HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Centrosema pubescens

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Limbah Cair Tahu pada Tinggi Tanaman

EFEK PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN LEGUMINOSA MERAMBAT DALAM KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN SKRIPSI ARISTYA WULANDARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Unsur hara adalah nutrisi atau zat makanan yang bersama-sama dengan air

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Peranan Air pada Tanaman Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

Perbedaan Transpirasi dengan. Evaporasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

50,85 a B 50,98 b B. 53,32 b A

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. hasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a)

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

GUTASI, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar)

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols yang masih muda. Tanaman tumbuh dengan baik pada awal pertumbuhan sebelum mendapatkan perlakuan karena masih mendapatkan perlakuan yang sama yaitu disiram satu kali sehari. Hal ini bertujuan agar tanaman tumbuh sampai pada kondisi yang siap untuk diberikan perlakuan cekaman kekeringan. Pengamatan pada tanaman diberhentikan bila tanaman yang mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan tidak dapat tumbuh lagi atau mati. Kondisi tanaman yang tidak dapat tumbuh lagi atau mati yang diakibatkan oleh cekaman kekeringan ditandai dengan terjadinya pelayuan pada daun (daun berwarna kuning) kemudian rontok, lalu diikuti dengan pembusukan pada batang. Pada kondisi ini biasa disebut dengan kondisi titik layu permanen, yaitu kondisi kandungan air tanah dimana akarakar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah sehingga tanaman mengalami layu permanen dalam arti sukar disembuhkan kembali meskipun telah ditambahkan sejumlah air yang mencukupi. Pada tanaman Desmodium sp, tanaman yang mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan mengalami kematian pada hari ke-16, sedangkan pada tanaman Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala mengalami kematian pada hari ke-20, ke-24 dan ke-28. Lama pengamatan pada setiap jenis legum dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Lama Pengamatan pada Setiap Jenis Legum. Jenis Legum Lama Pengamatan (Hari) Desmodium sp 16 Indigofera sp 20 S. scabra 24 L. leucocephala 28 Keadaan suhu pada rumah kaca selama penelitian berkisar antara 23 C-34 C. Pada pagi hari suhu rumah kaca berkisar antara 23 C-26 C, dengan suhu rata-rata 25 C. Pada siang hari suhu rumah kaca berkisar antara 29 C-34 C, dengan suhu rata- 18

rata 32 C, sedangkan pada sore hari suhu rumah kaca berkisar antara 24 C-30 C, dengan suhu rata-rata 26 C. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Tanah Kadar air tanah menggambarkan besarnnya air tersedia yang diserap oleh tanaman untuk melakukan pertumbuhan hingga batas dimana air menjadi tidak tersedia dan tanaman mengalami layu. Rataan persen kadar air tanah dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 3. Data rataan kadar air tanah pada Tabel 3 merupakan data kadar air tanah pada saat panen dilakukan, artinya data kadar air tanah perlakuan tersebut merupakan data kadar air tanah kondisi titik layu permanen pada perlakuan M1W1 dan M0W1. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tanah pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala. Pengaruh perlakuan terhadap rataan persen kadar air tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Kadar Air Tanah. Persen Kadar Air Tanah (%) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 37,2±0,9 A 37,5±0,8 A 38,5±2,5 A 39,5±2,5 A M0W1 22,7±0,6 B 23,5±0,7 B 20,4±0,4 B 23,8±0,2 B M1W0 32,3±5,8 A 35±2,7 A 38,1±1,8 A 41.6±2,2 A M1W1 22,5±0,1 B 23±0,8 B 20±1,1 B 25,3±2,2 B Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (F 0,01 ). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah. Pada Tabel 3, setiap perlakuan menghasilkan kadar air tanah yang berbedabeda pada tiap jenis legum yang diujikan. Kisaran rataan kadar air tanah pada masing-masing legum sebagai berikut : 22,5%-37,2% pada legum Desmodium sp; 23%-37,5% pada legum Indigofera sp; 20%-38,5% pada legum S. scabra dan 23,8%- 41,6% pada legum L. leucocephala. Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa untuk legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. sacbra dan L. leucocephala perlakuan M0W0 (32,7%, 37,5%, 38,5% dan 39,5%) dan perlakuan M1W0 (32,3%, 35%, 19

38,1% dan 41,6%) sangat berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1 (22,7%, 23,5%, 20,4% dan 23,8%) dan perlakuan M1W1 (22,5%, 23%, 20% dan 25,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan M0W0 dan M1W0 memiliki kadar air tanah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1 dan M1W1. Hal ini dikarenakan pada kedua perlakuan mendapatkan perlakuan penyiraman setiap hari sehingga air yang terdapat di dalam tanah tetap tersedia. Untuk perlakuan M0W1 dan M1W1 kadar air tanah yang rendah disebabkan oleh perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan pada kedua perlakuan sehingga ketersediaan air di dalam tanah pada kedua perlakuan tersebut sangat rendah. Pada penelitian ini, pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun dalam kondisi cekaman kekeringan belum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari kadar air pada perlakuan M0W0 sama dengan kadar air perlakuan M1W0 dan kadar air perlakuan M0W1 sama dengan kadar air perlakuan M1W1. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa legum Desmodium sp mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 22,5% (M1W1) dan 22,7% (M0W1). Untuk legum Indigofera sp tanaman mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 23% (M1W1) dan 23,5% (M0W1). Untuk legum S. scabra mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 20% (M1W1) dan 20,4% (M0W1), sedangkan legum L. leucocephala tanaman mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 25,3% (M1W1) dan 23,8% (M0W1). Pada keempat legum yang diteliti menunjukkan bahwa keempat legum mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air tanah berkisar antara 20%-25,3%. Dari keempat legum yang diteliti, legum S. scabra menunjukkan bahwa legum tersebut dapat bertahan pada kadar air yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tiga legum lain yang diteliti (Desmodium sp, Indigofera sp dan L. leucocephala). Ketersediaan air tanah merupakan suatu faktor dalam kemampuan bertahan hidup dan distribusi spesies tanaman (Lakitan, 1995). Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan air dalam tanah adalah iklim. Faktor iklim yang mempengaruhi ketersediaan air dalam tanah adalah curah hujan dan evapotranspirasi. Evapotranspirasi berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah, evapotranspirasi 20

merupakan gabungan evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi tanaman yang menguap melalui akar tumbuhan ke batang daun menuju atmosfer (BMG, 2006). Menurut Djondronegoro et al., (1989), produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air yang diantaranya berasal dari curah hujan. Ketersediaan air dalam tanah bagi tanaman tergantung pada banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi, serta tingginya permukaan air tanah (Hardjowigeno, 1989). Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran yang tidak dapat kembali ke asal (irreversibel) yang meliputi pertambahan volume dan massa. Salah satu parameter pertumbuhan yang sering diamati adalah tinggi tanaman, dengan mengetahui pertambahan tinggi suatu tanaman maka dapat dilihat pertumbuhannya. Pengaruh perlakuan terhadap rataan pertambahan tinggi vertikal tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman (cm/4 hari) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 22,9±3,1 ab 44,8±8,7 A 21,5±8,5 A 98,5±24,3 A M0W1 8,8±10,7 bc 16,6±10,7 B 3,5±4,4 B 35,3±18,1 B M1W0 32±2,2 a 56,3±7,8 A 26,3±1,5 A 88,5±4,5 A M1W1 2,3±21,4 c 10,8±7,7 B 7,5±2,5 B 33,3±7,8 B Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (F 0,05 ). Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (F 0,01 ). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah. Nilai rataan pertambahan tinggi tanaman setiap perlakuan pada masingmasing legum dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) meningkatkan pertambahan tinggi tanaman pada legum Desmodium sp, sedangkan pada legum Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) dalam meningkatkan pertambahan tinggi tanaman. 21

Nilai rataan tertinggi pertambahan tinggi tanaman pada legum Desmodium sp, Indigofera sp dan S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (32 cm, 56,3 cm dan 26,3 cm), sedangkan nilai pertambahan tinggi tanaman terendah pada legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (2,3 cm dan 10,8 cm) dan M0W1 (3,5 cm) pada legum S. scabra. Untuk legum L. leucocephala nilai pertambahan tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M0W0 (98,5 cm) dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (33,3 cm). Berdasarkan hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W0 (32 cm) berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (29,9 cm), M0W1 (8,8 cm), M1W1 (2,3 cm) dan perlakuan M0W0 (29,9 cm), M0W1 (8,8 cm) berbeda nyata dengan perlakuan M1W1 (2,3 cm). Untuk legum Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala perlakuan M1W0 (56,3 cm, 26,3 cm dan 88,5 cm) dan M0W0 (44,8 cm, 21,5 cm dan 98,5 cm) sangat berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1 (16,6 cm, 3,5 cm dan 35,3 cm) dan M1W1 (10,8 cm, 7,5 cm dan 33,3 cm). Pada data Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp lebih efektif meningkatkan pertambahan tinggi vertikal tanaman dalam kondisi disiram setiap hari bila dibandingkan dengan pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan pada legum Desmodium sp masih belum memberikan respon yang positif karena pertambahan tinggi vertikal pada perlakuan ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang tanpa diberi mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan. Pada legum Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan belum memberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi vertikal tanaman. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan M1W0 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0W0 dan perlakuan M1W1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0W1. Pada data Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan M1W0 dan M0W0 setiap jenis legum yang diuji memiliki pertambahan tinggi vertikal tanaman yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan M1W1 dan M0W1. Hal ini menunjukkan 22

bahwa pertumbuhan tanaman terutama tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air di dalam tanah. Mapegau (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi cekaman air. Sasli (2004) juga menjelaskan bahwa kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan dan pembesaran sel sehingga tumbuhan akan mengalami penurunan pertambahan tinggi tanaman pada saat tanaman berada dalam kondisi cekaman air. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Produksi bahan kering merupakan peubah yang sangat penting untuk menduga produksi potensial tanaman dan dijadikan pedoman untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering daun pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala, sedangkan pada legum Indigofera sp perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering daun. Pada Tabel 5, nilai rataan berat kering daun tertinggi pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (13,75 gram/pot, 8,08 gram/pot, 14,03 gram/pot dan 5,88 gram/pot). Untuk nilai rataan berat kering daun terendah legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (3,85 gram/pot dan 3,43 gram/pot), sedangkan pada legum S. scabra dan L. leucocephala rataan berat kering daun terendah ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (4,3 gram/pot dan 2,43 gram/pot). Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa untuk legum Desmodium sp perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M1W1, M0W1, M0W0. Untuk legum S. scabra dan L. leucocephala perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1, M1W1. Untuk hasil analisis secara keseluruhan berat kering daun keempat jenis legum menunjukkan bahwa legum Indigofera sp kurang respon terhadap perlakuan pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan; akan tetapi masih terdapat peningkatan terhadap rataan berat kering daun untuk perlakuan M1W0 (8,08 gram/pot) dan M1W1 (4,6 gram/pot) bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (4,28 gram/pot) sebagai 23

kontrol. Rataan berat kering daun dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Berat Kering Daun, Batang dan Akar. Berat Kering Daun (gram/pot) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 8,35±1,63 B 4,28±3,06 9,18±4,44 AB 4,5±1,15 AB M0W1 3,85±0,87 B 3,43±0,85 5,8±1,67 B 2,9±1,3 B M1W0 13,75±4,19 A 8,08±3,32 14,03±4,29 A 5,88±0,9 A M1W1 5,63±1,57 B 4,6±1,15 4,3±1 B 2,43±0,87 B Berat Kering Batang (gram/pot) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 8,4±1,32 B 6,8±4,66 16,53±7,84 AB 10,73±3,26 A M0W1 2,73±0,67 B 6,18±1,61 10,28±0,83 B 4,33±1,93 B M1W0 15,1±4,74 A 11,88±4,21 24,13±5,83 A 10,3±2,15 A M1W1 5,45±1,55 B 8,1±0,99 8,33±1,22 B 3,13±0,35 B Berat Kering Akar (gram/pot) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 3,38±0,57 B 3,43±2,45 8,48±5,47 AB 4,83±2,12 a M0W1 1,28±0,46 C 3,13±0,66 1,9±0,42 B 2,43±0,59 b M1W0 6,2±1,42 A 6,15±2,07 13,2±7,12 A 5,03±1,79 a M1W1 2,78±0,55 BC 4,8±1,42 1,18±0,78 B 1,88±0,22 b Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (F 0,05 ). Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (F 0,01 ). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah. Pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala terjadi peningkatan rataan berat kering daun pada perlakuan M1W0 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 sebagai kontrol. Peningkatan rataan berat kering daun yang disebabkan oleh pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala membuktikan bahwa pemberian mikoriza pada ketiga legum tersebut dapat meningkatkan berat kering daun pada kondisi disiram setiap hari. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Murtiani (1999) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan bobot kering tanaman rumput yang disebabkan adanya pemberian mikoriza pada tanaman yang diteliti. Menurut Delvian (2006) mikoriza 24

sangat berperan bagi tanaman dalam meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara terutama unsur fosfat serta berfungsi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala belum terjadi peningkatan rataan berat kering daun bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 sebagai kontrol. Hal ini disebabkan belum adanya respon yang nyata dari mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan yang dapat meningkatkan berat kering daun. Pada Tabel 5, data berat kering daun memperlihatkan bahwa secara keseluruhan pada legum yang mendapatkan cekaman kekeringan terjadi penurunan rataan berat kering daun bila dibandingkan dengan legum yang disiram setiap hari. Hal ini dikarenakan pada legum tersebut terjadi cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan dapat menurunkan berat kering tanaman yang disebabkan oleh menurunnya transpor air dan unsur hara yang diperlukan dalam proses fotosintesis sehingga menurunkan hasil fotosintat (Alfiyah, 2000). Menurut Sasli (2004) tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga mengurangi laju kehilangan air. Penutupan stomata akan menyebabkan serapan CO 2 bersih pada daun berkurang secara paralel (bersamaan) selama kekeringan. Dampaknya, proses asimilasi karbon terganggu sebagai akibat dari rendahnya ketersediaan CO 2 pada kloroplas karena cekaman air yang menyebabkan terjadinya penutupan stomata sehingga laju fotosintesis akan terhambat dan pembentukan karbohidrat akan menurun. Hal ini menyebabkan penurunan berat kering akar, batang dan daun pada tanaman. Pada penelitian ini setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbedabeda terhadap keempat jenis legum yang diteliti. Berat kering daun tertinggi perlakuan M1W0, M0W0 dan M0W1 didapat dari legum S. scabra, sedangkan untuk perlakuan M1W1 didapat dari legum Desmodium sp. Secara keseluruhan, perlakuan M1W0 merupakan perlakuan yang dapat meningkatkan berat kering daun tertinggi pada tiap jenis legum yang diujikan. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Batang Rataan berat kering batang dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil sidik ragam 25

menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala, sedangkan pada legum Indigofera sp perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai rataan berat kering batang tertinggi pada legum Desmodium sp, Indigofera sp dan S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (15,1 gram/pot, 11,88 gram/pot dan 24,13 gram/pot), sedangkan nilai rataan berat kering batang terendah pada legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (2,73 gram/pot dan 6,18 gram/pot) dan pada legum S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (8,33 gram/pot). Untuk legum L. luecocephala nilai rataan berat kering batang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M0W0 (10,73 gram/pot) dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (3,13 gram/pot). Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W0, M0W1, M1W1. Untuk legum S. scabra perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1, M1W1. Untuk legum L. leucocephala perlakuan M0W1 dan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1 dan M1W1. Untuk hasil analisis secara keseluruhan berat kering batang keempat jenis legum menunjukkan bahwa legum Indigofera sp kurang respon terhadap perlakuan pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan; akan tetapi masih terdapat peningkatan terhadap rataan berat kering batang untuk perlakuan M1W0 (11,88 gram/pot) dan M1W1 (8,1 gram/pot) bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (6,8 gram/pot) sebagai kontrol. Hasil penelitian data Tabel 5, untuk legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala terjadi penurunan rataan berat kering batang pada perlakuan M0W1 dan M1W1 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 dan M1W0. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi cekaman kekeringan dapat menurunkan rataan berat kering batang pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala sehingga pertumbuhan ketiga legum dapat dikatakan akan menurun dengan adanya cekaman kekeringan. Mapegau (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman sangat peka 26

terhadap defisit (cekaman) air karena berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas dapat menghentikan pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman menjadi lebih kecil. Selain itu, hal ini juga akan berdampak terhadap produksi dari tanaman tersebut. Pada Tabel 5, pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp terjadi peningkatkan rataan berat kering batang pada perlakuan M1W0 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 dan perlakuan M1W1 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp dapat meningkatkan produksi berat kering batang dalam kondisi disiram setiap hari maupun dalam kondisi cekaman kekeringan. Menurut Rungkat (2009) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara pada tanaman yang diinfeksinya, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman tersebut dapat meningkat. Pada penelitian ini perlakuan M1W0 merupakan perlakuan yang dapat meningkatkan berat kering batang tertinggi secara keseluruhan tiap jenis legum yang diujikan. Hal ini dikarenakan pemberian mikoriza dan penyiraman tanaman lebih memberikan pengaruh yang dapat meningkatkan berat kering batang tiap jenis legum yang diujikan. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Akar Rataan berat kering akar dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar pada legum Desmodium sp dan S. scabra, sedangkan legum L. leucocephala perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap berat kering akar. Untuk legum Indigofera sp perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar. Nilai rataan berat kering akar tertinggi pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (6,2 gram/pot, 6,15 gram/pot, 13,2 gram/pot dan 5,03 gram/pot). Untuk nilai rataan berat kering akar terendah pada legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (1,28 gram/pot dan 3,13 gram/pot), sedangkan nilai rataan berat kering akar terendah pada legum S. scabra dan L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (1,18 gram/pot dan 1,88 gram/pot). 27

Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W0, M1W1, M0W1 dan perlakuan M0W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1. Untuk legum S. scabra perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1, M1W1. Untuk legum L. leucocephala perlakuan M0W0 dan M1W0 berbeda nyata dengan perlakuan M0W1 dan M1W1. Untuk hasil analisis secara keseluruhan berat kering akar keempat jenis legum menunjukkan bahwa legum Indigofera sp kurang respon terhadap perlakuan pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan; akan tetapi masih terdapat peningkatan terhadap rataan berat kering akar untuk perlakuan M1W0 (6,15 gram/pot) dan M1W1 (4,8 gram/pot) bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (3,43 gram/pot) sebagai kontrol. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mikoriza pada kondisi tanaman disiram setiap hari terjadi peningkatan rataan berat kering akar bila dibandingkan dengan rataan berat kering akar yang tanpa diberikan mikoriza pada kondisi yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dapat meningkatkan berat kering akar tanaman legum yang diteliti. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Utama dan Yahya (2003), dimana terjadi peningkatan berat kering akar pada tanaman legum penutup tanah (Calopogonium mucunoides, Calopogonium ceurelieum, Centrosema pubescens dan Pueraria javanica) yang diberikan mikoriza. Menurut Sasli (2004) peranan langsung dari mikoriza adalah membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air dari dalam tanah ke dalam akar, karena mikoriza dapat memperluas permukaan akar dalam penyerapan air dari dalam tanah. Air yang diserap dari dalam tanah akan digunakan oleh tumbuhan untuk pembelahan dan pembesaran sel yang salah satunya terwujud dalam pertumbuhan akar, yaitu meningkatnya derajat percabangan dan diameter akar. Untuk rataan berat kering akar pada legum yang diberikan perlakuan mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan hanya pada legum Desmodium sp terjadi peningkatan rataan berat kering akar bila dibandingkan dengan legum Desmodium sp yang tanpa diberi mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan, sedangkan pada legum S. scabra dan L. leucocephala pemberian mikoriza dalam 28

kondisi cekaman kekeringan belum dapat meningkatkan rataan berat kering akar bila dibandingkan dengan legum S. scabra dan L. leucocephala yang diberi perlakuan tanpa mikoriza dalam kondisi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi respon yang positif dari mikoriza untuk meningkatkan berat kering akar pada legum S. scabra dan L. leucocephala dalam kondisi cekaman kekeringan. Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan rataan berat kering akar dalam kondisi cekaman kekeringan karena kekurangan air. Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesa, karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup (Lakitan, 1995). Selain itu, menurut Sasli (2004) kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan berat kering akar yang disebabkan oleh cekaman air. Rusmin et al. (2002) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa terjadi penurunan berat kering akar pada bibit jambu mete yang disebabkan oleh adanya cekaman kekeringan. Pengaruh Perlakuan terhadap Persen Infeksi Akar Rataan persen infeksi akar dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) meningkatkan persen infeksi akar pada legum Desmodium sp, Indigofera sp dan S. scabra, sedangkan pada legum L. leucocephala perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) dalam meningkatkan persen infeksi akar. Pada Tabel 6, nilai rataan persen infeksi akar tertinggi pada legum Desmodium sp ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (65%) dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan M0W0 (30,5%) dan M0W1 (30,5%). Untuk legum Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra nilai rataan persen infeksi akar tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (64%, 79,3% dan 84,8%), sedangkan nilai rataan persen infeksi akar terendah pada legum Indigofera sp dan S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M0W0 (33% dan 47%) dan pada legum L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (50%). Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W1 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W0 dan M0W1. Untuk legum Indigofera sp perlakuan M0W1 dan M1W1 sangat berbeda nyata dengan 29

perlakuan M0W0. Untuk legum S. scabra perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1 dan M0W0. Untuk legum L. leucocephala perlakuan M0W1 dan M1W1 berbeda nyata dengan perlakuan M0W1. Pengaruh perlakuan terhadap rataan persen infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Infeksi Akar. Persen Infeksi Akar (%) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 30,5±4,5 B 33±12,5 B 47±7 C 64,8±12,2 ab M0W1 30,5±6,4 B 39,8±11 AB 52,3±15,1 BC 50±15,8 b M1W0 53±25,5 AB 64±14,45 A 84,8±6 A 79,3±9,1 a M1W1 65±7,3 A 61±8,29 A 72±6,3 AB 75,5±15,1 a Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (F 0,05 ). Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (F 0,01 ). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tanaman legum yang mendapatkan perlakuan M1W0 dan M1W1 akan terjadi peningkatan rataan persen infeksi akar dibandingkan dengan perlakuan M0W0 dan M0W1. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi air tanah tersedia maupun pada kondisi cekaman kekeringan inokulasi (pemberian) mikoriza akan meningkatkan infeksi pada akar tanaman oleh mikoriza, dengan tingkat persen infeksi akar yang berbeda-beda pada setiap jenis tanaman legum. Hal ini dikarenakan masing-masing tanaman mempunyai kemampuan untuk menyediakan nutrisi yang berbeda pada mikoriza. Rungkat (2009) menjelaskan bahwa pada saat mikoriza mengangkut air dan hara mineral dari tanah ke tanaman, mikoriza mengambil keuntungan dari senyawa karbon yang disediakan oleh tumbuhan inang. Perbedaan jumlah senyawa karbon yang disediakan oleh tumbuhan inang inilah yang menyebabkan tingkat infeksi akar yang berbeda-beda pada masing-masing tanaman. Selain itu, Delvian (2006) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan mikoriza di tanah, yaitu status fosfor tanah, keasaman tanah (ph), kadar garam, suhu dan kelembapan. Mikoriza mampu menyerap dan memindahkan fosfor (P) dari dalam tanah ke akar tanaman (Rungkat, 2009). Turk et al. (2006) mengatakan bahwa peran utama mikoriza adalah untuk menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, 30

karena fosfor adalah satu unsur yang tidak mobil di dalam tanah. Selain fosfor, mikoriza juga mampu menyerap beberapa unsur hara seperti : Nitrogen (N), Kalium (K), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Kalsium (Ca), Besi (Fe), Cadmium, Nikel dan Uranium. Oleh karena itu, pengamatan terhadap banyaknya infeksi mikoriza pada akar tanaman merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan inangnya. Semakin tinggi tingkat infeksi mikoriza pada akar tanaman maka semakin banyak manfaat yang akan diperoleh tanaman dari infeksi mikoriza tersebut. Rungkat (2009) menjelaskan bahwa tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut: a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah. Indeks Sensitivitas terhadap Kekeringan Perhitungan indeks sensitivitas terhadap cerkaman kekeringan digunakan untuk mendapatkan tingkat toleransi tanaman legum terhadap cekaman kekeringan. Indeks sensitivitas terhadap cerkaman kekeringan pada masing-masing legum dihitung berdasarkan peubah kadar air tanah, pertambahan tinggi vertikal tanaman, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar dan infeksi akar. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada legum Desmodium sp peubah kadar air tanah, berat kering daun dan infeksi akar toleran terhadap cekaman kekeringan, sedangkan pada peubah berat kering akar agak toleran terhadap cekaman kekeringan, untuk peubah pertambahan tinggi vertikal tanaman dan berat kering batang peka terhadap cekaman kekeringan. Pada legum Indigofera sp peubah kadar air tanah, pertambahan tinggi vertikal tanaman, berat kering daun, berat kering batang dan berat kering akar toleran terhadap cekaman kekeringan, sedangkan peubah infeksi akar agak toleran terhadap cekaman kekeringan. Pada legum S. scabra peubah kadar air tanah dan berat kering akar toleran terhadap cekaman kekeringan, untuk peubah 31

berat kering daun, berat kering batang dan infeksi akar agak toleran terhadap cekaman kekeringan, sedangkan peubah pertambahan tinggi vertikal tanaman peka terhadap cekaman kekeringan. Pada legum L. leucocephala peubah berat kering akar dan infeksi akar toleran terhadap cekaman kekeringan, untuk peubah kadar air tanah dan berat kering daun agak toleran terhadap cekaman kekeringan, sedangkan peubah pertambahan tinggi vertikal tanaman dan berat kering batang peka terhadap cekaman kekeringan. Nilai indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan tiap legum dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan. Peubah Jenis Legum Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala KAT T T T AT PTVT P T P P BKD T T AT AT BKB P T AT P BKA AT T T T IA T AT AT T Nilai ISK 7 11 7 6 Nilai Hari 1 2 3 4 Total Nilai 7 22 21 24 Keterangan: Indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan yang dihitung berdasarkan peubah Kadar Air Tanah (KAT), Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman (PTVT), Berat Kering Daun (BKD), Berat Kering Batang (BKB), Berat Kering Akar (BKA) dan Infeksi Akar (IA). T = toleran jika nilai IS 0,5; AT = agak toleran jika 0,5 < IS 1,0; P = peka jika IS > 1,0. Hasil perhitungan indeks sensitivitas menunjukkan bahwa tanaman legum dengan total nilai tertinggi adalah legum L. leucocephala dengan nilai 24, diikuti oleh legum Indigofera sp, S. scabra dan Desmodium sp masing-masing dengan nilai 22, 21 dan 7. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman legum L. leucocephala memiliki nilai toleransi yang paling baik bila dibandingkan dengan tiga jenis legum lainnya. 32