V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

V. HASIL DAN ANALISIS

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%.

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

III. METODE PENELITIAN

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB III METODOLOGI. berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data

LAMPIRAN Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB III METODE PENELITIAN

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh

PENGUJIAN ASUMSI REGRESI LINEAR KLASIK

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan

METODE PENELITIAN. Perdagangan, Kementrian ESDM, Badan Pusat Statistika, serta penelusuran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan. Data

ANALISIS FAKTOR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI, EKSPOR, DAN KONSUMSI PEMERINTAH TERHADAP PDRB KALIMANTAN BARAT DENGAN MODEL DATA PANEL INTISARI

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

III. METODELOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. (Pendapatan Asli Daerah) pada kabupaten/ kota di Provinsi DIY tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui hubungan antara variabel bebas net profit margin, return on asset,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perbankan Indonesia. kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari BPS dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibandingkan dengan produksi sub-sektor perikanan tangkap.

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

BAB IV PEMBAHASAN. tumbuh dan sebagai salah satu indikator yang menunjukkan keberhasilan

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan

3. METODE. Kerangka Pemikiran

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta).

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah ekonomi terbuka atau ekonomi

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Letak dan Luas Wilayah Kota Surakarta

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB III METODE PENELITIAN. Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun , peneliti mengambil

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Pergerakan laju inflasi kelompok ASEAN-5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun

BAB III METODE PENELITIAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama

Transkripsi:

57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS), fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM). Kemudian dicari model terbaik diantara ketiga model tersebut. Hal ini tercermin dari statistik uji Chow dan statistik uji Hausman. Hasil uji Chow tersebut menyimpulkan bahwa metode FEM lebih baik daripada PLS, sedangkan uji Hausman menghasilkan kesimpulan bahwa metode FEM lebih baik daripada REM. Pengujian berbagai asumsi dasar terhadap metode FEM, sebagai model terpilih pada data panel statis, dilakukan untuk memperoleh hasil estimasi yang BLUE (best linear unbiased estimator), khususnya uji homoskedasitas dan uji autokorelasi. Hasil pengujian pada sektor pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur menyatakan bahwa terdapat pelanggaran asumsi homoskedasitas pada model, yaitu terlihat dari jumlah kuadrat residual (sum square residual) pada weighted statistics lebih kecil daripada unweighted statistics. Pengujian berikutnya berupa pendeteksian gejala autokorelasi pada model berdasarkan hasil uji statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DWhitung. Kemudian untuk melihat model estimasi panel data tidak mengandung masalah heterokedastisitas, yakni hasil uji statistik menunjukkan lebih rendahnya Sum Square Residual (SSR) weighted daripada SSR unweighted mengindikasikan bahwa model ini mengalami masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, maka digunakan model FEM dengan General Least Square (GLS) Weighted dengan cross-section weights dan white cross-section untuk mengatasi kedua pelanggaran asumsi tersebut. Hasil Esimasi Model Data Panel Analisis dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan sektor pertanian barang mentah/baku menggunakan panel data statis pada gravity model,

58 hasil uji Chow menunjukkan bahwa Fixed Effect Model (FEM) lebih baik daripada Pooled Least Square (PLS), hal ini ditunjukkan dari nilai statistik uji Chow sebesar 103,92 (Prob > F = 0,0000). FEM juga lebih baik daripada Random Effect Model (REM) berdasarkan uji Hausman, dengan nilai statistik uji Hausman sebesar 47,31 (Prob > F = 0,0000) yang keduanya signifikan pada taraf nyata lima persen, disajikan selengkapnya pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil estimasi koefisien pada model data panel statis sektor pertanian barang mentah/baku PLS FEM REM Variable Coef Prob Coef Prob Coef Prob (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) TARIF -0,0140 0,6329-0,0147 0,2660-0,0064 0,6132 LNSEAPORT 2,4940 0,0459-0,0840 0,8556 0,6768 0,0988 LNKURS 0,0225 0,3837 0,1119 0,7006-0,0120 0,7947 LNGDPPERCAP_IMPR -0,5282 0,0021 4,8294 0,0000 0,1064 0,5321 LNGDPPERCAP_EKSP 0,0444 0,5372 0,5867 0,2195 0,2865 0,0361 LNECODIST 0,5325 0,0000-4,5646 0,0001 0,3851 0,0031 LNCOSTIMPORT -0,3354 0,5681-0,0836 0,8458-0,2334 0,4936 LNBCUSTOM_EF 0,5039 0,7504 0,2055 0,7008-0,2641 0,5379 C 6,0140 0,1593-17,799 0,0001 2,4581 0,3466 R-Square 0,2276 0,9788 0,1477 Chow Test 103,923 0,0000 Hausman Test 47,309 0,0000 Keterangan: 1) Variabel takbebas = produk domestik bruto (LnIM). Sementara pada sektor manufaktur diperoleh hasil bahwa metode FEM lebih baik dibandingkan dua metode lainnya dengan nilai uji Chow sebesar 110,69 (Prob > F = 0,0000) dan uji Hausman sebesar 44,26 (Prob > F = 0,0000) yang keduanya signifikan pada taraf nyata lima persen. Hasil uji Chow tersebut menyimpulkan bahwa metode FEM lebih baik daripada PLS, sedangkan uji Hausman menghasilkan kesimpulan bahwa metode FEM lebih baik daripada REM. Pengujian berikutnya berupa pendeteksian gejala autokorelasi pada model. Berdasarkan uji Durbin-Watson (DW), model FEM tersebut tidak mengandung masalah autokorelasi, dengan nilai statistik uji DW sebesar 2,44 (untuk pertanian) dan 2,28 (untuk manufaktur). Namun pada model kedua model ini untuk sektor

59 pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur hasil estimansi menunjukkan lebih rendahnya Sum Square Residual (SSR) weighted daripada SSR unweighted mengindikasikan bahwa model ini mengalami masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, maka digunakan model FEM dengan General Least Square (GLS) Weighted dengan cross-section weights dan white cross-section untuk mengatasi kedua pelanggaran asumsi tersebut. Hasil estimasi dari ketiga metode data panel statis sektor manufaktur selengkapnya disajikan pada Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15 Hasil estimasi koefisien pada model data panel statis sektor manufaktur PLS FEM REM Variable Coef Prob Coef Prob Coef Prob (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) TARIF -0,0267 0,2056-0,0185 0,0698-0,0141 0,1509 LNSEAPORT 1,3743 0,0852 0,2566 0,3683 0,8707 0,0006 LNKURS 0,0396 0,0156 0,3617 0,0445 0,0345 0,2376 LNGDPPERCAP_IMPR -0,1410 0,2139 2,8516 0,0000 0,1807 0,0945 LNGDPPERCAP_EKSP 0,4469 0,0000 0,7829 0,0078 0,5934 0,0000 LNECODIST 0,2600 0,0000-2,3539 0,0012 0,1942 0,0179 LNCOSTIMPORT -0,5021 0,1751-0,2819 0,2634-0,3744 0,0673 LNBCUSTOM_EF 0,7656 0,4465 0,8938 0,0066 0,3467 0,1862 C 7,3063 0,0076-8,7842 0,0012 4,1403 0,0103 R-Square 0,4678 0,9862 0,422 Chow Test 110,691 0,0000 Hausman Test 44,260 0,0000 Keterangan: 1) Variabel takbebas = produk domestik bruto (LnIM). 2) *, **, *** berturut-turut menunjukkan tingkat signifikansi pada = 1%, 5% dan 10%. 5.2 Dampak Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan di ASEAN+3 pada Sektor Pertanian Barang Mentah/Baku Trade facilitation merupakan isu penting dalam perdagangan internasional di abad 20, hal ini diakui secara internasional bahkan oleh WTO perbaikan di sektor trade facilitation menjadi agenda dalam perumusan kebijakan baik bagi WTO sendiri maupun berbagai kawasan FTA. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa pada sektor pertanian di kawasan ASEAN+3 terdapat lima variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap arus perdagangan pada taraf nyata lima persen, yaitu PDRB per kapita negara

60 pengimpor, PDRB per kapita negara pengekspor, nilai tukar, jarak ekonomi, dan efisiensi prosedur kepabeanan. Tabel 16 Hasil estimasi koefisien parameter sektor pertanian barang mentah/baku dengan GLS weighted Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. (1) (2) (3) (4) (5) TARIF -0,014291 0,011617-1,230118 0,2200 LNSEAPORT -0,103887 0,423552-0,245275 0,8065 LNKURS 0,250781** 0,119059 2,106355 0,0364 LNGDPPERCAP_IMPR 4,330171* 0,731632 5,918510 0,0000 LNGDPPERCAP_EKSP 0,858773* 0,182442 4,707096 0,0000 LNECODIST -4,154235* 1,049757-3,957329 0,0001 LNCOSTIMPORT -0,051080 0,112187-0,455310 0,6494 LNBCUSTOM_EF 0,463267* 0,159465 2,905131 0,0041 C -18,29875* 1,889406-9,684923 0,0000 Keterangan: 1) Variabel takbebas = produk domestik bruto (LnIM). 2) *, **,** * berturut-turut menunjukkan tingkat signifikansi pada = 1%, 5% dan 10%. Trade facilitation di kawasan ASEAN+3 pada sektor pertanian diwakili oleh efisiensi prosedur kepabeanan. Dari hasil estmasi trade facilitation melalui varibel efisiensi prosedur kepabeanan berpengaruh terhadap arus perdagangan impor di kawasan ASEAN+3. Hasil estimasi terhadap variabel efisiensi prosedur kepabeanan memiliki pengaruh yang positif terhadap arus perdagangan. Setiap penambahan satu persen derajat efisiensi prosedur kepabeanan akan meningkatkan arus perdagangan impor sebesar 0,463 persen. Hal ini berkaitan dengan sektor pertanian barang mentah/baku, dimana prosedur untuk pertanian barang mentah/baku di beberapa negara memiliki prosedur yang lebih ketat seperti karantina, rule of origin, pemerikasaan sanitary dan phytosanitary, sehingga peningkatan prosedur kepabeanan yang membaik membuat waktu bongkar barang dan pengurusan administrasi impor menjadi lebih cepat dan efisien. Variabel independen lainnya yaitu PDRB perkapita negara pengimpor memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada arus perdagangan impor dengan koefisien sebesar 4,33. Setiap peningkatan secara riil satu persen derajat PDRB perkapita importir akan berakibat pada meningkatnya arus perdagangan

61 impor sebesar 4,33 persen, cateris paribus. PDRB perkapita negara pengimpor yang signifikan secara positif menunjukkan kemampuan pendapatan agregat suatu negara, bahwa perdagangan bilateral negara-negara ASEAN+3 dipengaruhi oleh pendaptan kedua negara yang saling berdagang. Kemampuan perdagangan antar negara semakin besar untuk ukuran perekonomian negara yang besar juga. Oleh sebab itu semakin besar pendapatan agregat suatu negara, semakin besar pendapatan kemampuan untuk mengimpor semakin tinggi. Sementara itu, PBRB perkapita negara pengeskpor berpengaruh secara positif terhadap arus perdagangan. Setiap peningkatan secara riil satu persen derajat PDRB perkapita importir akan berakibat pada meningkatnya arus perdagangan impor sebesar 0,858 persen, cateris paribus. PDRB perkapita negara pengekspor yang signifikan secara positif mencerminkan kapasitas produksi negara tersebut untuk menghasilkan komoditi ekspor yang besar. Karena perekonomian suatu negara yang besar akan membuat investasi suatu negara menjadi besar, yang akan meningkatkan kapasitas produksi barang suatu negara, termasuk komoditi ekspor. Sehingga perdagangan bilateral antara dua negara akan semakin meningkat. Nilai tukar juga memberikan dampak yang positif terhadap arus perdagangan impor dengan koefisien 0,260. Setiap penambahan nilai tukar riil sebesar satu persen akan meningkatkan arus perdagangan sebesar 0,260 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan depresiasi nilai tukar masing-masing negara pengimpor akan meningkatkan volume impor ke negara tersebut, ini terjadi disebabkan barang impor sektor pertanian mentah/baku merupakan barang yang penting bagi konsumen akhir maupun produsen dalam negeri, karena barang-barang ini digunakan oleh sektor industri sebagai bahan baku untuk memproduksi barang domestik negara pengimpor. Hal ini juga mencerminkan bahwa di sebagian negara-negara ASEAN+3 memiliki ketergantungan yang tinggi akan barang impor pertanian mentah/baku dari negara-negara ASEAN+3 lainnya. Besarnya jarak ekonomi sangat memengaruhi arus perdagangan impor secara negatif. Setiap peningkatan jarak ekonomi sebesar satu persen antar kedua negara yang saling berdagang akan menurunkan arus perdagangan sebesar 4,154

62 persen, cateris paribus. Hal ini menceriminkan bahwa koefisien jarak yang bernilai negatif mengindikasikan bahwa semakin besar jarak, maka perdagangan yang dilakukan semakin menurun. Share GDP negara pengimpor terhadap ASEAN+3 akan mengurangi jarak nominal, atau bisa dikatakan given share PDRB maka jarak riil akan menjadi hambatan perdagangan, sehingga terjadi penurunan jarak ekonomi yang disebabkan oleh peningkatan GDP secara total sehingga impor meningkat. 5.3 Dampak Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan di ASEAN+3 pada Sektor Manufaktur Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 17, dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan di ASEAN+3 pada sektor manufaktur memberikan hasil yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan sektor pertanian barang mentah/baku. Dimana terdapat tujuh variabel independen yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen yaitu tarif, nilai tukar, PDRB per kapita negara pengimpor, PDRB per kapita negara pengekspor, jarak ekonomi, biaya administrasi impor serta efisiensi dalam prosedur kepabeanan. Dalam model ini terdapat dua variabel yang merupakan termasuk dalam trade facilitation, yaitu biaya administrasi impor dan efisiensi dalam prosedur kepabeanan. Tabel 17 Hasil estimasi koefisien parameter sektor manufaktur model FEM dengan GLS weighted Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. (1) (2) (3) (4) (5) TARIF -0,022783* 0,005064-4,498737 0,0000 LNSEAPORT 0,075650 0,123061 0,614731 0,5394 LNKURS 0,316984* 0,045989 6,892672 0,0000 LNGDPPERCAP_IMPR 3,155549* 0,281391 11,21411 0,0000 LNGDPPERCAP_EKSP 0,477143* 0,129757 3,677216 0,0003 LNECODIST -2,578954* 0,333812-7,725765 0,0000 LNCOSTIMPORT -0,308749* 0,052296-5,903937 0,0000 LNBCUSTOM_EF 0,873998* 0,062484 13,98755 0,0000 C -7,263540* 0,532221-13,64760 0,0000 Keterangan: 1) Variabel takbebas = produk domestik bruto (LnIM). 2) *, **,** * berturut-turut menunjukkan tingkat signifikansi pada = 1%, 5% dan 10%.

63 Pada sektor manufaktur, faktor tarif dalam kaitannya dengan arus perdagangan sektor manufaktur memberikan nilai yang signifikan secara negatif dengan koefisien -0,022. Setiap kenaikan satu persen tarif akan menurunkan perdagangan sebesar 0,022 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa tarif masih menjadi salah satu hambatan dalam perdagangan sektor manufaktur, karena semakin besar tarif yang dikenakan pada sektor manufaktur maka nilai perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara akan semakin menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilson et al(2005). Pengaruh signifikan terhadap arus perdagangan juga diberikan oleh nilai tukar riil. Dimana peningkatan nilai tukar riil sebesar satu persen akan meningkatkan arus perdagangan sebesar 0,316 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan depresiasi nilai tukar masing-masing negara akan meningkatkan nilai impor ke negara tersebut. Tidak jauh berbeda dengan sektor pertanian mentah/baku, dampak positif nilai tukar riil terhadap arus perdagangan juga terjadi di sektor manufaktur, namun dengan nilai yang sedikit lebih besar. Negara-negara ASEAN+3 yang sebagian besar masih merupakan negara berkembang, masih mengandalkan ekspor sektor pertanian baik itu pertanian barang mentah/baku maupun barang pertanian yang sudah diolah. Dilain pihak, untuk memenuhi kebutuhan akan sektor manufaktur maka negara-negara ASEAN+3 mengandalkan impor sektor manufaktur dari negara lain. Disini menunjukkan impor barang-barang sektor manufaktur merupakan barang yang penting bagi konsumen maupun produsen dalam negeri karena barang-barang ini digunakan oleh sektor industri sebagai bahan baku utama maupun sampingan untuk memproduksi barang domestik negara pengimpor. Sementara itu, hasil yang sama dengan estimasi pada sektor pertanian barang mentah juga ditunjukkan oleh variabel independen lainnya pada sektor manufaktur, yaitu PDRB perkapita negara pengimpor dan PBRB perkapita negara pengeskpor berpengaruh secara positif terhadap arus perdagangan. PDRB perkapita negara pengimpor memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada arus perdagangan impor dengan koefisien sebesar 3,155. Setiap peningkatan secara riil satu persen derajat PDRB perkapita importir akan berakibat pada meningkatnya arus perdagangan impor sebesar 3,155 persen,

64 cateris paribus. Koefisien PDRB perkapita negara pengimpor yang signifikan menyatakan bahwa perdagangan bilateral negara-negara ASEAN+3 dipengaruhi oleh kemampuan pendapatan agregat kedua negara yang saling berdagang. Karena pendapatan agregat suatu negara adalah ukuran ekonomi negara tersebut. Sementara itu, PBRB perkapita negara pengeskpor juga berpengaruh secara positif terhadap arus perdagangan. Peningkatan secara riil satu persen derajat PDRB perkapita negara eksportir akan berakibat pada meningkatnya arus perdagangan impor sebesar 0,477 persen, cateris paribus. Sementara PDRB perkapita negara pengekspor yang signifikan secara positif mencerminkan semakin besar perekonomian suatu negara akan membuat investasi suatu negara menjadi besar, hal ini disebabkan faktor modal yang kuat, sehingga akan meningkatkan kapasitas produksi barang suatu negara. Jarak ekonomi memengaruhi arus perdagangan impor secara negatif dengan koefisien 2,578. Setiap penambahan jarak ekonomi sebesar satu persen antar kedua negara yang saling berdagang akan menurunkan arus perdagangan sebesar 2,57 persen, cateris paribus. Hal ini mencerminkan bahwa koefisien jarak ekonomi yang bernilai negatif mengindikasikan bahwa semakin besar PDRB suatu negara maka perdagangan yang dilakukan semakin meningkat, atau bisa dikatakan given share PDRB maka jarak riil akan menjadi hambatan perdagangan. Semakin besar PDRB maka akan memperkuat tarik-menarik dua negara dalam berdagang walaupun jarak secara riil berjauhan. Trade facilitation di kawasan ASEAN+3 pada sektor manufaktur diwakili oleh variabel efisiensi prosedur kepabeanan dan biaya administrasi impor. Variabel Efisiensi dalam prosedur kepabeanan sebagai proksi dari trade facilitation berpengaruh signifikan secara positif terhadap arus perdagangan di ASEAN+3 pada sektor manufaktur. Artinya, semakin tinggi perbaikan efisiensi dalam prosedur kepabeanan maka akan meningkatkan arus perdagangan impor. Setiap peningkatan satu persen efisiensi prosedur kepabeanan akan berakibat pada meningkatkan arus perdagangan impor sebesar 0,873 persen, cateris paribus. Hal ini serupa dengan sektor pertanian mentah/baku, dimana para eksportir lebih memilih prosedur kepabeanan yang efisien untuk mengurangi hambatan yang mereka lalui diluar aturan dan jalur yang sesuai prosedur.

65 Dilain pihak, biaya administrasi impor memengaruhi arus perdagangan secara negatif, penambahan satu persen biaya administrasi impor akan menurunkan arus perdagangan impor sebesar 0,292 persen, cateris paribus. Hal ini mencerminkan biaya administrasi yang tinggi akan menurunkan arus perdagangan, karena biaya ini akan dimasukkan dalam biaya produksi. Sehingga akan membebani eksportir. 5.4 Perbandingan Dampak Trade Facilitation pada Sektor Pertanian Barang Mentah/Baku dan Sektor Manufaktur Dari hasil estimasi terdapat hal yang menarik yang dapat kita lihat dari dua objek penelitian yakni sektor pertanian mentah/baku dan sektor manufaktur. Dampak dari variabel tarif sebagai hambatan dalam perdagangan menunjukkan hal berbeda antara sektor pertanian mentah/baku dan sektor manufaktur, di mana pada sektor pertanian barang mentah/baku variabel tarif menunjukkan hasil estimasi yang tidak signifikan terhadap arus perdagangan impor di kawasan ASEAN+3. Hal ini menncerminkan bahwa tarif tidak memiliki dampak terhadap arus perdagangan impor pada sektor pertanian mentah/baku, di mana ada dua alasan yang dapat kita analisis. Pertama, sektor pertanian barang mentah/baku dalam menghadapi perdagangan antar negara memerlukan penanganan bongkar barang yang relatif lebih cepat dibanding barang lainnya dikarenakan barang pertanian barang mentah/baku memiliki resiko rusaka atau busuk serta membutuhkan tempat khusus yang lebih luas. Oleh sebab itu, semakin lama penanganan bongkar barang pertanian mentah/baku di suatu negara maka akan semakin besar biaya dan kemungkinan kerugian yang ditanggung oleh eksportir juga semakin besar. Di samping itu, prosedur untuk pertanian barang mentah/baku di beberapa negara memiliki prosedur yang lebih ketat seperti karantina, rule of origin, pemerikasaan sanitary dan phytosanitary. Ketatnya prosedur kepabeanan di suatu negara juga akan memengaruhi arus impor barang pertanian mentah/baku. Sehingga diperlukan prosedur kepabeanan yang cepat dan efisien, baik dalam waktu bongkar maupun pengurusan administrasi kepabeanan. Kedua adalah skema penurunan tarif yang berlaku di sektor pertanian mentah/baku diantara negara-negara ASEAN+3 sudah memperlihatkan hasil yang

66 baik. Skema ini merupakan buah dari kerjasama regional ASEAN dan ASEAN+3. Tabel 18 memperlihatkan tarif impor sektor pertanian mentah/baku ASEAN dari negara-negara mitra dagang ASEAN+3 yakni China, Jepang dan Korea menunjukkan trend yang terus menurun dari tahun 2006-2010 dengan tarif impor ASEAN bernilai dibawah 5 persen. Tarif impor ASEAN sektor pertanian mentah/baku tertinggi adalah sebesar 4,45 persen dengan eksportir negara Korea Selatan, diikuti eksportir naegara Jepang (2,98 persen) dan China (2,77 persen). Tabel 18 Tarif impor ASEAN dari negara mitra ASEAN pada sektor pertanian mentah/baku tahun 2006-2010 (persen) Negara Importir Negara Eksportir 2006 2007 2008 2009 2010 Ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) ASEAN China 2,71 2,87 2,8 3,11 2,38 2,77 ASEAN Jepang 3,44 2,9 2,8 3,17 2,62 2,98 ASEAN Korea 4,93 4,76 4,19 5,04 3,34 4,45 Sumber: WITS 2012 (diolah) Sementara itu pada sektor manufaktur tarif masih menjadi hambatan perdagangan, di mana hasil estimasi tarif impor pada sektor manufaktur berpengaruh negatif terhadap arus perdagangan impor. Sesuai dengan penelitian Wilson et al (2005), dalam penelitian ini faktor tarif memberikan dampak negatif terhadap arus perdagangan. Begitu juga dengan variabel jarak yang memberikan dampak negatif terhadap arus perdagangan. Dampak negatif tarif dan jarak juga ditemukan dalam penelitian Shepherd dan Wilson (2008), serta Duval dan Utokham (2009). Hal ini juga dikarenakan tarif pada sektor manufaktur masih terbilang tinggi dibanding sektor pertanian mentah/baku. Jika dibandingkan, antara tarif manufaktur (Tabel 18) dan tarif pertanian mentah/baku secara rata-rata tarif manufaktur masih diatas 5 persen kecuali tarif impor ASEAN dari China yang berinilai 4,21 persen. Kemudian diikuti Korea Selatan sebesar 5,20 persen dan Jepang 5,52 persen sebagai negara eksportir ke ASEAN.

67 Tabel 18 Tarif impor ASEAN dari negara mitra ASEAN pada sektor manufaktur tahun 2006-2010 (persen) Negara Importir Negara Eksportir 2006 2007 2008 2009 2010 Ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) ASEAN China 4,14 3,82 4,18 4,47 4,44 4,21 ASEAN Japan 5,39 5,52 5,62 6,27 4,28 5,52 ASEAN Korea 4,82 4,47 5,36 5,19 6,08 5,20 Sumber: WITS 2012 (diolah) Variabel efisiensi prosedur kepabeanan berdampak positif terhadap arus perdagangan impor pada sektor pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur. Hasil ini sesuai dengan penelitian Milner et al (2008) dan Hammar (2009). Di samping itu, terdapat fenomena yang cukup menarik dimana biaya administrasi impor hanya berpengaruh secara negatif pada sektor manufaktur, hal ini sesuai dengan penelitian Martines dan Marques (2008), serta Blonigen dan Wilson (2006). Namun pada sektor pertanaian variabel biaya administrasi impor tidak berpengaruh, hal ini disebabkan eksportir lebih mementingkan perbaikan pada efisiensi prosedur kepabeanan dan custom clearence di pelabuhan, karena jika efisiensi prosedur kepabeanan dan custom clearence baik maka biaya administrasi impor dengan sendirinya akan ikut turun. 5.5 Dampak Trade Facilitation terhadap Perdagangan Bilateral Negaranegara ASEAN+3 Sektor Pertanian Mentah/Baku Salah satu kelebihan model data panel adalah estimasi yang dihasilkan mampu mengontrol heterogenitas individu karena estimasi dapat dilakukan secara eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu. Atau bisa dikatakan model data panel dapat melihat pengaruh efek individu dalam hal ini adalah kerjasama bilateral antara dua negara ASEAN+3 yang saling berdagang. Pengaruh individu pada panel data ditunjukkan oleh nilai intersep dalam cross-section effects pada Eviews 6. Hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa kerjasama bilateral antara dua negara ASEAN+3 pada sektor pertanian mentah/baku, arus perdagangan impor dikuasai oleh negara China sebagai importir dengan eksportir negara-

68 negara ASEAN+3 lainnya. Arus impor sektor pertanian mentah/baku tertinggi terjadi pada kerjasama bilateral China dan Indonesia, dimana China sebagai importir dan Indonesia sebagai eksportir dengan nilai koefisien intersep sebesar 21,0145. Hal ini menunjukkan tanpa ada perubahan semua variabel independen (konstan), maka arus perdagangan impor China dari Indonesia bernilai 2,724 persen. Besarnya nilai impor China dengan negara-negara eksportir ASEAN+3 lainnya mencerminkan kemampuan ekonomi China yang begitu besar sehingga mampu menyerap impor dari negara lain, hal ini jugalah yang menunjukkan bahwa saat ini China sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (Tjahajana 2012). Kemudian diikuti kerjasama bilateral China dan Thailand dengan arus perdagangan impor China dari Thailand yang negatif yakni sebesar -1,027, cateris paribus. Dan kerjasama bilateral China dan Vietnam dengan arus perdagangan impor China dari Vietnam yang juga negatif sebesar -1,6004, cateris paribus. Data cross-section effects sektor pertanian mentah/baku selengkapnya disajikan pada Lampiran 13. 5.6 Dampak Trade Facilitation terhadap Perdagangan Bilateral Negaranegara ASEAN+3 pada Sektor Manufaktur Pengaruh efek individu pada model panel data sektor manufaktur memberikan hasil estimasi yang tidak berbeda jauh dengan sektor pertanian mentah/baku. Hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa kerjasama bilateral antara dua negara ASEAN+3 pada sektor manufaktur, arus perdagangan impor dikuasai oleh negara China sebagai importir dengan eksportir negara-negara ASEAN+3 lainnya. Impor sektor manufaktur tertinggi terjadi pada kerjasama bilateral China dan Indonesia, dimana China sebagai importir dan Indonesia sebagai eksportir dengan nilai koefisien intersep sebesar 12,079. Tanpa ada perubahan semua variabel independen (konstan), maka arus perdagangan impor China dari Indonesia sebesar 4,810 persen. Kemudian diikuti kerjasama bilateral China dan Thailand dengan arus perdagangan impor China dari Thailand yakni sebesar 3,066, cateris paribus. Dan kerjasama bilateral China dan Malaysia dengan arus perdagangan impor China

69 dari Malaysia sebesar 3,0133, cateris paribus. Data cross-section effects sektor manufaktur selengkapnya disajikan pada Lampiran 14.