PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4.PEMBAHASAN. dimana kondisi bahan bagian dalam belum kering walaupun bagian luarnya telah kering (Endrasari et al., 2010).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING KUNYIT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh: CAECILIA EKA PUTRI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TEMULAWAK

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan kesehatan. Gaya hidup yang kembali ke alam (Back to nature)

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

I. PENDAHULUAN. Konsumen spa khususnya di Bali sudah menyadari bahaya dari bahan bahan

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

BAB I PENDAHULUAN. Buah kelapa merupakan salah satu bahan pangan yang banyak. digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan akan produk kelapa bagi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

2015 PROFIL LIPID MENCIT HIPERLIPIDEMIA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

BAB I PENDAHULUAN. gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

HASIL DAN PEMBAHASAN

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KADAR FLAVONOID TOTAL PADA RIMPANG, BATANG, DAN DAUN BANGLE (Zingiber purpureum Roscoe)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I-1

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

Sukaryo Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pandanaran Jl. Banjarsari Barat No. 1 Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. operasi pedagang makanan disekolah-sekolah. Operasi tersebut salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efek sebagai antioksidan sedang berkembang pesat saat ini. Efek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dikenal dengan banyak

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa kurkuminoid, minyak atsiri seperti isofuranogermakren, trisiklin, alloaromadendren, germakren, dan xanthorrizol. Temulawak memiliki kadar air yang tinggi, sehingga temulawak segar memiliki umur simpan yang singkat (Wasito, 2011). Kadar air temulawak segar yaitu 75-80% (Endrasari et al., 2012). Salah satu cara pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengeringan menggunakan Solar Tunnel Dryer. Solar tunnel drying merupakan kombinasi antara solar drying dan tunnel drying. Solar drying merupakan metode pengeringan dengan menggunakan energi matahari yang dikombinasi dengan sumber energi lainnya. Tunnel drying merupakan metode pengeringan berbentuk terowongan dengan aliran udara panas yang berlawanan dengan arah pergerakan produk (Estiasih & Ahmadi, 2009). Suhu yang digunakan untuk pengeringan bahan pangan berkisar antara suhu 60 o C-70 o C (Darmadi & Ananingsih, 2008). Adapun suhu 60 o C di area pengeringan mampu membunuh insekta yang terikut pada bahan selama pengisian bahan baku ke dalam Solar Tunnel Dryer. Temulawak mengandung senyawa antioksidan dan kurkuminoid yang dapat hilang selama pengeringan dan pengolahan. Untuk meminimalkan hilangnya kandungan tersebut setelah proses pengeringan dan pengolahan, maka perlu dilakukan perlakuan pendahuluan dengan perendaman dalam asam sitrat dan natrium metabisulfit. Asam sitrat dapat digunakan untuk mempercepat pengeringan, mengurangi reaksi oksidasi selama pengeringan (Swanson, 2003), dan dapat menghambat reaksi browning enzimatis (Iyengar & Evily, 1992). Natrium metabisulfit banyak digunakan sebagai pengawet untuk mencegah reaksi browning, sebagai antioksidan, antimikroba (Hildayati, 2005; Chaethong, 2012), dan mempercepat pengeringan karena mampu membuat sel-sel pada bahan menjadi berlubang sehingga air yang terkandung dalam bahan akan mudah untuk menguap (Prabasini et al., 2013). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pengaruh perlakuan pendahuluan perendaman dalam larutan asam sitrat dan larutan natrium 1

2 metabisulfit terhadap karakteristik fisikokimia simplisia temulawak dan infusa temulawak. 1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Tanaman temulawak memiliki batang semu berwarna hijau atau coklat gelap yang memiliki tinggi 2 meter, daun berwarna hijau atau coklat keunguan berbentuk bundar memanjang sebanyak 2-9 helai pada setiap tanaman, memiliki akar rimpang bercabangcabang berwarna hijau gelap, memiliki kelopak bunga berwarna putih, dan dapat tumbuh dengan liar. Temulawak mengandung senyawa kurkuminoid, minyak atsiri seperti isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren, germakren, dan xanthorrizol. Populasi temulawak dapat diperbanyak dengan menggunakan rimpang yang telah berumur 9 bulan. Rimpang dari tanaman temulawak dapat digunakan sebagai bahan obat, pemberi warna, dan penambah aroma (Wasito, 2011). Gambar 1. Temulawak Temulawak telah digunakan sebagai obat herbal. Contoh sediaan herbal temulawak antara lain berbentuk infusa, dekokta, dan ekstrak (BPOM, 2008). Temulawak dapat digunakan sebagai antioksidan, memiliki kemampuan koleretik (meningkatkan sekresi empedu untuk penyerapan lemak pada tubuh) (Masuda et al., 1992), anti-inflamasi, dan hepatoprotektif (melindungi fungsi hati) (Hansel, 1997 dalam Lechtenberg et al., 2004).

3 1.2.2. Pengeringan 1.2.2.1. Pengeringan dengan Solar Tunnel Dryer Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan untuk memperpanjang umur simpan produk dengan mengurangi kadar air dari dalam bahan pangan. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengawetkan, mengurangi volume, berat, dan diversifikasi produk. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yakni luas permukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan (Estiasih & Ahmadi, 2009). Solar tunnel drying merupakan kombinasi antara solar drying dan tunnel drying. Solar drying merupakan metode pengeringan dengan menggunakan energi matahari yang dikombinasi dengan sumber energi lainnya. berbentuk terowongan dengan aliran udara panas yang berlawanan dengan arah pergerakan produk (Estiasih & Ahmadi, 2009). Suhu yang digunakan untuk pengeringan bahan pangan berkisar antara suhu 60 o C-70 o C (Darmadi & Ananingsih, 2008). Adapun suhu 60 o C di drying area mampu membunuh insekta yang terikut pada bahan selama pengisian bahan baku ke dalam Solar Tunnel Dryer. Kelebihan dari alat Solar Tunnel Dryer adalah biaya pengoperasian murah karena tidak menggunakan bahan bakar dan memiliki tingkat kontaminasi lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan dengan sinar matahari langsung karena produk tidak langsung terpapar dengan udara (European Microfinance Platform, 2013). Selain itu, kelebihan dari solar drying dibandingkan dengan pengeringan matahari konvensional adalah mampu mempercepat waktu pengeringan karena suhu di dalam alat yang lebih tinggi dibandingkan di lingkungan sekitar, meningkatkan kualitas produk karena lebih higienis, bersih, mempertahankan rasa dan warna, dan melindungi dari hujan, debu, dan serangga (Perasiriyan et al., 2013). Kadar air sediaan kering yang baik umumnya berkisar antara 5-10% (Rukmi, 2009; Badan Standardisasi Nasional, 2005). Ketika kadar air mencapai 18-30% pada suhu 30-40 o C dengan kelembaban 85%, kapang Aspergillus kontaminan dapat memproduksi mikotoksin dengan baik, karena kondisi lingkungan tersebut merupakan kondisi optimum untuk produksi mikotoksin (Rukmi, 2009). Kadar air juga berkaitan erat dengan aktivitas air (a w ). Aktivitas air suatu bahan pangan juga mempengaruhi keberadaan

4 mikroorganisme dalam suatu produk. Mikroorganisme memiliki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu bakteri 0,90; khamir 0,8-0,9; dan kapang 0,6-0,7 (Winarno, 1992 dalam Herawati, 2008). 1.2.2.2. Perlakuan Pendahuluan Sebelum Pengeringan Perlakuan pendahuluan dilakukan untuk mengurangi dampak negatif pengeringan. Dampak negatif dari pengeringan antara lain perubahan warna, tekstur, penyusutan berat, dan penurunan sifat fungsional produk (Singh et al., 2008). Salah satu perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan adalah dengan perendaman dalam suatu larutan. Perlakuan pendahuluan berupa perendaman dalam suatu larutan dapat mempercepat proses pengeringan dengan cara mempercepat perpindahan air. Air dapat mengalami perpindahan dengan cepat disebabkan oleh adanya molekul yang terdapat pada larutan tersebut yang dapat menghidrasi molekul struktural pada suatu bahan pangan (Pangavhane et al., 1999). Asam sitrat merupakan salah satu jenis asam organik lemah yang dapat digunakan untuk mempercepat pengeringan. Asam sitrat memiliki sifat larut dalam air, memberi rasa asam, dan merupakan senyawa non-toksik (Nurdjannah & Hoerudin, 2008). Asam sitrat juga memiliki sifat mengikat logam (chelating agent) seperti Mn, Mg, dan Fe (Winarno, 1995). Perlakuan pendahuluan dengan perendaman dalam asam sitrat mampu mengurangi reaksi oksidasi selama pengeringan, dimana reaksi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan terhadap warna dan aroma produk (Swanson, 2003). Kemampuan asam sitrat dalam menurunkan ph juga dapat menghambat reaksi browning enzimatis (Iyengar & Evily, 1992). Natrium metabisulfit merupakan serbuk berwarna putih yang mudah larut dalam air, namun sedikit larut dalam alkohol. Natrium metabisulfit banyak digunakan sebagai pengawet untuk mencegah reaksi browning, sebagai antioksidan dan juga antimikroba (Hildayati, 2005; Chaethong, 2012). Selain itu, natrium metabisulfit juga mempunyai kemampuan untuk mempercepat pengeringan. Larutan natrium metabisulfit akan membuat sel-sel pada bahan menjadi berlubang sehingga air yang terkandung dalam bahan akan mudah untuk menguap (Prabasini et al., 2013).

5 1.2.3. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan melawan radikal bebas. Antioksidan dapat melawan radikal bebas karena dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas. Fungsi dari antioksidan adalah untuk melindungi komponenkomponen makanan yang bersifat tidak jenuh, terutama lemak dan minyak (Kumalaningsih, 2004). Salah satu metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan dari suatu bahan pangan adalah dengan mengubah radikal sintetik dalam pelarut organik polar, contohnya metanol dalam suhu ruang. Dalam uji DPPH, pengubahan radikal DPPH (2,2-diphenyl- 1-picrylhydrazyl) diikuti dengan pengamatan penurunan absorbansi pada 515 nm. Penurunan absorbansi pada panjang gelombang 515 nm disebabkan oleh tereduksinya radikal DPPH oleh senyawa antioksidan (Pokorny et al., 2001). Senyawa yang terkandung dalam Curcuma sp. memiliki aktivitas antioksidan dan memiliki efek mengurangi oksidasi low density lipoprotein (LDL). Senyawa-senyawa utama yang terdapat pada Curcuma domestica dan Curcuma xanthorrhiza adalah curcumin, demethoxycurcumin, dan bisdmethoxycurcumin. Aktivitas antioksidan minyak esensial Curcuma xanthorrhiza dipengaruhi oleh tingginya kandungan xanthorrhizol (32%) (Jantan et al., 2012). Proses pengeringan pada suhu yang tinggi dapat menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan pada bahan pangan. Perendaman dalam larutan asam sitrat dan natrium metabisulfit sebagai perlakuan pendahuluan dapat mengurangi efek penurunan aktivitas antioksidan tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh karena penggunaan asam sitrat dan natrium metabisulfit dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Peningkatan konsentrasi larutan asam sitrat dan natrium metabisulfit akan meningkatkan aktivitas antioksidan pada bahan kering (Chaethong & Pongsawatmanit, 2015).

6 1.2.4. Kurkumin Kurkumin merupakan komponen yang dapat ditemukan pada tanaman Curcuma sp. Kurkumin banyak digunakan sebagai pewarna makanan, obat-obatan, dan kosmetik. Selain itu, kurkumin juga memiliki efek melawan kanker. Senyawa kurkuminoid tersusun atas (1) kurkumin, (2) demethoxhycurcumin, (3) bisdemethoxycurcumin, dan (4) 1- hydroxy-1,7-bis(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-(6e)-6-heptene-3,5-dione. Kurkuminoid 1-3 memiliki potensi aktivitas antioksidan (Masuda et al., 1992). Kurkumin memiliki tingkat kelarutan yang rendah dalam air dengan ph asam maupun netral, mudah terdekomposisi pada media basa dan mudah mengalami degradasi akibat cahaya dalam pelarut organik (Tonnesen et al., 2002). Kurkumin larut dalam senyawa polar seperti etanol (Jayaprakasha, 2005 dalam Cahyono et al., 2011). Kurkumin dapat terdegradasi menjadi 3 produk utama dari kurkumin yaitu vanillin, asam ferulat, dan asam vanilat apabila diberi perlakuan suhu (Suresh et al., 2007). Kandungan kurkuminoid yang terdapat pada temulawak adalah kurkumin dan demetoksikurkumin, sedangkan kurkuminoid yang terdapat pada kunyit lebih sederhana yaitu, bisdemetoksikurkumin. Kurkumin dan demetoksikurkumin merupakan senyawa kurkuminoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Sedangkan bisdemetoksikurkumin memiliki aktivitas antioksidan yang rendah (Setyowati & Suryani, 2013). 1.2.5. Infusa Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan menggunakan air pada suhu 90 o C selama 15 menit (BPOM RI, 2008; Marjoni et al., 2015; Mubarokah et al., 2005; Yuliani & Dienina, 2015). Infusa merupakan bentuk pengolahan simplisia yang paling sederhana. Infusa dapat dikonsumsi dalam kondisi panas maupun dingin. Sebelum dikonsumsi, infusa disaring untuk dipisahkan dari ampasnya. Adapun untuk pembuatan infusa temulawak dapat dilakukan dengan mencampurkan 4 bagian temulawak dalam 100 bagian infusa (BPOM RI, 2008).

7 Pembuatan infusa merupakan salah satu pengolahan herbal dengan menggunakan panas. Kurkumin dan aktivitas antioksidan sensitif terhadap perlakuan panas. Sehingga selama pengolahan, kurkumin dapat mengalami penurunan 27-53%. Akan tetapi dengan adanya perlakuan asam, penurunan kadar kurkumin dapat berkurang menjadi 14-34% (Suresh et al., 2007). 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan berupa perendaman dalam larutan asam sitrat dan natrium metabisulfit terhadap karakteristik fisikokimia pada temulawak kering dan juga untuk mengetahui karakteristik aktivitas antioksidan dan kadar kurkumin pada infusa temulawak.