningkatan klorofilase tertinggi muncul antara 24 dan 48 jam pemaparan dengan etilen. Perubahan struktur dalam sel epicarp jeruk selama pemaparan etilen terbatas kepada kloroplas. Kloroplas pada buah yang berwarna hijau memiliki sistem grana yang luas. Membran tilakoid bahkan padat dan memiliki ruang yang ketat merata. Perubahan struktur tidak nyata setelah 24 jam pemaparan dengan etilen, namun setelah 48 jam kebanyakan grana menghilang. Stroma lamela yang berkonsentrasi di sekitar pinggiran kloroplas merupakan

30 klorofil terakhir yang berisi membran yang menghilang. Setelah 48 jam pemaparan etilen, membran melebar dan menjadi ruang yang tidak beraturan. Setelah 72 jam, hanya beberapa kloroplas dalam jeruk yang diberi perlakuan etilen yang berisi struktur membran yang teratur. Dispersi membran berkembang hingga ke vesikula. Plastoglobuli dengan intensitas pewarnaan yang berbeda juga terakumulasi dan beberapa di antaranya sering terlihat mengekstrusi dari kloroplas ke sitoplasma dan vakuola. Tabel 5 Perkembangan perubahan warna jeruk keprok madu Terigas dengan trigger time 30 jam Konsentrasi etilen (ppm) Hari ke 0 2 4 6 0 1000 1500 2000

31 Perubahan Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia jeruk berhubungan dengan proses pematangan jeruk baik pematangan yang berhubungan dengen proses dalam jaringan kulit, maupun proses pematangan internal dalam daging buah. Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap sifat fisikokimia jeruk keprok madu Terigas ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap sifat fisikokimia jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di udara terbuka Konsentrasi etilen (ppm) Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Analisis statistik pada tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisikokimia jeruk keprok madu Terigas. Kadar Air Jus Trigger time (jam) Kadar Air (%) Kekerasan (kgf) TPT ( O Brix) Vitamin C (mg/100g) 0 10 90.2±0.8 a 2.21±0.13 a 10.4±1.3 a 35.90±4.84 a 20 90.7±1.2 a 2.40±0.35 a 9.8±2.0 a 44.35±15.84 a 30 90.7±0.8 a 2.29±0.24 a 9.8±0.8 a 32.73±1.83 a 1000 10 90.1±0.4 a 2.40±0.43 a 10.7±0.3 a 34.85±3.17 a 20 90.8±0.7 a 2.30±0.22 a 9.0±1.4 a 38.02±3.17 a 30 90.9±0.6 a 2.33±0.30 a 8.8±0.7 a 31.68±3.17 a 1500 10 90.3±0.1 a 1.83±0.65 a 10.8±0.2 a 32.73±3.66 a 20 90.9±0.1 a 2.13±0.15 a 10.2±1.0 a 47.52±13.81 a 30 90.6±0.8 a 2.16±0.28 a 9,9±0.8 a 30.62±3.66 a 2000 10 91.7±0.7 a 2.26±0.44 a 9.6±1.2 a 31.68±12.67 a 20 90.7±0.3 a 2.30±0.39 a 10.3±0.3 a 31.68±3.17 a 30 91.5±0.1 a 2.18±0.29 a 9.4±0.6 a 35.90±6.59 a Kadar air dalam buah erat hubungannya dengan kegiatan pascapanen terutama penyimpanan. Kadar air pada suatu bahan alam sangat menentukan mutu organoleptiknya, terutama rasa dan keempukannya. Pengaruh konsentrasi etilen terhadap kadar air jeruk keprok madu Terigas ditunjukkan pada Gambar 16.

32 93 92 91 90 89 10 jam 20 jam 30 jam 88 87 0 1000 1500 2000 Gambar 16 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap kadar air jus jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang Gambar 16 menunjukkan terjadi peningkatan kadar air dengan semakin tingginya konsentrasi etilen. Diduga hal ini terjadi akibat meningkatnya kadar jus selama trigger time. Menurut Mazumdar dan Bhatt (1996), perlakuan etilen dapat meningkatkan kadar gula dan jus pada jeruk. Konsentrasi etilen 2000 ppm merupakan perlakuan dengan kadar air jeruk keprok madu Terigas tertinggi, sedangkan perlakuan tanpa konsentrasi etilen merupakan perlakuan dengan kadar air terendah. Berbeda halnya dengan pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kadar air jeruk (Gambar 17), di mana terjadi penurunan kadar air akibat adanya penyimpanan/pemaparan di suhu ruang, meskipun perbedaan kadar air pada semua perlakuan tidak signifikan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Pangestuti et al. (2008), bahwa kandungan air buah jeruk semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan pada semua umur petik. 100 Kadar air (%) 95 90 85 80 0 2 4 6 Hari ke- 0 ppm 1000 ppm 1500 ppm 2000 ppm Gambar 17 Pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kadar air jus jeruk keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen 0 ppm ( ppm ( ), 1500 ppm ( dan 2000 ppm ( ) dengan trigger time 30 jam

33 Buah jeruk merupakan buah non klimakterik sehingga dipanen pada saat matang. Setelah dipetik buah jeruk masih melakukan respirasi meskipun laju respirasinya rendah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995), jeruk tergolong buah yang laju respirasinya rendah yaitu 5-10 mg CO 2 /kg-jam. Proses respirasi yang lambat ini menyebabkan jeruk dapat mempertahankan kadar airnya. Meskipun terjadi peningkatan kadar air pada jeruk keprok madu Terigas dengan adanya perlakuan etilen, dan penurunan kadar air jeruk akibat penyimpanan/pemaparan di suhu ruang, namun kadar air jeruk masih berada pada batas normal dan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Rerata kadar air awal jeruk keprok madu Terigas adalah 92,36%, sedangkan kadar air jeruk setelah degreening berkisar antara 90%-92%. Menurut Varheij dan Coronel (1992), buah jeruk matang memiliki kadar air 77-92%. Hasil uji Anova (Lampiran 25) menunjukkan bahwa konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air jeruk keprok madu Terigas sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Menurut Ladaniya (1998), persentase jus antara jeruk dengan maupun tanpa perlakuan etilen tidak berbeda nyata. Perlakuan etilen tidak berpengaruh terhadap komposisi internal jeruk kecuali kandungan asam tertitrasi. Kekerasan Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu yang penting pada buah. Biasanya perubahan tekstur yang terjadi pada produk hortikultura selama penyimpanan adalah menurunnya tingkat kekerasan sehingga menjadi lunak. Selama pemaparan pada suhu ruang setelah trigger time tercapai, kekerasan jeruk keprok madu Terigas mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh degradasi hemiselulosa dan pektin menjadi asam pektin yang larut dalam air (Muchtadi 1996). Kekerasan jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen dapat dilihat pada Gambar 18. 4 Kekerasan (kgf) 3 2 1 0 0 2 4 6 Hari ke- Gambar 18 Pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kekerasan jeruk keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen 0 ppm ( dan 2000 ppm ( ) dengan trigger time 10 jam

34 Gambar 18 menunjukkan bahwa kekerasan jeruk keprok madu Terigas semakin menurun selama pemaparan di suhu ruang selama 6 hari, dimulai dari hari kedua hingga hari keenam. Baik jeruk tanpa perlakuan etilen maupun dengan perlakuan etilen memperlihatkan penurunan kekerasan yang relatif sama. Penurunan kekerasan jeruk keprok madu Terigas setelah degreening pada perlakuan kontrol (0 ppm) adalah sebesar 1.13 kgf, 1000 ppm sebesar 1.37 kgf, 1500 ppm sebesar 1.17, dan 2000 ppm etilen adalah sebesar 1.18 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan etilen tidak berpengaruh terhadap kekerasan jeruk. Tucker et al. (1993) mengatakan bahwa perubahan tekstur menjadi lunak pada kebanyakan buah salah satunya dapat disebabkan oleh mekanisme kehilangan tekanan turgor. Kehilangan tekanan turgor sebagian besar merupakan proses non-fisiologis yang berhubungan dengan dehidrasi buah pascapanen. Selain itu, penurunan nilai kekerasan terjadi karena proses pemecahan polimer karbohidrat khususnya pektin dan hemiselulosa, melemahkan sel dan gaya kohesif yang mengikat sel bersama-sama. Laju degradasi senyawa pektin ini secara langsung berhubungan dengan laju pelunakan buah (Santoso dan Purwoko 1995). Pelunakan buah diakibatkan pemecahan komponen dinding sel, penurunan zat-zat pektin pada jeruk terjadi selama perkembangan buah. Zat-zat tersebut terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat, pektin, dan asam-asam pektat (Huber 1993). Menurunnya seluruh zat-zat pektat mengakibatkan kekerasan buah berkurang dan buah menjadi lunak (Pantastico 1986). Hasil uji Anova (Lampiran 16), menyatakan bahwa konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan jeruk keprok madu Terigas. Menurut Ladaniya (2008), kekerasan jeruk dengan perlakuan degreening dan tanpa degreening tidak berbeda nyata. Total Padatan Terlarut Bagian terbesar dari total padatan terlarut dalam buah adalah kandungan gula, sehingga banyaknya total padatan terlarut yang terukur merupakan banyaknya kandungan gula total pada buah jeruk. Grafik pada Gambar 19 menunjukkan pola TPT yang meningkat hampir pada seluruh perlakuan, hal ini berarti telah terjadi kenaikan derajat TPT yang mewakili tingkat kemanisan jeruk keprok madu Terigas. Hasil tersebut sejalan dengan pernyataan Mazumdar dan Bhatt (1996) dalam penelitiannya bahwa perlakuan etilen dapat meningkatkan TPT dalam jeruk, meskipun peningkatannya tidak berbeda nyata baik pada jeruk dengan maupun tanpa perlakuan etilen. Nilai TPT tertinggi dicapai oleh jeruk yang diberi perlakuan 1500 ppm dan trigger time 10 jam 10.86 o Brix. Sedangkan nilai TPT terendah dicapai oleh jeruk dengan perlakuan konsentrasi etilen sebesar 1000 ppm dan trigger time 30 jam yaitu sebesar 8.80 o Brix. Muchtadi dan Sugiyono (1994), menyatakan bahwa bila pati terhidrolisis maka akan terbentuk glukosa sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Kenaikan TPT terjadi karena karbohidrat terhidrolisis menjadi senyawa glukosa dan fruktosa, sedangkan penurunan TPT terjadi karena kadar gula sederhana mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehid, dan asam (Winarno 2002).

35 TPT akan meningkat dengan cepat ketika buah mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan terjadinya hidrolisa pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air. Selanjutnya dalam proses penuaan semakin berlanjut penurunan TPT, hal ini dikarenakan hidrolisa pati sudah sedikit sekali sedangkan respirasi meningkat dan sintesa asam yang mendegradasi gula tetap berlangsung (Pantastico 1986) TPT ( o Brix) 14 12 10 8 6 4 2 0 Gambar 19 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap TPT jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang Hasil uji Anova (Lampiran 17) menunjukkan bahwa konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap TPT jeruk keprok madu Terigas. Hal ini berarti proses degreening dengan etilen tidak mempengaruhi kemanisan yang terkandung dalam jeruk. Menurut Mayuoni et al. (2011), degreening menggunakan etilen meningkatkan respirasi dan produksi etilen pada berbagai spesies jeruk yang mengindikasikan kemungkinan aktifasi proses metabolik dalam buah, namun ternyata evaluasi lebih lanjut menemukan bahwa pemaparan etilen pada proses degreening tidak mempengaruhi total padatan terlarut dan tingkat keasaman pada jus jeruk Navel dan Satsuma. Ditambahkan lagi oleh Chaudary et al. (2008) bahwa degreening dengan etilen tidak memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat total padatan terlarut pada Star Ruby Grapefruit. Vitamin C Jus 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) 10 jam 20 jam 30 jam Vitamin C atau asam askorbat merupakan faktor kualitas nutrisi terpenting pada buah jeruk. Kandungan vitamin C dalam buah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya perbedaan genotipe, kondisi iklim tempat tumbuh buah, perlakuan selama di kebun, kematangan dan metode pemanenan, serta prosedur penanganan pasca panen. Kandungan vitamin C jeruk keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 20.

36 Vitamin C (mg/100g) 60 55 50 45 40 35 30 25 20 0 2 4 6 Hari ke- Gambar 20 Pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kandungan vitamin C jus jeruk keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen 0 ppm ( ppm ( ), 1500 ppm ( dan 2000 ppm ( ) dengan trigger time 30 jam Pola yang terbentuk pada Gambar 20 menunjukkan semakin lama pemaparan jeruk pada suhu ruang setelah trigger time tercapai, maka kandungan vitamin C akan semakin menurun. Kandungan vitamin C pada jeruk keprok madu Terigas dengan perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm dan 2000 ppm cenderung mengalami penurunan angka yang relatif sama, hal ini berarti konsentrasi etilen tidak mempengaruhi kandungan vitamin C dalam jeruk. Penurunan kandungan vitamin C yang terjadi diakibatkan terjadinya degradasi selama pemaparan pada suhu ruang. Menurut Muchtadi (1996), vitamin C atau asam askorbat sangat sensitif terhadap berbagai macam bentuk degradasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme degradasi meliputi suhu, ph, oksigen, enzim, katalis logam, konsentrasi awal asam askorbat, serta perbandingan asam askorbat dan asam dehidroaskorbat. Ditambahkan lagi olehnya bahwa selama penyimpanan bahan pangan hasil pertanian akan mengalami perubahan sebagai akibat dari pengaruh luar dan pengaruh dari dalam bahan pangan itu sendiri. Pengaruh dari luar dapat berupa faktor mekanis dan suhu, sedangkan faktor dari dalam dapat berupa kerusakan kimiawi seperti reaksi enzimatis dan non enzimatis. Rerata kandungan vitamin C jeruk tanpa perlakuan etilen, 1000 ppm, dan 1500 ppm etilen (40.13 mg/100g) pada hari kedua pemaparan suhu ruang lebih tinggi dibandingkan jeruk dengan perlakuan konsentrasi etilen 2000 ppm (36.96 mg/100 g). Namun pada hari ke-4 dan ke-6, vitamin C jeruk dengan perlakuan konsentrasi etilen 2000 ppm (35.90 dan 30.62 mg/100 g) lebih tinggi dibandingkan jeruk tanpa perlakuan etilen (32.73 dan 28.51 mg/100 g), 1000 ppm etilen (31.68 dan 32.73 mg/100 g), serta 1500 ppm etilen (30.62 dan 31.68 mg/100 g).

37 Hasil analisis Anova (Lampiran 18) menunjukkan bahwa konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap vitamin C jeruk keprok madu Terigas. Hal ini didukung oleh pernyataan Mayuoni et al. (2011), bahwa tidak ditemukan perubahan tingkat kandungan vitamin C yang berarti pada jeruk Satsuma baik yang kontrol (tanpa perlakuan etilen) maupun jeruk Satsuma dengan perlakuan degreening. Chaudary et al. (2008), menambahkan lagi bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara buah Star Ruby Grapefruit yang didegreening maupun yang tidak didegreening pada hari ke 0, 7, 21, 28, dan 35 penyimpanan terhadap vitamin C, bahkan pada akhir masa penyimpanan buah yang didegreening maupun tidak memiliki tingkat kandungan vitamin C yang sama. Etilen membantu hidrolisa stroma plastid dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk respirasi di mana klorofil tidak terlindungi dan terhidrolisa oleh enzim klorofilase, selanjutnya diioksidasi oleh hidrogen peroksida dengan bantuan besi(ii)hidroksida sebagai katalisator, namun aktifitas hidrolisa tersebut hanya terjadi pada lapisan sub epidermis jeruk sehingga mutu internal jeruk tidak terpengaruh (Roper dan Miller 2001). Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu fisik dan sensori buah jeruk. Uji organoleptik dilakukan oleh 25 panelis tidak terlatih dengan metode Hedonic Scale Scoring yang meliputi warna kulit, kemanisan, tekstur, dan aroma jeruk keprok madu Terigas. Warna Kulit Warna kulit buah merupakan indikator utama bagi konsumen dalam menilai mutu buah yang akan dibeli. Perubahan warna kulit jeruk dari hijau menjadi kuning merupakan suatu daya tarik bagi buah tersebut, sehingga warna kulit menjadi salah satu faktor yang menentukan penerimaan konsumen. Nilai kesukaan panelis terhadap warna disajikan pada grafik Gambar 21. Hasil uji organoleptik terhadap warna kulit jeruk keprok madu Terigas menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk pada seluruh perlakuan bervariasi. Nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk setelah degreening berkisar antara 2.56-3.46. Nilai kesukaan panelis tertinggi dicapai oleh jeruk dengan perlakuan konsentrasi 2000 ppm dan trigger time 20 jam, sedangkan nilai kesukaan panelis terendah didapatkan oleh jeruk dengan perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm dan trigger time 30 jam.

38 Nilai kesukaan 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen 10 jam 20 jam 30 jam Gambar 21 Nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen Hasil uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 46 menunjukkan bahwa KW warna: 26.411 dan chi kuadrat: 19.675, karena KW> x 2 0.05 (11) yaitu 26.411>19.675 maka perlakuan konsentrasi etilen dan trigger time mempengaruhi nilai kesukaan panelis terhadap warna. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan warna menjadi lebih menarik akibat perlakuan degreening. Degreening mempercepat perkembangan warna jeruk yang menjadikannya jauh lebih menarik dengan warna kulit kuning atau merah (Chaudary et al. 2012) Kemanisan Kemanisan merupakan salah satu atribut sensori yang berhubungan dengan flavor. Seringkali komoditi hortikultura khususnya buah dinilai dari rasa manisnya, sehingga rasa manis dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas suatu jenis buah. Hasil uji organoleptik kesukaan panelis terhadap kemanisan jeruk keprok madu Terigas dipresentasikan pada Gambar 22. 4.5 Nilai kesukaan 3.5 2.5 1.5 0.5 10 jam 20 jam 30 jam -0.5 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) Gambar 22 Nilai kesukaan panelis terhadap kemanisan jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen

39 Hasil uji organoleptik terhadap kemanisan jeruk keprok madu Terigas menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap kemanisan jeruk pada seluruh perlakuan sangat fluktuatif. Nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk setelah degreening berkisar antara 2.76-3.48. Nilai kesukaan panelis tertinggi dicapai oleh jeruk dengan perlakuan konsentrasi 2000 ppm dan trigger time 30 jam, sedangkan nilai kesukaan panelis terendah didapatkan oleh jeruk dengan perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm dan trigger time 10 jam dan perlakuan dengan konsentrasi etilen 1000 ppm dan trigger time 30 jam. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 47 didapatkan nilai KW kemanisan: 14.515 dan chi kuadrat: 19.675, karena KW <x 2 0.05 (11) yaitu 14.515<19.675 maka perlakuan konsentrasi etilen dan trigger time tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap kemanisan jeruk keprok madu Terigas. Menurut Chaudary et al. (2012), degreening menggunakan etilen tidak mempengaruhi rasa Star Ruby Grapefruit. Degreening menggunakan etilen juga tidak menyebabkan buah terlewat matang dan tidak menimbulkan sensasi off flavour, serta bahkan sama sekali tidak menyebabkan rasa pahit. Mayuoni et al. (2011) menambahkan bahwa degreening menggunakan etilen tidak memberikan pengaruh terhadap rasa jeruk dan grapefruit. Tekstur Pada buah jeruk, kemudahan dalam mengupas kulitnya adalah faktor yang penting yang mempengaruhi kenyamanan dalam mengonsumsi. Pada jeruk yang memiliki tekstur kulit yang keras seperti Hassaku, Navel, dan Grapefruit, kulit harus dikupas dengan pisau, sedangkan kulit jeruk yang lembut seperti Satsuma dan Clementine dapat dengan mudah dikupas. Kekerasan atau tekstur merupakan karakteristik yang penting selama memakan jeruk. Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur jeruk keprok madu Terigas dengan perlakuan degreening disajikan pada Gambar 23. Nilai kesukaan 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) 10 jam 20 jam 30 jam Gambar 23 Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen

40 Grafik pada Gambar 23 menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap tekstur jeruk keprok madu Terigas setelah mendapat perlakuan degreening berkisar antara 2.76-3.52. Nilai kesukaan panelis tertinggi didapatkan oleh perlakuan degreening dengan konsentrasi etilen 2000 ppm dan trigger time 30 jam, sedangkan nilai kesukaan panelis terendah didapatkan oleh perlakuan dengan konsentrasi etilen 1000 ppm dan trigger time 20 jam. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 48 didapatkan nilai KW tekstur: 9.411 dan chi kuadrat: 19.675, karena KW <x 2 0,05 (11) yaitu 9.411<19.675 maka perlakuan konsentrasi etilen dan trigger time tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur jeruk keprok madu Terigas. Menurut Barus (1986), jeruk yang diberi perlakuan degreening tidak menyebabkan perbedaan kekerasan buah secara nyata. Ladaniya (2008), menyatakan bahwa perlakuan degreening menggunakan etilen tidak menyebabkan pengaruh yang nyata terhadap kualitas buah jeruk termasuk salah satunya tekstur atau kekerasan. Aroma Aroma seperti halnya rasa, warna, dan tekstur adalah salah satu faktor penting penentu kualitas pada buah jeruk. Seringkali aroma dikaitkan dengan zatzat volatil yang terkandung di dalamnya. Zat-zat volatil aroma pada jeruk mandarin dan grapefruit telah diteliti dan lebih dari 300 zat volatil aroma ditemukan. Aroma jeruk terbentuk oleh komponen campuran seperti monoterpen, sesquiterpen, alkohol, aldehid, asam, ester, keton, dan lain-lain. Pada penelitian ini aroma jeruk dinilai oleh 25 panelis dengan nilai kesukaan (Gambar 24). Nilai kesukaan 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1000 1500 2000 Konsentrasi etilen (ppm) 10 jam 20 jam 30 jam Gambar 24 Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen Hasil uji organoleptik yang ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 24 sangat bervariasi dan fluktuatif. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jeruk keprok madu Terigas berkisar antara 3.04-3.56. Nilai kesukaan tertinggi dicapai oleh perlakuan degreening dengan konsentrasi etilen 2000 ppm dan trigger time 30

41 jam, sedangkan nilai kesukaan terendah didapatkan oleh perlakuan dengan konsentrasi etilen 1000 ppm dan trigger time 20 jam. Hasil uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 49 didapat nilai KW aroma:-77.527 dan chi kuadrat: 19.675, karena KW <x 2 0.05 (11) yaitu -77.527<19.675 maka perlakuan konsentrasi etilen dan trigger time tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma jeruk keprok madu Terigas. Pada penelitiannya Mayuoni et al. (2011) mendapatkan bahwa degreening menggunakan etilen hanya memiliki sedikit sekali pengaruh terhadap zat volatil aroma jeruk. Contohnya, pemaparan dengan etilen pada jeruk Navel mengurangi kandungan dua zat volatil aldehid, dan meningkatkan tiga derivat karvon zat volatil. Chaudary et al. (2012) juga menyatakan bahwa degreening Star Ruby grapefruit menggunakan etilen tidak memiliki pengaruh terhadap bau dan rasa buah. Penentuan Perlakuan Terbaik Berdasarkan proses degreening, perubahan sifat fisikokimia dan sensori jeruk keprok madu Terigas, dilakukan analisis penentuan perlakuan terbaik dengan uji indeks efektivitas (De Garmo et al. 1984). Hasil uji indeks evektifitas dinyatakan dengan nilai perlakuan yang ditunjukkan pada Tabel 7. Perlakuan dengan nilai tertinggi adalah perlakuan konsentrasi etilen 1000 ppm dengan trigger time 30 jam dengan nilai perlakuan sebesar 0.77. Sehingga dapat ditentukan bahwa perlakuan terbaik adalah perlakuan konsentrasi etilen 1000 ppm dengan trigger time 30 jam. Perubahan warna jeruk dari hijau menjadi kuning merata sudah dapat dilihat pada hari keempat pemaparan di suhu ruang. Kitagawa et al (2001) Setelah 3-4 hari pemindahan jeruk dari tempat pemaparan etilen maka degradasi klorofil mulai terjadi. Kitagawa et al. (2001), menyatakan bahwa hasil degreening jeruk Satsuma dengan konsentrasi etilen 500-1000 ppm sudah sangat memuaskan, ditambahkannya lagi bahwa konsentrasi 1000 ppm etilen merupakan konsentrasi optimum dalam proses degreening, konsentrasi etilen lebih dari itu tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap warna jeruk jika dibandingkan dengan konsentrasi 1000 ppm etilen. Hal tersebut disebabkan aktifitas enzim klorofilase telah bekerja maksimal dengan stimulan 1000 ppm etilen di mana aktifitas klorofilase yang meningkat akan mempercepat penguraian klorofil. Enzim klorofilase menginisiasi katabolisme klorofil untuk membentuk klorofilide dan pada akhirnya mengakumulasi pigmen warna lain seperti karotenoid (Shimokawa et al. 1998). Trigger time 30 jam merupakan trigger time terbaik dibandingkan trigger time 10 dan 20 jam. Hal tersebut disebabkan jeruk terpapar etilen dalam waktu yang cukup lama pada trigger time 30 jam. Menurut Sdiri et al. (2012), semakin lama jeruk terpapar oleh etilen maka warna jeruk akan semakin cepat berubah dari hijau menjadi kuning. Lamanya jeruk terpapar etilen memberikan waktu bagi etilen untuk menstimulasi aktifitas enzim klorofilase yang berperan dalam penguraian klorofil.

42 Tabel 7 Nilai perlakuan jeruk keprok madu Terigas Variabel 0 ppm & 10 jam 0 ppm & 20 jam 0 ppm & 30 jam 1000 ppm & 10 jam 1000 ppm & 20 jam Nilai perlakuan 1000 1500 ppm & ppm & 30 jam 10 jam 1500 ppm & 20 jam 1500 ppm & 30 jam 2000 ppm & 10 jam 2000 ppm & 20 jam 2000 ppm & 30 jam b* 0.00 0.05 0.01 0.10 0.08 0.16 0.09 0.14 0.14 0.06 0.05 0.13 karotenoid 0.12 0.08 0.16 0.10 0.11 0.10 0.15 0.12 0.07 0.00 0.06 0.10 L* 0.00 0.04 0.01 0.08 0.06 0.14 0.08 0.13 0.13 0.06 0.06 0.12 vitamin C 0.03 0.00 0.00 0.13 0.00 0.02 0.04 0.03 0.01 0.02 0.07 0.01 TPT 0.05 0.05 0.03 0.11 0.08 0.10 0.07 0.03 0.07 0.09 0.00 0.05 kekerasan 0.02 0.03 0.04 0.10 0.02 0.08 0.03 0.06 0.04 0.04 0.06 0.00 kadar air 0.00 0.04 0.08 0.02 0.05 0.03 0.02 0.08 0.04 0.08 0.03 0.06 a* 0.00 0.01 0.02 0.05 0.05 0.06 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 klorofil 0.01 0.04 0.00 0.01 0.04 0.06 0.02 0.03 0.06 0.04 0.06 0.04 Total 0.24 0.35 0.36 0.70 0.49 0.77 0.56 0.67 0.62 0.44 0.44 0.56