TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Irin Iriana Kusmini, Rudy Gustiano, dan Mulyasari. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur No. 1, Bogor

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIO306. Prinsip Bioteknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

I. PENDAHULUAN. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

DAFTAR PUSTAKA. Beaumont AR and Hoare K Biotechnology and Genetics in Fisheries and Aquaculture. Blackwell Science, Ltd, UK.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Gurame merupakan ikan air tawar yang berada di perairan Indonesia dan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari tepi laut hingga dataran tinggi. Familia Pandanaceae terdiri dari

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai-sungai, danau dan rawa-rawa, tersebar di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Namun, sejalan dengan perkembangan, ikan tersebut kemudian dibudidayakan di kolamkolam untuk tujuan komersial. Secara nasional keberadaannya kurang begitu populer kecuali di Jawa Barat. Hampir 80 % produksi nasional ikan nilem berasal dari Jawa Barat (Cholik et al. 2005). Panjang tubuh ikan nilem dapat mencapai 32 cm. Bentuk tubuh ikan nilem agak memanjang dan pipih, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintik hitam besar pada ekornya, dan terdapat sungut di mulutnya. Menurut Kottelat (1993) Osteochilus hasselti CV mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : SL. 320, LL. 30-33, terdapat sisik 5 1 /2 antara awal sirip punggung dan gurat sisi, tidak ada tubus keras pada moncong, 6-9 baris bintik-bintik berwarna sepanjang barisan sisik (walaupun tidak selalu jelas), terdapat bintik bulat besar pada batang ekor, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik. Terdapat 12-18 1 /2 jari-jari bercabang pada sirip punggung. Ikan nilem diklasifikasikan sebagai berikut (Nelson 1994): Phylum : Chordata Sub phylum : Vetebrata Super class : Gnasthostoma Grade : Teleostomi Class : Actinopterygii Subclass : Neopterygii Division : Teleostei Subdivision : Euteleostei Superorder : Ostariophysi Ordo : Cypriniformes Familia: Cyprinidae Genus : Osteochillus

5 Species : Osteochillus hasselti Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran ph antara 6,0-7,0 dan kandungan oksigen terlarut yang cukup (Cholik et al. 2005). Ikan ini merupakan jenis ikan pemakan detritus dan jasad penempel yang disebut epifiton dan perifiton, pada stadia larva dan benih ikan ini pemakan fitoplankton dan zooplankton atau jenis alga ber sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk ke dalam kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae (Syandri, 2004; Cholik et al. 2005). Ikan nilem mampu hidup dan berkembang biak pada perairan jernih dan berpasir serta berada pada kawasan berelevasi tinggi. Ikan nilem memiliki potensi reproduksi yang cukup tinggi. Seekor nilem betina dapat menghasilkan telur sebanyak 80.000-110.000 butir telur dan memijah sepanjang tahun (Cholik et al. 2005). Pemijahan secara alami di mulai pada awal musim penghujan. Ikan ini bersifat ovipar dan pembuahan terjadi di luar tubuhnya. Induk ikan jantan nilem mulai memijah pada umur sekitar satu tahun dengan panjang 20 cm dan berat antara 80-100g. Sedangkan untuk induk betina mulai memijah pada umur 1 tahun dengan berat di atas 120 g (Cholik et al. 2005). Di daerah Priangan (Jawa Barat) ikan nilem sangat diminati dan digemari terutama dalam bentuk olahan seperti pindang nilem yang merupakan santapan terkenal, disamping itu ikan ini banyak dijual dalam bentuk cemilan, dendeng dan telurnya pun sangat digemari masyarakat. Harga ikan ini dapat mencapai hingga lebih dari 200% setelah muncul inovasi produk olahan nilem tersebut (Rahardjo dan Marliani 2007). Dengan melihat keunggulan tersebut, ikan ini memiliki prospek yang bagus sebagai komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan. Keragaman Genetik Keragaman genetik adalah hirarki paling rendah dalam tingkat keragaman hayati. Keragaman hayati meliputi keragaman habitat, komunitas, populasi sampai dengan spesies. Keragaman genetik merupakan cerminan keragaman dalam suatu spesies yang disebut subspesies (Soewardi 2007). Menurut Dunham (2004), keragaman genetik penting untuk keberlangsungan hidup suatu spesies dalam jangka waktu yang lama. Keragaman genetik dapat menjaga kebugaran suatu spesies atau populasi dengan cara

6 memberikan kemampuan suatu spesies atau populasi beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Semakin beragam sumberdaya genetik suatu populasi, akan semakin tinggi kemampuan populasi tersebut untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama dan semakin tinggi pula daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitar. Kurangnya variasi genetik atau terlalu banyak homozigositas dapat menurunkan ketahanan hidup dan fitness suatu individu atau populasi (Dunham 2004). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keragaman genetik suatu populasi ikan, yaitu faktor yang dapat meningkatkan keragaman genetik atau penambahan gen antara lain adalah mutasi dan migrasi serta faktor yang dapat menurunkan tingkat keragaman yaitu inbreeding dan seleksi. Mutasi adalah perubahan struktur DNA yang menghasilkan gen serta genotipe baru dimana gen yang mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan itulah yang bertahan (seleksi alam). Laju mutasi yang terjadi di alam berjalan lambat, namun menyediakan cukup keragaman genetik bagi populasi (Soewardi 2007). Migrasi adalah proses perpindahan gen antar populasi. Suatu populasi yang terisolasi dari populasi lain karena faktor fisik seperti sungai, gunung, dan sebagainya bila bertemu dengan populasi lain akan terjadi perpindahan gen (gene flow) diantara keduanya. Apabila ini terjadi maka kedua populasi tersebut dalam kurun waktu tertentu akan memiliki kemiripan atau serupa secara genetik (Soewardi (2007). Menurut Irwanto (2006), arus gen atau perpindahan gen berlangsung pada tingkatan spesies melalui suatu proses yang disebut introgression yaitu introduksi gen yang secara terus menerus terjadi pada suatu proses hibridisasi. Hibridisasi akan membawa secara bersama-sama dua kompleks genetik induk yang berlainan sehingga akan menciptakan suatu genotipe baru. Organisme baru ini mungkin tidak dapat menyesuaikan diri dan tidak dapat bersaing dengan jenis organisme yang sama dengan induknya, atau sebaliknya kemungkinan genotipe baru tersebut malah dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik. Kemunculan genotipe baru umumnya terjadi karena aliran gen. Proses ini berlangsung beberapa kali dan menghasilkan populasi hampir serupa dengan induknya yang membawa beberapa gen atau gen kompleks yang ditransfer dari satu jenis indukan kepada yang lain (Irwanto 2006). Gene flow penting dalam suatu populasi alami karena gene flow dan rekombinasi

7 adalah sumber yang dapat meningkatkan variasi genetik dalam banyak populasi (Irwanto 2006). Seleksi mengubah frekuensi alel terkait dengan peluang untuk menyumbangkan satu atau lebih genotipe pada generasi berikutnya (Soewardi 2007). Perubahan struktur genetik ditentukan oleh pemilihan fitness genotipe dimana individu yang tidak mampu bertahan akan tersingkir dan tidak terlibat dalam pembentukan generasi berikutnya. Penghanyutan gen adalah pencuplikan materi genetik yang berlangsung tidak biasa pada saat pembentukan gamet dan fertilisasi sehingga menyebabkan menurunnya keragaman genetik suatu populasi. Penurunan keragaman genetik ini dapat menurunkan kemampuan suatu populasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Penghanyutan gen akan terjadi jika sebagian kecil dari populasi terpisah dari populasi asal yang besar. Populasi kecil yang terpisah ini akan membawa sebagian kecil keragaman genetik dari populasi asalnya sehingga kedua populasi itu akan memiliki gene pool yang berbeda. Penghanyutan gen dapat pula terjadi karena sebagian besar populasi mati sehingga populasi yang tersisa akan membentuk populasi baru. Akibatnya populasi baru akan memiliki gene pool yang lebih terbatas dibanding dengan populasi asal (Soewardi 2007). Fenotipe Morfomeristik Fenotipe adalah suatu karakteristik yang dapat diamati dan diukur dari suatu organisme. Ekspresi fenotipe (P) ditentukan oleh faktor genotipe (G) dan lingkungan (E) serta interaksi keduanya (GE) sebagai berikut : P = G + E + GE (Hardjosubroto 1994) Karakter morfologi dari kategori fenotipe morfomeristik menggambarkan bentuk luar dan ukurannya. Karakter morfologi banyak digunakan dalam bidang biologi perikanan untuk mengukur perbedaan dan hubungan antara berbagai kategori taksonomi (Turan 1999). Namun kelemahan utama dari pengukuran karakter morfologi ini pada level intra spesifik adalah adanya keragaman fenotipe yang sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (Turan 1999). Kelenturan fenotip ik ini terkait dengan proses adaptasi terhadap perubahan lingkungan yaitu perubahan fisiologi dan tingkah laku ikan

8 yang mengarah pada perubahan morfologi, reproduksi dan ketahanan hidup. Perubahan fenotipe ini tidak berarti adanya perubahan genetik dari suatu populasi sehingga adanya perbedaan fenotipe diantara populasi tidak dapat dikatakan sebagai adanya perbedaan genetik. Meskipun dipengaruhi oleh lingkungan, karakter morfologi juga memiliki kelebihan yaitu dalam mengidentifikasi stok ikan terutama bila tidak cukup waktu untuk mengumpulkan perbedaan genetik antar populasi karena perubahan genetik terjadi sangat lambat pada populasi ukuran besar khususnya karena penghanyutan gen secara acak (Turan 1999). Performa karakter morfologi dipetakan secara pengukuran morfometrik dan meristik (morfomeristik). Ukuran morfometrik dapat digunakan untuk membedakan populasi ikan yaitu meliputi pengukuran panjang total, panjang standar, panjang kepala dan tinggi badan. Namun pengukuran berdasarkan karakter-karakter tersebut dinilai masih memiliki kelemahan karena hanya memberikan gambaran bentuk tubuh ikan secara umum (Widiyati 2003). Sebagai suatu alternatif, dikenal suatu metode morfometrik yang lebih baru yaitu sistem jaringan truss atau truss morfometrik. Menurut Pollar et al. (2007), metode ini dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dalam menggambarkan suatu bentuk ikan. Pada metode ini ditentukan titik-titik truss baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Pemilihan titik truss di sepanjang tubuh ikan merupakan faktor penting dalam rangka mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai tubuh ikan, oleh karena itu penentuan titik truss adalah khas untuk setiap jenis ikan (Widiyati 2003). Metode ini telah berhasil cukup baik diterapkan pada beberapa spesies ikan antara lain ikan nila (Oreochromis niloticus) (Widiyati et.al. 2004), udang galah (Macrobrachium rosenbergii) (Hadi et al. 2002), baung (Mystus nemurus) (Nugroho et al. 2005), ikan anchovy (Engraulis encrasicolus L.) (Turan et al. 2004), Tor tambroides (Pollar et al. 2007), ikan sardin (Sardina pilchardus) (Silva 2003). Performa meristik melibatkan penghitungan jumlah jari-jari sirip, tulang atau tulang rawan dari bagian tubuh ikan. Fenotipe meristik sering digunakan untuk identifikasi dan membedakan genera, spesies, strain, persilangan, populasi atau kelompok spesies dan individu (Sherizan 2007). Beberapa contoh identifikasi berdasarkan data meristik adalah untuk membedakan ikan nila (Oreochromis sp.) (Sherizan 2007).

9 Pengukuran performa morfologi lebih mudah dilakukan dan biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan pemetaan karakter genotipe. Ragam Genotipe dengan Penanda Molekuler RAPD Salah satu metode terbaru untuk mengukur variasi genotipe secara lebih akurat adalah pada tingkat DNA. Marker DNA ini memiliki beberapa keunggulan dibanding morfometrik, meristik atau marker protein (alozim) untuk penelitian struktur stok dan variasi genetik (Jayasangkar 2005). Marker DNA banyak diaplikasikan untuk identifikasi spesies, evaluasi filogeni, menggambarkan struktur stok, pemetaan gen, konservasi gen, marker untuk seleksi, penentuan strategi pemuliaan dan penentuan variasi genetik (Jayasangkar 2005). Penentuan variasi genetik secara molekuler ini dapat dilakukan dengan berbagai macam metode antara lain adalah Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD), DNA mitokondria dengan teknik Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) atau DNA mikrosatelit. Analisis marka RAPD pada sekuens DNA polimorfik yang dipisahkan oleh gel elektroforesis setelah proses PCR menggunakan satu atau sepasang primer oligonukleotida pendek secara acak (8-12 base pair) dapat menggambarkan tingkat polimorfisme genetiknya. Polimorfisme terjadi karena adanya pertukaran basa pada pasangan primer-situs ikatan atau dari perubahan panjang sekuens yang disebabkan oleh delesi, insersi dan rearrangements (Dunham 2004). Kemampuan RAPD dalam mendeteksi polimorfisme cukup tinggi karena primer oligonukleotida bisa mendata genom yang memiliki situs ikatan perfect dan subperfect dalam reaksi PCR (Dunham 2004; Liu 2007). Saat dua situs ikatan berjarak cukup dekat (3000 bp atau kurang), pita RAPD akan terlihat pada gel. Biasanya setiap primer RAPD mampu mengamplifikasi beberapa pita yang diantaranya polimorfik bahkan untuk populasi yang sekerabat (Dunham 2004). Variasi genetik dan perbedaan dalam atau antara taxa biasanya dihitung dari ada tidaknya pita DNA yang muncul yang diatur oleh perubahan sekuens DNA untuk setiap lokus (Liu 2007). Menurut Liu (2007), marka RAPD telah digunakan secara luas untuk identifikasi spesies dan strain ikan dan moluska, analisis struktur populasi udang dan alga, analisis dampak genetik dari stressor lingkungan dan analisis diversitas genetik RAPD juga telah

10 digunakan untuk studi linkage-mapping pada spesies ikan. Linkage map menghasilkan sejumlah marka RAPD untuk determinasi kelamin, dan juga pola warna, ketahanan terhadap penyakit, respon imun serta trait kualitatif lain, disamping trait kuantitatif yang dapat digunakan untuk linkage selection (Jayasangkar 2005). Teknik RAPD telah digunakan dalam penelitian ikan Barbus sp asal Spanyol (Callejas & Ochando 2003), ikan mas (Cyprinus carpio) (Bártfai et al. 2001), alga merah (Gelidium sesquipedale) (Alberto et al. 1999), rumput laut Kappaphycus alavarezii (Parenrengi et al. 2006) dan ikan batak (Tor soro) (Asih et al. 2008). Menurut Beaumont dan Hoare (2003), teknik RAPD merupakan teknik analisis DNA yang cepat dan murah dalam mendapatkan data molekuler genetik. Hal serupa juga dinyatakan oleh Dunham (2004), bahwa RAPD memiliki kriteria sebagai sistem marka yang ideal karena polimorfiknya yang tinggi, mudah dan cepat, serta ekonomis. Disamping itu RAPD tidak membutuhkan probe atau informasi sekuens seperti untuk analisis RFLP dan DNA satelit. Sedangkan menurut Liu (2005), RAPD memiliki semua keunggulan sebagai marka hasil PCR, primer yang digunakan tersedia secara komersial dan teknik ini tidak membutuhkan pengetahuan mengenai target sekuens DNA atau organisasi gennya.