BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Pelatihan Sebagai Salah Satu Fungsi MSDM Menurut Simora (2004), manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Mangkunegara (2007), mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan, pengkoordinasian, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Dessler (2010), manajemen sumber daya manusia sebagai kebijakan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan karyawan atau aspek aspek yang terdapat dalam sumber daya manusia seperti posisi manajemen, pengadaan karyawan atau rekrutmen, penyaringan, pelatihan, kompensasi, dan penilaian prestasi kerja karyawan. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengaruh dan pengendalian sumber daya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Proses tersebut mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengadaan tenaga kerja, seleksi dan penempatan pegawai, pengembangan personil melalui pendidikan dan pelatihan (termasuk pemberian imbalan) penilaian terhadap hasil kerja. (Zainun, 2003). Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Mathis dan Jacson (2006), adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Manajemen sumber daya manusia adalah penerapan pendekatan SDM dimana secara bersama-sama terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dan tidak dapat dipisahkan, yaitu tujuan perusahaan dan tujuan karyawan.
Dari pendapat pendapat diatas, dapat diketahui bahwa salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia adalah pelatihan, artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga kerja yang bersumber daya manusia yang baik dan tepat sangat perlu pelatihan. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan tenaga kerja atau karyawan untuk menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Pelatihan menurut Dessler (1997), merupakan proses pengajaran karyawan baru atau yang ada sekarang, berupa keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka secara langsung. Sedangkan Arep dan Tanjung (2002), mengatakan bahwa pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan SDM terutama dalam hal pengetahuan (Knowledge), kemampuan (Abillity), keahlian (Skill), dan sikap (Attitude). Pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka (Hardjana, 2001). Mangkuprawira dan Vitalaya (2007) menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja. 2.1.1 Tujuan Pelatihan Menurut Mangkuprawira (2004), tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan yaitu perubahan dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan pengembangan karir. Sedangkan tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya kinerja yang maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada kaitan antara input, output, outcome, dan impact dari pelatihan yaitu: a. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatihan dan materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan tempat, anggaran, fasilitas lain. Menurut Rivai (2004) materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan.
Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran dan keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap. b. Faktor output terdiri dari jumlah kahadiran karyawan atau peserta pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih, kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola. c. Faktor outcome meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan karyawan. d. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan, pengembangan karir karyawan, dan peningkatan kinerja perusahaan. 2.1.2 Manfaat Pelatihan Menurut Rivai (2004), manfaat dari kegiatan pelatihan dapat dikelompokan kedalam dua kategori, yaitu: 1. Manfaat bagi karyawan a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif. b. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri. c. Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi dan konflik. d. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap. e. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan. f. Menenuhi kebutuhan personal peserta serta pelatih. g. Membantu menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan tugas baru. 2. Manfaat bagi perusahaan a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih terhadap orientasi profit.
b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan. c. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan. d. Membantu menciptakan image perusahaan. e. Membantu mengembangkan perusahaan. f. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaan. g. Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan. h. Membantu pengembangan keterampilan, kepemimpinan, motivasi, kesetiaan, sikap dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja. i. Membantu meningkatkan efisiensi, evektifitas dan kualitas kerja. 2.2 Kompetensi Menurut Yodhia Antariksa (2007), secara umum kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi anatara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kompetensi dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta hubungan interaksi dengan orang lain. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning. Konsep kompetensi didefinisikan (Mitrani et.al, 1992 ; Spencer dan Spencer 1993) sebagai an underlying characteristic s of an individual which usually relared to criterionreferencd effective and or superior performance in a job or situation atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kerja individu dalam pekerjaannya.
kompetensi merupakan prsyaratan standar yang harus dipenuhi individu untuk dapat mengerjakan tugas pokok dan fungsinya secara tepat. kompetensi mencakup sejumlah atribut yang melekat pada diri individu yakni berupa kombinasi anatara pengetahuan, skill dan perilaku sebagai sarana yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja. Secara umum kompetensi dapat dianggap sebagai sebagai suatu kecakapan atau kualitas. dengan demikian seseorang yang berkompeten bermakna sebagai individu yang berkualitas/qualified atau memliki kemampuan (ability) untuk menjalankan suatu peran tertentu (a specific role) (Masdar dkk, 2009). Menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab I pasal 1 ayat 10, kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kompetensi adalah sebuah kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain antara keterampilan, pengetahuan dan sikap dalam melaksanakan pekerjaan. seseorang yang terampil menjalankan sesuatu bila tidak didukung oleh pengetahuan dan sikap yang diperlukan, belum bisa dinyatakan kompeten ( Haripriowirjanto, 2001). Tujuan kompetensi Menurut Palan (2007), organisasi menggunakan kompetensi untuk berbagai tujuan. Umunya tujuan membuat suatu model kompetensi adalah: (a) Menyediakan sarana untuk menerapkan konsep kompetensi sesuai dengan kebutuhan organisasi, (b) Untuk memahami variable-variabel yang menentukan kinerja dan korelasi antara variable tersebut, (c) Untuk dapat menyebarkan kompetensi secara cepat di sebuah organisasi. Untuk dapat terus mengembangkan model kompetensi yang bermaanfaat, organisasi harus menetapkan potensi penggunaannya secara lebih spesifik. Model kompetensi dapat digunakan untuk seleksi dan penempatan
karyawan, menyusun rencana pertumbuhan dan pengembangan, atau untuk manajemen kinerja dan manajemen kompensasi. Manfaat Kompetensi Mark Lancaster (2001) menyimpulkan bahwa manfaat dari model kompetensi yaitu : Bagi Perusahaan: Membantu dalam hal penyampaian visi, misi dan strategi perusahaan kepada seluruh karyawan dari perusahaan tersebut, menyediakan data bagi pengembangan perusahaan di masa depan khususnya dalam Manajemen Sumberdaya Manusia, memberikan suatu standar organisasi secara keseluruhan bagi semua pekerjaan/tugas yang ada, sehingga memungkinkan karyawan dapat berpindah antar bagian. Bagi Para Manajer: Menyediakan suatu dasar yang jelas untuk berdiskusi khususnya mengenai kinerja, pengembangan dan masalah yang berkaitan dengan karir para karyawan, menyediakan suatu standar penilaian kinerja yang lebih objektif. Bagi Karyawan: Mengidentifikasikan kriteria yang dibutuhkan untuk dapat berhasil dalam tugasnya, membantu dalam penilaian yang lebih spesifik dan objektif mengenai kelebihan dan kekurangan serta menentukan program pengembangan yang baik untuk karyawan, menyediakan suatu alat bantu dan metode untuk pengembangan keahlian karyawan. 2.3 Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) 2.3.1 pengertian PBK Pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training) secara umum adalah suatu cara pendekatan pelatihan yang menekankan pada apa yang dapat dikerjakan seseorang sebagai hasil dari pelatihan. Deskripsi mengenai kompetensi timbul dari pengembangan dan milik dari daftar atribut yang relevan seperti pengetahuan, kemapuan kemampuan, keterampilan- keterampilan, dan sikap sikap (Haris, 1995). Sistem pendidikan dan pelatihan memberikan penekanan lebih khusus pada tercapainya kompetensi individu dan sistem penilaian. Kunci dari sistem pelatihan berbasis kompetensi adalah sertifikasi yang berdasarkan pada pencapaian
kompetensi dari pada penyelesaian berdasarkan waktu dari sebuah kursus atau sebuah program pelatihan. Pelatihan berbasis kompetensi adalah sebuah pendekatan untuk mendidik karyawan yang menekankan pada apa yang harus diketahui pegawai secara khusus untuk dapat berfungsi pada pekerjaannya. Tidak seperti pelatihan tradisional yang meliputi konsep teoritis, PBK berfokus pada peran tertentu (tugas, pekerjaan) yang dilakukan karyawan bagi perusahaan. karakteristik dari pelatihan berbasis kompetensi adalah bahwa hal itu difokuskan tidak hanya pada pekerjaan yang sebenarnya yang diperlukan di tempat kerja, tetapi juga kemampuan untuk mentransfer dan menerapkan keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk situasi dilingkungan (Acosta-Amad & Brethower,1992 ; Dubois 1993). 2.3.2 Tujuan PBK PBK merupakan salah satu pendekatan terstruktur kepada pelatihan dan assessment yang diarahkan pada hasil khusus. Pendekatan ini membantu individu untuk memperoleh keterampilan, pengetahuan dan sikap sehingga bisa menjalankan tugas dengan standar khusus pada kondisi tertentu (Gripac, 2003). Menurut State Training Board Victoria (dalam Brown, 1994) PBK sebagai suatu sistem terdiri atas: Outcomes yakni standar kemampuan spesifik; Curriculum yang memberikan secara jelas tentang indikasi dari kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dari pelatihan; Delivery, yakni metode pelatihan yang antara lain memungkinkan kita melihat kemampuan yang telah dimiliki peserta sehingga kita tidak perlu melatihnya kembali kepada peserta; Assessment yang dilakukan untuk mengetahui apa kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta sebagai hasil pelatihan; Record atau catatan tentang kompetensi yang telah diperoleh dari pelatihan.
2.3.3 Upaya Pengembangan Program PBK Untuk mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi perlu melakukan analisis keahlian keahlian (skill) yang yang dibutuhkan oleh suatu jabatan. Tahap tahap yang perlu dilakukan dalam merancang pengembangan pelatihan berbasis kompetensi menurut Purjono (2014), adalah: a. Menilai kompetensi pegawai sekali organisasi telah berhasil mendefinisikan kompetensi yang diperlukan untuk suatu pekerjaan atau jabatan tertentu, sangat mungkin bagi pegawai itu sendiri dan pihak lain yang terkait untuk menilai apakah kompetensi pegawai telah sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik kebutuhan masa kini maupun masa yang akan datang. Penilaian kompetensi pegawai ini dapat dilakukan dengan cara: 1. Penilaian sendiri (self-assessment) dengan metode penilaian sendiri, dibutuhkan adanya indikator-indikator perilaku yang dapat digunakan sebagai standar untuk menilai performance tingkat kompetensi atau penguasaan untuk jabatan atau fungsi tertentu. 2. Penilaian sebagai sumber / 360 derajat Cara multi-source atau umpan balik 360 derajat hampir mirip dengan self-assessment process kecuali jumlah nialai (evaluator), dimana metode ini memerlukan lebih dari satu penilai. Cara ini paling tidak memasukan unsur penilaian pegawai dan atasan mereka, dan dapat juga dimasukan penilaian dari pihak-pihak kepada siapa pegawai berinteraksi (anggota tim, klien,dan sebagainya). 3. Penilaian melalui metode lainnya Penilaian kompetensi dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk metodemetode yang biasa digunakan dalam proses seleksi seperti: interview perilaku berbagai kompetensi (competency based behavioral interviews), in-baskets, role-
plays and simulations, track record/portfolio reviews, dan sebagainya. Selain itu penilaian formal sering dimasukan sebagai komponen program pengembangan pegawai yang bertujuan menialai keahlian atau kompetensi dasar yang dimiliki pegawai yang akan mengikuti program diklat, progres selama mengikuti diklat atau tingkat kesuksesan mereka diakhir program diklat. b. Perencanaan pelatihan untuk individu pegawai Organisasi perlu mendukung para pegawainya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan cara menyediakan sumber-sumber pembelajaran seperti: catalog-katalog untuk belajar yang disusun berdasarkan kompetensi. Selai itu juga disediakan berbagai pilihan jenis pembelajaran seperti on-the-job assignments/activities, books and written reference material, courses/workshop /conference videos/dvd; e- learning, dan sebagainya. Dalam membuat perencanaan pelatihan, pertama yang harus dilakukan organisasi adalah memahami terlebih dahulu kekuatan-kekuatan dan kelemahan pegawai serta area-area apa yang akan dikembangakan organisasi. Dengan dipahaminya kondisi pegawai dan kebutuhan akan kompetensi yang dibutuhkan sebagai konsekuensi pengembangan areaarea didalam organisasi, maka akan memudahkan organisasi untuk membuat perencanaan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi. oleh karena itu organisasi perlu membuat laporan keseluruhan tentang gap kompetensi. Dalam laporan tersebut, gap kompetensi yang disyaratkan bagi individu-individu akan digabungkan, sehingga akan diketahui gap secara keseluruhan (gap organisasi). Selanjutnya, atas dasar laporan tersebut diambil suatu keputusan untuk menutup gap organisasi dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas biaya yang dikeluarkan.
Langkah selanjutnya adalah merancang kurikulum dan program-program pengembangan untuk memenuhi persyaratan kompetensi tersebut. Kurikulum dapat dikembangkan dalam bentuk modul-modul berdasarkan kompetensi, sehingga membuat organisasi dengan cepat mengatur program belajar yang akan dirancang secara khusus untuk menutup gap-gap organisasi. c. Melaksanakan pengembangan berbasis kompetensi Dalam melaksanakan pengembangan berbasis kompetensi perlu memperhatiakan kegiatan atau aktivitas sebagai berikut: o Membuat kegiatan-kegiatan belajar didalam kelas secara formal (off the job training) o Member tugas-tugas pekerjaan yang di-coaching oleh atasannya atau seniornya (on the job training) atau o Belajar sendiri dari sumber-sumber pembelajaran yang tersedia di organisasi. Agar program tersebut sukses, maka perlu adanya mekanisme penilaian secara formal untuk mengevaluasi progress pengembangan pegawai. Selain itu perlu juga dilakukan kegiatan akrediatasi atau sertifikasi pegawai yang menyatakan sejauh mana mereka telah memiliki kompetensi dan pengetahuan yang diperlukan organisasi. selanjutnya, bila standar-standar kinerja tertentu telah dicapai oleh pegawai yang bersangkutan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, maka pegawai tersebut akan dipromosikan ke jabatan tersebut. d. Evaluasi pelatihan Setelah pelatihan dilaksanakan, maka untuk menilai efektifitasnya perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi bisa dilakukan pada saat diklat atau evaluasi pasca diklat (seterlah
peserta diklat bertugas pada level jabatan yang telah ditentukan). Evaluasi pelatihan dilakukan dengan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan dengan melihat kriteria yang diharapkan oleh menejemen. Dalam hal pelatihan yang bersifat pengembangan, diperlukan evaluasi tentang perubahan sikap atau perilaku peserta dibidang pekerjaan yang nantinya bisa diuji melalui wawancara atau unjuk kerja. Dengan cara seperti ini, organisasi dapat menentukan apakah usaha yang telah dilakukan untuk pengembangan pegawai hasilnya telah sesuai dengan yang diharapkan (perubahan-perubahan yang telah dilakukan dapat memenuhi gap kinerja perusahaan). 2.3.4 Manfaat PBK Maliki, (2013) mengatakan bahwa manfaat PBK adalah sebagai berikut: Manfaat PBK untuk perusahaan yaitu: 1. Mengembangkan pegawai lebih efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan produktivitas. 2. Memperoleh tingkat kompetensi pegawai yang lebih tinggi 3. Menetapkan standar kerja untuk menilai kinerja pegawai 4. Merencanakan pengembangan dan promosi pegawai dengan baik Manfaat PBK untuk karyawan yaitu: 1. Dapat membuat keputusan lebih baik dan bekerja lebih efektif 2. Memperoleh gambaran menyeluruh tentang strategi tim, departemen atau organisasi dan oleh karenanya akan meningkatkan motivasi pegawai. 3. Dapat menjadi lebih produktif dalam menjalankan perannya dengan mempelajari kompetensi tambahan yang member nilai tambah bagi dirinya dan organisasi 4. Memperoleh arahan yang jelas bagaimana mempelajari suatu keahlian untuk pekerjaan baru 5. Meningkatkan kepuasan pegawai