BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

dokumen-dokumen yang mirip
Sleep Disorder and Associated Factors in Children with Epilepsy

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL PENYANDANG EPILEPSI DI POLIKLINIK SARAF RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 MEI 2014

BAB 1. PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ada, maupun timbulnya perubahan karena unsur-unsur yang baru. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

BAB IV METODE PENILITIAN. Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan kejadian klinis sementara yang dihasilkan oleh aktifitas neuron otak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Insidensi penyakit gagal ginjal kronik semakin. meningkat dengan sangat cepat. Hal ini tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Data dari World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2015

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. struktur dimana individu mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap kualitas hidup anak, termasuk pada anak dengan Leukemia Limfoblastik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ditimbulkan sesuai dengan etiologi yang terjadi (Pinzon, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. serta menghindari terlelapnya seseorang secara tidak sengaja selama periode terjaga

BAB 1 PENDAHULUAN. (American Academy of Pediatrics, 2008). Penyebab demam pada pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. membantu mengontrol kadar gula darah. Menurut Cunha., et al, (2008) bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami peningkatan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kejang demam merupakan jenis kejang pada anak-anak yang paling sering

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, tidak

Sarah Youna Moniung Rolly Rondonuwu Yolanda B. Bataha

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas pada semua kelompok usia di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya (National Cancer Institute,

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pada batita merupakan kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang optimal yang seharusnya

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% diantaranya adalah gangguan kesulitan bernapas saat tidur (obstructive sleep apneu syndrome: OSAS) (Owens, 2008). Prevalensi gangguan tidur semakin meningkat pada anak-anak dengan penyakit kronis, seperti asma, epilepsi, diabetes, penyakit jantung bawaan dan gangguan neuropsikiatri lainnya (Hysing et al., 2009). Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologi yang paling sering dijumpai. Berdasarkan data WHO tahun 2005, diseluruh dunia diperkirakan hampir 45 juta orang terdiagnosis epilepsi, dimana 10,5 juta diantaranya terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun atau 25% dari populasi epilepsi global (Guerrini dan Maris., 2006). Epilepsi menyumbang 1% dari seluruh beban penyakit di dunia. Setiap tahunnya, rata-rata terdapat 24 53 kasus baru setiap 100.000 penduduk (Prilipko et al., 2005). Pada penelitian metaanalisis epidemiologi Ngugi et al (2010) 2,4 juta orang terdiagnosis epilepsi setiap tahunnya. Prevalensi epilepsi di negara maju 30 50 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan prevalensi ini meningkat dua kali di negara miskin dan berkembang (Ngugi et al., 2010). Insiden di negara berkembang cukup tinggi, yaitu 49,3 190 kasus per 100.000 penduduk. Tingginya kasus baru di negara berkembang diduga berhubungan dengan penyakit lain, yaitu neurocysticercosis, HIV, trauma, fasilitas kesehatan 1

2 yang bervariasi, morbiditas perinatal dan kosanguinitas (Ngugi et al., 2010; Prilipko et al., 2005; Singh and Trevick, 2016). Penelitian berbasis populasi mendapatkan insiden tahunan epilepsi pada masa kanak-kanak 61-124 per 100.000 di negara-negara sedang berkembang dan 41-50 per 100.000 di negaranegara maju (Guerrini dan Maris., 2006). Jumlah penderita epilepsi di Indonesia sekitar 700.000-1.400.000, setiap tahun kasus epilepsi bertambah 70.000 kasus dan diperkirakan 40-50% merupakan kasus epilepsi pada anak (Harsono., 2006). Berdasarkan data di Instalasi catatan medis RSUP Dr. Sardjito tahun 2014 2016, jumlah penderita epilepsi anak dan dewasa 1329 pasien. Pada tahun 2014 jumlah penderita epilepsi anak 611 pasien, tahun 2015 terdapat 404 anak dan pada tahun 2016 terdapat 314 pasien. Belum ada data mengenai gangguan tidur pada anak Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang sering mempunyai komorbid neurobehavioral terkait dengan masalah psikiatri, kognitif maupun sosial. Gangguan tidur sering terjadi pada pasien epilepsi (Owens., 2008; Wirrell et al., 2005; Yazdi et al., 2013). Beberapa penelitian masih kontradiktif mengenai jenis kejang, usia awitan terjadinya kejang dan obat anti epilepsi berpengaruh pada gangguan pola tidur dan penurunan kualitas tidur. Sebaliknya, gangguan tidur juga dapat menurunkan ambang kejang, sehingga terjadi gangguan kontrol kejang (Byars et al., 2008). Obat-obat anti epilepsi (OAE) yang dilaporkan dapat menyebabkan gangguan tidur seperti barbiturat, benzodiazepin, fenitoin, asam valproat, gabapentin, karbamazepin dan obat anti epilepsi lainnya menyebabkan gangguan tidur dengan efek masing-masing obat yang berbeda-beda. Jumlah obat

3 anti epilepsi baik yang diberikan monoterapi maupun politerapi ikut menjadi faktor yang menyebabkan gangguan tidur pada anak dengan epilepsi (Al-Biltagi, 2014; Becker et al., 2004; Benjamin Legros dan Bazil, 2003). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi gangguan tidur pada anak dengan epilepsi yaitu psikososial, budaya, kebiasaan dalam keluarga, lingkungan, co-sleeping dan sleep hygiene (Carter et al., 2014; Fricke-Oerkermann et al., 2007; Owens., 2008). Epilepsi adalah salah satu penyakit kronis yang sering terjadi. Gangguan tidur merupakan komorbid yang paling sering dijumpai pada anak dengan epilepsi. Penelitian Gutter et al (2013), prevalensi gangguan tidur anak dengan epilepsi tipe kejang parsial 12 kali lebih tinggi dibandingkan anak sehat (36,92% vs 3,01%, p < 0,001) (Gutter et al., 2013). Dalam penelitian tersebut, gangguan tidur pada anak dengan epilepsi dapat menimbulkan efek kualitas hidup anak dengan epilepsi menurun. Penelitian Ong et al (2011) disebutkan gangguan tidur pada 92 anak dengan epilepsi dibandingkan dengan anak sehat pada usia yang sama memiliki gangguan tidur yang lebih tinggi 73,7% vs 31,5%, p< 0,001. Sejalan dengan penelitian Wirrel et al (2005), pada anak dengan epilepsi cukup sering mengalami gangguan tidur dibandingkan dengan saudara dengan usia yang hampir sama. Pada anak dengan epilepsi dengan kejang berulang, retardasi mental dan keadaan lain yang berhubungan dengan epilepsi menyebabkan gangguan tidur akibatnya kualitas hidup anak dengan epilepsi menurun (Wirrell et al, 2005). Pada penelitian dewasa mendapatkan hasil yang berbeda dengan penelitian terhadap pasien epilepsi dewasa, bahwa tidak ada perbedaan gangguan tidur baik ditinjau dari jenis epilepsi, jenis OAE dan jumlah OAE yang didapatkan (Yazdi et

4 al., 2013). Sebaliknya pada subyek penderita epilepsi dewasa tipe kejang parsial memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan orang sehat dan disertai kualitas hidup yang rendah (De Weerd et al., 2004). Pada penelitian sebelumnya, bahwa diagnosis gangguan tidur masih sering diabaikan. Skrining awal adanya gangguan tidur pada anak dengan epilepsi dapat membantu tata laksana pasien dengan epilepsi secara komprehensif, sehingga kualitas hidup anak dengan epilepsi menjadi semakin meningkat (Gutter et al., 2013; Van Golde et al., 2011). Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai prevalensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur pada anak dengan epilepsi di Indonesia. Dengan adanya data tersebut, maka akan menjadi dasar bagi dokter anak untuk memberikan edukasi dan pengambilan keputusan terapi yang akan diberikan, sehingga anak dengan epilepsi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. B. Perumusan Masalah Gangguan tidur merupakan salah satu komorbid pada anak dengan epilepsi yang paling sering dijumpai. Penelitian Ong et al (2011) prevalensi gangguan tidur pada anak dengan epilepsi cukup tinggi dibandingkan anak sehat yaitu 73,7% vs 31,5%. Hubungan antara jenis kejang, jumlah obat, jenis obat dan onset kejang masih kontradiktif. Data gangguan tidur pada anak dengan epilepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi sampai saat ini belum dilaporkan di Indonesia, sehingga peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara jenis kejang, jumlah obat anti epilepsi, jenis obat anti epilepsi dan onset kejang dengan kejadian gangguan tidur pada anak epilepsi.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum a. Untuk mengetahui prevalensi gangguan tidur pada anak b. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur pada anak 2. Tujuan khusus a. Mengkaji hubungan antara jenis kejang dengan gangguan tidur pada anak b. Mengkaji hubungan antara onset epilepsi dan gangguan tidur pada anak c. Mengkaji hubungan antara jumlah obat anti epilepsi dengan gangguan tidur pada anak d. Mengkaji hubungan antara jenis obat anti epilepsi dengan gangguan tidur pada anak D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan kesehatan dan klinis a. Meningkatkan kewaspadaan tenaga kesehatan terhadap masalah gangguan tidur pada anak b. Menjadi bahan edukasi untuk keluarga mengenai gangguan tidur pada anak

6 c. Sebagai informasi yang digunakan dalam rangka deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi gangguan tidur pada anak 2. Bidang akademik (ilmiah) Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai kejadian gangguan tidur pada anak dengan epilepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Bidang Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya mengenai gangguan tidur pada anak E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai gangguan tidur pada anak dengan epilepsi masih sedikit. Diantaranya terdapat 7 penelitian mengenai gangguan tidur dari berbagai negara dengan kondisi sosiodemografi yang berbeda-beda, metode pengukuran gangguan tidur yang berbeda dan variabel yang diteliti berbeda, yaitu penelitian Ong LC et al (2009), Turaga S et al (2016), Weerd A et al (2004), Yazdi et et al (2014), Gutter et al (2013) dan Chan B et al (2011) yang terangkum pada tabel 1. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, penelitian mengenai gangguan tidur pada anak dengan epilepsi belum ada di Indonesia.

7 Tabel 1. Berbagai penelitian mengenai gangguan tidur pada anak dengan epilepsi No Nama Peneliti Judul Penelitian Desain Penelitian Hasil Penelitian 1. Ong LCet al, (2009) Malaysia Sleep habits and disturbance in Malaysian children with epilepsy 2. Turaga S et al (2016) India 3. Weerd A et al (2004) Belanda Observational study of prevalence of sleep disorder in patients with epilepsy Subjective sleep disturbance in patients with partial epilepsy : a questionnaire-based study on prevalence and impact on quality of life Desain penelitian potong lintang (cross sectional) pada 92 anak dengan epilepsi yang dibandingkan dengan saudaranya (sibling). Setiap orang tua diberi kuesioner sleep disturbance scale for children (SDSC) dengan bahasa mandarin dan melayu yang telah divalidasi. Derajat keparahan epilepsi dinilai menggunakan epilepsy syndrome severity scores (ESSS). Desain potong lintang pada 199 pasien dewasa dibandingkan dengan orang sehat. Masing- masing subyek penelitian diberikan kuesioner epworth sleepines scale (ESS) dan pittsburgh sleep qulity index (PSQI). Metode potong lintang (cross sectional) dengan kuesioner medical outcome study (MOS) - sleep scale, epworth sleepines scale (ESS)dan groningen sleep. questionnaire (GSQ) pada 486 pasien epilepsi tipe kejang parsial dewasa usia > 18 tahun Prevalensi gangguan tidur pada anak epilepsi lebih tinggi dibandingkan anak sehat (saudaranya) 73,7% vs 31,5%. Gangguan tidur yang paling sering adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Prevalensi gangguan tidur 2,5 kali lebih tinggi pada penderita epilepsi dibandingkan orang sehat (24,6% vs 10,6%). Kejang yang tidak terkontrol, politerapi dan tipe kejang parsial paling berperan dalam menurunkan kualitas tidur pasien Kejadian gangguan tidur pada anak kejang parsial 2 kali lebih tinggi dibandingkan anak sehat (38,6 vs 18,0%; p < 0,0001).

8 Tabel 1. Lanjutan No Nama Peneliti Judul Penelitian Desain Penelitian Hasil Penelitian 4. Yazdi Z et al (2012) Iran 5. Wirrell E et al (2005) Kanada 6. Gutter et al (2013) Belanda Prevalence of sleep disorders and their effect on sleep quality in epileptic patients Sleep disturbances in chidren with epilepsy compared with their nearest-age siblings Subjective sleep disturbances in children with partial epilepsy and their effects on quality of life Desain potong lintang (cross sectional) dengan ESS, berlin questionnaire pittsburg sleep quality index, insomnia severity index (ISI) pada 152 penderita epilepsi dewasa. Desain penelitian yang digunakan adalah case control pada 55 anak dengan epilepsi usia 4-18 tahun yang dibandingkan dengan saudaranya (sibling). Gangguan tidur dinilai dengan Sleep behaviour questionnaire (SBQ) dan Child behaviour checklist. Desain penelitian adalah case control. Gangguan tidur dinilai dengan kuesioner SDSC,medical outcome study (MOS) - sleep scale dan GSQ dan kuesioner kidscreen-27 untuk menilai kualitas hidup. Tidak ada perbedaan gangguan tidur berdasarkan tipe kejang dan jumlah obat pada penderita epilepsi. Frekuensi mengantuk berlebihan dan restless leg syndrome lebih sering penderita epilepsi. Anak dengan epilepsi memiliki masalah tidur yang lebih besar dibandingkan dengan anak sehat (sibling). Prevalensi gangguan tidur pada anak epilepsi dengan bangkitan parsial lebih tinggi dibandingkan anak sehat (36,9% vs 3,01%, p < 0,001). Kualitas hidup semakin menurun pada anak dengan epilepsi bangkitan parsial. 7. Chan B et al (2011) Hongkong Evaluation of sleep diturbances in children with epilepsy: A questionnairebase case-control study Desain potong lintang (cross sectional) pada 63 anak dengan epilepsi usia 4-12 tahun dengan menggunakan kuesioner Children sleep habits questionnaires (CSHQ). Tidak ada perbedaan pola tidur anak dengan epilepsi dan anak sehat. Anak dengan epilepsi memiliki gangguan tidur lebih tinggi dibandingkan dengan anak sehat.